Anda di halaman 1dari 22

Anesthesia for Emergency

Dokter Pembimbing:
dr. Maria Fransisca Susanti Handayani, Sp.An., M.H.kes

Disusun Oleh:
Alvionita Citra Mayrani
2016730113

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI


RSUD SAYANG KABUPATEN CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
PRIMARY SURVEY

• Airway
Ada tiga aspek penting dari manajemen jalan napas dalam evaluasi awal pasien trauma:
1. Kebutuhan bantuan hidup dasar
2. Dugaan adanya cedera medula spinalis servikal sampai terbukti tidak
3. Potensi kegagalan intubasi trakea
Ventilasi dilakukan dengan volume yang cukup untuk memberikan peningkatan dada. Penerapan cervical collar (C-
Collar) sebelum dilakukan transportasi bertujuan untuk melindungi sumsung tulang belakang leher, diharapkan
dapat membatasi derajat ekstensi sehingga memudahkan laringoskopi direct dan intubasi trakea. Bagian depan C-
Collar dapat dilepas untuk mempermudah intubasi trakea selama kepala dan leher dipertahankan dalam posisi netral.
• Breathing
Pada pasien dengan cedera mulltipel, harus dicurgai adanya cedera paru yang dapat
berkembang menjadi tension pneumothorax. Perhatikan pemberian tekanan inspirasi
puncak dan volume tidal selama resusitasi awal. Pada pasien yang menunjukkan adanya
pneumothorax, lepaskan pasien dar iventilas mekanis dan lakukan thoracostomy dengan
memasukkaan kateter IV 14 ke dalam sela kedua di garis midclavicula lalu sambungkan
dengan tabung thoracostomy.
• Circulation
Periksa TTV pada saat primary survey. Apabila tidak diteraba nadi pasca trauma dapat
memberikan peluang kelangsungan hidup yang buruk. Komite trauma ACS tidak
merekomendasikan thoracostomy darurat pad pasien tanpa tekanan darah / denyut nadi
setelah trauma tumpul.
Pemberian bolus cairan 500-1000 ml harus diberikan pada korban trauma tembus tanpa
nadi.
• Fungsi neurologi
Setelah sirkulasi aman, selanjutnya lakukan pemeriksaan neurologis singkat, meliputi:
1. Tingkat kesadaran
2. Ukuran dan reaksi pupil
3. Tanda-tanda lateralisasi yang menunjukkan adanya cedera intrakranial / ekstrakaranial
4. Indikasi cedera tulang belakang
• Injury assessment
Adanya syok dan terapi caiarn IV dapat meningkatkan resiko tinggi pasien mengalami
hipotermi. Akibatnya, resusitasi harus dijaga mendekati suhu tubuh, semua cairan harus
dihangatkan selama pemberian, dan penggunaan penghangat
RESUCITATION

• Hemorrhage
Klasifikasi perdarahan:
1. Derajat 1: volume darah yang hilang akibat hemodinamik. Ditandai dengan denyut jantung tidak berubah dan tekanan darah tidak
menurun. Hilangnya volume darah yang bersirkulasi <15%.
2. Derajat 2: volume darah yang apabila hilang dapat memicu respons simpatis untuk mempertahankan pefusi. Ditandai dengan denyut
jantung akan meningkat. Hilangnya volume darah yang bersirkulasi 15-30%. Pemberian cairan IV / koloid diinidikasikan pada derajat ini
dan tranfusi darah diberikan jika perdarahan berlanjut.
3. Derajat 3: kompensasi vasokonstriksi dan takikardi yang tidak cukup untuk mempertahankan perfusi dan memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Ditandai dengan penurunan tekanan darah. Hilangnya volume darah yang bersirkulasi 30-40%. Diperlukan transfusi.
4. Derajat 4: merupakan perdarahan yang mengancam jiwa. Hilangnya volume darah yang bersirkulasi >40%. Ditandai dengan pasien tidak
responsif dan hipotensi berat. Kontrol perdarahan dan pemberian transfusi darah masif harus segera dilakukan.
• Trauma induced coagulopathy
Kelainan koagulasi sering terjadi pacsa trauma, dan koagulopati merupakan faktor risiko kematian.
Hipoperfusi berperan dalam perkembangan koagulopati akibat trauma. Efek hipoperfusi:
1. Koagulopati progresif saat defisit basa meningkat
2. Peningkatan trombomodulin plasma dan penurunan protein c
3. Pengaruh koagulopati akibat trauma dini
Sebuah studi menemukan, penurunan risiko kematian akibat perdarahan secara signifikan ketika terapi asam
traneksamat (1 gr selama 10 menit diikuti dengan 1 gr selama 8 jam) dimulai dalam 3 jam pertama pasca trauma.
• Hemostatic resucitation
Koagulopati pada awal trauma dikaitkan dengan mortalitas. Dibemberikan transfusi dengan
perbandingan 1:1:1 (sel darah merah:fresh frozen plasma: trombosit).
• Massive transfucion protocols
Resusitasi bebasis darah yang dilakukan oleh MTP (massive transfucion protocols) dapat meningkatkan
kelangsungan hidup, mengurangi komplikasi infeksi akut, dan menurunkan terjadinya disfungsi organ dibandingkan
dengan resusitasi berbasis kristaloid.
Assessment of blood consumption (ABC) dilakukan untuk menilai pasien yang memerlukan MTP:
1. Luka tembus
2. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg
3. Denyut jantung lebih dari 120x/menit
4. Hasil positif pada evaluasi focused assessment with sonography for trauma (FAST)
INTERVENSI TRAUMA DEFINITIF

• Anesthetic induction & maintenance

Akses intravena segera dipasang pada pra-rumah sakit atau di departemen darurat. Jalur intravena
diharapkan dapat cukup untuk mengalirkan darah (ukuran 16 atau 14), jalur sentral tidak
diperlukan untuk intervensi bedah awal.
Kehilangan banyak darah dan ketidakstabilan hemodinamik mengakibatkan bahaya bagi kesadaran
pasien trauma. Pasien trauma dengan luka berat tidak diberikan induksi dengan propofol, karena
memungkinkan terjadi hipotensi berat bahkan dengan pemberian dosis kecil (0,25-0,5 mg/kg IV).
Ketamin dapat menjadi pilihan terutama jika diberikan dalam dosis 10 mg bolus IV.
• Operasi pengendalian kerusakan
Ahli bedah akan mengkompres area perdarahan jika pasien terjadi hipotensi, intervensi ini
dapat meningkatkan hemodinamik dengan perlambat perdarahan dan memungkinkan
pemulihan yang lebih cepat dari volume darah yang bersirkulasi
TRAUMATIC BRAIN INJURY

Setiap pasien trauma dengan tingkat kesadaran yang berubah harus dianggap memiliki traumatic brain injury (TBI)
sampai terbukti tidak.
Cedera otak primer biasanya merupakan cedera fokal yang berhubungan langsung dengan trauma, mengganggu
aktivitas normal anatomi atau fisiologi atau keduanya. Empat kategori cedera otak primer
1. Subdural hematoma
2. Epidural hematoma
3. Intraparenchymal hemorrhage
4. Nonfocal
Cedera ini berpotenesi mengganggu aliran darah otak dan meningkatkan intracranial pressure (ICP).
• Pertimbangan manajemen
a. Intracranial pressure
Menurut pedomaan Brain Trauma Foundation merekomendasikan mempertahankan CPP
(cerebral perfusion pressure) antara 50 dan 70 mmHg dan ICP kurang dari 20 mmHg untuk
pasien dengan cedera kepala.
Terapi diuretik osmotik digunakan untuk m engurangi peningkatan ICP. Dosis manitol IV 0,25-
1,0 g/kgBB. Vasopresor dapat digunakan untuk mempertahankan CPP antara 50-70 mmHg.
b. Severe TBI & multiple trauma
Pada pasien cedera kepala yang membutuhkan perawatan dekompresi, tekanan darah rata-
rata harus dipertahankan antara 50 dan 70 mmHg untuk mencegah cedera neurologis
iskemik sekunder. Pada pasien tanpa cedera otak, perdarahan biasanya diobati dengan
tujuan yang lebih hipotensif sampai perdarahan terkontrol.
SPINAL CORD INJURY

Tulang belakang tediri dari 3 kolom, yaitu:


1. Kolom anterior (termasuk 2/3 anterior tulang belakang tubuh dan ligamen longitudinal anterior)
2. Kolom tengah (termasuk 1/3 posterior korpus vertebra, ligamen longitudinal posterior, dan komponen posterior
anulus fibrosis)
3. Kolom posterior (termasuk lamina dan faset, prosesus spinosus, dan ligamen interspinonsa
Radiografi lateral tulang belakang leher menunjukkan seluruh tulang belakang leher ke atas vertebra T1.
Satu patah tulang belakang dikaitkan dengan 10-15% insiden tulang belakang kedua patah. Satu tulang belakang
torakolumbalis cedera dikaitkan dengan 40% fraktur kaudal kedua ke yang pertama. Cedera tulang belakang leher
diatas C2 dikaitkan dengan apnea dan kematian
Tujuan terapi cedera tulang belakang adalah untuk mencegah eksaserbasi cedera struktural
primer dan untuk meminimalkan risiko perluasan cedera neurologis dari hipotensi terkait
hipoperfusi area iskemik tulang belakang.
Methyprednisolone sering diberikan untuk cedera tulang belakang supaya mengurangi
edema sumsum tulang belakang.
BURN

Klasifikasi luka bakar, yaitu:


1. Derajat 1: luka tidak menembus epidermis. Penggantian cairan untuk luka bakar derajat ini
tidak diperlukan.
2. Derajat 2: luka mencapai superfisial. Penggantian cairan diindikasikan untuk pasien dengan
luka bakar derjat 2 lebih dari 20% dari total bod surface area (TBSA).
3. Derajat 3: luka yang mengenai seluruh lapisan dermis.
Penggantian cairan pada resusitasi pasien luka bakar menggunan kristloid, terutama ringer latat,
dilakukan selama 24 jam pertama
• Rumus Parkland (dewasa)
4 ml/kgBB/% luka bakar (untuk 24 jam pertama)
a. ½ volume pertama yang dihitung dalam 8 jam pertama
b. ½ volume berikutnya yang dihitung dalam 16 jam berikutnya
c. Output urin digunaan sebagai indikator resusitasi cairan, produksi urin dewasa
normalnya 0,5-1,0 ml/kgBB/jam
• Anesthetic considerations
Penilaian pasien dimulai dengan inspeksi jalan napas. Luka bakar wajah bukan merupakan
indikasi untuk intubasi trakea. Kebutuhan untuk manajemen jalan napas ditunjukkan
dengan adanya suara serak, dispnea, takipnea, atau perubahan tingkat kesadaran.
Thankyou

Anda mungkin juga menyukai