Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

MENINGITIS

Pembimbing :

Dr. Tutwuri Handayani, Sp.S, M.Kes

Disusun oleh :

Alvionita Citra Mayrani

2016730113

KEPANITRAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH R. SYAMSUDIN, SH SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 27 JULI - 2 AGUSTUS 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, karena Rahmat, Anugerah
dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul
“Meningitis & Tetanus”. Laporan referat ini disusun sebagai salah satu syarat tugas pada
stase Ilmu Kesehatan Saraf di RSUD R. Syamsudin, SH Sukabumi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak yang membaca laporan kasus ini.
Wassalamua’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 28 Juli 2020


Penulis

(Alvionita Citra Mayrani)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
Latar Belakang Meningitis.....................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................6
Meningitis.............................................................................................................................6
A. Definisi....................................................................................................................6
B. Patofisiologi.............................................................................................................7
C. Klasifikasi................................................................................................................9
D. Gejala Klinis..........................................................................................................14
E. Diagnosis...............................................................................................................17
F. Penatalaksanaan.....................................................................................................22
G. Komplikasi.............................................................................................................25
H. Prognosis................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Meningitis


Infeksi sistem saraf pusat merupakan masalah kesehatan serius yang perlu segera
diketahui dan ditatalaksana untuk meminimalisir gejala sisa neurologis yang serius dan
memastikan keselamatan pasien, diantara penyakit infeksi sistem saraf pusat yang amat
berbahaya salah satunya adalah meningitis. Di negara berkembang maupun di negara
maju, meningitis merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka
kematiannya masih cukup tinggi karena dapat menyebabkan kerusakan permanen pada
saraf dan otak.
Meningitis adalah infeksi pada selaput pelindung yang mengelilingi otak dan sumsum
tulang belakang. Selaput pelindung otak atau meningens terdiri dari duramater,
arakhnoid dan piamater. Selain itu, sistem saraf pusat dilindungi dari benda-benda asing
oleh Blood Brain Barrier dan tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada
pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen. Infeksi
pada Blood Brain Barrier yang mengitari otak dan sumsum tulang belakang oleh karena
bakteri atau virus biasanya menyebabkan peradangan. Bagaimanapun juga hal seperti
kecelakaan, kanker, obat-obatan dan jenis infeksi lainnya dapat pula menyebabkan
meningitis.
Meningitis menunjukkan Classic triad yaitu demam, kaku kuduk, sakit kepala dan
bila mengenai parenkim otak akan memperlihatkan penurunan tingkat kesadaran,
kejang, defisit neurologis fokal, serta kenaikan tekanan intrakranial.
Meskipun terdapat terobosan terbaru dalam hal diagnosis, pengobatan dan vaksinasi,
pada tahun 2015 dilaporkan terdapat sekitar 8,7 juta kasus meningitis di seluruh dunia
dengan angka kematian mencapai 379.000 jiwa. Meningitis dapat mengenai semua usia,
di Amerika Serikat dilaporkan ras kulit hitam lebih banyak menderita meningitis
dibandingkan ras kulit putih. Pada sebagian besar kasus, sekitar 70% kasus meningitis
terjadi pada anak di bawah 5 tahun dan orang tua di atas usia 60 tahun. Di Amerika,
insidens rate meningitis akibat bakteri di Amerika Serikat mengenai 3 per 100.000
penduduk pertahun. Sedangkan karena virus mengenai 10 per 100.000 penduduk
pertahun.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2007, angka kematian akibat
meningitis dan ensefalitis mencapai 0,8% dari seluruh kematian yang terjadi pada semua
usia.
Masih banyaknya kematian yang disebabkan oleh meningitis harus menjadi perhatian
bagi pihak pemerintah maupun kalangan medis, oleh karena itu pemahaman baik
tentang etiologi dan patofisiologi meningitis merupakan kunci utama dalam membantu
tenaga medis untuk menegakkan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang sesuai karena
pengobatan meningitis sangat tergantung dari penyebab spesifiknya.

.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Meningitis
A. Definisi
Meningitis didefinisikan sebagai inflamasi selaput otak atau meninges.
Meninges adalah tiga membran yang terdiri dari duramater, arakhnoid dan piamater
yang melapisi otak dan medulla spinalis. Meningitis paling sering disebabkan oleh
virus atau bakteri.
Namun meningitis dapat disebabkan oleh kejadian non-infektif seperti
gangguan autoimun, kecelakaan pasca operasi, reaksi obat dan lainnya. Patogen
penyebab meningitis meliputi bakteri, virus, jamur dan parasit (namun jarang terjadi).

Gambar 1 1 Selaput otak


B. Patofisiologi
Penularan patogen dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, sekret, cairan bersin dan cairan
tenggorok penderita.
Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini.
Patogen ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke
dalam liquor serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
Meningitis biasanya terjadi melalui dua rute inokulasi, yaitu: penyebaran
hematogen dan penyebaran langsung secara berdekatan. Penyebaran secara
hematogen diawali dengan patogen membentuk koloni di nasofaring dan memasuki
pembuluh darah sesudah invasi mukosa. Setelah membentuk jalan menuju spasium
subarakhnoid, patogen akan melewati blood brain barrier, yang menyebabkan
inflamasi dan timbulnya reaksi imun tubuh. Penyebaran secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya terjadi pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia,
bronkopneumonia dan endokarditis. Penyebaran langsung secara berdekatan ialah
cara yang dilewati oleh patogen untuk memasuki liquor serebrospinal melalui struktur
anatomi yang berdekatan dengan otak (abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis
sinus kavernosus dan sinusitis), benda asing (alat medis, trauma tembus), atau
prosedur selama operasi. Virus dapat menembus sistem saraf pusat melaui transmisi
retrograde sepanjang jalur saraf atau dengan penyebaran hematogen. Invasi patogen
ke dalam spasium subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada araknoid dan
piamater, liquor serebrospinal dan sistem ventrikulus.
Diawali dengan arteri meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear
ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari
terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel sel plasma.
Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan
kelainan kranial. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, liquor serebrospinal
tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
C. Klasifikasi

1. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak


Meningitis serosa Meningitis purulenta
Ditandai dengan cairan CSS jernih, Ditandai dengan cairan CSS keruh, tekanan
tekanan yang bervariasi, jumlah leukosit meningkat, jumlah leukosit dan protein
meningkat, glukosa dan protein normal. meningkat, glukosa menurun.

2. Berdasarkan perjalanan waktu penyakit


Akut Kronik
Gejala biasanya tiba-tiba dengan Gejala dapat menetap, berfluktuasi atau
perlahan-lahan memburuk
perkembangan dalam beberapa jam
(<24 jam)
Terjadi antara 0 -14 hari Meningitis selama 4 minggu atau lebih
Kebanyakan disebaban oleh bakteri atau Kebanyakan disebabkan oleh fungi,
virus Mycobacterium tuberculosis, rickettsiae,
SLE
Diagnosis dengan Kultur LCS Kultur LCS perlu dilakukan berulang.
Bahkan biopsi, cisternal/ventrikel puncture
diperlukan.

3. Berdasarkan etiologi
Infektif
Bakteria
 Streptococcus pneumoniae
 Neisseria meningitidis
 Haemophilus influenzae
 Listeria monocytogenes
 Staphylococcus aureus
 Mycobacterium tuberculosis
 Borrelia burgdorferi
 Treponema pallidum
 Escherichia coli
Virus
 Non-polio enterovirus (echovirus, coxsackievirus)
 Mumps
 Paraechovirus
 Influenza
 Herpesvirus (EBV, herpes simplex virus, varicella-zoster virus)
 Measles
 Arbovirus
Protozoa dan parasit
 Angiostrongylus cantonensis
 Baylisascaris procyonis
 Gnathostoma spinigerum
 Naegleria fowleri
Fungi
 Cryptococcus neoformans
 Blastomyces
 Histoplasma
 Coccidioides
 Candida
Non-infektif
 Kanker
 Lupus Eritematosus Sistemik
 Cedera Kepala
 Pembedahan otak

a. Meningitis Virus
Infeksi virus adalah penyebab paling umum dari semua tipe meningitis.
Seringkali lebih ringan daripada meningitis bakteri dan kebanyakan orang sembuh
dengan sendirinya (tidak memerlukan pengobatan khusus). Namun, orang dengan
imunitas tubuh lemah cenderung memiliki gejala yang parah. Non-polio
enterovirus adalah penyebab tersering di Amerika Serikat. Semua usia memiliki
risiko penularan yang sama. Namun beberapa orang memiliki risiko lebih tinggi
yaitu anak usia kurang dari 5 tahun dan orang dengan kelemahan sistem imun
yang diakibatkan oleh penyakit, pengobatan dan pasca transplantasi organ.

b. Meningitis Bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu yang paling serius dengan mortalitas
dan morbiditas yang tinggi. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam. Namun
kebanyakan orang sembuh dari meningitis ini. Bagaimana pun, disabilitas
permanen seperti kerusakan jaringan otak, tuli, dan ketidakmampuan dalam
belajar akan sangat mungkin terjadi.
Terdapat banyak bakteri yang dapat menyebabkan meningitis, tetapi
organisme yang berbeda cenderung mempengaruhi kelompok umur yang berbeda.
Infeksi meningitis bakteri biasanya terjadi secara sekunder akibat bakteremia,
meskipun infeksi juga dapat terjadi akibat penyebaran langsung dari fokus infeksi
yang berdekatan seperti di telinga, fraktur tengkorak atau sinus. Meningokokus
dan penyebab umum lainnya dari meningitis adalah komensal normal pada saluran
pernapasan atas. Beberapa bakteri penyebab dapat dihubungkan dengan kejadian
sepsis. Sepsis merupakan suatu respon tubuh yang ekstrem terhadap infeksi.
Tanpa pengobatan yang tepat, sepsis akan dengan cepat terjadi dan menyebabkan
kerusakan jaringan, gagal organ, dan kematian.
Penyebab Bakteri Meningitis berdasarkan Usia
Usia Bakteri
Faktor
Neonatus Streptococcus grup b, S. pneumoniae, L.
penting
monocytogenes, E. coli
dalam Bayi dan balita  Haemophilus influenzae
 Neisseria meningitidis
 Streptococcus pneumoniae
Anak yang lebih tua  Neisseria meningitis
dan dewasa  Streptococcus pneumoniae
 Neisseria meningitidis
 L. monocytogenes
menentukan prognosis pada meningitis bakteri adalah diagnosis dini dan terapi segera yang
tepat.
Secara umum, bakteri penyebab meningitis tersebar melalui orang ke orang
lain. Seperti contoh, L. monocytogenes dapat menyebar melalui makanan. Penting
untuk diingat bahwa tidak semua orang mengalami gejala meningitis ketika
bakteri tersebut ada dalam tubuhnya, hal ini disebut carrier.
Terdapat beberapa contoh paling umum, bagaimana orang dapat menyebarkan
beberapa tipe bakteri ke orang lain: Streptococcus grup b pada saat proses
melahirkan, S. pneumoniae & Hib melalui droplet ketika batuk atau bersin, N.
meningitidis melalui air liur, E.coli melalui makanan yang disiapkan oleh orang
yang tidak mencuci tangannya setelah memakai toilet.
Meningokokus (Neisseria meningitidis) sekarang berada di urutan kedua
Streptococcus pneumoniae sebagai penyebab paling umum meningitis bakteri di
Eropa Barat, sementara di AS Haemophilus influenzae tetap umum. Di India,
Haemophilus influenza B dan Streptococcus pneumoniae mungkin merupakan
penyebab paling umum meningitis bakteri, setidaknya pada anak-anak.
Kehilangan pendengaran adalah komplikasi yang sering terjadi. Meningitis
pneumokokus sering dikaitkan dengan liquor serebrospinal yang sangat purulen
dan mortalitas yang tinggi, terutama pada orang dewasa yang lebih tua.
Meningokokus dikaitkan dengan ruam purpura pada 70% kasus. Ketika
disertai dengan septikemia, dapat timbul dengan sangat cepat dengan onset tiba-
tiba akibat edema serebral, mungkin sebagai akibat pelepasan endotoksin dan atau
sitokin, dan syok. Meningococcemia adalah diseminasi meningokokus ke dalam
aliran darah dimana pasien dapat merasa tidak sehat selama berminggu-minggu
atau bahkan berbulan-bulan dengan demam berulang, nyeri kepala, mialgia,
muntah, ekstremitas dingin, muntah, berkeringat, takikardi dan ruam
maculopapular eritematosa.

Gambar 1 2 Ruam Makulopapular pada Meningococemia

Meningitis Tuberkulosis adalah manifestasi dari tuberkulosis ekstrapulmoner


yang disebabkan oleh penyebaran Mycobacterium tuberculosa ke meninges,
membentuk kompleks subependimal (Rich focus). Kompleks ini dapat pecah
memasuki spasium subarakhnoid dan menyebabkan respon inflamasi yang intens.
Eksudat yang timbul akibat inflamasi ini dapat merusak nervus kranial dan
menyebabkan palsi nervus, memasuki pembuluh darah sehingga menyebabkan
vaskulitis dan memblokade liquor serebrospinal.
Patofisiologi dari meningitis tuberkulosis terjadi paling sering segera setelah
infeksi primer pada masa kanak-kanak atau sebagai bagian dari tuberkulosis
milier.
Gambaran klinis dari meningitis tuberkulosis yaitu demam, nyeri kepala,
defisit neurologis fokal, dan perubahan sensori. Meningitis tuberkulosis yang tidak
diobati berakibat fatal dalam beberapa minggu, tetapi pemulihan total adalah
aturan jika pengobatan dimulai sebelum munculnya tanda-tanda fokal atau stupor.
Ketika pengobatan dimulai pada tahap selanjutnya, tingkat pemulihannya adalah
60% atau kurang (defisit neurologis permanen).

c. Meningitis jamur
Meningitis jamur sangat jarang terjadi, terutama di Amerika Serikat. Hal ini
dapat berkembang setelah infeksi primer pada bagian tubuh menuju otak atau
sumsum tulang belakang dan menyebabkan infeksi sekunder.
Jamur tersebut berukuran sangat kecil dan menyebar di seluruh dunia. Orang
dapat terinfeksi hanya dengan menghirup jamur. Criptococcus biasanya terdapat
pada kayu busuk dan kotoran burung, Histoplasma terdapat pada kotoran
kelelawar dan burung, Blastomyces pada tanah lembab dan kayu busuk, dan
Coccidioides terdapat pada tanah di wilayah Amerika Serikat.
Walaupun semua orang dapat terinfeksi meningitis jamur, namun orang
dengan kelemahan sistem imun merupakan kelompok yang paling berisiko tinggi.
Infeksi HIV dan kanker adalah contoh dari kondisi sistem imun yang lemah.
Beberapa pengobatan yang dapat menyebabkan menurunnya sistem imun yaitu,
steroid, pengobatan yanng diberikan pasca transplantasi organ, dan anti-TNF.

d. Meningitis dengan etiologi lainnya


Meningitis juga dapat disebabkan oleh patologi non-infektif. Hal ini terlihat
pada meningitis aseptik berulang karena SLE, penyakit atau sarkoidosis Behcet,
serta kondisi asal yang sebelumnya tidak diketahui yang dikenal sebagai sindrom
Mollaret di mana meningitis berulang dikaitkan dengan sel-sel epiteloid dalam
cairan tulang belakang (sel 'Mollaret'). Bukti terbaru menunjukkan bahwa kondisi
ini mungkin disebabkan oleh virus herpes manusia tipe 2, dan karena itu memang
infektif. Meningitis juga dapat dilihat karena invasi langsung dari meninges oleh
neoplasma (meningitis ganas).

D. Gejala Klinis
Meningitis dapat ditandai dengan gejala klinis yang bervariasi tergantung dari usia
pasien dan status imunitas tubuhnya. Gejala yang tipikal meliputi demam, nyeri pada
leher atau kaku kuduk, dan fotofobia. Gejala yang lebih non-spesifik termasuk nyeri
kepala, pusing, kebingungan, delirium, iritabilitas dan mual/muntah. Tanda dari
peningkatan tekanan intrakranial juga terjadi (penurunan status mental, defisit neurologis
dan kejang) dengan prognosis yang buruk. Berikut adalah beberapa gejala terkait dengan
etiologinya:

1. Meningitis virus

Gejala klasik yang muncul pada bayi berupa demam, bayi cenderung rewel,
sulit makan, sering tidur atau sulit untuk dibangunkan, lemah atau letargi. Gejala
umum yang muncul pada anak-anak dan dewasa berupa demam, nyeri kepala, kaku
kuduk, fotofobia, sering tidur, mual, muntah, iritabilitas, nafsu makan menurun,
letargi. Kebanyakan pasien basanya akan mengalami perbaikan gejala dalam 7
sampai 10 hari tanpa pengobatan khusus. Beberapa gejala memang tampak sama
denga meningitis bakteri namun pada meningitis virus biasanta lebih ringan. Pada
meningitis bakteri dapat menyebabkan komplikasi serius berupa ketulian, kerusakan
jaringan otak, dan penurunan pembelajaran. Beberapa patogen penyebab meningitis
bakteri dapat menyebabkan sepsis.

Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumps virus ditandai


dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer
parotis sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang
disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular
yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang
tampak pada meningitis Coxsackievirus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum,
uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,
muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Sakit kepala biasanya merupakan
gejala yang paling parah. Mungkin ada demam tinggi, tetapi tanda-tanda neurologis
fokal jarang terjadi.

Meningitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari infeksi virus terutama
yang melibatkan organ lain: misalnya, pada mumps, campak, mononukleosis
infeksi, herpes zoster dan hepatitis. Aturannya adalah harus melakukan pemulihan
total tanpa terapi spesifik.

2. Meningitis bakteri
Onset cepat dapat berupa demam tinggi, nyeri kepala, dan kaku kuduk serta
gejala lainnya seperti mual, muntah, fotofobia, dan penurunan status mental. Pada
neonatus dan bayi mungkin gejala klasik lebih sulit untuk diketahui, biasanya sering
terjadi bayi menjadi kurang aktif, lebih rewel, muntah, dan malas menyusu. Pada
bayi, dokter dapat menemukan fontanela membengkak atau timbul refleks
abnormal.
Gejala dari meningitis bakteri dapat timbul secara cepat atau teradi dalam
beberapa hari. Umumnya, gejala akan muncul dalam 3 sampai 7 hari sesudah
paparan. Gejala akhir dari meningitis bakteri yang terparah bisa sangat serius
berupa kejang dan koma. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab
Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus grup b dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Oleh karena alasan ini,
pasien harus segera di bawa ke rumh sakit secepat mungkin.
Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri
kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung.
Meningitis pneumokokus dapat dikaitkan dengan pneumonia dan terjadi
terutama pada pasien yang lebih tua dan alkoholik, serta mereka yang tidak
memiliki limpa yang berfungsi. Listeria monocytogenes baru-baru ini muncul
sebagai penyebab meningkatnya meningitis pada orang dengan tekanan darah
rendah, penderita diabetes, pecandu alkohol, dan wanita hamil. Ini juga dapat
menyebabkan meningitis pada neonatus.

3. Meningitis meningokokus
Meningitis meningekokus memiliki gejala yang sangat tidak spesifik, terutama
pada anak-anak. Kesakitan akut oleh N. meningitidis dapat menyebabkan
septikemia dan meningitis dengan persentasi kejadian mendekati 12% kasus. Gejala
dan tanda klasik dari meningitis meningokokus adalah nyeri kepala akut, fotofobia,
kaku kuduk, mual, muntah dan tanda khas yang timbul berupa petekie atau purpura
dan biasanya terdapat pada remaja dan dewasa. Pada pasien yang lebih tua biasanya
muncul gejala kaku kuduk dan menurunnya kesadaran. Penyebab kematian dari
meningitis mungkin dikorelasikan dengan meningkatnya tekanan intrakranial.
Ketika terjadi sepsis, komplikasi dari penyakit mungkin meningkat cepat dan
diiringi dnegan syok sirkulasi dan penurunan kesadaran.
E. Diagnosis
Beberapa hal ini termasuk faktor risiko yang harus diwaspadai seperti paparan kontak
dekat (barak militer, asrama), vaksinasi yang tak komplit, immunosupressan, anak-anak
dengan usia di bawah 5 tahun dan lansia, serta peminum alkohol.
Salah satu yang harus diteliti adalah riwayat paparan, kontak seksual, kontak dengan
hewan, riwayat pembedahan, riwayat bepergian, dan musim. Kebanyakan kasus
meningitis virus terjadi selama musim panas.
Pada dewasa, pemeriksaan fisik dipusatkan pada mengidentifikasi defisit neurologis
fokal, tanda rangsangan meningeal seperti tanda Brundzinski dan Kernig, dan khususnya
pada meningitis meningokokus terdapat karakteristik berupa lesi kulit (petekie dan
purpura). Kelainan nervus kranialis terlihat pada 10-20% kasus.
Gejala dan tanda pada neontus dan bayi sangat tidak umum. Mereka bisa
menunjukkan demam atau hipotermia, penurunan intake minum, penurunan status mental,
rewel, dan fontanela membengkak. Sangat penting untuk melakukan vaksinasi, beberapa
contoh vaksin seperti Pneumococcus, H. influenzae tipe B, Meninococcus, Measles, dan
Varicella virus.

1. Pemeriksaan Rangsang Meningeal

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.

b. Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, kaki diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.

c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah


kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada tungkai

Gambar 1 4 Brudzinski 1 Sign

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pungsi Lumbal

Pada meningitis, penting untuk dilakukan diagnosa dengan analisa liquor


serebrospinal menggunakan tindakan pungsi lumbal, dimana di dalamnya
termasuk perhitungan leukosit, glukosa, protein, kultur dan polymerase chain
reaction (PCR). Idealnya pengambilan sampel dari LCS harus dilakukan sebelum
diberikan pengobatan antimikroba. Namun jika pasien sakit parah dan diagnosis
sudah dipertimbangkan kepada meningitis bakteri, antimikroba harus sudah
diberikan sebelum melakukan lumbal pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan
dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
CT Scan kepala sebelum melakukan pungsi lumbal harap dilakukan, karena
salah satu kontroversi mengenai dilakukannya pungsi lumbal adalah prosedur ini
dapat memicu herniasi otak dan kematian akibat peningkatan tenkanan
intrakranial.

Saat ini, pedoman merekomendasikan kontra indikasi pungsi lumbal jika


didapatkan kecurigaan peningkatan tekanan intrakranial lewat hasil CT Scan
kepala dan mulai pemberian antibiotik empiris dan perawatan suportif.

Gambar 1 5 Posisi saat pungsi lumbal


 Pada meningitis virus, liquor serebrospinal tampak jernih, dengan tekanan yang
normal, hitung leukosit <300 dominan limfositik, protein meningkat <200 mg/dl
dan glukosa dalam batas normal.

 Pada meningitis jamur, cairan tampak jernih, tekanan normal-meningkat, hitung


leukosit meningkat <500, protein meningkat >200 mg/dl dan glukosa rendah-
normal
Gambar 1 6 Expected CSF finding in bacterial versus viral versus fungal Meningitis, StastPearls
 Pada meningitis bakteri, cairan Publishing LLC dengan tekanan meningkat, hitung
tampak keruh,
leukosit sangat meningkat >1000-2000, protein meningkat >200 mg/dl dan
glukosa menurun <40 mg/dl
b. Pemeriksaan lainnya

Pemeriksaan tambahan harus dilakukan pada etiologi:

o Virus: Multipel dan spesifik PCRs

o Jamur: Kultur CSS, Pewarnaan Tinta India untuk Cryptococcus

o Bakteri:

o Darah lengkap: hb, LED, glukosa, ureum, elektrolit

o Pemeriksaan latex aglutinasi atau PCR untuk 3 kuman


penyebab, kultur darah dan kultur CSS serta tes kepekaan
antibiotik

o Pemeriksaan mikrobiologi: pewarnaan gram pada darah dan


CSS

o EEG bila terdapat kejang


 Syphilis: LCS VDRL

Gambar 1 7 Multiplex PCRs Gambar 1 8 India Ink Cryptococcal

Gambar 1 9 Neisseria meningitidis culture

c. Pemeriksaan Radiologis

Indikasi untuk CT scan atau MRI sebelum Pungsi Lumbal

1. Immunocompromised

2. Riwayat penyakit CNS

3. Serangan baru

4. Papilledema

5. Perubahan tingkat kesadaran


6. Defisit fokal neurologi

F. Penatalaksanaan

Untuk penatalaksaan meningitis dimulai dengan terapi empiris. Setelah mendapatkan hasil
kultur, mulai pengobatan dengan terapi definitif.

Gambar 1 10 Initial Management of Suspected Acuted Meningitis


Usia dan faktor prediposisi Antibiotik
Usia 0-4 minggu Ampicillin IV + cefotaxime IV + Acyclovir
IV
Usia 1 bulan sampai 17 tahun Ampicillin IV + ceftriaxone IV
Usia dewasa (18 sampai 49 tahun) Ceftriaxone IV + vancomycin IV
Dewasa di atas 50 tahun dan gangguan Ceftriaxone IV + vancomycin IV +
imunitas selular Ampicillin IV
Meningitis non-infektif Cefepime IV / cefzidime IV / meropenem IV
+ vancomycin IV
Meningitis jamur Amphotericin B IV + flucytosine oral

Karakter Pasien Etiologi tersering Pilihan antibiotik


Neonatus Streptococcus grup b, L. Ampicillin + cefotaxime
monocytogenes, E. coli
Usia 2 bulan – 18 tahun N. meingitidis, S. pneumonia, Ceftriaxone
H. influenzae
Usia 18 – 50 tahun S. penumonia, N. meningitidis Ceftriaxone
Usia >50 tahun S. pneumonia, L. Vancomycin + ampicillin
monocytogenes, bakteri gram + meropenem
negatif
Fraktur basis cranii S. pneumonia, H. influenzae, Vancomycin +
Streptococcus grup A ceftazidime
Cedera kepala; pasca bedah Staphylococcus, basil gram Vancomycin +
otak negatif aerob ceftadizime
Rekomendasi terapi antimikroba untuk pathogen akut spesifik meningitis
Mikroorganisme Pilihan pertama Alternatif
Streptococcus pneumoniae Vancomycin + ceftriaxone atau Meropenem, fluroquinolone
cefotaxime
Neisseria meningitidis Ceftriaxone atau cefotaxime Penicillin G, ampicillin, fluoroquinolon, aztreonam
GBS (Streptococcus agalactiae) Ampicillin atau penicillin +/- Cefotaxime or ceftriaxone
aminoglycoside
Listeria monocytogenes Ampicillin atau penicillin +/- Meropenem
aminoglycoside
Haemophilus influenzae Ceftriaxone or cefotaxime Chloramphenicol, cefepime, meropenem, fluoroquinolone
Staphylococcus aureus;
Methicillin-sensitif Nafcillin or oxacillin Vancomycin meropenem, linezolid,dapromisin
Methicillin-resisten Vancomycin +/- rimfapin Trimethoprim-sulfamethoxazole, linezolid, daptomycin
Enterococcus:
Ampicillin sensitive Ampicillin+gentamicin NA
Ampicillin resisten Vancomycin +/- rifampin NA
Vancomycin resisten linezolid NA
Escherichia coli dan Ceftriaxone or cefotaxime Cefepime,meropenem, fluoroquinolone, trimethoprim-sulfamethoxazole,
enterobacteriaeceae lainnya aztreonam
Pseudomonas aeruginosa Ceftazidime or cefepime +/- Aztreonam, fluoroquinolone, meropenem +/- aminoglycoside.
aminoglycoside
Fungal meningitis
Cryptococcus – amphoterisin B dan flucytosine. Diikuti dengan fluconazole setelah
beberapa minggu maintainance
Meningitis tuberculosis
Managemen untuk meningitis TB segera setelah diagnosis ditegakkan atau diduga
kuat, kemoterapi harus dimulai dengan menggunakan salah satu regimen termasuk
pirazinamid. Penggunaan kortikosteroid selain terapi antituberkulosis tidak dianjurkan.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid dapat meningkatkan
mortalitas tetapi bukan kerusakan neurologis fokal, terutama jika diberikan lebih awal.
Drainase ventrikel bedah mungkin diperlukan jika hidrosefalus obstruktif berkembang.
Perawatan yang terampil sangat penting selama fase akut penyakit, dan tindakan harus
dilakukan untuk mempertahankan hidrasi dan nutrisi yang memadai.
 Isoniazid, rifampin, pyrazinamide, ethambutol, streptomycin untuk 9-12 bulan
 Tambahkan dexamethasone jika ada bukti neurologi deficit atau penurunan fungsi
mental
Viral meningitis
Meningitis virus tidak ada perawatan khusus karena kondisinya biasanya jinak dan
dapat sembuh sendiri. Pasien harus dirawat secara simtomatik di lingkungan yang
tenang. Pemulihan biasanya dalam beberapa hari, meskipun limfositosis limfositik
dapat bertahan dalam CSF. Diberikan terapi supportive. HSV – acyclovir gunakan
untuk encephalitis, CMV - gangciclovir atau foscarnet.

G. Komplikasi

1. Gangguan pendengaran adalah komplikasi yang paling umum


2. Kejang
3. Peningkatan ICP dan edema serebral
4. Perubahan status mental
5. Defisit neurologis fokal
6. Kerusakan serebrovaskular
7. Defisit intelektual
H. Prognosis
Hasil tergantung dari karakteristik pasien seperti usia dan kekebalan sistem imun,
namun juga bervariasi tergantung pada etiologi penyakit. Bakteri meningitis memiliki
prognosis lebih buruk dari virus meningitis. Di Amerika Serikat, meningitis bakteri
memiliki tingkat kematian sekitar 14,3% pada tahun 2010. Tingkat kematian S.
pneumoniae 17,9%, H. influenzae 7%, N. meningitidis 10,1%, L. monocytogenes 18,1%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Nicki R. colledge, Brian R walker, Stuart H. Ralson, Davidson principles and practice
of medicine 21st edition, 2010;p.1205-1209
3. Clinical medicine Kumar and clark
4. Centers For Disease Control and Prevention. https://www.cdc.gov/meningitis/ diakses
22 April 2020
5. Meningitis. Available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459360/
diakses 22 April 2020
6. Meningitis is an infection of the protective membranes that surround the brain and
spinal cord (meninges). Available from
http://www.nhs.uk/Conditions/Meningitis/Pages/Introduction.aspx diakses tanggal 21
mei 2019
7. Tuberculosis Meningitis. Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541015/ diakses 22 April 2020
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Meningitis.
http://www.depkes.go.id.
9. Meningococcal Meningitis https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5974663/
10. Ismanoe, Gatoet. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed VI. Jakarta:
InternaPublishing

Anda mungkin juga menyukai