MENINGITIS
Pembimbing:
dr. Helda Juliani Siahaan Sp.S
Disusun Oleh
Rembran Ahmad
102121105
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT Hj. BUNDA HALIMAH
KOTA BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat ini dengan judul:
“Meningitis”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Syaraf di RS Hj. Bunda Halimah
Batam.
Penyelesaian referat ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada dr. Helda Juliani Siahaan,
M. Ked (Neu), Sp. S, teman sejawat, dan berbagai pihak lainnya yang tidak dapat saya sebut satu
per satu. Terima kasih saya ucapkan atas seluruh bimbingan dan pengarahan kepada penulis,
selama menimba ilmu di Stase Ilmu Penyakit Syaraf, RS Hj. Bunda Halimah Batam dan dalam
menyusun referat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
saran dan kritik sangat diharapkan. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga refrat ini dapat disetujui dan ada
manfaatnya dikemudian hari. Pada akhir kata, semoga referat ini dapat memperluas wawasan
pembaca serta teman-teman sejawat
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan medula
spinalis yang dapat menyebabkan berbagai macam manifestasi klinis.
Meningitis juga merupakan kasus kegawatdaruratan dibidang neurology
sehingga diperlukan diagnosa dan pengobatan sedini mungkin untuk
mengurangi angka kematian dan kecacatan. Pada umumnya meningitis
disebabkan oleh infeksi kuman patogen yang menginvasi meninges melalui
pembuluh darah dibagian lain dari tubuh, seperti virus, bakteri, spiroketa,
fungus, protozoa dan metazoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri.
Akan tetapi meningitis dapat juga terjadi karena iritasi kimia, perdarahan
subarachnoid, kanker atau kondisi lainnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Meningitis
B. Faktor Resiko
4. Infeksi HIV
6. Alkoholisme,sirosish
7. Talasemia mayor
7
C.Etiologi dan Klasifikasi Meningitis
1 Etiologi terjadinya meningitis, yaitu:
Infeksi HIV
Talasemia mayor
8
Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis
yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Penyebabnya antara lain:
Diplococcus pneumonia (pneumokokus), Neisseria meningitis
(meningokokus), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumniae,
Peudomonas aeruginosa (Mardjono dkk, 2013).
10
c. Jamur:
Jamur yang menginfeksi manusia terdiri dari dua kelompok
yaitu, Jamur patogenik dan portunistik. Jamur patogenik adalah
beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi manusia normal setelah
inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah, manusia dengan penyakit
kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih rentan terserang
infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik
menyebabkan histoplasmosis, blastomicosis, coccidiodomicosis dan
paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur
appostunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat menyerang orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang buruk. Penyakit yang termasuk disini
adalah aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis
(phycomycosis) dan nocardiosis (Dewanto dkk, 2009).
Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan
meningitis akut, subakut dan kronik biasa pada anak dengan
imunosupresi terutama anak dengan leukemia dan asidosis. Dapat juga
pada pasien yang imunokompeten. Streptococcus Neoformans dan
coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur pada
pasien imunokompeten. Meningitis Kripticoccus yang disebabkan oleh
jamur Kripticoccus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita
menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kripticoccus ini dapat
menginfeksi kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kripticoccus
ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 dibawah 100.
Diagnosis: Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat di tes
untuk Kripticoccus dengan dua cara. Tes yang disebut “CRAG”
mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh Kripticoccus. Tes
biakan mencoba menumbuhkan jamur Kripticoccus dari contoh cairan.
Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasil pada hari yang
sama. Tes biakan membutuhkan waktu seminggu atau lebih untuk
menunjukan hasil positive. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat
di tes secara cepat bila diwarnai dengan tinta india (Dewanto dkk,
2009).
11
D. Epidemiologi
a. Orang/Manusia
b. Tempat
c. Waktu
12
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana
kasus- kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan
Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim
dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya
terjadi pada musim panas.
d. Agen Infeksi
a. Meninges
Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang
berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang
membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang
epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan
jaringan lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah
sempit, ruang subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan
luarnya pada medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari
mesenkim.
ii. Arachnoid
Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak
pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia
15
tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara pia mater dan elemen
neural terdapat lapisan tipis cabang- cabang neuroglia, melekat erat pada pia
mater dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat
yang memisahkan SSP dari cairan serebrospinal. Piamater menyusuri seluruh
lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk jarak
tertentu bersama pembuluh darah. pia mater di lapisi oleh sel-sel gepeng yang
berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat
melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler. Pia mater
lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi menjadi kapiler. Dalam
susunan syaraf pusat, kapiler darah seluruhnya
dibungkusolehperluasancabangneuroglia
16
Gambar 2. Hubungan Meninges dan Jaringan Sekitarnya (diambil dari
kepustakaan 11)
17
oksigen, dan sebagian besar zat larut lipid, seperti alkohol dan zat
anestesi; sedikit permeabel terhadap elektrolit, seperti natrium, klorida, dan
kalium; dan hampir tidak permeabel terhadap protein plasma dan banyak
molekul organik berukuran besar yang tidak larut lipid.
iii. Kaki-kaki astrosit yang menempel pada lapisan luar dinding kapiler.
18
Gambar 4. Struktur Penyusun Sawar Darah Otak (diambil dari
kepustakaan 12)
Pleksus koroid terdiri atas lipatan-lipatan ke dalam dari pia mater yang
menyusup ke bagian dalam ventrikel. Dapat ditemukan pada atap ventrikel
ketiga dan keempat dan sebagian pada dinding ventrikel lateral. Plexus koroid
merupakan struktur vaskular yang terbuat dari kapiler fenestra yang
berdilatasi. Pleksus koroid terdiri atas jaringan ikat longgar dari pia mater,
dibungkus oleh epitel selapis kuboid atau silindris, yang memiliki
karakteristik sitologi dari sel pengangkut ion. Fungsi utama pleksus koroid
adalah membentuk cairan serebrospinal, yang hanya mengandung sedikit
bahan padat dan mengisi penuh ventrikel, kanal sentral dari medula spinalis,
ruang subarachnoid, dan ruang perivasikular. Ia penting untuk metabolisme
susunan saraf pusat dan merupakan alat pelindung, berupa bantalan cairan
dalam ruang subarachnoid. Cairan itu jernih, memiliki densitas rendah (1.004-
1.008 gr/ml), dan kandungan proteinnya sangat rendah. Juga terdapat
beberapa sel deskuamasi dan dua sampai lima limfosit per milliliter. Cairan
serebrospinal mengalir melalui ventrikel, dari sana ia memasuki
19
ruang subarachnoid. Disini vili araknoid merupakan jalur utama untuk
absorbsi CSS ke dalam sirkulasi vena.
20
F. Patofisiologi
a. Meningeal Invasion
21
b. Induksi Inflamasi
Sawar darah otak, menjaga susunan syaraf pusat terhadap bahaya yang
datang dari lintasan hematogen. Proses radang juga menyebabkan terjadinya
perubahan permeabilitas dari kapiler otak yang sebelumnya kedap dan selektif
terhadap berbagai macam zat, menjadi permeabel sehingga terjadi kebocoran
plasma dan dapat menyebabkan kuman masuk kedalam cairan serebrospinal
dan ruang subarachnoid. Dengan demikian peradangan akan terus terjadi tidak
hanya pada pembuluh darah. Selain itu Proses radang yang mengenai vena-
vena di korteks dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan
degenerasi neuron- neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural
yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kranialis. Pada meningitis yang
disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
22
berperan dalam absorbsi cairan serebrospinal sehingga menimbulkan
hidrosefalus. Selain itu, plexus koroideus yang berfungsi untuk memproduksi
cairan serebrospinal jika terkena radang akan meningkatkan produksinya
sehingga timbul hidrosefalus komunikans. Jika terus berlanjut akan
menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial sehingga
terjadi kompresi pada otak dan pembuluh darah, menurunkan aliran suplai
nutrisi dan oksigen. Jika proses ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi
jaringan otak, defisit neurologis, berupa parese nervus kranialis dan
hemiparese, penurunan kesadaran dan bahkan kematian.
23
Gambar 6. Gambaran Kapiler pada Edema Otak (diambil dari kepustakaan 12)
G. Manifestasi Klinis
a. Demam
b. Nyeri kepala
c. Kaku kuduk.
25
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu
dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala
yang hebat, gangguan kesadaran dan kadang disertai kejang terutama pada
bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, terjadi
parese nervus kranialis, hemiparese atau quadripare, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.
H. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesa
Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis yaitu demam,
nyeri kepala hebat dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu mual, muntah,
fotofobia, kejang fokal atau umum, gangguan kesadaran. Mungkin dapat
ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus, ataupun katup
jantung. Pada bayi atau neonates, gejala bersifat nonspesifik seperti
demam, iritabilitas, letargi, muntah, dan kejang (Mardjono dkk, 2013).
b. Pemeriksaan Fisik
26
Terdiri dari inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik
penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam
2013).
sirkulasi. Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas.
Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu 5 menit. Karena itu,
adalah singkat.
Pemeriksaan Neurologis
Perhatikan sikap penderita waktu berbaring apakah tenang
dan santai yang menandakan bahwa penurunan kesadaran tidak dalam.
Adanya gerakan menguap dan menelan menandakan bahwa turunnya
kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang
tergantung didapatkan pada penurunan kesadaran yang dalam.
a. GCS (Glasgow Coma Scale)
GCS digunakan untuk memperhatikan tanggapan (respons) penderita
27
terhadap rangsang dan memberi nilai pada respons tersebut.
Tanggapan/respons penderita yang perlu diperhatikan adalah: Membuka
mata, Respons Verbal (Berbicara), Respons Motorik (Gerakan)
(Mardjono dkk, 2013).
28
iv. Pemeriksaan Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski
II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari
pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum.Tanda Brudzinski III
positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas superior.
vi. Pemeriksaan Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari
tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila
terjadi flexi involunter extremitas inferior.
vii. Pemeriksaan Lasegue
c.Pemeriksaan Penunjang
29
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
1. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
Pemeriksaan Darah2
ii. Kultur
2. Nasofaring
3. Sputum
4. Urin
5. Lesi kulit
31
kemungkinan adanya penyakit pada mastoiddasinusparanasal.
4. Papiledema
5. Gangguan kesadaran
32
Gambar 7. CT-Scan pada Meningitis Bakteri. Didapatkan ependimal
enhancement dan ventrikulitis (diambil dari kepustakaan 15 )
I. Penatalaksanaan
a. Meningitis Virus
33
ensefalitis. Dosis asiklovir intravena adalah (10mg/kgBB/8jam).
b. Meningitis Bakteri
34
Age or Predisposing Feature Antibiotics
Age 0-4 wk Amoxicillin or ampicillin plus either cefotaxime
or an aminoglycoside
i. Neonatus-1 bulan
35
iii. Bayi usia 3 bulan sampai anak usia 7 tahun
1. Dosis anak
2. Dosis dewasa
36
Dapat ditambahkan dengan Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12 jam
atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam). Jika
dicurigai basil gram negatif diberikan ceftazidime (2 g IV/ 8 jam).
37
c. Meningitis Sifilitika
d. Meningitis Fungal
e. Meningitis Tuberkulosa
f. Meningitis Parasitik
J. Diagnosis Banding
b. Ensefalitis
c. Neoplasma serebral
d. Perdarahan Subarachnoid
K. Komplikasi Meningitis
L. Prognosis
41
M. Pencegahan Meningitis
a.Pencegahan Primer
B,Pencegahan Sekunder
a. Pencegahan Tertier
43
BAB IV
KESIMPULAN
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Mahar M & Priguna S, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. PT.
Dian Rakyat, Jakarta.
2. Hasbu, Rodrigo, May 7, 2013. Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall
11. Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC,
Jakarta.
12. Yuliana, 2013. Tinjauan Histologi Sawar Darah Otak. Vol. 9. Jurnal
Kedokteran. Bagian Histologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.
13. Jawetz, dkk., 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. EGC, Jakarta.
46
14. Fatimah, 2012. Pemeriksaan Klinis Neurologi 1. Article. Available at
http://publichealthnote.blogspot.com/2012/04/pemeriksaan-klinis-
neurologi.html
15. Lutfi, et all., 2013. Imaging in Bacterial Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/341971-overview#showall
16. Allan, dkk., 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial
Meningitis. Journal. Infectious Diseases of America (IDSA).
17. Pedoman Nasional, 2006. Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
18. Emad, 2012. Neurologic Complications of Bacterial Meningitis. Journal. In
tech. Available at http://cdn.intechopen.com/pdfs/34319/InTech-
Neurologic_complications_of_bacterial_meningitis.pdf
19. Djauzi, S., Sundaru, H., 2003. Imunisasi Dewasa. Penerbit FK UI, Jakarta.
20. Mansjoer, A.,dkk., 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Media
Aesculapius, Jakarta.
21. World Health Organization. (2016). Global Tuberculosis Report
22. Baehr dan Frothscher. Diagnosis Topik Neurologis DUUS Edisi 4. Jakarta:
EGC.2012:365-368
23. Chalik, Raimundus. (2016). Buku Anatomi Fisiologi Manusia. Cetakan Pertama,
Desember 2016. Hal: 57.
24. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. (2009). Panduan praktis diagnosis dan
tata laksana penyakit saraf. Cetakan Ke-1. Jakarta: EGC. hal.43-48.
25. Johnson,R.T. Viral Infections of the Nervous System. Raven Press. New York. 2010.
26. Junqueira & Carneiro, 2005. Basic Histology Text & Atlas. 11 edition. McGraw-
Hill Companies, New York.
27. Lumbantobing SM. (2013). Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta:Balai Penerbit FK UL.Hlm. 8-84.
28. Lumbantobing S.M. (2021). Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
UI Publishing. Cetakan ke-21.
47