Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

MENINGITIS

DI SUSUN OLEH :

TINGKAT IIB

KELOMPOK 6

1. ARUN FAHIAN FAHARUZIN (P07120419040)


2. NUR AINI MUFIDA (P07120419057)
3. WAFIQ AZIZAH (P07120419069)

KEMENTRIAN KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM


JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
PROFESI

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualikum. Wr. Wb.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka kami bisa
mennyelesaikan makalah yang berjudul “MENINGITIS” dan dengan harapan semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan refrensi bagi kita sehingga lebih
mengetahui tentang teknik dokumentasi keperawatan.

Akhir kata semoga bisa bermanfaat bagi para mahasiswa, umum, khususnya
pada kelompok kami dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa
dipergunakan dengan semestinya.

Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Mataram, 22 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................1
C. TUJUAN......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian Meningitis......................................................................3
B. Klasigikasi.......................................................................................3
C. Penyebab..........................................................................................4
D. Patofisiologi.....................................................................................4
E. Pathway............................................................................................5
F. Tanda dan gejala..............................................................................7
G. Respon tubuh terhadap perubahan...................................................7
H. Penatalaksanaan...............................................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...................................................9
1. Pengkajian .......................................................................................9
2. Diagnosa Keperawatan....................................................................11
3. Intervensi Keperawatan...................................................................12
4. Implementasi Keperawatan..............................................................14
5. Evaluasi............................................................................................14
BAB IV PENUTUP.................................................................................................16
A. KESIMPULAN............................................................................................16
B. SARAN........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi
otak dan medula spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang
semua kelompok umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang
paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak usia balita dan orang tua
(Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial terjadi
pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada
rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas
tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun(Betz & Sowden, 2009). Meningitis
dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati secara dini
untuk mencegah kerusakan neurologis.Disorientasi dan gangguan memori
juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi,
tidak responif dan koma.Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan
akibat dari area iritabilitas di otak.ICP (Intracranial Pressure) meningkat
akibat perluasan pembengkakan di otak atau hidrosefalus.Tanda awal
peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik
lokal.
Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala
awal meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin
dan terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis
bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural
permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah
sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).
Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis
meningokokus yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang
berlebihan.Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan
ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC)terjadi

4
secara mendadak, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan
infeksi (Brunner & Suddart 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Meningitis?
2. Apa saja klasifikasi Meningitis?
3. Apa penyebab Meningitus?
4. Bagaimana patofisiologi Meningitis?
5. Apa saja tanda dan gejala Meningitis?
6. Bagaimana respon tubuh terhadap perubahan?
7. Bagaimana penatalaksana Meningitis?
8. Bagaimana pencegahan Meningitis?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Meningitis
2. Mengetahui klasifikasi Meningitis
3. Mengetahui penyebab Meningitis
4. Mengetahui patofisiologi Meningitis
5. Mengetahui tanda dan gejala Meningitis
6. Mengetahui respon tubuh terhadap perubahan
7. Mengetahui tanda dan gejala Meningitis
8. Mengetahui cara mencegah Meningitis

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi
otak dan medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan
pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani,
2010).
Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi
lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik
pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul
sebagai infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari
penyakit limfe (Brunner & Suddart, 2013).

B. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan
faktor penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan
tuberkulosa.
a. Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis
virus.Meningitis ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit
yang di sebabkan virus seperti gondongan, herpes simpleks dan
herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh
korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari
jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel
yang terlibat.
b. Sepsis/ Meningitis Purulenta

6
Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh
organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu
Neisseriameningitidis (meningitis meningokokus), streptococus
pneumoniae (pada dewasa), dan haemophilus influenzae(pada
anak-anak dan dewasa muda).
c. Tuberkulosa Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus
tuberkel.Menurut Rich & McCoredck, Meningitis tuberkulosa
terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya
dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput
otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya
sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi
perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada
pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata
merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012)

C. Penyebab
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau
kuman secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat
pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan
oleh flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B
danEscherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi
kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan

7
penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan
mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi
imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani,
2010).

D. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro
spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari
peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi
yang menyebabkan peningkatan intrakranial.Organisme masuk melalui sel
darah merah pada blood brain barrier.Masuknya organisme dapat melalui
trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau
kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar
tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara
Cerebral spinal
fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf
pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan
pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat
dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan
sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan
Hidrosefalus.

8
Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya
merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF
akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula
spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat
menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan
otak yang berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).

9
E. Pathway

F. Tanda dan Gejala


Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:

10
a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai
terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada
akhir perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis
h) Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada
tinggi)

11
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan
diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya
jika disertai dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis
pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik) Awitan meningitis aseptik bisa
bersifat mendadak atau bertahap. Manifestasi awal adalah sakit kepala,
demam, malaise, gejala gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi
meningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit.
Nyeri abdomen, mual dan muntah merupakan gejala yang sering
ditemukan; nyeri punggung dan tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri
dada kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam mukulopapular.
Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak

12
akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang
tersisa.

Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :

Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi


selaput otak.Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas atau
terdapat kenaikan suhu yang ringan saja.Sering di jumpai anak mudah
terangsang atau menjadi apatis dantidur nya sering terganggu.Anak besar
dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering
di jumpai.

Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal


mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul
opistotonus.Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan
umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul
gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan
kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium terminal berupa
kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi
sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi
pernapasan cheyne Stokes.Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa
kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak
mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya, namun
jika tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum anak
meninggal (Ngastiyah, 2012)

G. Respon tubuh terhadap perubahan


a. Sistem Pernapasan Pada anak dengan meningitis laju metabolisme
akan meningkat, sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan
mengalami peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai
kebiruan terutama pada jaringan perifer. Pasien meningitis sering
terjadi peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya koma.

13
Pasien koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat
gangguan kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput
otak akan menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan
menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan
pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan
meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh
meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis Kurangnya suplai oksigen ke otak akan
menyebabkam iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan
menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses
serebri. Keluhan yang muncul pada anak meningitis adalah kejang
atau bahkan penurunan kesadaran serta positifnya pemeriksaan
ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).

H. Penatalaksana
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang
dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang
belum berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang
ketiga kali) dengan dosis yang sama diberikan secara
intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal
untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di
atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat

14
diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi
dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di
bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg
BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10
pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata
menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di
lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas
atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan
uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian
kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan
INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di
teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling
sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20
mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan
1 mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis
adalah gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa

15
aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
1) Gangguan kesadaran Pasien meningitis yang mengalami koma
memerlukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena
pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan
O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu diberikan oksigen yaitu
1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami
inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine.
Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan
bagian tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang
kateter urine harus konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan
khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat hasil
observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada
pasien, oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu
dilakukan pemasangan sonde tetapi untuk kebutuhan elektroloit
tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di berikan
biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1.
Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap
mengganti cairan harus dicatat pada pukul berapa agar mudah
diketahui untuk memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama
pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan
padasendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi
usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman Gangguan aman dan nyaman
perlu diperhatikan dengan selalu bersikap lembut (jangan berpikir
bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu kesalahan yang
sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut menghadap

16
cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka.
Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan
pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan
tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan
tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
1. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan
dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau
bila ada guedel lebih baik.
2. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
3. berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
1. Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
1. Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
2. Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
(berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar).

I. Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak
mengalami kematian yang tragis.Perawat memainkan peran yang
signifikan dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai
berbagai tindakan pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang
dapat mencegah terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis
dan tetanus) Hib (Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah
meningitis yang di sebabkan oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan
penyebab meningitis akibat komplikasi dari pneumonia, di berikan pada

17
usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
diberikan untuk mencegah penyakit TBC, pemberian dilakukan pada usia
1 bulan (Pusdiknakes, 2015).

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep asuhan keperawatan pada pasien Meningitis


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a) Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang
tua.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena
mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan
penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini Biasanya pasien meningitis keluhan
gejala awal berupa sakit kepala dan demam.Keluhan kejang
perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih
mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang
sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Terkadang pada sebagian anakmengalami penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku
juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat
terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu Pasien meningitis biasanya pernah
memiliki riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya.

19
Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB.
Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian
imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian
tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat
apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil
(Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak Pada pasien
dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah
organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan
motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami
masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan seperti
retardasi mental, gangguan kelemahan atau ketidakmampuan
menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan
tersebut anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai
kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
c) Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma.Nilai GCS
yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15)
(Riyadi & Sukarmin, 2009).
2. Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal.penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan
meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau
meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal
36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12
bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin,
2008).
3. Kepala

20
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada
anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada
pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan
ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan
lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala
pada anak (Wong, dkk, 2009).
4. Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi
pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan
penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak
di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
5. Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6. Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
7. Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak
dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital
terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.
8. Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan
dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.

21
b) Jantung penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan
denyut jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal
100- 140x/i).
9. Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10. Ekstremitas
Tingkat Keadaran kesadaran anak menurun apatis sampai dengan
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus.Pada tahap
lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan
pada alat gerak.
11. Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12. Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada pasien dengan meningitis yang tidak disertai
penurunankesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap
lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-
tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien
meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.

22
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
13. Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan
koordinasi pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi
dan/atau hemiparise.
14. Pemeriksaan rangsangan meningeal
a) Kaku kuduk Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya
untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri
berat.
b) Tanda kernig positif Ketika pasien di baringkan dengan paha
dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka
d hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi
pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan (Muttaqin, 2008).

23
d) Pemeriksaan Penunjang
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari
nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.

Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak

Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak

Normal Meningitis Viral Meningitis bakterial


Penampakan Jernih Jernih atau agak keruh Berkabut atau purulen
Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000
Tipe Limfosit Limfosit Neutrofit
Protein g/L 0,2-0,4
Glukosa mmol/L 3-6 3-6
Sumber: Meadow & Newell (2006)

2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit
dan trombosit, protombin dan tromboplastin parsial.
Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk menentukan
kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia
mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama
pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama
halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan

24
tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia
menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit
normal : 5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3, Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada
laki-laki : 14-18gr/dl).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200
gr/dl).
3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit
a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi,
natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+
normal : 136- 145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi
ADH.
4) Pemeriksaan kultur
a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
b) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
5) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam
mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa
berguna dalam mengenali faktor resiko.CT scan dilakukan untuk
menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya
(Betz & Sowden, 2009).
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017,diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul antara lain:

25
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses
inflamasi, edema pada otak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret, penurunan kesadaran.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme,
proses inflamasi.
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.
3. Intervensi Keperawatan
Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan teori rencana
keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas
adalah :

Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

No Diagnosa Noc Nic


1. Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah sistol 1) Periksa mulut,
perfusi jaringan 2) Tekanan darah hidung, dan sekret
serebral diastole trakea
3) Tekanan nadi 2) Pertahankan jalan
Faktor resiko 4) PaO2 (tekanan napas yang paten

26
a. Gangguan parsial oksigen dalam 3) Atur peralatan
serebrovas darah arteri) oksigenasi
kuler 5) PaCO2 (tekanan 4) Monitor aliran
b. penyakit parialkarbondioksida oksigen
neurologis dalam darah arteri 5) Pertahankan posisi
. 6) Saturasi oksigen pasien
7) Urine output 6) Observasi tanda-
8) Capillary refill. tanda hipoventilasi
b. Status neurologi 7) Monitor adanya
1) Kesadaran kecemasan pasien
2) Fungsi sensorik dan terhadap
motorik kranial oksigenasi.
3) Tekanan intracranial Manajemen
4) Ukuran pupil edemaserebral
5) Pola istirahat-tidur 1. Monitor adanya
6) Orientasi kognitif kebingungan,
7) Aktivitas kejang perubahan pikiran,
8) Sakit kepala. keluhan pusing,
pingsan
2. Monitor tanda-
tanda vital
3. Monitor
karakteristik cairan
serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsiste
nsi
4. Monitor status
pernapasan:
frekuensi, irama,

27
kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam
berespon terhadap
stimulus
6. Berikan anti
kejang sesuai
kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang
yang penting untuk
bicara pada pasien
9. Posisikan tinggi
kepala 30oatau
lebih.
Monitoring peningkatan
intracranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan

28
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas
dari nadi
3. Monitor
frekuensi dan

29
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan
abnormal
(misalnya,
cheynestokes,
kussmaul,
biot,apneustic,ata
ksia dan
bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
7. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.
2. Kekurangan a. Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan 1. Timbang BB setiap
hari dan monitor status
Batasan Kriteria hasil : pasien
karakteristik 1) Tekanan darah 2. Hitung atau timbang

30
a. Haus 2) Keseimbangan intake popok dengan baik
b. Kelemahan output dalam 24 jam 3. Jaga dan catat intake
c. Kulit kering 3) Berat badan stabil dan output
d. Membran 4) Turgor kulit 4. Monitir status hidrasi
mukosa kering 5) Kelembaban 5. Monitor hasil
e. Peningkatan membran mukosa laboratorium yang
frekuensi nadi 6) Serum elektrolit relevan dengan dengan
f. Peningkatan 7) Hematokrit retensi cairan
hematokrit 8) Edema perifer 6. Monitor status
g. Peningkatan 9) Bola mata cekung dan hemodinamik
kosentrasi lembek 7. Monitor tanda-tanda
urine 10) Kehausan vital
h. Peningkatan 11) Pusing. 8. Berikan terapi IV
suhu tubuh Dehidrasi seperti yang ditentukan
i. Penurunan Kriteria hasil : 9. Berikan cairan dengan
berat badan 1) Warna urine keruh tepat
tiba-tiba 2) Fontanela cekung 10. Tingkatkan asupan
j. Penurunan 3) Nadi cepat dan lambat oral
haluan urine 4) Peningkatan BUN 11. Dukung pasien dan
k. Penurunan blood urea Nitrogen) keluarga untuk
pengisian 5) Peningkatan suhu tubuh. membantu dalam
vena pemberian makan
l. Penurunan dengan baik
tekanan darah 12. Berikan produkproduk
m. Penurunan darah.
turgor kulit. Manajemen elektrolit
Faktor yang 1. Monitor nilai serum
berhubungan elektrolit abnormal
a. Kegagalan 2. Monitor manifestasi
mekanisme ketidakseimbangan

31
regulasi elektrolit
b. Kehilangan 3. Pertahankan kepatenan
cairan aktif. akses IV
4. Berikan cairan sesuai
resep, jika diperlukan
5. Ambil spesimen sesuai
order untuk dapat
melakukan analisis
level elektrolit (ABG,
urine, dan level serum)
dengan tepat
6. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda
dan gejala
ketidakseimbangan
cairan dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien
8. terhadap terapi
elektrolit yang
diberikan.
Manajemen muntah
1. Identifikasi
faktorfaktor yang
dapat menyebabkan
atau berkontribusi
terhadap muntah (obat-
obatan dan prosedur)
2. Posisikan untuk

32
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30
menit setelah episode
mutah sebelum
menawarkan cairan
kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.
3. Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen
pola nafas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
hidung dan sekret
Batasan Kriteria hasil trakea dengan tepat
karakteristik 1) Frekuensi pernapasan 2. Pertahankan kepatenan
a. Bradipnea 2) Irama pernapasan jalan nafas
b. Dispnea 3) Kedalaman pernapasan 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan 4) Penggunaan otot bantu tambahan seperti yang
otot bantu nafas diperintahkan
penapasan 5) Suara nafas tambahan 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 6) Retraksi dinding dada 5. Periksa perangkat
kapasitas vital 7) Dispnea saat istirahat pemberian oksigen
e. Penurunan 8) Atelektasis. secara berkala untuk
tekanan memastikan bahwa
ekspirasi b. Status pernapasan : kosentrasi yang telah
f. Penurunan kepatenan jalannafas di tentukan sedang
tekanan diberikan
inpsirasi Kriteria Hasil : 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan 1) frekuensi pernapasan masker oksigen/kanul

33
bibir 2) pernapasan cuping nasal setiap kali
h. Pernapasan hidung perangkat diganti
cuping hidung 3) mendesah 7. Pantau adanya
i. Pola nafas tandatanda keracunan
abnormal oksigen dan kejadian
j. Takipnea. atelektasis.
Faktor yang Monitor neurologi
berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
a. Cedera bentuk kesimetrisan
medula dan reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari

34
penyebab perubahan
vital sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan kepatenan jalannafas 1. Pastikan kebutuhan
nafas oral suctioning
Batasan Kriteria hasil: 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik 1) Frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah
a. Batuk yang 2) Irama pernapasan suctioning
tidak efektif 3) Kemampuan untuk 3. Informasikan pada
b. Gelisah mengeluarkan sekret klien dan keluarga
c. Dispnea 4) Penggunaan otot bantu tentang suctioning
d. Mata terbuka pernapasan 4. Monitor status oksigen
lebar 5) Batuk. pasien
e. Perubahan pola 5. Berikan oksigen
nafas b. Status pernapasan dengan menggunakan
f. Sianosis nasal untuk
g. Sputum dalam Kriteria hasil: memfasilitasi suction
jumlah yang 1) Kedalaman inspirasi nasotrakeal
berlebihan 2) Suara auskultasi nafas Manajemen jalan nafas
h. Suara nafas 3) Kepatenan jalan nafas 1. Buka jalan nafas.
tambahan 4) Kapasitas vital 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang memaksimalkan
berhubungan ventilasi.
a. Infeksi 3. Lakukan fisioterapi
b. Difungsi dada bila perlu
neuromuskular 4. Auskultasi suara
c. Mukus nafas , catat adanya
berlebihan suara tambahan
d. Benda asing di 5. Monitor respirasi dan
jalan nafas. status O2

35
Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan
nafas dalam
3. Dorong pasien untuk
tarik nafas dalam
selama dua detik dan
batukkan, lakukan dua
atau tiga kali berturut
turut
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi
penyebabdari
perubahan vital sign.

36
5. Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian
Batasan Kriteria hasil : nyeri secara
karakteristik 1) Nyeri yang di laporkan komprehensif termasuk
a. Diaforesis 2) Panjangnya episode nyeri lokasi, karakteristik,
b. Ekspresi wajah 3) Ekspresi nyeri wajah durasi, frekuensi,
nyeri 4) Berkeringat berlebihan kualitas dan faktor
c. Keluhan tentang 5) Kehilangan nafsu makan. presipitasi
karakteristik 2. Observasi reaksi
nyeri dengan b. Kontrol nyeri nonverbal dari
menggunakan ketidaknyamanan
standar Kriteria hasil : 3. Gunakan teknik
instrumen nyeri 1) Mengenali kapan nyeri komunikasi terapeutik
d. Mengekspresika terjadi untuk mengetahui
n perilaku 2) Menggambarkan faktor pengalaman nyeri
(gelisah,mereng penyebab pasien
ek, menangis, 3) Menggunakan tindakan 4. Kaji kultur yang
waspada) pencegahan mempengaruhi respon
e. perubahan pada 4) Menggunakan tindakan nyeri
parameter pengurangan nyeri tanpa 5. Kontrol lingkungan
fisiologis analgesik. yang dapat
(mis.,tekanan mempengaruhi nyeri
darah, frekueni c. Status kenyamanan seperti suhu ruangan,
jantung, pencahayaan dan
frekuensi Kriteria hasil : kebisingan
pernapasan) 1) Nyeri berkurang 6. Kurangi faktor
f. perubahan 2) Kecemasan berkurang presipitasi nyeri
selera makan 3) Stres berkurang 7. Pilih dan lakukan
4) Ketakutan berkurang. penanganan nyeri
Faktor yang (farmakologi, non

37
berhubungan farmakologi,
Agen cedera interpersonal)
biologis 8. Ajarkan tentang teknik
(infeksi, non farmakologi
iskemia) 9. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
10. Evaluasi tingkat
keefektifan kontrol
nyeri
11. Tingkatkan
istirahat
12. Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri.

Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik

38
pertama kali
5. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan
gejala.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya,
cheynestokes,
kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan

39
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
6. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
1. Pantau suhu dan tanda-
Batasan Kriteria hasil : tanda vital lainya
karakteristik 1) Merasa merinding saat 2. Monitor warna kulit
a. Apnea dingin dan suhu
b. Bayi tidak 2) Berkeringat saat panas 3. Monitor asupan dan
dapat 3) Tingkat pernapasan keluaran, sadari
mempertahank 4) Melaporkan kenyamanan perubahan kehilangan
an menyusu suhu cairan yang tak di
c. Gelisah 5) Perubahan warna kulit rasakan
d. Hipotensi 6) Sakit kepala 4. Beri obat atau cairan IV
e. Kulit 5. Tutup pasien dengan
kemerahan selimut atau pakaian
f. Kulit terasa ringan
hangat 6. Dorong konsumsi
g. Latergi cairan
h. Kejang 7. Fasilitasi istirahat,
i. Koma terapkan pembatasan
j. Stupor aktivitas jika di
k. Takikardia perlukan
l. Takipnea m. 8. Berikan oksigen yang
Vasodilatasi sesuai
9. Tingkatkan sirkulasi
Faktor yang udara

40
berhubungan 10. Mandikan pasien
a. Peningkatan dengan spon hangat
laju dengan hati-hati.
metabolisme
b. Penyakit Pengaturan suhu
c. Sepsis 1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protocol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas

41
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat
obatobatan anti
epilepsi dengan benar.
7. Resiko Aspirasi a. Status a. Status pernapasan:
pernapasan:kepatenan kepatenan jalan
Faktor resiko jalan nafas nafas
a. Penurunan
motilitas 1) Frekuensi pernapasan 1) Frekuensi
gastrointestin 2) Irama pernapasan pernapasan
b. Penurunan 3) Tersedak 2) Irama pernapasan
tingkat 4) Suara nafas tambahan 3) Tersedak
kesadarn 4) Suara nafas
c. Peningkatan b. Pencegahan aspirasi tambahan
residu lambung 1) Memposisikan tubuh
untuk miring ketika b. Pencegahan aspirasi
makan dan minum 1) Memposisikan
jika dibutuhkan. tubuh untuk miring
2) Mengidentifikasi ketika makan dan
faktor-faktor resiko minum jika
dibutuhkan.
2) Mengidentifikasi
faktor-faktor
resikoantiemetik
yang di berikan

42
untuk mencegah
muntah bila
memungkinkan
3) Tingkatkan
pemberian cairan
secara bertahap
jika tidak ada
muntah yang
terjadi selama 30
menit.
4) Monitor efek
manajemen
muntah secara
menyeluruh.

Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada pasien
badan pasien akan di
balik
2. Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bisa meningkatkan
nyeri.
8. Faktor resiko a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan
1) Eksternal 1) Sediakan lingkungan
a) Gangguan Kriteria hasil : yang aman untuk
fungsi 1) Klien terbebas dari cidera pasien
kognitif 2) Klien mampu 2) Identifikasi kebutuhan
b) Agens menjelaskan cara atau keamanan pasien
nosocomial metode untuk mencegah sesuai dengan kondisi

43
2) Internal cidera fisik
a) Hipoksia 3) Klien mampu 3) Dan fungsi kognitif
jaringan menjelaskan faktor resiko pasien dan riwayat
b) Gangguan dari lingkungan penyakir dahulu pasien
sensasi 4) Menggunakan fasilitas 4) Memasang side rail
(akibat dari kesehatan yang ada tempat tidur
cedera 5) Mampu mengenali 5) Menyediakan tempat
medula perubahan status tidur yang aman dan
spinalis, kesehatan. bersih
dll) 6) Membatasi
c) Malnutrisi b. Kejadian jatuh pengunjunng
1) atuh dari tempat tidur 7) Memberikan
2) atuh saat di pindahkan. penerangan yang
cukup
8) Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan
Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC – NOC (2016)

44
DAFTAR PUTAKA

Andareto, Obi. 2015. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kesehatan Obi Andareto
Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta

Arydina, dkk. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator Diagnosis
Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sari
Pediatri, vol 5.http://id.portalgaruda.org/?
Ref=browse&mod=viewarticle&article=473972 Diakses pada tanggal 7 januari 2017
pukul 14.46

Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008.


Riskesdas2007.http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskesdas
%202007.pdf. Diakses pada tanggal 19 desember 2016, Pukul 11.05

Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. 2009.Buku Saku keperawatan Pediatri:
Edisi 5. Jakarta: EGC

Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta: EGC.

Bulechek, et.al.2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Ke-6.


Singapore: Elsevier

Data Rekam Medik RSUP. Dr. M. Djamil padang tahun 2014 sampai 2015

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika

45
Kemenkes. 2015. Buku Ajar Imunisasi Cetakan II. Jakarta selatan: Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Meadow, Sir Roy & Newell, Simon J. 2005, Pediatrika. Jakarta: Erlangga

Meisadona, dkk, 2015.Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis.


http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_224Diagnosis%20dan%20Tatalak sana
%20Meningitis%20Bakterialis.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni 2017, pukul 24.17
WIB

Monita, dkk.2015. Profil Pasien Pneumonia Komunitas di Bagian Anak RSUP DR.
M. Djamil Padang Sumatera Barat.Jurnal Kesehatan Andalas.
http://id.portalgaruda.org/?Ref=browse&mod=viewarticle&article=299944 Diakses
pada tanggal 8 januri 2017, Pukul 19.37

Moorhead,et.al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Ke-5.


Singapore: Elsevier

46

Anda mungkin juga menyukai