Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“ ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN RESIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
PADA PENYAKIT MENINGITIS”

Disusun Oleh :
Alfina Damayanti (1130021129)
Nabila Rahmania Putri (1130021131)
Dosen Fasilitator :

Siti Nurjanah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA TAHUN
AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan, dan kemudahan
dalam menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak. Saya
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga
makalah yang berjudul “asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem saraf pada
meningitis.” dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Anak. Saya berharap makalah tentang Asuhan Keperawatan
Pada Anak Meningitis ini dapat menjadi referensi bagi pembaca. Saya menyadari bahwa
makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan.
Saya sangat terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih
baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan
maupun konten, penulis memohon maaf. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Surabaya, 23 Februari 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................2

BAB I .............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN .........................................................................................................................4

2.1 latar Belakang ......................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................4

1.3 tujuan ..................................................................................................................................5

1.4 Manfaat ................................................................................................................................5

2.1 Konsep Meningitis ...............................................................................................................6

2.1.1 Pengertian .........................................................................................................................6

2.1.2 klasifikasi ..........................................................................................................................6

2.2.3 Etiologi..............................................................................................................................7

2.2 Manifestasi klinis .................................................................................................................8

2.2.4 Patofisiologi ....................................................................................................................10

2.2.6 Pemeriksaan ...................................................................................................................13

2.2.7 Penatalaksanaan ..............................................................................................................13

2.2.8 Komplikasi ......................................................................................................................14

2.2.9 ASKEP Teori ..................................................................................................................15

2.2.9.1 Pengkajian ................................................................................................................15

2.2.9.2 Diagnosa keperawatan .............................................................................................20

2.2.9.3 Intervensi keperawatan ............................................................................................20

2.2.9.4 Implementasi Keperawatan ......................................................................................38

2.2.9.5 Evaluasi ...................................................................................................................39

BAB IV ........................................................................................................................................40

KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................................41


DAFTAR PUSTAKA ................................................................. Error! Bookmark not defined.

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang dapat
menyerang semua kelompok umur, dimana kelompok umur paling rawan terkena
adalah anak-anak, balita, dan orang tua . Menurut kamus bahasa Indonesia
meningitis merupakan suatu radang selaput otak dansaraf tulang belakang. Menurut
Wikipedia dijelaskan bahwa meningitis adalah peradangan selaput pelindung yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang, disebut sebagai meninges . (CDC,
2019)
Setiap tahunnya sekitar 1,2 juta kasus Meningitis terjadi di dunia dengan
tingkat kematian mencapai 135.000 jiwa. Sekitar 75% kasus meningitis terjadi pada
anak dibawah usia <15 tahun. Dimana meningitis yang disebabkan oleh bakteri
menjadi penyebab cukup tinggi angka kematian pada anak. Menurut WHO di tahun
2015 meningitis yang disebabkan oleh bakteri berada pada urutan ke-10 penyebab
kematian pada anak dan menjadi salah satu infeksi yang paling berbahaya dengan
perkiraan 115.000 kematian di seluruh dunia pada anak-anak (WHO, 2018).
Penyebab utama meningitis terjadi adanya Mikroorganisme yang masuk ke
dalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara misalnya meningitis bakteri terjadi
sebagai infeksi sekunder akibat infeksi pernapasan atas, infeksi sinus, atau infeksi
telinga, dan bisa juga terjadi karena masuknya kuman secara langsung melalui
pungsi lumbal; fraktur tengkorak atau cedera kepala berat (trauma kepala), intevensi
bedah neuro, abnormalitas struktur kongenital, seperti spina bifida; atau adanya
badan asing. Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada anak adalah
demam,kaku kuduk, dan perubahan kesadaran. Gejala non spesifik juga bisa terjadi
akibat oleh penyakit yang menyertai anak. Penyakit yang biasa menyertai anak pada
meningitis bakterial seperti pneumonia, otitis media, sinusitis, mastoiditis, dan
infeksi gigi yang mana dapat berdampak negatif diantaranya kecacatan yang cukup
berat, untuk itu dibutuhkan peran perawat dan orang tua untuk mencegah dampak
gejala yang berat pada anak (Piotto, 2019).
Komplikasi meningitis mungkin memerlukan perawatan lebih lanjut . Solusi
pada masalah keperawatan resiko perfusi serebral tidak efektif dapat dilakukan
berupa Meminimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang,
menghindari pemberian cairan IV hipotonik dengan mengatur ventilator agar PaCO
optimal, mempertahankan suhu tubuh untuk normal , melakukan Kolaborasi
dengan sejawat untuk pemberian sedasi dan anti konvulsan jika perlu , Kolaborasi
pemberian diuretik osmosis, jika perlu dan melakukan Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian dari meningitis?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit meningitis?
3. Bagaimana manifestasi klinis meningitis?

4
4. Bagaimana patofisiologi dari meningitis ?
5. Berikan gambaran Pathway pada penyakitmeningitis?
6. Jelaskan pemeriksaan diagnostik pada meningitis?
7. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit meningitis pada anak?
8. Bagaimana asuhan keperawatan teori anak dengan penyakit hepatitis?

1.3 tujuan
1. Mengetahui pengertian dari meningitis
2. Mengetahui etiologi dari penyakit meningitis
3. Mengetahui anifestasi klinis meningitis
4. Mengetahui patofisiologi dari meningitis
5. Memahami gambaran Pathway pada penyakit meningitis
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada meningitis
7. Mengetahui Penatalaksanaan penyakit meningitis pada anak
8. Memahami asuhan keperawatan teori anak dengan penyakit hepatitis.
1.4 Manfaat
Diharapkan dapat bermanfaat Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa
dalam penguasaan materi tentang kasus Meningitis pada Anak. Penguasaan proses
keperawatan, perkembangan penyakit serta manajemen dalam tatalaksana kasus ini
sangat menjadi pertimbangan kemampuan pencapaian kompetensi.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Meningitis
2.1.1 Pengertian
Meningitis adalah suatu penyakit yang terjadi karena peradangan atau infeksi
pada sistem selaput selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis
dapat disebabkan oleh berbagai agen seperti bakteri, mikobakteria, jamur, dan virus.
Meningitis merupakan masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara yang akurat dan
efisien untuk menegakkan diagnosis (Eka dkk, 2019).
Meningitis adalah peradangan pada selaput yang melapisi otak dan medulla
spinalis dan dapat menginfeksi sistem saraf pusat (Ferasinta, 2022) Meningitis terdapat
infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala spesifik dari sistem saraf pusat yaitu
gangguan kesadaran, gejala rangsang meningkat,gejala peningkatan tekanan intrakranial
dan gejala defisit neurologi.(Husni,2020)

2.1.2 klasifikasi
Menurut Muttaqin (2019), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor
perubagan yang terjadi pada cairan otak antara lain:.
1. Meningitis serosa/tuberkulosa hematogen
Meningitis serosa ialah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium Tuberculosa.
Penyebab lainnya lues, virus, toxoplasma gondhii dan ricketsia. Bakteri tuberculosis
masuk kedalam tubuh yaitu ke bagian paru secara inhalasi, setelah di fagosit oleh
makrofag alveolar, system imun seluler mengenali antigen bakteri kemudian limfosit
mengaktifkan system pertahanan. Meningitis terjadi apabila bakteri berhasil mencapai
meningens dalam jumlah yang banyak. Namun, apabila bakteri yang mencapai
meningens dalam jumlah yang kecil, bakteri tersebut akan berkolonisasi, bereplikasi,
dan akan membentuk tuberkel yang disebut focus rich di sekitar area subtal. Setelah
bertahun-tahun focus rich dapat menyebabkan meningitis tuberculosis.
2. Meningitis purulenta /bacterial
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang
melingkupi otak dan medulla spinalis. Penyebab dari penyakit ini berdasarkan golongan
umur adalah masa neonatus oleh E.coli, streptokokkus beta hemolitikus, dan listeria
monositogenes. Kelompok umur anak dibawah 4 tahun yaitu hemofilus influenza,
meningokokus, dan pneumokokus. Kelompok umur diatas 4 tahun dan orang dewasa
adalah meningokokus dan pneumokokus (Harsono, 2019). Penderita meningitis
purulenta biasanya mengalami kesadaran yang menurun dan seringkali disertai dengan
diare dan muntah-muntah. Meningitis purulenta umunya terjadi akibat adanya

6
komplikasi lain. Kuman secara hematogen sampai ke selaput otak seperti pada penyakit
pneumonia, bronkopneumonia, endocarditis dan lain-lain (Fauziah, 2018).
Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu:
1. Meningitis bekterial ( meningitis purulenta/septik)
Meningitis ini merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen,
dimana organism masuk ke dalam ruang arachnoid dan subarachnoid. Sesuai namanya.
meningitis ini disebabkan oleh bakteri, antara lain: Neisseria meningitides
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, smeptococcus pneumonia , dan Mycobacterium berculosis. (Ginsbeg, 2008)
2. Meningitis Virus (meningitis aseptik)
Meningitis aseptik mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis ini
biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti gondongan,
herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan organisme pada kultur
cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada
jenis sel yang terlibat. Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf
pusat yang akut dengan gejala rangsang meningeal,pleiositosis dalam likuor
serebrospinalis dengan deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama
dan selflimited tanpa komplikasi.(Ngastiyah:2005)
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA
(ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah
enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza,
parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus DNA antara lain virus herpes, dan retrovirus
(AIDS) (PERDOSSI, 2005).
3. Meningitis Jamur (meningitis kriptokoku neoformans)
Pada meningitis ini infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat
merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa
sehingga penanganannya juga termasuk sulit. Manifestasi pada infeksi jamur dan parasit
pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis dan proses desak ruang (abses atau
kista).
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur yang
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien
AIDS. Biasanya infeksi jamur cenderung menimbulkan meningitis kronis atau abses
otak.

2.2.3 Etiologi
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis, pneumonia,

7
bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan kontinuitatum dari
peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).Etiologi
meningitis menurut Suriadi & Riat ( 2010 ) bisa disebabkan oleh :
1. Bakteri: Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri
yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah
:Haemophillus influenza,Nesseria meningitides (meningococcal),Diplococcus
pneumoniae (pneumococca),Streptococcus grup A , Staphylococcus
aureus,Escherichia coli, Klebsiella Proteus , Pseudomonas aeruginosa.
2. Virus: Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya infeksi
awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar ke
sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Virus : Toxoplasma Gondhi,
Ricketsia.
3. Faktor prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita.
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobuin, anak
yang mendapat obat imunosupresi.
6. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan.

2.2 Manifestasi klinis


Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain: a.
Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat dan
menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit

8
j) Leher biasanya lemas (supel) .
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) (Sianosish) Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan diagnosis .
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi

9
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif, mengantuk,
stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika disertai
dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap. Manifestasi awal
adalah sakit kepala, demam, malaise, gejalagastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi
meningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual
dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan tungkai,
tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam
mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak
akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.
Pada umumnya meningitis bakteri pada anak timbul dengan diawali oleh
demam serta gejala-gejala infeksi saluran nafas atas atau sistem gastrointestinal yang
berlangsung selama beberapa hari. Gejala-gejala nonspesifik terkait dengan infeksi
sistemik yaitu: demam, anoreksia, batuk, mialgia( nyeri otot), artralgia, takikarda
hipotensi, petekie ( bintik ruam kecil) , purpura dan eritema atau kulit kemerahan .
Kemudian diikuti dengan adanya gejala rangsang meningeal yaitu kuduk kaku, nyeri
punggung tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif,dan tanda peningkatan tekanan
intrakranial berupa nyeri kepal muntah, ubun-ubun besar tegang dan cembung, sutura
merenggang, paralisis NN III dan VI, hiperventilasi atau nafas cepat abnormal atau
apnea, postur dekortikasi atau deserebra stupor atau koma.disertai oleh kejang bersifat
fokal atau umum disebabkan oleh adanya serebritis, infark atau gangguan elektrolit.
(Kyle dan Carman, 2019)

2.2.4 Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada
bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam piamater.
Cairan serebrospinalis (CSF) merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang
subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui
system ventrikal. CSF diabsorbsi melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningen.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara
misalnya meningitis bakteri terjadi sebagai infeksi sekunder akibat infeksi pernapasan
atas, infeksi sinus, atau infeksi telinga, dan bisa juga terjadi karena masuknya kuman
secara langsung melalui pungsi lumbal; fraktur tengkorak atau cedera kepala berat
(trauma kepala), intevensi bedah neuro, abnormalitas struktur kongenital, seperti spina

10
bifida; atau adanya badan asing, seperti pirau ventrikel atau implant koklea (Kyle dan
Carman, 2020).
Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood
brain barrier. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan
serebrospinal dan dunia luar. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon
peradangan pada pia, araknoid, cairan serebrospinal dan ventrikel. Netropil bergerak ke
ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang
subaraknoid. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui saraf kranial dan spinal
sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat ini yang dapat menimbulkan
bendungan pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat menyumbat aliran normal
cairan serebropinal dan menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga akan
berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer. Makin bertambahnya eksudat
dapat meningkatkan tekanan intracranial (Tarwoto, 2018).

11
MK:

Gangguan
Pertukaran
Gas

12
2.2.6 Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis meningitis menurut (Harsono, 2019) dapat
ditegakkan melalui,diantaranya adalah :
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ scan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
9. Radiografi : Rontgen dada/kepala/sinus; mungkin ada indikasi sumber infeksi
intra kranial. Untuk menentukan adanya sumberinfeksi misalnya Rongen dada
untuk menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru, pneumonia, abses
paru. Scan otak untuk menentukan kelainan otak.
10. Laboratorium :
Pemeriksaan Darah : Pemeriksaan darah lengkap, peningkatan sel darah putih
(10.000-40.000/mm3), pemeriksaan koagulasi, kultur adanya mikroorganisme
pathogen.
Urine : Albumin, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine.

2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2019) penatalaksanaan medis dilakukan antara
lain :
1) Steroid untuk mengatasi inflamasi, Antipiretik untuk mengatasi
demam,Antikonvulsant untuk mencegah kejang, Neuroprotector untuk
menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan,Pembedahan:
seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
2) Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering
atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat
badan anak atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang
menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena

13
kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi
akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang
menurun.
3) Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat
diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak
kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg. Untuk
rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ di bagi dalam dua kali
pemberian diberikan selama dua hari. Sedangkan pemberian fenobarbital dua
hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dua kali
pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejangjuga
diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik
kumanpeningkatan suhu tubuh berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
4) Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik
yang sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/KgBB dibagi
dalam enam dosis pemberian secara intravena dikombinasikan dengan
kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam empat dosis pemberian. Pemberian
antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pengambilan cairan
serebrospinal melalui pungsi lumbal.
5) Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara,
cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsang depolarisasi
neuron yang dapat berlangsung cepat.
6) Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan napas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mendukung
kebutuhan metabolism yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi
pusat pernapasan karena peningkatan tekanan intracranial sehingga peril
diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran
pernapasan. Pemberian oksigen pada anak meningitis dianjurkan konsentrasi
yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak yang mengalami penyakit meningitis
antara lain:
1. Epileps: adanya gangguan sistem saraf pusat (Neuologis) yang menyebabkan
kejang atau terkadang kehilangan kesadaran.
2. retardasi mental : gangguan intelektual yang umumnya ditandai dengan
kemampuan mental atau inteligensi yang berada di bawah rata-rata.
3. hidrosefalus : ketidakseimbangan antara berapa banyak cairan serebrospinal
yang diproduksi dan berapa banyak yang diserap ke dalam aliran darah.
4. deafness atau penurunan pendengaran pada anak.
5. Meningococcal septicemia (mengingocemia)

14
6. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
7. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
8. Efusi subdural, Kejang, Edema dan herniasi serebral
9. Gangguan mental, Gangguan belajar dan Attention deficit disorder(Sahla,2022).

2.2.1 Prognosis
Kasus meningitis bakteri menunjukkan prognosis buruk bila terdapat koma,
kejang yang sulit diatasi atau kejang tetap ada setelah hari ke-4 sejak timbulnya
penyakit. Prognosis juga buruk bila anak berumur < 6 bulan, dan pada ka dengan jumlah
koloni > 10" unit bakteri per mL. Walaupun dengan penanganan yang baik, angka
kematian masih berkisar antara 10-30%.

2.2.9 ASKEP Teori


2.2.9.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
A. Identitas Pasien : yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal lahir/umur,jenis
kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke,
jumlah saudara dan identitas orang tua.
B. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit kepala
berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan
demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih
mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak mengalami
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi; infeksi
jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya
pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji
tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian
imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat

15
kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami
penyakit infeksi pada saat hamil (Muttaqin).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ yang
berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka
kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan
perkembangan seperti retardasi mental, gangguan kelemahan atau ketidakmampuan
menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis).
C. Pemeriksaan Fisik

a. Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar
antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin.)
b. Tanda-tanda vital
a. TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau meningkat
dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N = 90- 140 mmHg).
b. Nadi : Nadi anak teraba lemah karena penurunan cairan tubuh dan volume cairan
darah akibat muntah yang dialami oleh anak.
c. Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i). pernapasan normal : untuk
anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit)
d. Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C). c. Pengkajian B1 -B6

B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien
meningitis yang disertai adanya gangguan sistem pernafasan. Thoraks ;
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya tidak
ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada pasien
dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

B2 (blood)
Pengkajian pada sistem cardiovascular, biasanya terdapat infeksi fulminating
pada meningitis meningokokus dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi
yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular desiminata.

16
B3 (brain)
menilai tingkat kesadaran dan status mental berdasarkan fungsi serebri.
Kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat lethargic, strupor dan
semikomatosa. kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma.
Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak ada
kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan
TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien dengan
meningitis yang tidak disertai penurunan.kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang
tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif
yang berlebihan terhadap cahaya. ⁹
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi serta indra pengecap normal.

Pemeriksaan rangsangan meningeal


Menurut (Tursinawati et al., 2020) pemeriksaan rangsangan meningeal
pada penderita dengan meningitis biasanya ditemukan hasil positif. Pemeriksaan
tersebut adalah sebagai berikut ;
1) Pemeriksaan Kaku Kuduk : Pasien berbaring dengan posisi telentang
kemudian dilakukan gerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku
kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada
dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

17
2) Pemeriksaan Kernig : Pasien berbaring denan posisi terlentang kemudian
dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian dilakukan ekstensi tungkai bawah
pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila
ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135º (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
3) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I: Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa
meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan ke arah dada sejauh mungkin. Tanda
Brudzkinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua
tungkai/kedua lutut.
4) Pemeriksaan Tanda Brudzkinski II: Pasien berbaring terlentang, salah satu
tungkainya diangkat dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi
panggul. Tanda Brudzkinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
reflektorik pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

B4 (bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume pengeluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal

B5 (bowel)
Mengalami mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.

B6 (bone)
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat gerak, anak
bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.Adanya bengkak dan nyeri pada
sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Prekia dan lesi
purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan
ekimosis yang besar pada wajah Klien sering mengalami penurunan kekuatan
otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktifitas hidup
sehari-hari (ADL).

Pemeriksaan Review of system


1.) Kepala : Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak
yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada
anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala
pada anak (Wong, dkk, 2020).
2.) Mata : Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan

18
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di
temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
3.) Hidung : Biasanya tidak ditemukan kelainan.
4.) Mulut : Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
5.) Telinga : kadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan oleh
infeksi E.colli.
6.) Dada :Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya tidak
ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada pasien
dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
9) Jantung : penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut jantung
yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-140x/i).
• I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
• Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial
midklavikula sinistra RIC IV.
• P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-5
midklavikula.
• A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
10) Kulit : saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura sampai
ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami penurunan akibat
peningkatan kehilangan cairan.
11) Ekstremitas : Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap
lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.
12) Genitalia: jarang di temukan kelainan.
13) Sistem motorik : Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada
alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.

D. Pola Fungsional
Kebutuhan fungsional yang mungkin akan terganggu pada anak dengan meningitis
antara lain :
1) Kebutuhan rasa aman dan nyaman : terganggu karena meningitis dapat
membuat anak mengalami penurunan kesadaran yang berakibat penurunan
respon terhadap rangsangan dari dalam seperti pengeluaran sekresi
trakeobronkial maupun dari luar seperti rangsangan yang berupa panas, nyeri
maupun rangsangan suara.Kondisi ini dapat berakibat anak berisiko cedera

19
fisik sehingga terganggu rasa amannya. Sedangkan rasa nyaman mengalami
gangguan karena anak mengalami
2) Aktivitaas istirahat dan tidur: mengeluh peningkatan suhu tubuh rata-rata di
atas 37,5ºC.
3) Kebutuhan oksigenasi : Peningkatan sekresi trakeobronkial dan spasme otot
bronkial dapat menjadi jalan nafas sempit sehingga asupan oksigen
mengalami penurunan. Pada pengkajian ini mungkin ditemukan anak terlihat
pucat sampai kebiruan terutama di jaringan perifer. Anak juga terlihat
frekuensi pernafasan meningkat >30x/menit sebagai kompensasi pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh.
4) Eleminasi : Anak yang menderita meningitis mengalami peningkatan
rangsangan pengeluaran gastrointestinal karena penekanan pada saraf pusat.
Peningkatan rangsangan ini dapat berakibat mual dan muntah yang berakibat
proyektil akibat peningkatan tekanan intrakranial. Penderita dapat
mengalami defisit cairan tubuh yang dapat dilihat pada pemantauan balance
cairan, yaitu jumlah cairan yang keluar lebih banyak daripada jumlah cairan
yang masuk. Jumlah muntah mungkin juga cukup banyak, dapat mencapai
kurang lebih 500 cc dalam sehari. Pada saat kesadaran yang masih baik anak
yang sudah dapat berbicara dengan baik akan mengatakan haus
5) Nutrisi : tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah
disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien
meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
6) Hygiene : Tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri karena
penurunan kekuatan otot.

2.2.9.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (TIM POKJA SDKI PPNI, 2018)
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)berhubungan dengan proses
inflamasi
2. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan meningkatnya tekanan
intrakranial kesadaran menurun
3. Risiko Aspirasi (D.0006) erhubungan dengan penurunan tingkat Kesadaran 4.
Hipertemia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit.
5. gangguan mobilitas fisik( D. 0054)berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

2.2.9.3 Intervensi keperawatan


Perencanaan Keperawatan adalah sebuah proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,menurunkan, serta mengurangi
masalahmasalah klien (Syafridayani, 2019).

20
N Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi Par
o. Hasil af
1. Resiko Perfusi Perfusi Serebral Manajamen Peningkatan
Serebal Tidak (L. 02014) Tekanan Intrakranial
Efektif(D.0017) Setelah dilakukan (1.06194)
Definisi: Berisiko tindakan asuhan Definisi
mengalami keperawatan selama Mengidentifikasi dan
penurunan sirkulasi 3x24 jam diharapkan mengelola peningkatan
darah ke otak Faktor 1. Tingkat tekanan dalam rongga
Risiko 1 kesadaran kranial
Keabnormalan masa membaik
protrombin dan/atau 2. Tekanan Observasi
2 Penurunan kinerja intra - Identifikasi penyebab
ventrikel kiri kranial peningkatan TIK
3. Aterosklerosis aorta membaik (mis les
4 Diseksi arteri 5 3. Sakit kepala gangguan
Fibrilasi atrium membaik metabolisme, edema
6 Tumor otak 4. Gelisah serebral)
7 Stenosis karotis membaik
- Monitor tanda/gejala
8. Miksoma atrium 5. Nilai ratarata
peningkatan TIK
9 Aneurisma serebri tekanan darah
(mis tekanan darah
membaik
10. Koagulopati (mis, meningkat
6. Kesadaran
anemia sel sabit) 11 tekanan nadi
Dilatasi kardiomiopati membaik
melebar
12 Koagulasi bradikardia, pola
intravaskuler napas ireguler,
diseminata kesadaran menurun)
13. Embolisme - Monitor MAP (Mean
14. Cedera kepala 15. Arterial Pressure)
Hiperkolesteronemia Monitor CVP
16. Hipertensi (Central Venous
17 Endokarditis infektif Pressure), jika perlu 6
18. Katup prostetik - Monitor PAWP jika
mekanis perlu
19. Stenosis mitral - Monitor PAP
20. Neoplasma otak 21 jika perlu
Infark miokard akut - Monitor ICP (Intra
22 Sindrom sick sinus Cranial Pressure),
jika tersedia
23 Penyalahgunaan zat
- Monitor CPP
24.Terapi tombolitik
(Cerebral
25. Efek samping
Perfusion
tindakan (mis. tindakan
Pressure)
operasi bypass)

21
Kondisi KlinisTerkait - Monitor
1 Stroke gelombang
2.Cedera kepala ICP
3. Aterosklerotik aortik - Monitor status
4. Infark miokard akut pemapasan
5. Diseksi arteri - Monitor intake dan
6 Embolisme ouput cairan
- Monitor cairan
7 Endokarditis infektif
serebro spinalis (mis
warna konsistensi)
Terapeutik
- Minimalkan stimulus
dengan menyediakan

22
8 Fibrilasi atrium lingkungan yang
9 Hiperkolesterolemia tenang
10. Hipertensi - Berikan posisi semi
11. Dilatasi Fowler
kardiomiopati - Hindari
12. Koagulasi Maneuver
intravaskular diseminata Valsava Cegah
13. Miksoma atrium 14. terjadinya kejang
Neoplasma otak - Hindari
15. Segmen ventrikel penggunaan
kiri akinetik PEEP
16. Sindrom sick sinus - Hindari
17. Stenosis karotid 18. pemberian
Stenosis mitral cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar
19. Hidrosefalus
PaCO, optimal
20. Infeksi otak (mis.
- Pertahankan suhu
meningitis, ensefalitis, tubuh normal
abses serebri)
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti
konvulsan jika perlu
- Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
- Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja, jika
perlu

23
2 Gangguan Pertukaran L.01003 1.01014
Gas:D.0003 Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Setelah dilakukan Definisi:
Definisi Intervensikepera Mengumpulkan dan
Kelebihan atau watan selama 3x menganalisis data untuk
kekurangan oksigenasi 24 jam, maka memastikan kepatenan jalan
dan/atau eleminasi status napas dan keefektifan
Karbondioksida pada kenyamanan pertukaran gas
membrane alveolus- meningkat Tindakan :
kapiler. dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi,
Etiologi : 1. Tingkat 2. irama, kedalaman
1. Ketidakseimbangan kesadaran dan 3. upaya napas.
ventilasi perfusi Meningkat 4. Monitor pola napas
2. Perubahan 2. Dyspnea (seperti bradipnea,
menurun takipnea,hiperventilasi,K
membran
3. Bunyi napas ussmaul, Cheyne Stokes,
alveolus-kapiler Gejala
tambahan Biot, ataksik)
dan Tanda
menurun 5. Monitor kemampuan
Mayor

24
- Subjektif 4. Pusing batuk efektif
1. Dispnea menurun 6. Monitor adanya sumbatan
- Objektif 5. Penglihatan jalan napas
1. PCO2 kabur 7. Palpasi kesimetrisan
meningkat/menurun Menurun ekspansi paru
2. PO2 menurun 6. Diaphoress 8. Auskultasi bunyi napas
3. Takikardia Menurun 9. Monitor saturasi oksigen
4. pH arteri 10. Monitor nilai A G D
meningkat/menurun 7. Gelisah 11. Monitor hasil x-raytoraks
5. Bunyi napas menurun Terapeutik
tambahan 8. Napas cuping 1. Atur interval pemantauan
hidung respirasi sesuai kondisi
Gejala dan Tanda
menurun pasien
Minor
9. PCO2 2. Dokumtasikan hasil
- Subjektif membaik
1. Pusing pemantauan
10. PO2 membaik
2. Penglihatan Edukasi
11. Takikardia
kabur - Objektif. 1. Jelaskan tujuan dan
membaik
Sianosis prosedur pemantauan
1. 12. PH arteri
2. Informasikan hasil
2. Diaforesis membaik
pemantauan, jika perlu.
3. Gelisah 13. Sianosis
4. Napas membaik
1.01026
cupinghidung 14. Pola napas
Terapi Oksigen
5. Pola napas membaik
15. Warna kulit Definisi:
abnormal
membaik Memberikan tambahan
(cepat/lambat,regular/ir
oksigen untuk mencegah dan
eguler, dalam/dangkal)
mengatasi kondisi
6. Warna kulit kekuranganoksigen jaringan.
abnormal (mis. pucat,
Tindakan :
kebiruan)
Observasi
7. Kesadaran
1. Monitor kecepatan aliran
menurun oksigen
2. -Monitor posisi alat terapi
Kondisi Klinis Terkait oksigen
1. Penyakit paru 3. Monitor aliran oksigen
obstruksi kronis secara periodic dan
(PPOK) pastikan
2. Gagal jantung 4. fraksi yang
kongestif diberikan cukup
3. Asma 5. Monitor efektifitas terapi
4. Pneumonia oksigen (mis. oksimetri,
5. Tuberculosisparu analisa gas darah), jika
6. Penyakit membran perlu
hialin 7. Asfiksia 8. 6. -Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat

25
Persistent pulmonary

26
hypertension of makan
newborn (PPHN) 7. Monitor tanda –tanda
9. Prematuritas hipoventilasi
10. Infeksi saluran 8. Monitor tanda dan gejala
napas toksikasi oksigen dan
atelectasis
9. Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
10. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen.
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
2. Pertahankan keptenan
jalan napas
3. Siapkan dan aturperalatan
pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
5. Tetap erikan oksigen
saatpasien ditransportasi
6. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen di
rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
- Kolaborasi
penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur.

27
3. D.0006 L.01006 1.01018
Risiko Aspirasi Tingkat Aspirasi Pencegahan Apirasi
Setelah dilakukan Definisi:
Definisi : Intervensi Mengidentifikasi dan
Berisiko mengalami keperawatan mengurangi risiko masuknya
masuknya sekresi selama 3x 24 partikel makanan/cairan ke
gastrointestinal, sekresi jam, maka status dalam paru – paru.

28
orofaring, benda cair gangguan aspirasi
atau padat ke dalam menurun dengan Tindakan :
saluran trakeobronkhial kriteria hasil : Observasi
akibat disfungsi - Monitor tingkat
mekanisme protektif 1. Tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
saluran napas. kesadaran kemampuan menelan -
meningkat 2. Monitor status pernapasan
Faktor Risiko : 1. Kemampuan - Monitor bunyi napas,
Penurunan Menelan teutama setelah
tingkat Kesadaran meningkat 3. makan/minum
2. Penurunan Kebersihan mulut - Periksa residu gaster
refleks muntah dan/atau meningkat sebelum memberi asupan
batuk 4. Dyspnea oral
3. Gangguan menurun - Periksa kepatenan
menelan 5. Kelemahan selang nasogastric sebelum
otot menurun 6. memberi
4. Disfagia
5. Kerusakan Akumulasi sekret asupan oral
mobilitas fisik menurun 7. Terapeutik
6. Peningkatan Wheezing - Posisikan semi
residu lambung menurun Fowler (30 – 45 derajat) 30
7. Peningkatan 8. Batuk menurun menit sebelum memberi
9. Penggunaan asupan oral - Pertahankan
tekanan intragastrik
otot aksesori posisi semi Fowler (30 – 45
8. Penurunan
menurun derajat) pada pasien tidak
motilitas sadar
gastrointestinal 10. Sianosis
menurun - Pertahankan
9. Sfingter kepatenan jalan napas (mis.
esophagus bawah 11. Gelisah
menurun teknik head tilt
inkompeten chin lift, jaw thrust, in line)
Perlambatan 12. Frekuensi
10. - Pertahankan
pengosongan lambung napas membaik.
pengembangan balon
11. Terpasang selang endotracheal tube
nasogastric (ETT)
12. Terpasang -lakukan penghisapan jalan
trakeostomi atau napas, jika produksi sekret
endotracheal meningkat - Sediakan
tube suction di ruangan - Hindari
13.Trauma/pembedahan memberi makan melalui
leher, mulut, dan/atau selang
wajah gastrointestinal, jika residu
14. Efek agen banyak
farmakalogis - Berikan makanan
15. Ketidakmatangan dengan ukuran kecil atau
koordinasi menghisap, lunak - Berikan obat oral
menelan dan bernapas. dalam

29
bentuk cair
Kondisi Klinis Terkait Edukasi
1. Cedera kepala - Anjurkan makan
2. Stroke secara
perlahan
- Anjurkan strategi
mencegah

30
31
3. Cedera medulla aspirasi
spinalis - Ajarkan teknik
4. Guillain barre mengunyah atau menelan,
syndrome jika perlu.
5. Penyakit
Parkinson 1.01011
6. Keracunan obat Manajemen Jalan
dan alkohol Napas
7. Pembesaran
uterus Definisi:
8. Miestenia gravis Mengidentifikasi dan
9. Fistula mengelola kepatenan
trakeosofagus jalan napas Tindakan :
10. Striktura Observasi
esophagus - Monitor pola napas
11. Sclerosis (frekuensi, kedalaman, usaha
multiple napas)
12. Labiopalatoskizis - Monitor bunyi napas
13. Astresia tambahan (mis. gurgling,
esophagus 14. mengi, wheezing, ronkhi
Laringomalasia kering)
15. Prematuritas. - Monitor sputum
(jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan
kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma
servikal) - Posisikan
semiFlower atau
Flower
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
- lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik -
Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
McGill - Berikan oksigen,
jika perlu

32
Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

33
- Ajarkan teknik
batukefektif
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.

34
4. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (1.15506)Manajemen
Definisi (L.14134) Hipertermia
Suhu tubuh meningkat Setelah dilakukan Definisi
di atas rentang normal 3× 24 jam Mengidentifikasi dan
tubuh perawatan mengelola peningkatan suhu
Penyebab diharapkan suhu tubuh akibat disfungsi
1 Dehidrasi tubuh membaik termoregulasi.
2 Terpapar dengan kriteria Observasi:
lingkungan panas hasil : 1.Identifikasi penyebab
3. Proses penyakit (mis. 1.Kulit merah hipertermia
infeksi, kanker) 4 membaik 2.Monitor suhu tubuh
Ketidaksesuaian 2.Kejang 3.Monitor kadar elektralit
pakaian dengan membaik 4.Monitor haluaran urine
suhu 3.Konsumsi 5.Monitor komplikasi akibat
5 Peningkatan oksigen membaik hipertermia Terapeutik:
laju metabolisme 4.Takikardi 1.Sediakan lingkungan yang
6. Respon trauma membaik dingin
7 Aktivitas berlebihan 8. 5.Takipnea 2.Longgarkan atau lepaskan
Penggunaan inkubator membaik pakaian
Gejala dan Tanda 6.Akrosinosis 3.Basahi dan kipasi
Mayor membaik 7.Pucat permukaan tubuh
membaik 4.Berikan cairan oral
Subjektif
8.Pengisian 5.Ganti linen setiap hari atau
(tidak tersedia)
kapiler lebih sering jika mengalami
Objektif
1. Suhu tubuh hiperhidrosis (keringat
diatas nilai normal berlebih)
Gejala dan Tanda 6.Lakukan pendinginan
Minor eksternal (mis. Selimut
Subjektif hipotermia atau kompres
(tidak tersedia) dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila) 7.Hindari
Objektif
pemberian antipiretik atau
1. Kulit merah
aspirin Berikan oksigen, jika
2. Kejang perlu Edukasi:
3. Takikardi 1.Anjurkan tirah baring
4. Takipnea Kolaborasi:
5. Kulit terasa hangat 1.Kolaborasi pemberian
Kondisi KlinisTerkait
1.Proses infeksi
2 Hipertiroid

35
3. Stroke cairan dan elektrolit intravena,
4 Dehidrasi jika perlu
5. Trauma
6. Prematuritas.
5. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilitas
Fisik (D.0054) tindakan asuhan (1.05173)
Definisi keperawatan Definisi
Keterbatasan dalam selama 3x24 jam Memfasilitasi pasien untuk
gerakan fisik dari satu 1. Pergerakan meningkatkan aktivitas
atau lebih ekstremitas ekstremitas pergerakan fisik.
secara mandiri menurun Observasi
Penyebab 2. Kekuatan otot - Identifikasi adanya nyeri
1 Kerusakan menurun atau keluhan
integritas struktur tulang 3. Rentang gerak fisik lainnya
Perubahan (ROM) menurun
2 - Identifikasi toleransi
metabolisme 4. Nyeri menurun fisik melakukan
3 Ketidakbugaran 5. Kelemahan fisik pergerakan
fisik menurun
- Monitor frekuensi
4 Penurunan jantung dan tekanan
kendali otot darah sebelum
5 Penurunan massa memulai mobilisasi
otot - Monitor kondisi umum
6 Penurunan selama melakukan
kekuatan mobilisasi Fasilitasi
otot aktivitas mobilisasi
7 Keterlambatan dengan alat bantu
perkembangan 8. (mis pagar
Kekakuan sendi tempat tidur)
9. Kontraktur
10. Malnutrisi 11 Terapeutik
Gangguan
muskuloskeletal - Fasilitasi
12 Gangguan melakukan pergerakan,
neuromuskular jika perlu
13. Indeks masa tubuh - Libatkan keluarga
diatas persentil ke-75 untuk membantu
sesuai usia 14 Efek agen pasien dalam
farmakologis 15 meningkatkan
Program pembatasan pergerakan
gerak 16. Nyeri
17 Kurang terpapar Edukasi
informasi tentang
aktivitas fisik - Jelaskan tujuan dan
18 Kecemasan prosedur mobilisasi

36
19 Gangguan - Anjurkan melakukan
kognitif mobilisasi dini
20. Keengganan

37
melakukan pergerakan - Ajarkan mobilisasi
21 Gangguan sederhana yang harus
sensonpersepsi dilakukan (mis duduk
Gejala dan Tanda di (empat tidur duduk
Mayor di sisi tempat tidur,
Subjektif pindah dari tempat
1. Mengeluh sulit tidur ke kursi)
menggerakkan
ekstremitas
Objektif
1. Kekuatan otot
menurun 2
2. Rentang gerak
(ROM) menurun
Gejala dan Tanda
Minor
Subjektif
1.Nyeri saat bergerak
2 Enggan melakukan
pergerakan
3. Merasa cemas
saat bergerak.
Objektif
1 Sendi kaku 2
Gerakan tidak
terkoordinas 3.
Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2.Cedera
medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan

2.2.9.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap pelaksanaan dalam
proses keperawatan. Dalam implementasi terdapat susunan dan tatanan pelaksanaan yan

38
gakan mengatur kegiatan pelaksanaan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan yang sudah ditetapkan. Implementasi keperawatan ini juga
mengacu pada kemampuan perawat baik secara praktik maupun intelektual (Lingga,
2019).

2.2.9.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Harahap, 2019).
Menurut (Nanda, 2020) terdapat dua jenis evaluasi :
a. Evaluasi Formatif (Proses): meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau
dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan): Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil): evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesi dilakukan.
1.)Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan. Tujuan tidak tercapai atau masih belum
teratasi jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan
sama sekali

39
BAB III
PEMBAHASAN
(Tidak ada sesi tanya jawab dengan audien)

40
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Kualitas hidup anak merupakan cerminan secara menyeluruh terhadap pelayanan
kesehatan anak, terutama pada anak yang menderita penyakit kronis. Meningitis
merupakan peradangan pada selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis dan dapat
menginfeksi sistem saraf pusat memiliki 2 jenis yaitu Meningitis serosa dan Meningitis
purulenta.penyebab pada anak umur 2 bulan-12 tahun, yaitu S. pneumoniae, N.
meningitides, atau H. influenzae tipe b .manifestasi klinis yang ditemukan meliputi ;
demam, anoreksia, batuk, mialgia, artralgia, takikarda hipotensi, petekie, purpura dan
eritema. Kemudian diikuti dengan adanya gejala rangsang meningeal yaitu kuduk kaku,
nyeri punggung tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif yang dapat menyebabkan
komplikasi Menjadi epileps, retardasi mental, hidrosefalus, deafness. Penatalaksanaan
untuk mengatasi Meningitis yaitu dengan diberikan pemeriksaan medis dan pemberian
antibiotik yang tepat . Masalah keperawatan yang timbul pada keluhan Meningitis yaitu
antaralain ; resiko perfusi serebral tidak efektif, gangguan penukaran gas , resiko
aspirasi hipertermia dan gangguan mobilitas fisik diharapkan dapat ditangani dengan
adanya intervensi keperawatan serta mengimplementasikan Penatalaksanaan medis
dengan baik dan benar. Dengan mengetahui gambaran kualitas hidup, intervensi
keperawatan diharapkan dapat menjadi lebih komprehensif, terutama dalam upaya
peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak penderita meningitis.
4.2 Saran
Diharapkan sebagai mahasiswa agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan
tentang meningitis dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita
memberikan informasi atau health education mengenai meningitis kepada para orang
tua anak yang paling utama. Dan untuk masyarakat umum diharapkan dapat
mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis dan meningkatkan pola
hidup yang sehat.

41
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan keperawatan pada anak sakit & bayi resiko tinggi / Dra. Ni Ketut Mendri,
Agus Sarwo Prayogo, S.Kep ,2019
Muis DU, penatalaksanaan menigitis. Published online 2018 :1-14.
Nuryadin AA. Asuhan keperawatan pada anak meningitis dengan perubahan perfusi
serebral di ruang nusa indah atas rumah sakit umum daerah dr.Salmet Garut.
Sahwa 22. Tinjauan Teori Meningitis. Published online 2012:6-21.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria
Hasil.Jakarta: DPP PPNI
Rizky S, Purnamawati ID. Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Meningitis. Bul Kesehat Publ Ilm Bid Kesehat. 2022;6(1):112-120.
doi:10.36971/keperawatan.v6i1.113

42

Anda mungkin juga menyukai