Anda di halaman 1dari 18

Tinjauan Pustaka

MENINGITIS DENGAN AGEN PENYEBAB

HAEMOPHILUS INFLUENZAE

Oleh:

Noventri Andika

NIM. 2230912310092

Pembimbing:

dr. Nurul Hidayah, M.Sc., Sp.A(K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

November, 2023
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan....................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 4

2.1 Definisi........................................................................................ 4

2.2 Epidemiologi............................................................................... 5

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko........................................................... 6

2.4 Patogenesis.................................................................................. 10

2.5 Diagnosis..................................................................................... 12

2.6 Tatalaksana.................................................................................. 21

2.7 Komplikasi.................................................................................. 26

2.8 Prognosis..................................................................................... 27

BAB III PENUTUP................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 29

ii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis adalah peradangan pada lapisan meningen yang membungkus

dan menjaga hidrasi otak serta sumsum tulang belakang. Meningitis bakterial

adalah peradangan pada selaput meningen yang disebabkan oleh infeksi bakteri

yang paling sering dari spesies Escherichia coli, Listeria monocytogenes,

Haemophilus influenzae, S pneumoniae, dan Neisseria meningitidis. Meningitis

bakterial akut adalah infeksi bakteri di sistem saraf pusat (SSP) yang paling sering

ditemukan. Penyakit ini adalah penyakit yang sangat mematikan, terutama pada

neonatus (usia kurang dari satu bulan) dan bayi (usia kurang dari satu tahun).

Meningitis bakterial ke dalam 10 penyakit infeksi tersering dengan angka fatalitas

kasus yang tinggi mencapai 30% [1-5], dimana 50% pengidap yang bertahan

hidup mengalami komplikasi neurologis [1,3,6-10]. Hal ini sangat bergantung

pada usia pasien, kondisi pasien, dan organisme yang menginfeksi pasien.

Meningitis bakterial termasuk ke dalam 10 penyakit infeksi tersering yang

mengakibatkan kematian di seluruh dunia. Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko

daripada perempuan. Prevalensi meningitis bakterial pada negara maju diketahui

sebanyak 5-10 kasus per 100.000 orang, yaitu sekitar 15.000-25.000 kasus per

tahunnya. 6,7 Menurut World Health Organization (WHO), angka kematian

meningitis pada neonatus dan anak masih tinggi yaitu sekitar 1,8 juta pertahun.2

Di Afrika Selatan 4 dari 100.000 orang mengalami meningitis bakterial dan

1
Universitas Lambung Mangkurat
2

insiden tertinggi pada usia kurang dari 1 tahun sekitar 40 per 100.000 orang.

Prevalensi meningitis bakterial yang pernah dilaporkan di Indonesia pada tahun

2000 dan 2001 yaitu sebesar 1.937 dan 1.667 kasus kematian dengan 9,4 kasus

per 100.000 penduduk, yang menunjukkan masih tingginya angka kejadian

meningitis bakterial di Indonesia.

Ditemukan dan dimulainya vaksin untuk bakteri Haemophillus influenza

tipe b dan Neiserria meningitidis membuat angka kejadian meningitis mengalami

penurunan. 8 Namun meningitis bakterial masih memiliki angka mortalitas dan

morbiditas yang tinggi pada anak yaitu sebesar 25-50% (mortalitas) dan 25-45%

(morbiditas) sehingga diperlukan tatalaksana yang cepat dan tepat.

Pada anak, gejala meningitis bakterial yang didapatkan lebih bersifat non

spesifik atau umum daripada orang dewasa. Manifestasi klinis yang sering

ditemukan pada anak adalah demam, kaku kuduk, dan gangguan kesadaran.

Gejala non spesifik juga dapat terjadi karena penyakit yang menyertai anak. 3,13

Penyakit yang biasa menyertai anak pada meningitis bakterial seperti pneumonia,

otitis media, sinusitis, mastoiditis, dan infeksi gigi. 14–16

Adapun riwayat imunisasi Hib adalah salah satu faktor risiko meningitis

bakterial. Dari penelitian yang dilakukan oleh Putri AK pada tahun 2018

didapatkan lebih dari setengah anak tanpa imunisasi mengalami meningitis.

Sedangkan pada anak dengan imunisasi hanya sepertiga anak mengalami

meningitis. Komplikasi yang terjadi dipengaruhi oleh usia anak, kondisi anak saat

datang ke rumah sakit, adanya penyakit penyerta, dan jenis bakteri penyebab

infeksi. Dalam kondisi akut dapat terjadi syok, gagal nafas, peningkatan tekanan

Universitas Lambung Mangkurat


3

intrakranial, kejang, dan bahkan kematian. Komplikasi jangka panjang dapat

mengakibatkan gangguan pendengaran, gangguan kognitif, dan epilepsi. Oleh

karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk mengetahui dan mengenal ciri

meningitis bakterial agar dapat menghindari dampak buruk yang disebabkan asma

dan dapat memberikan penanganan yang tepat bagi pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah tinjauan pustaka ini

adalah apa itu meningitis bakterial, penegakan diagnosis meningitis bakterial, dan

cara membedakan antara meningitis TB, meningitis viral, meningitis fungal, serta

meningitis bakterial terutama dengan agen penyebab H.Influenzae.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui tentang

meningitis bakterial, penegakan diagnosis meningitis bakterial, dan cara

membedakan antara meningitis TB, meningitis viral, meningitis fungal, serta

meningitis bakterial terutama dengan agen penyebab H.Influenzae.

1.4 Manfaat Penulisan

A. Teori

Manfaat penulisan tinjauan pustaka ini adalah memberikan informasi dan

pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai penegakan diagnosis pada

meningitis bakterial dengan agen penyebab H. Influenzae.

B. Praktik

Universitas Lambung Mangkurat


4

Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memperkaya informasi yang ada

untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan, sehingga dapat

mempelajari mengenai meningitis pada anak guna meningkatkan kemampuan

pengenalan dan penanganan yang sesuai di kemudian hari.

Universitas Lambung Mangkurat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Meningitis adalah suatu penyakit infeksi cairan otak disertai inflamasi yang

mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat

yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis di bagian

superfisial yang dapat disebabkan karena infeksi bakteri, virus, maupun parasit.

Peradangan ini ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal

dan menyebabkan perubahan pada struktur otak.

Gambar 2.1. Meningitis bakterial

Meningitis bakterial adalah peradangan pada selaput meningen yang disebabkan

oleh infeksi bakteri yang paling sering dari spesies Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Listeria monocytogenes, S. pneumoniae, dan Neisseria

meningitidis. Pada jenis ini, meningitis disebabkan oleh infeksi bakteri dari

komunitas atau nosokomial dan menyebabkan respons peradangan. Bacterial


4
Universitas Lambung Mangkurat
5

meningitis (BM) dikatakan berasal dari komunitas jika pasien tidak memiliki

riwayat operasi atau rawat inap selama 54 hari sebelumnya sementara itu

dikatakan nosokomial jika ada riwayat pembedahan dalam 54 hari sebelumnya

atau sudah dirawat di rumah sakit saat mengalami BM.

2.2 Epidemiologi

Kejadian meningitis bakterial di seluruh dunia mencapai 8,7 juta kasus

dengan 379.000 jumlah kematian. Data lainnya menunjukkan kejadian meningitis

bakterial sekitar 2-6 kasus per 100.000 populasi per tahunnya dengan puncak

kejadian mayoritas terjadi pada kelompok anak-anak, remaja, dan lansia

(Meisadona et al., 2015). Pada kelompok anak-anak mencapai 400 kasus per

100.000 populasi dibandingkan dengan dewasa yaitu 1-2 kasus per

100.000 populasi (Hidayati, 2015) Kejadian meningitis bakterial merupakan

masalah signifikan yang terjadi di seluruh dunia terutama di negara

berkembang (Brouwer et al., 2010). Epidemiologi meningitis bakterial telah

mengalami perubahan secara substansial selama satu abad terakhir (World

Health Organization, 2021). Hal tersebut ditunjukkan dari etiologi meningitis

bakterial yang paling umum pada orang dewasa dan anak-anak adalah

Streptococcus pneumoniadan Neisseria meningitides (Brouwer et al., 2010;

Christie et al., 2017) Hal tersebut dikarenakan Haemophilus influenzaetipe B

hampir menghilang akibat program vaksinasi yang diberikan pada anak-anak

(Christie et al., 2017). Haemophilus influenzaetipe B dari 2,9 kasus per

100.000 populasi pada tahun 1986 menjadi 0,2 kasus per 100.000 populasi pada

Universitas Lambung Mangkurat


6

tahun 1995 (Nudelman & Tunkel, 2009). Pada populasi yang tidak divaksinasi,

Hib merupakan penyebab utama bakteri non-epidemi meningitis selama

tahun pertama kehidupan dengan angka kematian yang masih tinggi yaitu

mencapai 3-20% walaupun dengan pengobatan antibiotik yang cepat dan

tepat. Angka tersebut dapat lebih tinggi pada negara dimana akses ke pelayanan

kesehatan terbatas10

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Meningitis dapat disebabkan oleh proses infeksi dan non-infeksi (gangguan

autoimun, sindrom kanker/paraneoplastik, reaksi obat). Agen etiologi menular

meningitis termasuk bakteri, virus, jamur, dan parasit yang lebih jarang. Faktor

risiko meningitis meliputi: Gangguan medis kronis (gagal ginjal, diabetes,

insufisiensi adrenal, fibrosis kistik), usia yang ekstrim (neonatus atau lansia),

kurang vaksinasi, keadaan imunosupresi (iatrogenik, penerima transplantasi,

imunodefisiensi kongenital, AIDS), hidup dalam kondisi yang padat penduduk,

bepergian ke daerah endemik, vektor (nyamuk, kutu), gangguan penggunaan

alkohol, adanya pirau ventrikuloperitoneal (VP), Endokarditis

bakterial,Keganasan, Cacat duramater, penggunaan narkoba IV Anemia sel sabit,

dan Splenektomi.

2.4 Patogenesis

Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan

tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput

Universitas Lambung Mangkurat


7

otak, misalnya penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, dan

Bronchopneumonia. Masuknya organisme melalui sel darah merah pada blood

brain barrier. Penyebaran organisme bisa terjadi akibat prosedur pembedahan,

pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea

akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis, dimana

terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal Fluid) dan dunia luar.

Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar

otak dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf pusat melalui

ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan seperti pada

via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek peradangan yang di sebabkan oleh

mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan terjadilah toksekmia,

sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu

tubuh meningkat atau terjadinya hipertermi.14

2.5 Diagnosis

Diagnosis meningitis umumnya dicurigai pada pasien dengan gejala

demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk. Penurunan kesadaran juga dapat terjadi

pada penderita meningitis. Pungsi lumbal masih menjadi pemeriksaan penunjang

utama untuk diagnosis meningitis.

a. Anamnesis

Anamnesis pasien dengan meningitis biasanya akan menunjukkan trias klasik,

yaitu demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk. Keluhan ini akan terjadi beberapa

jam sampai 2 hari setelah onset. Keluhan lain yang dapat timbul pada pasien

Universitas Lambung Mangkurat


8

dengan kecurigaan meningitis adalah mual, muntah, fotofobia, penurunan

kesadaran atau disorientasi.

Pada tahap awal meningitis, pasien bisa datang hanya dengan keluhan seperti flu.

Hal ini terkadang sulit dibedakan dengan diagnosis banding seperti infeksi saluran

napas atas atau influenza.

Pasien dengan meningitis bakteri dapat memiliki riwayat otitis media, sinusitis,

atau pneumonia. Pada pasien dengan meningitis virus biasanya didapatkan

keluhan neurologis dalam 1-7 hari setelah onset.

Keluhan sistemik yang dapat timbul dengan kecurigaan meningitis virus adalah

myalgia, fatigue, atau anoreksia. Pasien juga dapat memiliki

riwayat gondongan atau parotitis.

Sekitar 30-40% pasien anak maupun dewasa dapat mengalami kejang pada

meningitis bakteri tingkat lanjut. Pada bayi, keluhan dapat berupa bayi menjadi

kurang aktif, malas menyusu, muntah-muntah, high-pitch crying, dan adanya

instabilitas suhu tubuh.

Pasien lansia terutama dengan riwayat komorbid diabetes, gangguan ginjal atau

hati dapat mengeluhkan letargi tanpa gejala meningeal.

Selain menanyakan gejala, dokter perlu menanyakan apakah ada anggota keluarga

yang mengalami keluhan yang sama untuk mengetahui kemungkinan terpapar

akan virus endemik yang dapat menyebabkan meningitis. Tanyakan pula riwayat

kontak seksual atau perilaku seksual pasien untuk mengetahui kemungkinan

infeksi virus herpes simpleks atau HIV.[3,8]

Pemeriksaan Fisik

Universitas Lambung Mangkurat


9

Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebaiknya mencakup pemeriksaan umum, tanda

meningeal, dan pemeriksaan neurologi.

Pemeriksaan Fisik Generalis

Pada pemeriksaan fisik generalis dapat ditemukan adanya tanda-tanda penyakit

infeksi lokal berupa otitis, sinusitis, atau pneumonia. Pada pemeriksaan tanda vital

yang akan ditemui adalah suhu tubuh yang meningkat.

Pada pemeriksaan kesadaran dapat ditemui penurunan status mental atau GCS

kurang dari 14. Pada bayi dapat ditemukan adanya bulging fontanelle, high-pitch

crying, hipotonia, dan iritabel atau tidak aktif.

Tanda-Tanda Iritasi Meningeal

Terdapat beberapa pemeriksaan untuk menilai adanya iritasi meningeal, yaitu

kaku kuduk, Laseque sign, Kernig sign, dan Brudzinski sign.

Pemeriksaan kaku kuduk dilakukan dengan menekukkan kepala pasien (fleksi)

yang sedang berbaring dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Apabila terdapat

tahanan dan dagu tidak mencapai dada dikatakan kaku kuduk positif yang

menandakan ada kemungkinan iritasi meninges. Perhatikan pula apakah terdapat

fleksi pada kedua tungkai, jika terdapat fleksi maka dinyatakan pemeriksaan

Brudzinski I positif.[3,8]

Pemeriksaan Laseque dilakukan dengan pasien berbaring lurus dan ekstensi pada

kedua tungkai. Pemeriksaan dikatakan positif apabila timbul tahanan atau rasa

nyeri pada tungkai yang difleksikan sebelum mencapai 70 derajat.

Pemeriksaan Kernig dilakukan ketika pasien berbaring lurus dan dilakukan fleksi

paha pada sendi panggul sampai membuat sudut 90 derajat, setelah itu tungkai

Universitas Lambung Mangkurat


10

bawah diekstensikan pada persendian lutut. Kernig positif apabila terdapat

tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135 derajat.[3,8]

Pemeriksaan Neurologis Fokal

Sekitar 10-20% pasien dapat ditemui adanya abnormalitas neurologis fokal berupa

abnormalitas nervus kranial (III, IV, VI, dan VII). Dapat ditemukan adanya papil

edema pada 1% pasien yang mengindikasikan adanya peningkatan tekanan

intrakranial.[3,8]

2.6 Tatalaksana Meningitis bakterial

Meningitis bakterial (BM) dapat dicegah dengan pelaksanaan vaksinasi terhadap

H.influenzae tipe B, S.pneumoniae dan N.meningitidis. Vaksinasi ini tentunya

merupakan langkah preventif agar terhindar dari infeksi bakteri penyebab

meningitis. Penggunaan vaksin ini terbukti mampu mengurangi kasus

meningitis secara signifikan (Oordt Speets et al., 2018). Beberapa vaksin

konjugat yang tersedia di pasaran, yaitu Menveo, Menactra, Meningitec,

Menjugate, Neis Vac - C, MenAfriVac, dan MenHibrix. Tatalaksana yang bisa

diberikan pada pasien BM adalah pemberian antibiotik yang disesuaikan agen

penyebabnya. Antibiotik yang sering digunakan, yaitu ceftriaxone dan

sefalosporin untuk meningkatkan penetrasi antibiotik ke BBB.

Antibiotik lain, seperti penisilin bisa diberikan dengan dosis

300.000 unit/kgBB/hari secara IV atau IM dan dosis maksimal 24 juta unit/hari.

Pasien dengan kondisi immunocompromised atau berusia lebih dari 50 tahun

bisa menerima ampisilin. Pengobatan ini dikombinasikan dengan

Universitas Lambung Mangkurat


11

kortikosteroid untuk menekan peradangan saraf yang berlebihan yang

menyebabkan kerusakan endotelium BBB. Kortikosteroid juga berfungsi untuk

mengurangi edema otak serta perdarahan yang berbahaya. Jenis kortikosteroid

yang sering dipakai, yaitu dexametason dengan dosis 0,15 mg/kgBB dan

dosis maksimal 10 mg/6 jam.

2.7 Komplikasi

1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini

muncul

karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga

memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.Peradangan

pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis).

b. Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui

perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.

c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi

Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga

memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla

spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intracranial.

d. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena

meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.

e. Epilepsi.

Universitas Lambung Mangkurat


12

f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang

sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai

tempat menyimpan memori.

g. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak

tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang

digunakan untuk pengobatan21

2.8 Prognosis

MB yang tidak diobati biasanya berakhir fatal. Meningitis pneumokokal

memiliki tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%. Pada sekitar 30% pasien yang

bertahan hidup, terdapat sekuel defisit neurologik seperti gangguan pendengaran

dan defisit neurologik fokal lain. Individu yang memiliki faktor risiko prognosis

buruk adalah pasien immunocompromised, usia di atas 65 tahun, gangguan

kesadaran, jumlah leukosit CSS yang rendah, dan infeksi pneumokokus.

Gangguan fungsi kognitif terjadi pada sekitar 27% pasien yang mampu bertahan

dari MB.23

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III

PENUTUP

Meningitis bakterial merupakan suatu kasus kegawatdaruratan neurologik dengan

angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dan terapi

harus dilakukan secepatnya untuk mencegah keluaran yang buruk. Diagnosis MB

ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

seperti pungsi lumbal. Penatalaksanaan MB memerlukan pemahaman tentang

karakter pasien agar pemilihan antibiotik dapat dilakukan dengan tepat.

Penegakan diagnosis dan penentuan terapi yang baik dapat memberi harapan

kualitas hidup yang baik bagi pasien. Saat ini sudah terdapat imunisasi untuk

beberapa bakteri etiologi MB, sehingga angka kejadian MB dapat diturunkan.

29
Universitas Lambung Mangkurat
30

DAFTAR PUSTAKA

1. Hulu, V. T. et al. (2020) Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan


dan Pencegahan. Medan: Yayasan Kita Menulis.

2. Husni, M. (2020) “Proses Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Anak


Meningitis (Studi Kasus).” Pekan Baru: Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau.

3. Irwan (2019) Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: CV. Absolute


Media. Kemenkes (2014) “Profil Kesehatan RI 2013.” Jakarta: Kemenkes RI.

4. Kemenkes (2019) “Panduan Deteksi dan Respon Penyakit Meningitis


Meningokokus.” Jakarta: Kemenkes RI.

5. Mammas, N. I. et al. (2016) “Current views and advances on Paediatric


Virology: An update for paediatric trainees,” Experimental and Therapeutic
Medicine, 11(1), hal. 6–14.

6. Najmah (2016) Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.

7. Simbolon, D. (2019) Pencegahan Stunting Mealui Intervensi Gizi Spesifik


Pada Ibu Menyusui Anak Usia 0-24 Bulan. Media Sahabat Cindekia.

8. Grandgirard, D.; Leib, S.L. Strategies to prevent neuronal damage in paediatric


bacterial meningitis. Curr. Opin. Pediatr. 2006, 18,
112–118.

9. Sonko, A.M.; Dube, F.S.; Okoi, C.B.; Diop, A.; Thiongane, A.; Senghore, M.;
Ndow, P.; Worwui, A.; Faye, P.M.; Dieye, B.; et al. Changes in the Molecular
Epidemiology of Pediatric Bacterial Meningitis in Senegal after Pneumococcal
Conjugate Vaccine Introduction. Clin. Infect. Dis. 2019, 69, S156–S163.

10. Shieh, H.H.; Ragazzi, S.L.B.; Gilio, A.E. Risk factors for neurological
complications and sequelae in childhood acute bacterial
meningitis. J. Pediatr. 2012, 88, 184.

11. Thigpen, M.C.; Whitney, C.G.; Messonnier, N.E.; Zell, E.R.; Lynfield, R.;
Hadler, J.L.; Harrison, L.H.; Farley, M.M.; Reingold, A.;

12. Bennett, N.M.; et al. Bacterial Meningitis in the United States, 1998–2007. N.
Engl. J. Med. 2011, 364, 2016–2025.

13. Yogev, R.; A Guzmancottrill, J. Bacterial Meningitis in Children. Drugs 2005,


65, 1097–1112.

Universitas Lambung Mangkurat


31

14. Pelkonen, T.; Roine, I.; Monteiro, L.; Correia, M.; Pitkäranta, A.; Bernardino,
L.; Peltola, H. Risk Factors for Death and Severe Neurological Sequelae in
Childhood Bacterial Meningitis in Sub-Saharan Africa. Clin. Infect. Dis. 2009, 48,
1107–1110.

15. Lucas, M.J.; Brouwer, M.C.; van de Beek, D. Neurological sequelae of


bacterial meningitis. J. Infect. 2016, 73, 18–27.

16. Namani, S.A.; Koci, B.M.; Milenkovi´c, Z.; Koci, R.; Qehaja-Buçaj, E.;
Ajazaj, L.; Mehmeti, M.; Ismaili-Jaha, V. Early neurologic complications and
long-term sequelae of childhood bacterial meningitis in a limited-resource country
(Kosovo). Child’s Nerv. Syst. 2012, 29, 275–280.

17. Namani, S.; Milenkovi´c, Z.; Koci, B. A prospective study of risk factors for
neurological complications in childhood bacterial
meningitis. J. Pediatr. 2013, 89, 256–262.

18. Ispahani, P.; Slack, R.C.B.; Donald, E.F.; Weston, V.C.; Rutter, N. Twenty
year surveillance of invasive pneumococcal disease in Nottingham: Serogroups
responsible and implications for immunisation. Arch. Dis. Child. 2004, 89, 757–
762.

19. Softi´c, I.; Tahirovi´c, H.; Hasanhodži´c, M. Neonatal bacterial meningitis:


Results from a cross-sectional hospital based study. Acta
Med. Acad. 2015, 44, 117–123.

20. Baud, O.; Aujard, Y. Neonatal Bacterial Meningitis; Elsevier: Amsterdam,


The Netherlands, 2013; Volume 112, pp. 1109–1113.

21. Molyneux, E.M.; Walsh, A.L.; Forsyth, H.; Tembo, M.; Mwenechanya, J.;
Kayira, K.; Bwanaisa, L.; Njobvu, A.; Rogerson, S.; Malenga, G. Dexamethasone
treatment in childhood bacterial meningitis in Malawi: A randomised controlled
trial. Lancet 2002,360, 211–218.

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai