Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENYAKIT MANINGITIS PADA ANAK


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak
Penyusun : Indra
Nim : 042019184

STIKES KURNIA JAYA PERSADA


TAHUN AJARAN 2019
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis dalam menyelesaikan “Makalah Meningitis pada Anak” ini, dengan lancar tanpa
halangan yang berarti. Makalah ini disusun dengan harapan mampu menambah dan
meningkatkan wawasan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan
dan kekurangan. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
kebaikan di kemudian hari.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Angkona,  5 November 2019

Indra
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................      1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................       2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................            2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA..........................................................................................................                   4
2.1Definisi.......................................................................................................... ......             4
2.2 Etiologi........................ ................................................................................ ......             5
2.3 Patofisiologi............................................................................................................. ....... 5
2.4 Klasifikasi................................................................................................................ ....... 6
2.5 Manifestasi Klinis.................................................................................................... ...... 8
2.6 Komplikasi....................................................................................................................... 10
2.7 Pathway........................................................................................................................... 10
2.8 Pemeriksaan..................................................................................................................... 10
2.9 Penatalaksanaan............................................................................................................... 11
2.10 Pencegahan.................................................................................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................. ..... . 15
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................. 18
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................18
4.2 Saran.................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………...19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita
meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi,
retardasi mental.
Penyakit meningitis telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO
menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian  anak balita di seluruh dunia setiap tahun,
lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Ada tiga bakteri penyebab meningitis, yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae tipe b, dan Niesseria meningitides. Dari ketiga bakteri itu, Streptococcus pneumoniae
(pneumokokus) adalah bakteri yang paling sering menyerang bayi di bawah usia 2 tahun. Masa
inkubasi (waktu yang diperlukan untuk menimbulkan gejala penyakit) kuman tersebut sangat
pendek yakni sekitar 24 jam. Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis
terparah. Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal
Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien meninggal
dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi
dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa
bertahan hidup. Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa
karena tubuh anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut.
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita
kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau
keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin
parah setelah beberapa bulan.
                                                                                                            
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi meningitis ?
2.      Apakah etiologi meningitis ?
3.      Bagaimanakah patofisiologi meningitis ?
4.      Apa sajakah klasifikasi meningitis ?
5.      Bagaimanakah manifestasi klinis meningitis pada anak ?
6.      Apa sajakah komplikasi meningitis ?
7.      Bagaimanakah pathway meningitis ?
8.      Apa sajakah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penyakit meningitis ?
9.      Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit meningitis pada anak ?
10.  Bagaimanakah pencegahan penyakit meningitis pada anak ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.      Dapat memahami definisi meningitis.
2.      Dapat memahami etiologi meningitis.
3.      Dapat memahami patofisiologi meningitis.
4.      Dapat memahami klasifikasi meningitis.
5.      Dapat memahami man manifestasi klinis meningitis pada anak.
6.      Dapat memahami komplikasi meningitis.
7.      Dapat memahami pathway meningitis.
8.      Dapat memahami pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penyakit
meningitis.
9.      Dapat memahami penatalaksanaan penyakit meningitis pada anak.
10.  Dapat memahami pencegahan penyakit meningitis pada anak.

1.4 Manfaat Penulisan


A.    Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan studi “Makalah Meningitis pada Anak” ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan dalam peningkatan kualitas asuhan keperawatan serta perkembangan ilmu praktek
keperawatan.

B.     Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )


Diharapkan dengan adanya laporan studi kasus ‘’Meningitis pada Anak” ini, diharapkan
dapat turut serta dalam meningkatkan perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta
manajemen asuhan keperawatan dalam kasus ini.

C.     Bagi Institusi Layanan Pendidikan


Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi tentang
kasus Meningitis pada Anak. Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit serta
manajemen dalam tatalaksana kasus ini sangat menjadi pertimbangan kemampuan pencapaian
kompetensi.

                                                                               
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan
ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CCS) (Hickey,
1997).   
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput
yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus,
bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah  ke dalam cairan
otak (Black & Hawk, 2005).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. (Suriadi, dkk. Asuhan
Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006).
Meningitis adalah infeksi ruang subaraknoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh
berbagai organisme pathogen.(Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medulla
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid
dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang
superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu
dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza
dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus
merupakan penyebab utama dari meningitis (Brnner & Suddarth, 1984).

2.2   Etiologi
A.       Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara
umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
a. Haemophillus influenza
b. Nesseria meningitides (meningococcal)
c. Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
d. Streptococcus, grup A
e. Staphylococcus aureus
f. Escherichia coli
g. Klebsiella
h. Proteus
i. Pseudomonas aeruginosa
B.      Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring
dan saluran cerna) dan kemudian menyebar ke sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Virus
: Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
C.       Faktor prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita.
D.       Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
E.       Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobuin, anak yang
mendapat obat imunosupresi.
F.       Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

2.3    Patofisiologi
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui
penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai
akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-
bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi)
dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel
radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri
streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak,
hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat
menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi
dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya
menyebabkan peningkatan intrakranial. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)
2.4 Klasifikasi
Jenis meningitis ada 3 yaitu :
1. Meningitis bacterial /purulenta /septik
Meningitis bakterial  merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.   
Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian
sekitar 25 % (Ignatavicius & Wrokman, 2006).
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan
peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya
bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal. (Arif Mansjoer.Kapita Selekta.2000:437).
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi
berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus. (Ngastiyah: 2005)
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan
mendapatkan hasil yang baik.  Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis
purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus
pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza,
(meningococcus),  Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.
(Ginsberg, 2008).
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering
meningitis akut, dan paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun
anak-anak.   Neisseria meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab
kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya
infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam. 6
peredaran darah. Haemophilus influenza, Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah
jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis bakteri ini sebagai
penyebab terjadinya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan
sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah membuktikan terjadinya angka
penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.Staphylococcus
aureus, Mycobakterium tuberculosis jenis
hominis.                                                                                                                                  
Prognosis pada meningitis bakteri : Prognosis buruk pada usia yang lebih muda,
infeksi berat yang disertai DIC. Mortalitas bergantung pada virulensi kuman
penyebab, daya tahan tubuh pasien, cepat atau lambatnya mendapat pengobatan yang
tepat  dan pada cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Perawatan, akan
dibicarakan bersama – sama dengan meningitis tuberkolosa.

2. Meningitis virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat
lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes
simplek, dan herpes zoster. (Wilkinson, 1999).   
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang
akut dengan gejala rangsang meningeal,pleiositosis  dalam likuor serebrospinalis dengan
deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan selflimited tanpa
komplikasi.(Ngastiyah:2005)
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA
(ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid).  Contoh  virus RNA adalah
enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis,
morbili).  Sedangkan contoh virus DNA antara lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS)
(PERDOSSI, 2005)
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula
(penyembuhan secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman,2006).  
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,
meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut.
Prognosis pada meningitis virus : Penyakit ini self limited dan penyembuhan
sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada
keadaan yang berat. 7
3. Meningitis jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya
juga sulit.  
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa
meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30% -40% dan
insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan
daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998).   
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). (Ignatavicius & Wrokman, 2006;
Wilkinson, 1999).  

2.5 Manifestasi Klinis


Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk.
Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen
lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan
pada hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )
Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan
usia sebagai berikut:
         Anak dan Remaja
a. Awitan biasanya tiba-tiba
b. Demam
c. Mengigil
d. Sakit kepala
e. Muntah
f. Perubahan pada sensorium
g. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )
h. Peka rangsang
i. Agitasi
j. Dapat terjadi: Fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, 8
mengantuk, stupor, koma.
k. Kekakuan nukal, dapat berlanjut menjadi opistotonus
l. Tanda Kernig dan Brudzinski positif
m. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi
n. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:
1. Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila  
berhubungan dengan status seperti syok.
2. Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae)
3. Drain telinga kronis (meningitis pneumokoka
       Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara usia 3 bulan hingga 2
tahun :
a. Muntah
b. Peka rangsangan yang nyata
c. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
d. Fontanel menonjol
e. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
f. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
g. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
h. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)

        Neonatus
Tanda-tanda Spesifik :
a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa
b. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik
c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam
beberapa hari
d. Menolak untuk makan
e. Kemampuan menghisap buruk
f. Muntah atau diare
g. Tonus buruk
h. Kurang gerakan
i. Menangis buruk 9
j. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit
k. Leher biasanya lemas
Tanda-Tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus :
a. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi)
b. Ikterik
c. Peka rangsang
d. Mengantuk
e. Kejang
f. Ketidakteraturan pernapasan atau apnea
g. Sianosis
h. Penurunan berat badan (Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan
Pediatrik,ed.4,2003 )

2.6              Komplikasi
1.              Hidrosefalus obstruktif
2.              Meningococcal septicemia (mengingocemia)
3.              Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
4.              SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5.              Efusi subdural
6.              Kejang
7.              Edema dan herniasi serebral
8.              Cerebral palsy
9.              Gangguan mental
10.          Gangguan belajar
11.          Attention deficit disorder
                                                                                                                                     
2.7              Pathway
2.8              Pemeriksaan
1.              Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a)   Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa
jenis bakteri.
10
b)    Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur
virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3.  LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4.  Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi
bakteri )
5.  Elektrolit darah : Abnormal .
6.  ESR/LED :  meningkat pada meningitis
7.  Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8.  MRI/ scan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9.   Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

2.9              Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1.         Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2.         Steroid untuk mengatasi inflamasi
3.         Antipiretik untuk mengatasi demam
4.         Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5.         Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
6.         Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
7.         Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau
ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan
anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering
datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan
yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
8.         Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal
diberikan  diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat
diatasi  maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak
kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1tahun 75 mg. Untuk rumatannya
diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2
hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5
mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan
kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman
peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
9. Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya
dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada
anak karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
10.     Pembebasan jalan nafas dengan menghisap lendir melalui suction dan memposisikan
anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas dipadu
dengan pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat
selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan
intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah
masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis
dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
11.     Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang
sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis
pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi
dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur
dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
                                                                                                                                   
  Penatalaksanaan di Rumah:
1.       Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak
terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen lingkungan
yang cukup karena anak yang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang
praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang cukup oksigen juga
berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi dengan baik. Adapun
lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat
terjadi sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
2.       Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga
mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan. 12
3.      Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini
berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak supaya
dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak
mudah berpindah ke lingkungan.
4.        Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum
dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5
tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
5.       Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40
cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang hilang karena
peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang
sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat membantu
mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.

2.10          Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor
presdisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas
(antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
                                                                                                                        
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk
mengidentifikasi faktor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi
sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius. (Riyadi
Sujono.2010).
Vaksin konjugat pneumokokus.
Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan kepada bayi dan anak yang berusia 2 bulan
hingga 9 tahun. Pemberian vaksin paling baik dilakukan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12
bulan dan 15 bulan. Vaksin konjugat pneumokokus juga hanya menimbulkan efek samping yang
ringan seperti kulit kemerahan, sedikit bengkak dan nyeri pada daerah sekitar suntikan. Gejala
umum setelah pemberian vaksin seperti demam, mengantuk, rewel, nafsu makan berkurang,
jarang ditemukan pada bayi.
Beberapa upaya preventif pada anak yang dapat dilakukan di antaranya adalah sebagai
berikut :
a. Melaksanakan imunisasi tepat waktu.
13
b. Pada usia bayi 0-1 tahun usahakan membatasi diri untuk keluar rumah atau jalan-jalan
ketempat-tempat ramai seperti mall, pasar, dan rumah sakit.
c. Menjauhkan anak dari orang yang sakit.
d. Usahakan anak tetap berada pada lingkungan dengan temperatur yang nyaman.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus Meningitis pada Anak
Sumber : dailymail.co.uk dimuat dalam kompas.com
Penulis : indra,Amd.keb, Senin, 4 November 2019
Dalam Empat Jam, Anak Sehat Diserang Meningitis
KOMPAS.com – Pada pukul 07.30 malam, di Bulan Januari, Michelle Scoffings
mendapati putri kecilnya, Erica (3) tidur dalam keadaan suhu badannya normal dan tampak baik
– baik saja. Sebelumnya, Erica mengeluh badannya tidak enak. Tepat sebelum tengah malam,
Erica bangun dan meminta minum. Saat itu, Michelle melihat sekujur tubuh anaknya penuh
bercak berwarna ungu dan suhu tubuhnya tinggi.
Michelle dan suaminya segera mengambil kaca bening lalu menempelkannya di kulit
Erica. Cara ini adalah salah satu tes untuk mengetahui penyakit meningitis pada anak. Di bawah
kaca bening yang ditekan, ruam di kulit putrinya tidak memudar.
Tak mau menunggu lama, pasangan asal Chesterfield, Inggris ini membawa Erica ke rumah
sakit. Dokter mendiagnosis putri mereka terinfeksi bakteri Meningokokus dan Septikemia, suatu
bentuk keracunan darah. Dokter mengatakan anak ini hanya punya waktu sekitar tiga jam
bertahan hidup.
“Saat itu tidak menelepon dan menunggu ambulans adalah hal yang terbaik. Anda harus cepat
pergi ke rumah sakit, karena terlambat 10 menit saja, hasilnya akan berbeda,” cerita Michelle.
Kedua kaki Erica menghitam, ia pun ditempatkan di ruang ICU dengan seluruh badan diperban.
Malam itu, Erica dipindahkan ke Rumah Sakit Chesterfield Royal ke bagian perawatan intensif
khusus anak – anak. Akibat septikemia, kaki Erica menghitam sampai tulangnya terlihat.
“Semuanya terjadi begitu cepat, saat seperti itu kita tidak punya waktu untuk berpikir lama.Saya
sangat takut karena tak ada yang bisa saya  lakukan. Setiap kali seseorang menyentuhnya, Erica
pun menjerit,” ujarnya.
“Erica menjerit sepanjang waktu. Saya syok saat dokter bedah mengatakan kedua kaki Erica
kemungkinan diamputasi,” imbuhnya.
Putrinya ini kemudian dipindahkan juga ke unit spesialis luka bakar. Tubuh Erica seperti terkena
luka bakar dan ia menjalani cangkok kulit. Gadis mungil ini tidak jadi diamputasi, sebuah terapi
mendorong jaringan sehingga menutupi tulang.

Erica dirawat selama dua minggu di rumah sakit dan sejak saat itu telah kembali selama tiga kali
untuk operasi cangkok kulit. Namun, tak kurang dari delapan bulan setelah serangan Meningitis,
Erica akan kembali berjalan bulan depan meskipun masih menggunakan penyangga.
Melihat kenyataan Meningitis menyerang anak – anak secara mendadak, Michelle membukukan
pengalamannya tentang penyakit Erica dalam sebuah buku harian. Dia berharap lewat buku
hariannya ini, publik lebih sadar dan peduli tentang bagaimana cepatnya penyakit meningitis
menyerang anak – anak di atas dua tahun.
Penyelesaian :
1.       Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak
terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen lingkungan
yang cukup karena anak yang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang
praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang cukup oksigen juga
berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi dengan baik. Adapun
lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat
terjadi sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
2.       Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga
mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
3.      Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini
berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak supaya
dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak
mudah berpindah ke lingkungan.
4.        Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum
dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5
tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
5.       Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40
cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang hilang karena
peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang
sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat membantu
mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.
Penanganan / Perawatan pada saat anak kejang :

1. Baringkan anak pada tempat yang rata, kepala di miringkan dan pasangkan gagang
sendok yang dibungkus kain atau sapu tangan bersih dalam mulutnya. Dengan tujuan
untuk mencegah lidah tergigit.
2. Buka baju anak, longarkan pakaian yang mengganggu pernapasan.
3. Singkirkan benda-benda di sekitar anak.
4. Jangan memberi minuman atau makanan apapun pada anak saat kejang.
5. Bila badan panas berikan kompres hangat.
6. Bila dengan tindakan ini kejang belum berhenti atau kondisinya semakin parah, segera
bawa anak ke dokter atau rumah sakit.
BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
         Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater).
         Etiologi : Bakteri, virus,  faktor prediposisi, faktor maternal, faktor imunologi, anak dengan
kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan.
        Klasifikasi Meningitis : Meningitis bacterial /purulenta /septik, Meningitis virus,
Meningitis jamur
         Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada
anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak
ditemui.
        Komplikasi : Hidrosefalus obstruktif, Meningococcal septicemia (mengingocemia),
Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral), SIADH (
Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ), Efusi subdural, Kejang, Edema dan
herniasi serebral, Cerebral palsy, Gangguan mental, Gangguan belajar, Attention deficit
disorder
        Melihat kenyataan Meningitis menyerang anak – anak secara mendadak, penulis
berharap pembaca lebih sadar dan hati-hati serta peduli tentang bagaimana cepatnya
penyakit meningitis menyerang anak – anak di atas dua tahun.
4.2 Saran
1.      Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang
meningitis dan problem solving yang efektif  dan juga sebaiknya kita memberikan
informasi atau health education mengenai meningitis kepada para orang tua
anak yang paling utama.
                                                                                                                       
2.      Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya
meningitis dan meningkatkan pola hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Harsono. Meningitis tuberkulosa. Buku Ajar Neurologi Klinis : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah Mada University; 2005.

www.meningitis.org/disease-info/types-causes/tb-meningitis. diakses tanggal 15 Mei 2017.

International society of pediatric Neurosurgery, 2015.

Dinihari TN, Dewi RK (eds). Diagnosis tuberkulosis pada anak. petunjuk teknis manajemen TB
anak. jakarta : kementerian kesehatan republik indonesia; 2013 pp : 17-18.

World Health Organization. WHO. 2015. Tuberkulosis: Global tuberkulosis report 2015.

Geneva:WHO Press.

World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2014. Switzerland. 2014.

World Health Organization. Global tuberkulosis report 2016. USA : World Health Organization ;
2016.

Agarwal SP, Chauhan LS. Tuberkulosis control in india. New Delhi : ministry of health and
family Welfare ; 2005.

Evandert. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan keluaran pasien Meningitis Tuberkulosis di


SMF saraf RSUP DR. M. Djamil Padang 2015- 2016 [Skripsi] Padang. FK Unand; 2016.

Safitri Wulan dkk. Analisis Ketahanan Hidup Penderita Tuberkulosis dengan menggunakan
regresi cox Kegagalan Proporsional (Studi kasus di Puskesmas Kecamatan Kembangan
Jakarta Barat). Jakarta ; Universitas Diponegoro ; 2016.

Anda mungkin juga menyukai