Anda di halaman 1dari 17

Referat

Meningitis Tuberkulosis

Disusun oleh :
Dian Kartika
406148160

Pembimbing :
dr. Dyah Nuraini, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


PERIODE 31 OKTOBER – 3 DESEMBER 2016
MENINGITIS TB

Definisi

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-
paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru,
seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak1,2.

Anatomi dan fisiologi Meningen

Meningen (selaput otak) merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresei
(serebro spinal), memperkecil terjadinya benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan3
a. Durameter (Lapisan sebelah luar)

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke
otak yang dinamakan sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak3.

b. Arachnoid (Lapisan tengah)


Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dan piameter membentuk sebuah
kantong atau balon yang berisi cairan orak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat3.

c. Piameter (Lapisan sebelah dalam )


Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter
berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur – struktur jaringan ikat yang disebut
trabekel3.
Adapun fungsi meningeal sebagai berikut :

1. Menyelubungi dan melindungi susunan saraf pusat.


2. Melindungi pembuluh darah dan menutupi sinus venus
3. Berisi cairan serebrospinal3..

Epidemiologi

Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga bentuk,
yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara
endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang
bukan merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua
kasus tuberkulosis5.
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas
tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk
bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi
dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur
dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan1,3,4. Meningitis
tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka
kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan
gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual

Etiologi

Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram


positif, berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-
minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri
ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan
manusia. Selain Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis adalah Mycobacterium. bovis,Mycobacterium africanum, dan Mycobacterium
microti

Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis


primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di
abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer
(1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan
kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau
hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang 1,4,5
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya
meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula
spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau
selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang Bila penyebaran hematogen terjadi
dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti
TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi
dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah
trauma kepala5.
Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Tumpahan
protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang reaksi hipersensitivitas
yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang yang paling banyak terjadi di
basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh akan berkembang.Proses ini mungkin
terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau beberapa
tahun.Jika hal ini terjadi pada pasien yang sudag tersensitasi, maka masuknya basil ke dalam
ruang subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam
cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah,
tetapi kemudian tampak jelas diselaput otak pada dasar otak dan ependym. Reaksi radang akut
di leptomenings tersebut, ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan
dibasis otak, yang dapat menginfiltrasi pembuluh darah kortikomeningeal dan menimbulkan
radang,obstruksidan selanjutnya infark serebri.Meningitis basalis yang terjadi akan
menimbulkan komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf cranialis(disfungsi saraf III,IV dan
VII),infark karena penyumbatan arteria dan vena, serta hidrosefalus komunikans karena
eksudat mengganggu aliran normal cairan serebrospinal kedalam dan keluar sistem ventrikel
pada setinggi sisterna basilar. Perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medula spinalis
akan menyebabkan spinal block dan paraplegia4,5,8.

BTA masuk tubuh


Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain
Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:

1. Araknoiditis proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang
melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut
di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di
basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis
perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin
mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami
paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV,
sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka
kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila
terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan
gangguan pendengaran yang sifatnya permanen5.
2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi
membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya
radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele
neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media
atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral
akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan
adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya
infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika
media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan
fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima,
degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta
cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis
dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total.
Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan
infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin 5.

3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan


mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis 2,5.
Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan
menyebabkan spinal block dan paraplegia

Manifestasi Klinis

Gejala klinis Meningitis Tb berbeda untuk masing – masing penderita. Faktor – faktor
yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang
ditemukan. Tanda dan gejala klinis Meningitis Tb muncul perlahan – lahan dalam waktu
beberapa minggu7.
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mngejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Kesadaran menurun , tanda kernig dan Brudzinki positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta virus apa yang
menyebabkan. Gejala yang paling umum adalam demam tinggi, sakit kepala, pilek, mual,
muntah, kejang. Setelah itu penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku,
gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.

Gejala meningitis meliputi:

1. Gejala Infeksi akut


 Panas
 Nafsu makan menurun
 Anak Lesu
2. Gejala kenaikan tekanan Intra Kranial
 Kesadaran menurun
 Kejang
 Ubun – ubun besar menonjol
3. Gejala rangsang meningeal
 Kaku kuduk
 Kernig
 Brudzinski
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga
stadium1:
1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis
Gejala: * demam (tidak terlalu tinggi)
* rasa lemah
* nafsu makan menurun (anorexia)
* nyeri perut
* sakit kepala
* tidur terganggu
* mual, muntah
* konstipasi
* apatis
* irritable1
Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering
ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana
hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa
disertai demam dan timbul kejang intermiten.4,7,9 .
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan
berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium
III1.
2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Disebut juga fase meningitik, yang ditandai dengan memberatnya penyakit. Pada fase ini
terjadi rangsangan pada selaput otak/meningen.1,4
Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung
serebri.
Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi.
Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar
otak menyebabkan gangguan otak / batang otak1,3.
Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf
kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel
di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla
spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis
dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat1,3.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya,
sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit
kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.
Gejala:
* Akibat rangsang meningen : sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)5
* Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
- disorientasi
- bingung
- kejang
- tremor
- hemibalismus / hemikorea
- hemiparesis / quadriparesis
- penurunan kesadaran
* Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:
Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
Tanda: - strabismus - diplopia
- ptosis - reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur

Gambar 3. Kaku Kuduk (Nuchal Rigidity) Pada Penderita Meningitis

3. Stadium III (koma / fase paralitik)1


 Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu
 Gangguan fungsi otak semakin jelas.
 Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh
eksudat yang mengalami organisasi.
 Gejala: * pernapasan irregular
* demam tinggi
* edema papil
* hiperglikemia
* kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk,
stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme,
opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.
* nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
* hiperpireksia
* akhirnya, pasien dapat meninggal.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain,
tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan
akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah
berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak adekuat
5
.
Diagnosis

Anamnesis :

Adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya
riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang
asimptomatik), adanya gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium
meningitis tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai
sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah, diare,
hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada 33,3% kasus)

Pemeriksaan fisik:

Tergantung stadium penyakit. Tanda rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak
ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun1.

Pemeriksaan Penunjang

 Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif.

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang paling
bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak dapat
mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga saat ini
cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan penyuntikan
PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium tuberculosis. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter daripembengkakan (indurasi) yang terjadi.
Berikutiniadalahinterpretasihasiluji mantoux :
1. Pembengkakan : 0–4 mm → uji mantoux negatif.
(Indurasi) Arti klinis : tidak ada
infeksiMycobacterium tuberculosa.
2. Pembengkakan : 3–9 mm → uji mantoux meragukan.
(Indurasi) Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang dengan Mycobacterium
atypic atau setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan : ≥ 10 mm → uji mantoux positif.
(Indurasi) Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mycobacterium
tuberculosa

Gambar 4. Uji Mantoux

 Vaksin BCG
Bila dalam penyuntikan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin) terjadi reaksi cepat (dalam 3-
7 hari) berupa kemerahan dan indurasi ≥ 5 mm, maka anak dicurigai telah
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis

 Dari hasil pemeriksaan laboratorium


o Darah: - anemia ringan
- peningkatan laju endap darah pada 80% kasus
o Cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi lumbal) :
- Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang. Dapat
juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan ada
hambatan di medulla spinalis.
- Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama
banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak
(pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat
mencapai 1000 / mm3.
- Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini menyebabkan liquor
cerebrospinalis dapat berwarnaxanthochrom dan pada permukaan dapat tampak
sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen
10
.
- Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal sebagai
hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor
10
cerebrospinalis adalah ±60% dari kadar glukosa darah .
- Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun
- Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan kuman
Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal
selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga3.

 Pemeriksaan radiologi:
- Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.
- Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira pada
80% kasus berupa kelainan difus atau fokal
- CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta
adanya dan luasnya hidrosefalus.
Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala
pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring
berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan
adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang
disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini.
Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah
korteks serebri atau talamus 4.

Diagnosis Banding

Gejala pada seluruh tipe meningitis hampir sama, sehingga baku standart dari diagnosis
adalah pemeriksaan CSS dari lumbal fungsi. Berikut adalah perbedaan dari berbagai jenis
meningitis :

Agen Opening Hitung Jenis Glukoa (mg/dl) Protein Mikrobiolo


Pressure per ml gi
Angka Normal 80 – 200 0-5 limfosit 50 - 75 15 – 40 Penemuan
(-)
M. bakterial 200-300 100- <40 >100 60%
5000:>80%P ditemukan
MN penyebab
spesifik
pada
pewarnaan
gram, 80%
pada kultur
M. Virus 90-200 10- Normal.menuru Normal, Isolasi
3000:limfosit n pada LCM dan tapi bisa virus, PRC
mumps meningk assays
at sedikit
M. tuberculosis 180-300 100- Menurun 50-200 Tinta India,
500:limfosit cryptoccoca
l antigen,
kultur
M. Aseptik 90-200 0-5:limfosit 50-75 15-40 Penemuan
biasa
negatif

Penatalaksanaan

Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang
sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial2. Terapi
harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis
5
.
Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:
Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12
bulan.
Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan pada terapi
meningitis tuberkulosis:
Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan
ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan tubuh, termasukliquor
cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memilikiadverse
reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan
adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali
pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan
dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor
cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8
jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus
sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan
neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada
pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk
mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu
kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid5.
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong
(1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan
dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per
hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid,
dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg/kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB
/ hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan 5.

Dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke


dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami
peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna
urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek
samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin
umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg 5.
Pirazinamid
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan
dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada
intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30
mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 μg / ml
tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid
sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih
sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran
cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet
500 mg5.
.
Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular
pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular.
Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi
penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-
TB (multi drug resistent-tuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan
dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 μg / ml
dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi
tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik
pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat
ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak
menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII
yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga
berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu
berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf
pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat 5.
Etambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika
diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman,
obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol
adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar
serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg
dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian
oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP,
demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah
neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari
pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI
menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak
menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca
pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis pada
anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari.
Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika
obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan5 .
Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis sebagai terapi
ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan
intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai adalah prednison dengan dosis 1-
2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis secara
bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen5.

Komplikasi

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa
neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan
gangguan sensori ekstremitas2. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus,
ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa
atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat
streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3
pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan
dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi
intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh
mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual,
hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin
2
.
Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian vaksin BCG 0,05 ml pada bayi baru
lahir daoat efektif hingga 80 % untuk mencagah TB . Vaksinasi BCG menurut departemen
kesehatan RI merupakan vaksin yang diwajibkan mengingat indonesia merupakan negara
endemik TBC. Apabila bayi baru lahir dari ibu penderita TB aktif dan diyakini benar bayi
mengalami meningitis tuberkulosis, maka berikan suntikan 0,2 ml streptomisin setiap 5 kg berat
badan dan segera rujuk. Selain itu adalah perbaikan pendidikan , sosio ekonomi, dan gizi
memberi peran sangat penting.

Prognosis

Mortalitas tergantung virulensi kuman penyebab,daya tahan tubuh penderita, terlambat


atau cepatnya mendapatkan pengobatan yang tepat dan pada cara pengobatan dan perawatan
yang diberikan2.

Prognosis Meningitis TB tergantung umur dan stadium penyakit1,3.


 Umur <2 tahun Mortalitas / insiden sekuele rendah
 Stadium 1 Kesembuhan 100%, insiden sekuele rendah
 Stadium 2 Mortalitas 15-30%, insiden sekuele 75%
 Stadium 3 Mortalitas 50%, insiden sekuele >80%1
DAFTAR PUSTAKA

1.Azhali, MS., Garna, Herry., Chaerulfatah, Alex., Setiabudi, Djatnika. Infeksi Penyakit
Tropik. Dalam : Garna, Herry., Nataprawira, Heda Melinda. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. p. 221-229

2.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan


Anak.Jakarta:Infomedika Jakarta:2007.

3.Duus Peter.Meningen,ventrikel dan cairan serebrospinalis.Dalam:Suwono Wita


J,editor.Diagnosis topik neurologi:anatomi,fisiologi,tanda dan gejala.Edisi kedua,
Jakarta:EGC:1994.

4.Soetomenggolo T S, Ismael S. Meningitis TB.Buku Ajar Neurologi Anak 2nd


Ed.Jakarta:Badan Penerbit IDAI.Th :2000, hal 363-371.

5.Rahajoe N,Basir D,Makmuri, Kartasamita CB. Tuberkulosis.Dalam:Pedoman Nasional


Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI,Jakarta.Th :2005,hal 54.

6.Gerdunas TBC.2005.Penemuan Penderita TBC Pada Anak,


http://update.tbcindonesia.or.id/module/article.php?articleid=11&print=1&pathid= . April
13th,2008

7.Hill,Mark.2008.Mycobacterium tuberculosis.
http://embryology.med.unsw.edu.au/Defect/images/Mycobacterium-tuberculosis.jp .April
7th,2008.

8.Mediastore.2008.Uji Tuberkulin Dan Klasifikasi Tuberculosis.


http//embryology.med.unsw.edu.au/Defect/images/Mycobacterium-tuberculosis.jpg.April
7th,2008.

9. Meningitis Research Foundation.2008. Understand Meningitis And Septicaemia.


http://www.meningitis.org/ .April 7th,2008.

10.Mardjono,Mahar. Sidharta Priguna.,Neurologi Klinis Dasar Ed Jakarta:Penerbit Dian


Rakyat .Th 2010.

Anda mungkin juga menyukai