Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

SISTEM PERSYARAFAN

(Asuhan Keperawatan Pada Pasien Meningitis)

NAMA KELOMPOK

AHWAN SABAHA PO72144720003

HAMDANI ILAHUDE PO72144720014

MURNIATI LAGUNI PO72144720023

MELINDA PO72144720022

NUR APRILIA R.M PO72144720025

RAHAYU DESIANA PO72144720029

SINTA OKTAFIANI AIM PO72144720041

YUNGKI FRANSISKA PO72144720039

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI DIII KEPERAWATAN LUWUK

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat mengerjakan tugas makalah Keperawatan Medical Bedah II
tentang “Sistem Persyarafan”. Tanpa pertolongan dan keridhoan-Nya mungkin kami
tidak bisa menyelesaikan makalah ini. Kami menyusun makalah ini berdasarkan
beberapa sumber buku yang telah kami peroleh.

Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan
mudah di mengerti oleh pembaca. Selain itu, memperoleh sumber dari beberapa buku
pilihan, kami pun memperoleh informasi tambahan dari internet. Kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing kami Ibu Hana S. Kep.,Ns. Yang telah
membantu penyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca
untuk penyempurnaan pada tugas makalah-makalah berikut. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua. Aamiin

Luwuk 14 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................ iii

A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3

A. Definisi ................................................................................................................................................... 4
B. Etiologi ................................................................................................................................................... 5
C. Manifestasi Klinis .............................................................................................................................. 6
D. Patofisiologi ......................................................................................................................................... 8
E. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................................................. 10
F. Penatalaksanaan ............................................................................................................................. 11
G. Komplikasi ......................................................................................................................................... 12
H. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................................................... 13

BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 15
B. Saran ..................................................................................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan adalah salah satu faktor utama yang berguna bagi setiap manusia untuk
melakukan segala aktivitas sehari – hari (Hidayah, 2017). Kesehatan pada manusia terdiri
dari 2 yaitu kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatan jasmani adalah kesehatan yang
berkaitan dengan kondisi tubuh kita yang memberikan kemampuan untuk menjalani segala
aktifitas sehari-hari, tanpa rasa lelah yang berarti. Sedangkan kesehatan rohani adalah
kesehatan yang berkaitan dengan batin seseorang yang senantiasa aman dan tentram. Kedua
jenis tersebut merupakan hal yang perlu diperhatikan secara serius, karena merupakan aset
berharga yang perlu dijaga dan perlu diperhatikan, agar hidup menjadi lebih baik dan angka
usia hidup masyarakat meningkat. Untuk menjaga kesehatan bisa dimulai dengan
menerapkan pola hidup yang sehat, dengan cara makan makanan yang bergizi dan
mengkonsumsi vitamin atau antibodi agar tidak mudah terserang penyakit yang mengganggu
kesehatan.
Namun banyak masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatan mereka. Hal ini
mengakibatkan banyak dari mereka yang secara mendadak terserang penyakit berbahaya.
Selain kurangnya kepedulian akan kesehatan, masalah pertambahan jumlah penduduk yang
relatif cukup cepat juga membuat mudahnya penyakit menyebar. Penyebaran penyakit yang
terjadi saat ini cukup berdampak, karena banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui
proses penyebaran dari penyakit – penyakit yang ada. Salah satu contoh penyakit cukup
berdampak negatif dan mengkhawartikan masyarakat saat ini adalah penyakit meningitis.
Meningitis adalah suatu penyakit infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial (Ratniasih,2017). Meningitis
merupakan masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara yang akurat dan efisien untuk
mendiagnosisnya. Meningitis termasuk kedalam sepuluh macam penyakit paling berbahaya
di dunia.
Di Indonesia jumlah kasusnya lebih banyak lagi. Pada tahun 2000 dan 2001 terdapat
masing- masing 1.937 dan 1.667 kasus kematian atau 9,4 kasus per 1.000.000 penduduk.
Berdasarkan etiologi, gambaran klinis, dan gambaran cairan serebrospinalis (CSS), terdapat
tiga jenis meningitis, yaitu serosa, purulenta, dana septik (Pangandaheng,Mawuntu,
&Karema, 2017).
Dalam bidang kedokteran, penanganan penyakit meningitis sudah dilakukan dengan
maksimal. Penanganan yang diberikan berupa pemberian vaksinasi dan antibiotik agar
penyakit ini tidak menyebar lebih banyak ke orang lain. Namun kurangnya informasi
mengenai gejala – gejala dan diagnosis awal dari penyakit meningitis menjadi permasalahan
di masyarakat sehingga sering terjadi keterlambatan penanganan terhadap penyakit tersebut
dan mengakibatkan kematian dan membuat angka kematian menjadi tinggi. (Fitriati& Gibran,
2021)

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep meningitis dan konsep penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan meningitis ?

C. TUJUAN

A. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui konsep meningitis dan konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan meningitis

B. TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui konsep meningitis
2. Mengetahui definisi meningitis
3. Mengetahui etiologi meningitis
4. Mengetahui tandadangejala meningitis
5. Mengetahui komplikasi meningitis
6. Mengetahui penatalaksanaan meningitis
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis

D. MANFAAT

Agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan


meningitis dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membrane (selaput) yang


mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab meningitis meliputi bakteri, virus, dan
organisme jamur (Muttaqin,2008). Otak dan medul spinalis dilindungi oleh lapisan atau
selaput yang disebut meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian
araknoid dan piameter (leptomeningens) disebut meningitis. Peradangan pada bagian
durameter disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus,
jamur, atau karena toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan
bakteri.

Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan
medulla spinalis (Black,2009). Dari penjelasan diatas, kesimpulan penulis tentang
meningitis adalah suatu reaksi peradangan seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai
dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinalis, yang disebabkan oleh virus,
jamur dan bakteri yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan
otak.

B. Etiologi meningitis

Terdapat beberapa penyebab yang terjadi pada masalah meningitis yaitu bakteri,
faktor predisposisi, faktor maternal, dan faktor imunologi. Menurut (Suriadi & Rita
Yuliani 2006) penyebab meningitis antara lain.

a. Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumonia, Neisseria


meningitis, hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. Coli
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan
wanita
c. Faktor maternal : ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin,
anak yang mendapat obat obat imunosupresi
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan

C. Klasifikasi meningitis
a. Meningitis Virus. Meningitis virus adalah jenis meningitis yang paling umum
b. Meningitis Bakteri. Meningitis bakteri menular dan bisa fatal jika tidak
ditangani
c. Meningitis Jamur. Meningitis yang tergolong langka. Ini disebabkan oleh
jamur yang menginfeksi tubuh dan kemudian menyebar dari aliran darah ke
otak atau sumsum tulang belakang.
d. Meningitis Parasit. Meningitis parasit tidak ditularkan dari orang ke orang.
Sebaliknya, parasit ini menginfeksi binatang atau bersembunyi di makanan
yang kemudian dimakan manusia. 
e. Meningitis Non-Infeksi. Meningitis non-infeksi adalah jenis meningitis yang
disebabkan oleh kondisi atau perawatan medis lainnya. Beberapa kondisi yang
sebabkan meningitis yaitu lupus, cedera kepala, operasi otak, kanker dan
penggunaan obat-obatan tertentu.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis secara umum:
1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan,
gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi
berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit
jelek, mukosa kering
5. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan
okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
6. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
7. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis,
abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia
sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes
simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.

E. Patofisiologi
Secara umum patofisiologi dari meningitis adalah sebagai berikut

Agen penyebab

Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarachnoid

Respon inflamasi di piamater, arakhnoid, cairan serebrospinal, dan entrikuler

Eksudat menyebar di seluruh saraf kranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologis

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur, maupun protozoa, point d’entry
masuknya kuman juga dapat melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang
pecah. Penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorheapada basis cranial yang
memungkinkan kontaknya CSS dengan lingkungan luar (Pradana, 2009).

1. Meningitis bakterial
Bacterial meningitis merupakan tipe meningitis yang paling sering terjadi. Tetapi
tidak setiap bakteri mempunyai cara yang sama dalam menyebabkan meningitis. H.
influenza dan N. meningitides biasanya menginvasi dan membentuk koloni di sel-sel
epitel faring. Demikian pula S. pneumonie, hanya saja S. pneumonie dapat menghasilkan
immunoglobulin A protease yang mennonaktifkan antibodi lokal (Swartz, 2007).
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah S. pneumonie dan N.
meningitis. Bakteri tersebut menginisiasi kolonisasi di nasofaring dengan menempel di
sel epitel nasofaring. Bakteri tersebut berpindah menyeberangi sel epitel tersebut menuju
ke ruang intravaskular atau menginvasi ruang intravaskular dengan menciptakan ruang di
tight unction dari sel epitel kolumnar. Sekali masuk aliran darah, bakteri dapat
mnghindari fagositosis dari neutrofil dan komplemen dengan adanya apsul polisakarida
yang melindungi tubuh mereka. Bloodborne bacteria dapat mencapai fleksus koroideus
intraventrikular, menginfeksi langsung sel epitel fleksus koroideus, dan mencapai akses
ke cairan serebrospinal. Beberapa bakteri seperti S. pneumonie dapat menempel di sel
endotelial kapiler serebral dan bermigrasi melewati sel tersebut langsung menuju cairan
serebrospinal. Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat di cairan serebrospinal karena
kurang efektifnya sistem imun di cairan serebrospinal (CSS). Cairan
serebrospinal(CSS)normal mengandung sedikit sel darah putih, sedikit protein
komplemen, dan immunoglobulin. Kekurangan komplemen dan immunoglobulin
mencegah opsonisasi dari bakteri oleh neutropil. Fagositosis bakteri juga diganggu oleh
bentuk cair dari cairan cerebrospinal itu sendiri (Roos, 2005).
Peristiwa yang penting dalam patogenesis meningitis bacterialadalah reaksi
inflamasi diinduksi oleh bakteri. Manifestasi-manifestasi neurologis yang terjadi dan
komplikasi akibat meningitis bacterial merupakan hasil dari respon imun tubuh terhadap
zat patogen yang masuk dibandingkan dengan kerusakan jaringan langsung oleh bakteri.
Sehingga cedera neurologis dapat terus terjadi meskipun bakteri telah ditangani dengan
antibiotik (Roos, 2005).
Lisis dari bakteri dan dilepaskannya komponen-komponen dinding sel di ruang
subaraknoid merupakan langkah awal dari induksi respon inflamasi dan pembentukan
eksudat di ruang subarakhnoid. Komponen dinding sel bakteri, seperti molekul
lipopolisakarida (LPS) bakteri gram negatif dan asam teikhoic dan peptidoglikan S.
pneumonie, menginduks i inflamasi selaput meningens dengan menstimulasi produksi
sitokin-sitokin inflamasi dan kemokin-kemokin oleh mikroglia, astrosit, monosit, dan sel
leuko sit CSS. Kemudian, setelah 1-2 jam LPS dilepaskan di cairan serebrospinal (CSS),
sel sel endotelial dan meningeal, makrofag, dan mikroglia akan mengeluarkan Tumor
Necrosis Factor(TNF) dan Interleukin-1(IL-1) (Swartz, 2007). Lalu kemudian setelah
dilepaskannya sitokin tersebut, akan terjadi peningkatan kandungan protein CSSdan
leukositosis. Kemokin (yang turut menginduksi migrasi leukosit) dan berbagai sitokin
inflamasi lainnya juga diproduksi dan diskresi oleh leukosit dan jaringan yang diinduks i
oleh IL-1dan TNF(Roos, 2005).
Kebanyakan patofisiologi dari bacterial meningitismerupakan akibat dari
meningkatnya sitokin CSSdan kemokin. TNFdan IL-1bekerja sinergis meningkatkan
permeabilitas Blood-Brain Barrier(BBB), yang mengakibatkan edema vasogenik,
bocornya protein serum ke ruang subarakhnoid. Eksudat di ruang subarakhnoid
mengganggu aliran CSS di sistem ventrikular dan mengurangi reabsorbsi dari CSS di
sinus dura, sehingga dapat menyebabkan communicating edema dan concomitant
interstitial edema(Roos, 2005).
2. Meningitis tuberkulosa

BTA masuk tubuh



Tersering melalui inhalasi, jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplika si

Infeksi paru/focus infeksi lain

Penyebaran homogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif/dorman Bila daya tahan tubuh lemah

Ruptur tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarakhnoid

Meningitis

Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (piamater dan


arakhnoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul
di daerah basal otak (Pradana, 2009)
3. Meningitis viral
Ada 2 rute virus menyerang sistem saraf pusat manusia, yaitu hematogenus
(infeksi enterovirus) dan limfogenus (infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV)). Enterovirus
pertama kali menuju ke lambung, bertahan dari keasaman asam lambung, dan berlanjut
ke saluran pencernaan di bawahnya lagi. Beberapa virus bereplikasi di nasofaring dan
menyebar ke kelenjar limfe regional. Setelah virus menempel ke reseptor di enterosit,
virus menembus lapisan epitelialnya dan melakuka n replikasi di sel enterosit tersebut.
Dari situ, virus menuju peyeatches, dimana replikasi yang lebih lanjut terjadi. Kemudian
dari situ viremia enterovirus berkembang ke sistem saraf pusat (SSP), hati, jantung, dan
sistem retikuloendotelial. Dan kemudian virus bereplikasi dengan cepat di tempat-tempat
tersebut. Mekanisme enterovirus memasuki SSP diduga dengan cara menembus
BBBtight junctiondan memasuki cairan serebrospinal (CSS) (Swartz, 2007).
Berlawanan dengan enterovirus, infeksi HSV mencapai SSP dengan jalur
neuronal. Pada HSV-1 ensepalitis, virus masuk lewat jalur oral menuju nervus trigeminal
dan olfaktori, sedangkan di HSV-2 aseptic meningitis, virus menyebar dari lesi genital
menuju sacral nerve rootsmenuju meninges. Dari situ, HSV-2 menjadi fase laten dan
menunggu untuk reaktivasi menjadi episode aseptikmeningitis (Swartz, 2007)

4. Meningitis jamur
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis
kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcaljaringan
menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat menebal
dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari
foramen luschkadan magendi sehingga terjadi hidrosepalus. Pada jaringan otak terdapat
substansia gelatinosa pada ruang subarakhnoid dan kista kecil di dalam parenkim yang
terletak terutama pada ganglia basalis pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi
parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrat meningens terdiri dari sel-sel
inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak
sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi inflamasi kronis dan reaksi
granulomatosa sama dengan yang terlihat pada Mycobacterium tuberculosadengan segala
bentuk komplikasinya (Pradana, 2009)
 Pada meningitis bakteri ditemukan bebagai gangguan patofisiologi dan ini
mungkin terjadi sebagai akibat respon penjamu terhadap organisme
penginfeksi.Abnormalitas tersebut mungkin memainkan peran dalam berkembangnya gejala
usia neurologi pesca meningitis dan pemahaman atas hal ini merupakan hal yang penting
guna perawatan yang efektif bagi pasien meningitis.
Setela satu dekade menjalani studi intensif dengan model hewan suatu gambaran luas
mengenai dasar seluler dan molekuler perubahan patofisiologi ini telah diperoleh.Begitu
bakteri mencapai akses menuju ruang subaraknoid komponen-komponen dinding sel bakteri
(lipopolikardia , lipooligosakardika,asam telkost) merangsang pembuatan sitokin
proinflamotorik (TNF,II-Iß.II-6.PAF dan lain-lain. Ini semua pada gilirannya akan
meningkatkan pelekatan leukosit ke endotel pembuluh darah otak meningkatkan
permeabilitas sawar darah otak serta migrasi leukosit ke dalam ruang subarakosid.Spesies
oksigen derivate sel darah putih serta endotel dan mungkin reaktivitas serebrovaskuler. Hal
ini bersama dengan peningkatan tekanan intrakranium mengakibatkan iskemia serebrum dan
perubahan metabolism otak.
Edema serebrum mempresentasikan suatu kombinasi edema vasigenik,sitotoksik
dan intersitisial. Jika berat edema ini mengakibatkan peningkatan besar pada tekanan
intrakranium.
Abnormalitas metabolism otak meliputi hipoglikemia dan asidosis laktat CSS.
Kadar glukosa CSS yang rendah terjadi akibat terganggunya pengangkutan glukosa
melewati sawar darah otak dan mungkin akibat peningkatan penggunaan glukosa otak,
Asidosis laktat CSS mengidentifikasikan penggunaan glkosa secara anaerob si system
saraf pusat.
Perfusi otak terbukti menurun pada sekitar 30% anak penderita meningitis yang
telah menjalai penilaian darah otak . Disamping itu gangguan vasoreaktifitas serebrum ,
factor lain uang dapat mengakibatkan pengurangan erfusi mecakup vaskolitis serebrum
dan arteri atau vena.
Peningkatan tekanan intrakranium hampir selalu ditemukan pada meningitis dan
tidak turut meyebabkan penurunan tekanan perfusi otak , tetapi juga dapat menyebabkan
herniasi serebrum.Patogenesis peningkatan tekanan intrakranium bersifat multi factor
dan mencakup keterlibatan edema otak , peningkatan volume CSS dan abnormalitas
aliran darah sererum
Sawar darah otak terdiri atas pleksus konideus, mikrovaskulator sererumdn
membrane araksoid , memperlihatkan penigkatan permeabilitas dalam
meningitis,Mikroskopi electron telah memperlihatkan bahwa taut-taut ketat pada venula
serebrum menjadi terpisah pada meningitis sehingga memungkinkan masukya
makromolekul dan elemen sel dari kapiler serebrum ke dalam ruang intersisial.
Meskipun banyak pasien meningitis memiliki keluaran neurologic yang baik
dengan upaya suportif standart dan antibiotic pasien dengan gangguan system saraf pusat
yang lebih berat membutuhkan perawatan yang lebih intensif.(Rudolph ,2006)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan
otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa
Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis
sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan
peningkatan tekanan intra kranial..
1. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit
dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa
jenis bakteri.
2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan
protein normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan
fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi
meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi
otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+)
menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian
bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat
diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi
adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah
dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan
otaknya menurun dari nilai normal.
Glukosa serum: meningkat (meningitis) LDH serum: meningkat (meningitis
bakteri) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri) Elektrolit darah: Abnormal ESR/LED: meningkat pada meningitis MRI/CT-
scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.Ronsen dada/kepala/ sinus:
mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranialArteriografi karotis : Letak abses

G. Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses
inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus
cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus
pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis,
myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal).
DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi
karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle
biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.

H. Penatalaksanaan
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) penatalaksanaan medis yang secara umum
yang dilakukan di rumah sakit antara lain :
a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering
atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat
badan anak atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang
menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena
kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi
akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang
menurun.
b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang
dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates
30m, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun
75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ di bagi
dalam dua kali pemberian diberikan selama dua hari. Sedangkan pemberian
fenobarbital dua hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/
dibagi dua kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan
kejangjuga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil
toksik kumanpeningkatan suhu tubuh berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
13
c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab.
Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400
mg/KgBB dibagi dalam enam dosis pemberian secara intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam empat dosis
pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari
pengambilan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal.
d. Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara,
cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsang depolarisasi
neuron yang dapat berlangsung cepat.
e. Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan napas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mendukung
kebutuhan metabolism yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi
pusat pernapasan karena peningkatan tekanan intracranial sehingga peril
diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran
pernapasan. Pemberian oksigen pada anak meningitis dianjurkan konsentrasi
yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN MENINGITIS

Tanggal masuk RS : 11-novemeber-2022

Tanggal pengkajian : 11-november-2022

Jam pengkajian : 10.00 wita

Jam masuk : 07.15 wita

No RM : 00-185289

Diagnose masuk : meningitis

IDENTITAS KLIEN :

Nama pasien : Ny.A

Umur : 30 Tahun

Suku/bangsa : Saluan

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa uso

Sumber biayaya : BPJS

KELUHAN UTAMA

Keluhan utama : Ny. A mengatakan merasa nyeri di bagian kepala

Keluhan yang dikaji : Pasien mengeluh nyeri pada bagian kepala

P : pasien mengatakan nyeri pada bagiab kepala

Q : pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk

R : pasien mengatakan lokasi nyeri pada kepala

S : skala nyeri 7
T : pasien mengatakan kepalanya sakit secaraterus-menerus

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan nyeri kepala serta demam dirasakan sejak
kemarin, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 7 dirasakan secara terus menerus.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya

a. Pernah dirawat : Tidak Pernah


b. Penyakit kronik dan menular : Tidak Ada
c. Riwayat penggunaan obat : Tidak Ada
d. Riwayat alergi : Tidak punya riwayat alergi
e. Riwayat operasi : Tidak Ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit turunan.

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

Perilaku sebelum sakit yang memengaruhi kesehatan:

a. Alkohol : Tidak
b. Merokok : Tidak
c. Obat : Tidak
d. Olahraga : Tidak

POLA AKTIVITAS SEHARI HARI

Aktivitas Sebelum Sakit Sesudah Sakit


Nutrisi :
a. makanan a. pasien mengatakan makan 3 a. pasien mengatakan makan 1
b. minum kali sehari,serta napsu kali sehari,serta napsu
makan baik. makan kurang baik.
b. pasien mengatakan minum 8 b. pasien mengatakan minum
gelas/ hari 5 gelas/hari.

Eliminasi :
a. BAB a. pasien mengatakan BAB 2 a. pasien mengatakan BAB 1
b. BAK kali sehari,dengan texture kali ssehari dengan texture
lunak warna kecoklatan. lunak warna kecoklatan.
b. pasien mengatakan BAK 4 b. pasien mengatakan BAK 3
sampai 5 kali sehari,warna sampai 4 kali sehari,warna
kuning dan bau menyengat. kekuningan dan bau
menyengat.
Istrahat tidur pasien mengatakan ia tidur 7 pasien mengatakan ai tidur 4
sampai 8 jam/ hari sampai 5 jam/hari

Personal hygine : a. pasien mandi 2 kali sehari a. pasein mandi 1kali sehari ,
a. mandi memakai sabun kadang hanya di lap
b. gosok gigi b. pasien gosok gigi teratur b. pasien gosok gigi 1kali
c. keramas 2kali sehari sehari, kadang tidak gosok
d. gunting kuku. c. pasien keramas 3kali gigi
seminggu c. pasien tidak pernah
d. pasien unting kuku keramas dalam seminggu
seminggu sekali d. pasien sudah jarang gunting
kuku selama sakit

Aktivitas Pasien sebelum sakit Pasien selama sakit akivitasnya


aktivitasnya bisa dilakukan di bantu oleh suaminya
sendidi.

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

a. Tanda-Tanda vital
S:37,8 derajat N: 100 kali/menit TD: 150/95 mmHg

RR: 26 kali/menit

Kesadaran :compos mentis

b. Sistem pernafasan
a. RR :26 kali/menit
b. Keluhan : sesak
c. Batuk : tidak
d. Secret :-
e. Warna :-
f. Penggunaan alat bantu napas : tidak
g. PCH : Tidak
h. Irama napas : Tidak teratur
i. Pola napas : Tidak teratur
j. Suara napas : Vesikuler
k. Alat bantu napas : Tidak Ada
l. Penggunaan WSD : Tidak ada
m. Tracheostomy : Tidak

c. Sistem Kardiovaskuler
TD:150/95 mmHg N: 100 kali/menit RR: 26 kali/menit

a. keluhan nyeri dada : Tidak Ada


b. Irama jantung :Reguler
c. Suara jantung : Normal
d. Ictus cordis: Teraba
e. CRT: <2 detik
f. konjungtiva : Ananemis
g. Akral : hangat
h. Sirkulasi parifer : normal
i. JVP : 5cmH2O
j. CVP : 6 mmHg
k. ECG dan interprestasinya : -
l. lain-lain :-

d. Sistem Persyarafan
a. S : 37,8ᵒ
b. GCS : compos mentis
c. Refleks asiologi : patella triceps biceps
d. Refleks patologis : Babinsky Brudzinsky Kerning
e. Keluhan pusing : Ya

P : pasien mengatakan pusing pada kepalanya


Q : pasien mengatakan pusing seperti di tusuk-tusuk

R : pasien mengatakan lokasi pusing pada kepala

S : Skala nyeri 7

T : pasien mengatakan pusing secara terus-menerus

f. pemeriksaan saraf kranial


N1 : Normal ket : klien mampu mengidentifikasikan bau dengan baik

N1 : Normal ket : klien melihat tidak menggunakan alat bantu

N3 : Normal ket: klien mampu mengerakan bola mata dengan baik

N4 : Normal ket: klien mampu mengerakan otot dengan baik

N5 : Normal ket: klien mampu membedakan panas dengan dinggin

N6 : normal ket : klien mampu menerima rangsangan di bagian mata

N7 : Normal ket : klien mampu mengerakan wajah dengan baik

N8 : Normal ket: klien mampu mendengar dengan baik

N9 : Normal ket : klien mampu untuk menelan, mengunyah dan membuka mulut dengan
baik

N10 : normal ket : klien mampu menerima rangsangan organ dengan baik

N11 : normal ket : klien mampu menggerakan lengan dengan baik

N12 : Normal ket : klien mampu sepenuhnya menggerakan bagian lidah

g. Pupil : isokor
h. Istirahat/ tidur: 4 sampai 5 jam
i. Lain – lain :-
j.
e. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genetalia : bersih
b. Sekret : tidak
c. Ulkus : tidak
d. Kebersihan meatus uretra : bersih
e. Keluhan kencing : Tidak
f. Kemampuan berkemih : spontan
g. Produksi urin : 200ml/jam
h. warna: kuning
i. bau : menyengat
j. Kandung kemih membesar : tidak
k. Nyeri tekan : tidak
l. Injeksi cairan oral :-
m. Balance cairan : -
n. Lain-lain : -

f. Sistem Pencernaan
TB: 157cm BB: 65 kg

a. IMT : 26,4 kg/m2


b. LILA : 28,5 cm
c. Sklera : Ikterus
d. Mulut : bersih
e. Membran mukosa : Lembab
f. Tenggorokan : Normal
g. Abdomen : Normal
h. Nyeri tekan : Tidak
i. Luka operasi : Tidak
j. Drain : Tidak
k. Peristaltik : 15x/menit
l. BAB : 1 kali sehari terakhir tanggal : 9/11/22
m. Konsistensi : lunak
n. Diet : -
o. Diet khusus : -
p. Nafsu makan : baik
q. Porsi makan : habis
g. Sistem Penglihatan

a. Pengkajian segmen anterior dan posterior : tidak ada masalah

b. Keluhan nyeri : Tidak


c. Luka operasi : Tidak
d. Pemeriksaan penunjang :-
e. Lain-lain :-
h. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior : -
b. Tes audiometri :-
c. Keluhan nyeri : Tidak
d. Luka operasi : Tidak
e. Alat bantu dengar :-
f. Lain- lain :-

i. Sistem Musculoskeletal
a. Penggerakan sendi : Tidak
b. Kekuatan otot : Tidak
c. Kelainan ekstremitas : Tidak
d. Kelainan tulang belakang : Tidak
e. Fraktur : Tidak
f. Traksi : Tidak
g. Penggunaan spaik/ gips
h. Keluhan nyeri : Tidak
i. Kompartepmen syndrome : Tidak
j. Kulit : Baik
k. Turgor : Baik
l. Luka operasi : Tidak

j. Sistem integumen
a. Keadaan :-
b. Drain : Tidak
c. Jumlah :-
d. Warna : -
e. Kondisi area sekitar insersi : -
f. ROM : -
g. Lain- lain :-
Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang


mengubah/menghentikan darah arteri/virus
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Hipertemi b/d reaksi inflamasi

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Evaluasi


Hasil
1. Resiko perfusi Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk S : Pasien
tindakan penyebab TIK mengetahui mengatakan
jaringan serebral
keperawatan 2. Monitor peningkatan masih merasa
berhubungan selama 3 x 24 jam peningkatan TIK pusing
resiko perubahan tekanan darah 2. Untuk
dengan edema O:
perfusi jaringan 3. Monitor mengetahui
serebral yang menjadi adekuat. ireguleritas irama peningkatan - Pasien nampak
Dengan kriteria nafas tekanan darah gelisah
mengubah/menghe - TD :150/95
hasil : 4. Pertahankan 3. Untuk
ntikan darah 1. sakit kepala posisi kepala dan mengetahui mmHg
menurun leher netral irregulitas
arteri/virus A : Masalah
2. tekanan darah 5. Jelaskan tujuan irama nafas
membaik dan prosedur 4. Agar pasien belum teratasi
3. gelisah menurun pemantauan nyaman
5. Agar pasien P : Intervensi
mengetahui dilanjutkan
tujuan
prosedur
pemantauan
2. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mempengaru S : Pasien
tindakan asuhan karakteristik hi mengatakan
berhubungan
keperawatan frekuensi, durasi pilihan/peng nyeri di area
dengan proses diharapkan tingkat dan intesitas nyeri awasan kepala
nyeri pasien 2. Identifikasi skla keefektifan
inflamasi. O:
menurun, dengan nyeri intervensi
kriteria hasil : 3. Identifikasi respon 2. Untuk - Pasien nampak
1. keluhan nyeri nyeri non verbal mengetahui meringis
menurun 4. Berikan teknk non tingkat - TD :150/95
2. meringis faramakologis keparahan mmHg
menurun untuk mengurangi nyeri - N : 100
3. tekanan darah rasa nyeri 3. Untuk x/menit
membaik 5. Jelaskan mengetahui
penyebab, persepsi/reak A : Masalah
periode, dan si terhadap belum teratasi
pemicu nyeri nyeri
4. Untuk P : Intervensi
memberikan dilanjutkan
ketenangan
kepada
pasien
sehingga
nyeri tidak
bertambah
5. Memfokuska
n kembali
perhatian,
meningkatka
n kontrol dan
meningkatka
n harga diri
dan
kemampuan
koping
3. Hipertemi b/d Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk S : Pasien
intervensi penyebab mengetahui mengatakan
proses penyakit
keperawatan hipertermi penyebab bahwa dia
dibuktikan dengan diharapkan suhu 2. Monitor suhu dari merasa demam
tubuh menurun tubuh hipertermi
suhu tubuh diatas O : S : 38,9ᵒC
dengan kriteria 3. Melakukan 2. Memantau
normal hasil : kompres hangat status
1. kulit merah pada lipatan kesehatan A : Masalah
sedang 4. Berikan cairan per pasien belum terarasi
2. suhu tubuh oral 3. Tindakan
membaik 5. Kolaborasi untuk P : intervensi
pemberian cairan menurunkan dilanjutkan
elektolit intravena, demam
jika perlu pasien
4. Membantu
proses
penyembuh
an pasien
5. Agar
mempercep
at
penyembuh
an

Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuanyang telah


ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobeservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data
yang telah didapatkan. (Rohma & Walid, 2012)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan bab-bab sebelumnya,


penelitian ini memiliki kesimpulan :

1. Sistem Pakar yang dibuat berdasarkan dari pengetahuan pakar.


2. Sistem tersebut dapat menampilkan hasil dari diagnosa yang diisi oleh pengguna.
Hasil tersebut berdasarkan gejala-gejala yang di jawab dari pertanyaan pada sistem.
3. Sistem pakar diagnosis penyakit meningitis ini dapat membantu masyarakat dalam
memperoleh informasi dan solusi tentang penyakit meningitis.
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan diatas, maka sebagai saran alternatif yang
dapat dijadikan masukan adalah penulis berharap nantinya ini dapat dikembangkan lagi
fungsi fitur yang ada agar lebih canggih dan diharapkan diadakan lagi penelitisn mengenai
penyakit meningitis agar dapat memeberikan wawasan lebih kepada masyarakat mengenai
penyakit meningitis.

DAFTAR PUSTAKA

Fitriati, D., & Gibran, I. (2021). SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT MENINGITIS. 12(1), 46–
50.

Tarwoto, Wartonah & Suryati, E.S. (2007). Keperawatan Medikan Bedah Gangguan Sistem
Persyarafan.

(Suriadi & Rita Yuliani 2006) Konsep dasar miningitis

Anda mungkin juga menyukai