Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Meningitis.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah dibutuhkan agar
makalah ini bisa sempurna.
Kelompok 10
2
DAFTAR ISI
C. Tujuan..............................................................................................................................5
1.3 Etiologi...........................................................................................................................7
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi otak merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan otak.
Penyakit infeksi otak bermacam-macam seperti Meningitis, Meningoensefalitis, dan
Abses serebri. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan
piamater (leptomeningens) disebut meningitis. Meningitis merupakan peradangan pada
meningen yaitu membran yang melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).
Batticaca (2011) menjelaskan bahwa meningitis atau radang selaput otak
merupakan infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan
araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis. Kuman-
kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dengan cepat sekali menyebar
ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengandemikian
dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal.
Dampak yang timbul akibat meningitis yaitu peningkatan tekanan intrakranial,
hidrosefalus, infark serebral, abses otak, dan kejang. Ventrikulitis atau abses
intraserebral dapat menyebabkan obstruksi pada CSS dan mengalir ke foramen antara
ventrikel dan cairan serebral sehingga menyebabkan penurunan CSS di dalam granulasi
arakhnoid juga dapat mengakibatkan hidrosefalus, Trombosis septik dari vena sinus
dapat terjadi, mengakibatkan peningkatan TIK yang dihubungkan dengan hidrosefalus.
Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum pada meningitis bakterial,
stroke dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan hemisfer pada batang otak,
dampak lanjutan yang dapat dialami oleh pasien adalah menjadi tuli akibat kerusakan
saraf kranial (Batticaca, 2008). Masalah keperawatan yang biasa muncul pada pasien
meningitis yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan otak, resiko cedera, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, dan hipertermi(Widagdho, dkk., 2013).
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien meningitis
dapat berupa pengobatan akan kebutuhan fisik serta kebutuhan psikologis pasien.
Perawat dalam merawat pasien dengan meningitis harus memantau kondisi pasien
yang lemah mengharuskan pasien untuk menjaga kondisinya agar tidak terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dengan memaksimalkan dan
meminimalkannya. Membantu pasien meningitis untuk bisa kembali ke keadaan
4
sebelum hospitalisasi serta memberikan kebutuhan psikologis pasien seperti
menghilangkan ansietas, memberikan dukungan spiritual dan mendiskusikan masalah
yang berhubungan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh pasien meningitis
merupakan salah satu peran yang bisa dilakukan oleh seorang perawat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Meningitis?
2. Apa anatomi fisiologi dari Meningitis?
3. Apa etiologi dari Meningitis?
4. Apa patofisiologis dari Meningitis?
5. Apa manifestasi klinis dari Meningitis?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Meningitis?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Meningitis?
8. Apa komplikasi dari Meningitis?
9. Bagaimana pathway dari Meningitis?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang terkena Meningitis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Meningitis.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari Meningitis.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Meningitis.
4. Untuk mengetahui patofisiologis dari Meningitis.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Meningitis.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Meningitis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Meningitis
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Meningitis.
9. Untuk mengetahui pathway dari Meningitis.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Meningitis.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan
ruang subarakhnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS). Peradangan
yang terjadi pada Meningitis yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medula
spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang
menyebar masuk kedalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak .
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membran atau
selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat disebabkan oleh berbagai organisme
seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah ke
dalam cairan otak.
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis.
Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti Sinusitis,
Otitis Media, Pneumonia, Endokarditis atau Osteomielitis. Meningitis bakterial adalah
inflamasi arachnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningitis juga bisa disebut
Leptomeningitis adalah infeksi selaput arachnoid dan CSS di dalam ruangan subarachnoid.
6
piameter, membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yangmeliputi seluruh
susunan saraf pusat. Ruangan di antara durameter dan arachnoid disebut ruangan
subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini
terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan
meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan
jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan di antara arachnoid dan piameter
disebut subarachnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir
cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
1.3 Etiologi
Widagdo, dkk(2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam
organisme: Haemophilus influenza, Neisseria meningitis (Meningococus), Diplococus
pneumonia, Streptococcus group A, Pseudomonas, Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Klebsiella, Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur tengkorak,
infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis.
a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah: Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Staphylococcus
aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon
peradangan. Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai
respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di
ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan serebrospinal akan menyebabkan
cairan menjadi kental sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak dan
medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat granulasi arakhnoid dan
dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid
dapat menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan intrakranial.
Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf kranial dan spinal. Sel-sel meningeal
akan menjadi edema, membran sel tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan yang
menujuh atau keluar dari sel.
7
b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis.Meningitis ini
terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi measles,
mumps, herpes simplex dan herpes zoster.Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi
diatas korteks serebral, substansi putih dan meningens.Kerentanan jaringan otak
terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi.Virus herpes
simplex merubah metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan perubahan
produksi enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.
1.4 Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia dan endokarditis.
Penyebaran bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis
sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur
terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan archnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem
ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalamihiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam
ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan
limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri
dari dua lapisan. Bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di
lapisan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena
di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-
neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak
jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
8
1.5 Manifestasi Klinis
Tarwoto (2013) mengatakan manifestasi klinik pada meningitis bakteri diantaranya :
a. Demam, merupakan gejala awal
b. Nyeri kepala
c. Mual dan muntah
d. Kejang umum
e. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai dengan
koma.
Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis meliputi:
a. Sakit kepala
b. Mual muntah
c. Demam
d. Sakit dan nyeri secara umum
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Bingung
g. Perubahan pola nafas
h. Ataksia
i. Kaku kuduk
j. Ptechialrash
k. Kejang (fokal, umum)
l. Opistotonus
m. Nistagmus
n. Ptosis
o. Gangguan pendengaran
p. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif
q. Fotophobia
9
Pemilihan antimikroba pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan
antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan
dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respon gejala klinis kemungkinan akan
menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil
kultur CSF akan menjadi negatif.
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai
bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan
meningitis meliputi: Pemberian antibiotik yang mampu melewati barier darah otak ke
ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefalosporin generasi keempat atau
sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif
digunakan.
2) Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan
penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh
karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid
sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada
herniasi yang mengancam dan menimbulkan defisit neurologik fokal. Label et al (1988)
melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bakterial
karena H.Influenzae dan mendapat terapi deksametason 0,15 Mg/kgBB/x tiap enam jam
10
selama 4 hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika.
Ternyata pada pemeriksaan 24 jam kemudian didapatkan penurunan tekanan
CSF, peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang
mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada
kelompok yang mendapatkan deksametason adalah lebih rendah dibandingkan kontrol.
Tunkel dan Scheld (1995), menganjurkan pemberian deksametason hanya pada
penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita dengan status mental sangat
terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping
penggunaan deksametason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus
gastrointestinal, penurunan fungsi imun selular sehingga menjadi peka terhadap patogen
lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.
3) Terapi Operatif
Penanganan fokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan
mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan patologik dimastoid.
Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk
memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi
bakteri. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein
ligation,perisinual dan cerebellar abscess drainage yang diikuti antibiotika broad
spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya akan
memberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis media.
11
1.8 Komplikasi Meningitis
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain:
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural karena adanya
infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.
12
1.9 Pathways
13
2.0 Asuhan Keperawatan
Tanggal Pengkajian : 20 November 2019
Ruang/RS : Cempaka/RSUD Yogyakarta
A. BIODATA
1. Biodata Pasien
a. Nama : An. H
b. Umur : 15 Tahun
c. Alamat : Yogyakarta
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : Pelajar
f. Tanggal masuk : 20 November 2019
g. Diagnosa medis : Meningitis
h. Nomor register : 2223XXX
2. Biodata Penanggungg jawab
a. Nama : Ny. W
b. Umur : 44 Tahun
c. Alamat : Yogyakarta
d. Pendidikan : S1
e. Pekerjaan : PNS
f. Hubungan dengan klien : Ibu klien
B. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan merasa nyeri dibagian kepala.
C. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
Klien mengatakan bahwa sudah satu minggu mengalami nyeri dibagian kepala,
selain itu juga terasa kaku dibagian leher klien. Klien juga sudah demam selama
satu minggu. Sebelumnya klien sudah minum obat untuk menurunkan
demamnya tapi demamnya tidak mau turun. Suhu klien saat diperiksa 38.9 0C.
Ibu klien juga mengatakan bahwa klien sering mengeluh sulit tidur karena nyeri
yang sering ia rasakan. Ibu klien mengatakan bahwa di bagian leher kiri klien
terdapat benjolan yang sudah lama (± 1 bulan) awalnya klien merasa biasa saja
dengan benjolannya, namun lama kelamaan klien merasa risih dengan
benjolannya. Dari hari ke hari benjolan tersebut semakin membesar. Ukuran
14
benjolan ± 4 cm, akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk melakukan
pemeriksaan. Klien masuk Rumah Sakit dan mendapat terapi RL 500 ml (20
tpm).
2. Riwayat Keperawatan Dahulu
Ibu klien mengatakan bahwa sewaktu berumur 13 tahun, klien pernah mengalami
Herpes Zoster selama satu minggu , dan sempat dirawat di rumah sakit. Namun
penyakitnya sudah sembuh
15
sampai 2 hari sekali BAB.
4. Pola Istirahat dan Tidur
- Sebelum sakit An.H mengatakan bahwa ia biasanya tidur siang ± 30 menit
– 1 jam , sementara untuk istirahat malam ± 5-6 jam. An.H mengatakan
tidak ada gangguan ketika hendak istirahat.
- Saat sakit klien mengatakan sulit tidur karena merasa nyeri, sehingga pada
siang hari pasien terlihat lemas. Keluarga klien mengatakan Anaknya sulit
tidur ketika hendak tidur.
5. Pola Aktivitas dan Latihan
- Sebelum sakit klien mengatakan untuk aktivitasnya dapat dilakukan
dengan baik dan secara mandiri.
- Saat sakit klien aktivitasnya dibantu oleh keluarga karena tubuh klien yang
lemas.
6. Pola Sensori, Persepsi dan Kognitif
Klien mengatakan untuk masalah sensori dan persepsi tidak terdapat
gangguan. Namun pada penglihatan klien agak menurun karena klien merasa
nyeri jika membuka mata.
7. Pola Kognitif
Klien mengatatakan bahwa mengalami nyeri di bagian kepala (frontalis)
P : Nyeri saat digerakan kepalanya
Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri hilang timbul
8. Pola persespsi diri /Konsep diri
a. Body image : Klien saat sakit terlihat bersih karena dibersihkan oleh
keluarganya.
b. Harga diri : Klien tidak minder ataupun malu dalam berinteraksi
dengan perawat. serta pasien lainnya, pasien juga bisa
diajak kerjasama dalam penyembuhan penyakitnya
c. Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera
pulang.
d. Peran : Klien mengatakan bahwa ia berperan sebagai anak
e. Identitas diri : Klien dapat mengenali dirinya bahwa dia adalah
16
seorang laki-laki berusia 15 tahun.
9. Pola Nilai dan Kepercayaan
a. Agama
Klien beragama islam
b. Ibadah
Klien mengatakan, sebelum sakit pasien merupakan orang yang rajin
menjalankan sholat 5 waktu
E. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : Lemah
- Kesadaran : Composmentis
- GCS : E4M6V5 (15)
- Tanda – tanda Vital :
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 60x/menit
Frekuensi Pernapasan : 24x/menit
Suhu Tubuh : 38,9ºC
SPO2 : 98 %
- Pemeriksaan Head To Toe
1) Kepala :
Bentuk kepala: mesosepalus
Rambut: berwarna hitam, rambut sedikit rontok
Kulit kepala: terdapat pembengkakan di daerah parietal
2) Mata :
Inspeksi : Seklera interik, mata simetris, tidak terdapat lingkar hitam di
mata
Palpasi : Tidak ada benjolan asing dan nyeri tekan
3) Hidung : dipasang oksigen nasal kanul 3 lpm
4) Telinga :
Nyeri, cairan, serumen, peradangan: tidak ada
Alat bantu dengar: tidak ada
Fungsi pendengaran: normal
5) Mulut : Keadaan mulut bersih, tidak ada karies gigi ataupun gigi yang tanggal
6) Leher : normal tidak ada benjolan pada tenggorokan
17
7) Dada : bentuk dada simetris
8) Jantung :
I : Bentuk simetris kanan dan kiri
Pa : ictus cordis teraba pada midklavikula intercosta 4-5
Pe : suara pekak
A : terdengar bunyi jantung S1 dan S2 (lubdub)
9) Paru :
I : Bentuk simetris kanan dan kiri
Pa : Vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri
Pe : suara Sonor
A : Vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
10) Abdomen :
Inspeksi : Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, tidak terdapat
lesi atau namun terdapat splenomegali pada abdomen kuadran III
Auskultasi : Peristaltic usus 12x/mnt
Perkusi : Bunyi timpani dan redup pada kuadran III
Palpasi : Tidak terdapat asites, terdapat nyeri tekan.
11) Ekstremitas :
4 4
4 4
Ket :
0. Tidak ada gerakan
1. Gerakan pasien terbatas dan hanya bisa melakukan gerakan kontraksi
seperti menggerakan jari
2. Gerakan pasien hanya dapat mengeser tangan ke kanan da ke kiri, namun
tidak dapat melakukan gerakan grafitasi
3. Pasien hanya dapat melakukan gerakan grafitasi
4. Pasien dapat melakukan gerakan grafitasi namun bila diberikan tekanan
kekuatan pasien terasa lemah
5. Kekuatan pasien sama dengan kekuatan pemeriksa
12) Genetalia : terpasang kateter
18
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 November 2019 , Jam: 14.00
Hematologi
Hematokrit L 35 % 36-47% N
Netrofil 67,50 % 50 – 70 N
Limfosit L 36,17 % 22 – 40 N
19
b) Terapi Medis
Jenis terapi Nama obat Dosis Implikasi keperawatan
mgkgBB/dosis kejang-kejang
Oksigen 3 liter (canul Untuk mengurangi
nasal) hipoksia
Parasetamol 10 Terapi untuk menurunkan
mg/kgBB/dosis demam
Amfisilin 150-200 Antibiotik
mg/kgBB/24
jam
Ibuprofen 400 mg/6 j Mengurangi rasa nyeri
atau kram akibat
menstruasi
20
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolism
21
RENCANA KEPERAWATAN
E:
-Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
K:
Kolaborasi pemberian analgestik
22
2. Hipertermia b.d L.14134 I.14578
peningkatan laju Termogulasi Regulasi Temperatur
metabolism Setelah di lakukan Tindakan :
D.0130 tindakan keperawatan O:
selama 3 x 24 jam di -Monitor suhu tubuh
harapkan Hipertermi - Monitor warna kulit
pada pasien dari level
1 (tidak pernah) ke T:
level 3 (kadang -Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
kadang) dengan yang adekuat
kriteria hasil : - Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan klien
1. Suhu tubuh dalam
rentang normal
K:
(36,50C – 37,50C)
-Kolaborasi pemberian antipiretik
2. Nadi RR dalam
(paracetamol)
rentang normal
3. Warna kulit tidak
kemerahan
23
TINDAKAN KEPERAWATAN
24
aromaterapi, teknik melakukannya
imajinasi terbimbing, sendiri
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Mengontrol DS : -
08.00 WIB lingkungan yang DO :
memperberat nyeri Lingkungannya
(mis. Suhu ruangan, lebih tenang
pencahayaan,
kebisingan )
-Berkolaborasi DO : Klien
memberikan mengatakan
09.00 WIB analgestik bersedia
DS : Klien
minum obat
DS : Klien
09.45 WIB -Memonitor TTV mengatakan
badannya masih
panas
25
DO :
TD: 150/80,
N: 60x/mnt,
S: 38,50C,
RR: 24x/mnt
-Melakukan
1. Nyeri akut 22 November DS : Klien
kolaborasi dengan
berhubungan 2019 mengatakan
tim medis dalam
dengan agens 08.00 WIB bersedia
pemberian obat
cidera DO : Klien
antipiretik
biologis minum obat
(paracetamol)
Mengidentifikasi
DS : Klien
lokasi, karakteristik,
08.05 WIB mengatakan
durasi,frekuensi,intens
nyeri dibagian
itas nyeri
kepala
P : Nyeri saat
DO : Klien
digerakan kepalanya
terlihat
Q : Nyeri seperti
menahan nyeri
ditusuk - tusuk
R : Nyeri dirasakan di
area kepala bagian
frontalis
S : Skala nyeri 2
T : Nyeri hilang
timbul
26
- Mengidentifikasi DS : Klien
08.15 WIB respons nyeri non mengatakan
verbal masih nyeri
DO : Klien
terlihat
memegang
kepalanya saat
berbicara
27
- Memonitor kulit suhu badannya
klien menurun
DO : suhu
tubuh 37,80C
dan kulit klien
tidak terlihat
merah dan
teraba seperti
suhu normal
-Melakukan
1. Nyeri akut 23 November DS : Klien
kolaborasi dengan
berhubungan 2019 mengatakan
tim medis dalam
dengan agens 08.05 WIB bersedia
pemberian obat
cidera DO : Klien
antipiretik
biologis minum obat
(paracetamol)
28
10.00 WIB - Mengidentifikasi DS : Klien
respons nyeri non mengatakan
verbal tidak merasa
nyeri
DO : Klien
tampak segar
2. Hipertermia 12.00 WIB -Berkolaborasi DS : Klien
b.d memberikan mengatakan
peningkatan analgestik bersedia
laju DO : Klien
metabolisme minum obat
29
12.30 WIB - Menganjurkan klien DS : Klien
untuk minum banyak mengatakan
air bersedia
DO : Klien
minum 1 gelas
air putih
CATATAN PERKEMBANGAN
30
P : Intervensi dilanjutkan
22 November 2019 Hipertermia b.d S : Klien mengatakan bahwa
Jam 11.00 WIB peningkatan laju suhu tubuh mulai menurun
metabolisme O : suhu: 37,80C ,kulit klien
tidak kemerahan dan tidak
terasa hangat lagi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
23 November 2019 Nyeri akut S : Klien mengatakan sudah
Jam 11.00 WIB berhubungan dengan tidak nyeri lagi
agens cidera biologis O : Klien tampak segar
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
23 November 2019 Hipertermia b.d S : Klien mengatakan suhu
Jam 13.30 WIB peningkatan laju tubuh sudah menurun
metabolisme O : Suhu 36,50C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan
ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS) yang
disebabkan oleh bakteri atau virus. Pada penderita Meningitis biasanya di jumpai Keluhan
pertama yaitu nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk
menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila
hebat, terjadi opistotonus yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi, Kesadaran menurun, tanda kernig dan brudzinsky positif . Untuk
penanganan penderita menginitis dapat diberikan terapi medis yaitu pemberian obat antibiotik
dan kortekosteroid. Selain itu dapat juga dilakukan terapi operatif yaitu tindakan operatif
mastoidektomi, trombektomi, jugular vein ligation, perisinual dan cerebellar abcess drainage.
3.2 Saran
1. Bagi pasien
Pada pasien yang sudah merasakan adanya tanda dan gejala yang timbul pada pasien,
sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan secepatnya di rumah sakit agar secepatnya
mendapatkan penanganan secara dini untuk mencegah terjadinya kompllikasi yang lebih
lanjut.
2. Bagi perawat
Pada perawat yang menangani pasien meningitis di harapkan dapat memberikan penkes
terhadap pasien, tanda dan gejala meningitis, tujuannya agar pasien bisa secepatnya dapat
melakukan tindakan pencegahan terkait penyakit meningitis.
3. Bagi rumah sakit
Disarankan untuk rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya dapat
meningkatkan sarana dan fasilitas tenaga kesehatan yang memadai, serta menampung dan
memberikan pelayanan kesehatan yang kooperatif dan profesional, tujuannya adalah untuk
mengurangi penderita meningitis di Indonesia, serta dapat bersaing dengan tenaga
kesehatan yang ada dimanca negara.
32
DAFTAR PUSTAKA
Syahruddin E dan Herman D. Kriptokokosis Paru Primer. Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta. J Respir Indo. 2007; 27(2): 120-24.
33