DI SUSUN OLEH :
Pengertian adat adalah ”kebiasaan”. Istilah adat sendiri ada berbagai macam,
diantaranya adat (aceh), ngadat (gayo); lembaga/ adat lembaga (minang); adat
kebiasaan (minahasa/ maluku). Pengertian hukum adat menurut Ter Har, adalah
hukum adat adalah aturan tingkah laku yang memiliki sanksi dan tidak
dikodifikasikan. Hukum adat merupakan hukum yang hidup (the lifing law), karena
aturan aturan yang berkembang tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya paksaan.
Pengertian masyarakat adalah suatu pergaulan hidup atau suatu kelompok manusia
atau kesatuan manusia yang hidup bersama menempati suatu wilayah, dan kehidupan
hukum yang sama, kewenangan atau otoritas hukum dan daya paksa. Menurut Ter
Har, masyarakat adalah kelompok masyarakat yang tetap dan teratur yang
1. Bersikap dan bertingkah laku sebagai satu kesatuan terhadap dunia luar
2. Mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal. Di dalam masyarakatnya tidak ada
3. Para warga menghormati kehidupan kelompok itu sebagai suatu hal yang wajar.
adat mempunyai hak asasi yang sama dengan warga negara lainnya.
taraf kesejahteraan yang lebih tinggi, terutama hak atas tanah ulayat.
c. Hak atas Pembangunan. Hak-hak tersebut diatas merupakan bagian dari hak-hak
atas pembangunan, yang menurut Deklarasi PBB tentang Hak Atas Pembangunan,
1986 dan Konvensi ILO Tahun 1989 tentang Kelompok Minoritas dan Masyarakat
Hukum Adat di Negara Negara Merdeka. Yang secara menyeluruh terdiri dari:
3. Hak atas pangan, kesehatan, habitat, dan keamanan ekonomi. (rights to food,
8. Hak minoritas dan masyarakat hukum adat. (rights of minorities and indigenous
people)
Hukum Adat secara umum sendiri merupakan sebuah hukum kebiasaan yang hal ini
berarti hukum tersebut di dalamnya memiliki aturan yang dibuat atau dirumuskan
berdasarkan tingkah laku masyarakat yang tumbuh dan juga berkembang sehingga
menjadi sebuah hukum tidak tertulis yang ditaati oleh masyarakat setempat.
Hukum Adat sendiri juga diakui pula oleh negara sebagai bentuk hukum sah.
Dimana, setelah negara Indonesia merdeka, hukum adat menjadi salah satu dari
masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya sepanjang masih hidup serta sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan juga prinsip NKRI atau Negara Kesatuan
Hukum ini juga dapat dikatakan sebagai salah satu hukum tertua jika dibandingkan
dengan sistem hukum lain yang ada di negara Indonesia karena telah dilakukan secara
Hukum adat lahir bersamaan dengan adanya manusia sebagai pembuatnya. Dimana
ada masyarakat disitu ada hukum (Ibi Ius Ibi Societas). Hukum hadir karena kodrat
manusia yang selalu hidup bersama atau berkelompok, sebagaimana yang dikemukan
oleh Aristoteles dalam karya ilmiah Muh Ruslan Afandy, yang menyatakan bahwa:1
Adanya hukum adat sebagai fondasi penting dari suatu sistem hukum pada
hakikatnya merupakan kesatuan atau himpunan dari berbagai cita-cita dan cara-cara
manusia yang berusaha untuk mengatasi masalah nyata maupun potensial yang
timbul dari pergaulan sehari-hari yang menyangkut kedamaian masyarakat itu sendiri.
Semakin kompleks susunan suatu masyarakat semakin luas dan mendalam pengaruh
hukum yang lahir bersamaan dengan adanya manusia sebagai pembuatnya dalam
konteks hukum adat dapat diartikan bahwa hukum adat tumbuh dan berkembang di
Hukum adat menjadi indentitas bangsa Indonesia, hukum adat lahir bersamaan
bangsa Eropa. Hukum adat tidak dapat tergoyahkan dengan munculnya hukum-
hukum baru yang lebih rasional akan pengaturannya dan lebih spesifik menjamah
segalah aspek kehidupan. Dominasi hukum positif membuat hukum adat kian
terpinggirkan. Namun, karena peran dan fungsinya masih dianggap penting sebagai
instrumen kontrol sosial, maka negara sebagai organisasi tertinggi tidak juga serta
merta mengesampingkan hukum adat begitu saja. Hukum adat tetap diakui negara
sebagai kontrol sosial masyarakat yang sangat penting dan nomor satu untuk
mengantisipasi dan mencegah konflik sosial yang ada di masyarakat. Untuk itu,
esensi dari pengertian hukum adat adalah membentuk masyarakat untuk saling
berinteraksi secara baik dan benar dan sebagai alat mengantisipasi benturan-benturan
sosial yang dapat melahirkan konflik. Keberadaan hukum adat tidak terlepas dari
konsensus bersama masyarakat yang diikuti dan dan ditaati secara bersama-sama.
Demi memahami bentuk hukum adat sebagai konsensus bersama, Dominikus Rato
atau loyalitas mereka terhadap solidaritas sosial. Kesadaran sosial memaksa mereka
untuk tunduk dan menerima, karena dalam hubungannya yang bersifat timbal balik
selalu saling membutuhkan satu terhadap yang lainnya sebagai bentuk perwujudan
masyarakat hukum adat. Ciri dari masyarakat hukum adat adalah bagaimana mereka
menaati dan loyal terhadap hukum yang mereka buat sendiri sebagai sarana untuk
adanya hubungan timbal balik antar masyarakat, dan membentuk tingkat kesadaran
masyarakat agar hidup saling berdampingan satu dengan lainnya berdasarkan nilai-
nilai luhur budaya dan tradisi yang dianutnya. Eksistensi hukum adat memberi
pengaruh lebih dalam menyikapi persoalan bangsa. Oleh sebab itu, hukum adat
diartikan sebagai kaidah atau norma sosial yang mempunyai nilai-nilai luhur yang
berlaku dalam masyarakat yang kental dengan budaya dan tradisinya. Dapat pula
dikatakan bahwa, hukum adat itu merupakan pencerminan nilai-nilai luhur budaya
dan tradisi masyarakatyang menjadi pedoman atau rujukan untuk bertindak dalam
aktivitas sosial. Pada hakekatnya, hukum adat memiliki peran dan fungsi yang sama
seperti hukum positif. Hukum adat mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang
ada secara tuntas dengan sanksi-sanksi adatnya. Hukum adat mampu memfilter dan
menjadi sarana dalam menghambat setiap tindak pidana yang timbul dan yang akan
timbul. Dalam tataran implementasi, hukum adat dapat memberikan sanksi pidana
kekeluargaan, daripada memegang teguh suatu ketentuan yang telah ditentukan olah
pemerintah dengan hukum positifnyayang cenderung mengabaikan kebersamaan dan
asas kekeluargaan.
Asas legalitas merupakan bagian terpenting dari konsep hukum yang menjamin
kepastian hukum di dalam penerapan hukum itu sendiri. Asas legalitas menjadi dasar
yang menentukan sesorang dapat atau tidaknya dikenai sanksi pidana apabila
yang memberi definisi di dalam penerapannya, seperti rumusan dalam pasal 1 ayat (1)
Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP), “tiada suatu perbuatan dapat
dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah
belum diatur sebelumnya. Asas legalitas juga menjamin kebebasan individu untuk
bertindak di lingkungan sosialnya, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Asas legalitas juga tidak hanya memberi batasan bertindak kepada
melakukan kejahatan atau pelanggaran yang dapat dijatuhi sanksi pidana sesuai
selama perbuatan tersebut tidak ada hukum yang memberi label jahat atau melanggar,
maka kita memiliki kebebasan untuk melakukan aktivitas sosial kita di dalam
kehidupan masyarakat. Memahami asas legalitas atas tindakan atau perbuatan yang
undangan. Maka, sebagaimana yang dikemukakan oleh von Feurbach dalam bukunya
Perumusan asas legalitas dalam bahasa latin berhubungan dengan teori “vom
perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja macamnya perbuatan yang
harus dituliskan dengan jelas, tetapi juga tentang macamnya pidana yang
diancamkan. Dengan cara demikian ini, maka oleh orang yang melakukan perbuatan
yang dilarang tadi terlebih dahulu telah diketahui pidana apa yang akan dijatuhi
kepadanya jika perbuatan itu dilakukan. Dengan demikian, di dalam batinnya, dalam
psychennya, lalu diadakan tekanan untuk tidak berbuat. Dan kalau ia melakukan
perbuatan tadi, maka hal dijatuhi pidana kepadanya itu bisa dipandang sebagai suda
disetujuinya sendiri. Jadi pendirian mengenai pidana ialah pendirian yang tergolong
absolute (mutlak). Sama halnya dengan teori pembalasan (retribution). Biasanya asas
legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian, yaitu: 1. Tidak ada perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum
perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kias); dan 3. Aturan-aturan hukum
pidana tidak berlaku surut. Berdasarka ketiga makna asas legalitas yang dikemukakan
dapat dijatuhi hukuman atau tidak. Apabila perbuatannya tersebut menyimpang dari
dilupakan dari tujuan asas legalitas adalah untuk memperkuat kepastian hukum,
menciptakan keadilan bagi masyarakat dan memberi batasan bagi penguasa atau
pemerintah (aparat penegak hukum) dan memberi kedudukan yang sama atau
Asas legalitas yang menjadi dasar dalam penerapan hukum entah itu dalam konteks
hukum pidana nasional atau pidana adat, maka berlakulah asas legalitas secara formil
suatu perbuatan sebagai tindak pidana (delik), sehingga atas dasar itu pula orang
dapat dihukum karena telah melakukan tindak pidana. Penganutan asas legalitas
secara formil mengandung implikasi untuk tidak memberi tempat bagi berlakunya
hukum pidana adat, sebab hukum pidana adat tidak tertulis dalam perundang-
undangan. Oleh karena itu orang tidak dapat dihukum oleh pengadilan karena telah
melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum pidana adat apabila perbuatan
Dengan dalih ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP, nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat menjadi tidak tersalurkan dengan baik, bahkan ditolak. Kondisi seperti itu
dirasakan sebagai sesuatu yang sangat memprihatinkan, nilai-nilai hukum adat telah
“dibunuh” oleh bangsanya sendiri dengan “senjata” yang diperoleh dari sistem
hukum negara yang pernah menjajahnya. Namun di tengah berlakunya asas legalitas,
hukum pidana adat masih tetap menampakkan sosok dan eksistensinya sebagai
hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law). Aturan-aturan hukum pidana
adat di beberapa wilayah masih diikuti dan ditaati oleh masyarakat adatnya.
Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana adat masih dipandang sebagai sesuatu
masyarakat. Penjelasan Elwi Danil tidak terlepas dari asas legalitas. Asas legalitas
menjadi sangat penting bagi penerapan hukum entah itu di dalam rana hukum adat
maupun hukum positif, hal tersebut dikarenakan asas legalitas mencakup aspek
tengah masyarakat. Esensi lain dari penjelasan Elwi Danil dalam hal penerapan
hukum adat adalah adanya nilai-nilai hukum adat yang dipertahankan karena
memiliki sanksi hukum pidana adat yang masih diikuti dan ditaati oleh masyarakat
Hukum pidana adat adalah hukum yang hidup di dalam masyarakat (the living law),
yang pada dasarnya diikuti dan ditaati oleh masyarakat adat secara terus-menerus,
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pelanggaran terhadap aturan tata tertib
sendiri bagi pelaku tindak pidana yang melakukukan kejahatan dan pelanggaran
diberikan reaksi adat serta koreksi adat oleh pemerintah desa dan lembaga adat secara
musyawarah mufakat. Ada tiga hal penting tentang pengertian hukum pidana adat
yaitu:
1. Rangkaian peraturan tata tertib yang dibuat, diikuti dan ditaati oleh masyarakat
3. Perbuatan melanggar tata tertib bagi yang melakukan kejahatan atau pelanggaran
tersebut dapat dikenakan sanksi pidana adat oleh lembaga adat dan pemerintah desa
secara musyawarah mufakat di lingkup peradilan adat. Memahami hukum adat yang
dikaitkan dengan peran asas legalitas yang memberi batasan-batasan tertentu maka,
batasan bahwa tidak ada hukum selain yang dituliskan di dalam hukum. Hal ini untuk
menjamin kepastian hukum. Namun di suatu sisi bila hakim tidak dapat menemukan
hukumnya dalam hukum tertulis, seorang hakim harus dapat menemukan hukumnya
dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Diakui atau tidak, namun hukum adat
juga mempunyai peran dalam sistem hukum Nasional di Indonesia. Dalam Undang-
undang Dasar pasal 11 Aturan Peralihan Undang-undang Dasar, maka “Segala badan
negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang
baru menurut Undang-undang Dasar ini”. Keberadaan hukum adat dalam tata hukum
nasional di Indonesia akan tetap eksis. Dalam hal ini Soepomo memberikan
1. Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai
masyarakat Indonesia;
2. Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat-sifat
bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana
akan memberi bahan-bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana
3. Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tidak tertulis akan tetap menjadi
sumber hukum baru dalam hal-hal yang belum/tidak ditetapkan oleh undang-undang.
Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat adat suatu
daerah dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi hukum adat
yang telah diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka; dan
4. Keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata hukum nasional tidak dapat
dipungkiri walaupun hukum adat tidak tertulis dan berdasarkan asas legalitas adalah
hukum yang tidak sah. Hukum adat akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat.
Apa yang disampaikan oleh Soepomo seperti yang dikutip dalam Marco Manarisip
pada substansinya mengaitkan hukum adat yang selalu hidup di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia dan hukum adat yang memberi bahan- bahan berharga dalam
pembentukan KUHP pidana baru bagi negara, dengan alasan bahwa suatu prodak
masyarakatnya. Legalitas hukum adat dalam sistem hukum di Indonesia secara jelas
mengakui hukum adat sebagai instrument kontrol sosial masyarakat. Pengakuan akan
hukum adat ini terdapat dalam rumusanpasal 18 B ayat (2) Undang- Undang Dasar
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
Indonesia, yang diatur dalam undang- undang”. Dengan adanya pengakuan dan
penghormatan dari negara terkait dengan hukum adat yang hidup disuatu masyarakat
dengan balutan aspek budaya dan tradisi yang begitu kental, menjadikan hukum adat
memiliki legalitas yang dapat dijadikan rujukan dalam sistem hukum Indonesia demi
berkemanfaatan dan berkeadailan. Aspek penting pengakuan hukum adat oleh negara
tadi bukan tanpa alasan maupun tujuan tertentu.Selain sebagai masukandan bahan-
bahan hukum yang berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru bagi negara,
hukum adat juga sebagai dasar putusan perkara dalam hal ini seorang hakim yang
secara jelas dikatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Putusan hakim selain
harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan
nilai-nilai keadilan oleh hakim akan menjadi keyakiannya dalam memutus perkara
dengan melibatkan hukum adat tersebut menunjuhkan hukum adat ditempatkan oleh
negara sebagai salah satu alat untuk menemukan nilai dan tujuan keadilan yang
menjadi tujuan utama dalam praktik penegakan hukum demi menjaga kelangsungan
.Hukum adat telah terlebih dahulu eksis mengatur tatanan kehidupan masyarakat adat
Indonesia dan tentu dalam batas yuridiksi masyarakat hukum adat tempat dimana
hukum adat itu tumbuh dan berkembang. Hukumadat berkembang sebagai dualisme
hukum dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pengaruh hukum sipil kolonial Belanda
diakuinya keberadaan hukum adat dalam tatanan hukum Nasional. Dengan adanya
berbagai hukum yang mengatur kehidupan dalam masyarakat negara, maka skenario
merupakan suatu masalah yang kompleks dan sangat berpengaruh pada efektifitas
hukum. Hukum adat sebagai salah satu wujud pluralisme hukum dalam memberikan
keberlakuannya sangat terbatas pada teritorial masyarakat adat itu sendiri. Dalam
hubungan itu tidaklah menjadikan hukum adat sebagai hukum tidak memiliki nilai.
Eksistensi hukum adat disamping hukum-hukum lainnya akan tampak sangat penting
apabila hukum dipahami dalampengertian yang lebih luas, yaitu sebagai proses
pengendalian sosial yang didasarkan pada prinsip resiprositas dan publisitas yang
mekanisme yang diciptakan untuk menjaga keteraturan sosial atau sebagai sarana
1967:48). Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional Indonesia selamai ini pada
dasarnya terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem
hukum barat, hukum adat dan sistem hukum islam, yang masing-masing menjadi
subsistem hukum dalam sistem hukum Indonesia. Apabila sistem hukum Barat
merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah
Indonesia dan sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional Indonesia. Sementara
Sistem Hukum Adat bersendikan atas dasar- dasar alam pikiran bangsa Indonesia,
dan untuk dapat menyadari akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-
dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Sebagaimana telah
disinggung sebelumnya, bahwa hukum adat sangat penting dalam suatu masyarakat
pluralistik dan dengan memberikan pengertian hukum yang luas. Dalam hubungan ini
apa sebenarnya hukumadat itu tentulah harus dibedakan dengan tradisi. Dalam
dengan tradisi (tradition) atau kebiasaan (custom), atau lebih spesifik norma hukum
yang diwujudkan dalam tingkah laku dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama.
tetapi kebiasaan bisa juga bertentangan dengan norma-norma hukum. Ini berarti,
peraturan hukum dan kebiasaan adalah dua institusi yang sama-sama terwujud dalam
individu, dan juga sama-sama berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial dalam
menyatakan, bahwa hukum pada dasarnya adalah suatu aktivitas kebudayaan yang
mempunyai fungsi sebagai alat untuk menjaga keteraturan sosial atau sebagai sarana
peraturan hukum dicirikan mempunyai 4 atribut hukum (attributes of law), yang salah
terhadap kepentingan umum. Dalam konteks hukum adat di Indonesia, konsep hukum
hukum yang sempit, tetapi dalam suatu masyarakat yang pluralistik, untuk
nasional, tidak selamanya akan efektif ketika berhadapan dengan suatu lingkungan
bertentangan dengan hukum negara. Karena itu adakalanya hukum adat lebih efektif
hukum dalam suatu komunitas masyarakat yang memiliki kemajemukan sosial dan
budaya hanya merupakan sebuah kemustahilan. Pluralisme hukum merupakan suatu
keadaan yang tidak bisa ditolak di Indonesia oleh siapapun juga, termasuk oleh
konstitusional terhadap hak asasi masyarakat adat. Sejak Indonesia berdiri sebagai
yang hidup dalam masyarakat menjadi salah satu pertimbangan penting dalam
dalam ranah dikotomi antara sistem hukum negara (state law) di satu sisi dengan
sistem hukum rakyat (folk law) dan hukum agama (religious law) di sisi lain. Pada
tahap perkembangan ini, konsep pluralisme hukum lebih menekankan pada interaksi
proses, dan institusi hukum dalam masyarakat (Riffeths, 1986:4). Dengan perspektif
hukum adat sebagai salah satu dari wujud pluralisme hukum dalam memberikan
dibandingkan dengan negara lain, untuk itu menarik untuk diungkapkan teori hukum
sebagai suatu sistem (the legal system) yang diintruksi friedman seperti berikut: 1.
Hukum sebagai suatu sistem pada pokoknya mempunyai 3 elemen, yaitu (a) struktur
sistem hukum(strukture of legal system) yang terdiri dari lembaga pembuat undang-
dengan strukturnya, badan kepolisian negara, yang berfungsi sebagai aparat penegak
hukum; (b) substansi sistem hukum (substance of legal system) yang berupa norma-
yang berada dibalik sistem hukum; dan (c) budaya hukum masyarakat (legal culture)
masyarakat memiliki struktur dan substansi hukum sendiri. Yang menentukan apakah
substansi dan struktur hukum tersebut ditaati atau sebaliknya juga dilanggar adalah
sikap dan perilaku sosial masyarakatnya, dan karena itu untuk memahami apakah
hukum itu menjadi efektif atau tidak sangat tergantung pada kebiasaan-kebiasaan
adalah sistem hukum rakyat (folk law) khas Indonesia sebagai pengejawantahan dari
the living law yang tumbuh dan berkembang berdampingan (co-existance) dengan
sistem hukum lainnya yang hidup dalam negara Indonesia. Walau pun disadari
hukum negara cenderung mendominasi dan pada keadaan tertentu terjadi juga, hukum
lokal dan sistem hukum rakyat (adat) pada tatanan implementasi dan penegakan
hukum negara. Dengan memahami beberapa hal di atas dan dengan ada kebijakan
lokal, maka hal itu membuktikan sistem hukum adat akan berkembang dengan baik
Indonesia tidak dikenal istilah “hukum adat” dan masyarakat hanya mengenal kata
“adat” atau kebiasaan. Istilah “hukum adat” dikemukakan pertama kali oleh Cristian
Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang aceh),
yang kemudian diikuti oleh Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul
“Het Adat Recht van Nederland Indie”. Pemerintah kolonial Belanda kemudian
mepergunakan istilah hukum adat secara resmi pada akhir tahun 1929 dalam
depan hukum adat di Indonesia pasca reformasi, maka ada baiknya kita review
kembali apa yang dimaksud dengan hukum adat itu. Menurut B. Terhaar Bzn, hukum
kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Dalam konteks ini
Terhaar terkenal dengan teori “keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah
sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap
hukum adat makin kuat dengan adanya deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat
adat yang antara lain menyatakan: mengakui dan menegaskan kembali bahwa warga
negara masyarakat adat diakui, tanpa perbedaan, dalam semua hak-hak asasi manusia
yang diakui dalam hukum internasional, dan bahwa masyarakat adat memiliki hak-
hak kolektif yang sangat diperlukan dalam kehidupan dan keberadaan mereka dan
hak untuk menjaga dan memperkuat ciri-ciri mereka yang berbeda dibidang politik,
hak mereka untuk berpartisipasi secara penuh, jika mereka menghendaki, dalam
kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya Negara. Oleh sebab itu, dalam upaya
hukum ada nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat adat yang diakui secara
konstitusional dan dalam deklarasi PBB. Deklarasi PBB tersebut tidak terlepas dari
adanya indikasi, bahwa dibagian dunia banyak masyarakat hukum adat ini tidak dapat
menikmati hak-hak asasi mereka sederajat dengan penduduk lainnya di negara tempat
pandang mereka sering kali telah terkikis. Dalam konvensi masyarakat hukum adat
1989 itu dinyatakan pula, bahwa masyarakat hukum adat di negara-negara merdeka
yang dianggap sebagai pribumi karena mereka adalah keturunan dari penduduk yang
negara yang bersangkutan berada pada waktu penaklukan atau penjajahan atau
penetapan batas-batas negara saat ini dan yang tanpa memandang status hukum
mereka tetap mempertahankan beberapa atau institusi sosial, ekonomi, budaya dan
politik mereka sendiri. Artinya, dimasa depan eksistensi hukum adat tidak hanya
tumbuh dan berkembangnya hukum adat yang baik. Dengan deklarasi masyarakat
hukum adat 1989 itu, sesungguhnya menjadi dasar bagi suatu negara, termasuk
Indonesia dalam menekan penetrasi internasional, pada saat mana hukum nasional
jawab untuk menyusun, dengan partisipasi dari masyarakat hukum adat yang
bersangkutan, aksi yang terkoordinasi dan sistematis untuk melindungi hak-hak dari
masyarakat hukum adat ini dan untuk menjamin dihormatinya keutuhan mereka.
Indonesia, pada satu sisi selama ini hanya terlihat dalam beberapa peraturan
kesadaran untuk memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat dalam setiap kali
masyarakat hukum adat atau terpelihara hukum adat Indonesia. Dalam hubungan ini,
Pembentukan undang-undang sebagai salah satu bagian dari sistem hukum, yang
undangan mengandung beberapa asas yang antara lain adalah asas bhineka tunggal
ika. Asas materi muatan peraturan undang-undang ini, mengandung makna yang luas,
Tunggal Ika tersebut integral dengan asas hukum adat dapat dilaksanakan, dimana
filosofis, yuridis maupun sosiologis. Dalam konteks ini bisa dipahami, hukum negara
peraturan daerah memberi legitimasi tentang keberlakuan hukum adat dalam wilayah
pemerintanhan yang lebih kecil lagi seperti pemerintahan Nagari di Sumatera Barat,
pemeritahan Nagari dapat menuangkan hukum adatnya yang tidak tertulis kedalam
adat yang biasanya tidak tertulis akan berkembang secara perlahan-lahan secara
tertulis.
a. Dasar Filosofis Adapun yang dimaksud dasar filosofis dari Hukum Adat
adalah sebenarnya nilai-nilai dan sifat Hukum Adat itu sangat identik dan bahkan
sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila. Sebagai contoh, religio magis, gotong
kristalisasi dari Hukum Adat. Dasar Berlakunya Hukum Adat ditinjau dari segi
filosofis Hukum Adat yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia sesuai
dengan perkembangan jaman yang bersifat luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila seperti juga yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 hanya
menciptakan pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945
RI. Pokok-pokok pikiran tersebut menjiwai cita-cita hukum meliputi hukum negara
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam pembukaan UUD 1945 pokok-
pokok pikiran yang menjiwai perwujudan cita-cita hukum dasar negara adalah
Pancasila. Penegasan Pancasila sebagai sumber tertib hukum sangat berarti bagi
hukum adat karena Hukum Adat berakar pada kebudayaan rakyat sehingga dapat
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dan hidup dikalangan rakyat dan
1983:14). Dengan demikian hukum adat secara filosofis merupakan hukum yang
berlaku sesuai Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa
Indonesia.
Dasar Sosiologis
Hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu sistem, artinya bahwa
hukum itu merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri
dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya
(Mertokusumo, 1986:100). Dengan kata lain bahwa sistem hukum adalah suatu
kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama
lainnya dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Keseluruhan tata hukum
nasional yang berlaku di Indonesia dapat disebut sebagai sistem hukum nasional.
lengkap. Dalam sistem hukum nasional wujud/ bentuk hukum yang ada dapat
hukum yang benar-benar berlaku sebagai the living law (hukum yang hidup) dan
ada hukum yang diberlakukan tetapi tidak berlaku sebagai the living law. Sebagai
contoh Hukum yang berlaku dengan cara diberlakukan adalah hukum tertulis
yaitu dengan diundangkannya dalam lembaran negara. Hukum tertulis dibuat ada
yang berlaku sebagai the living law tetapi juga ada yang tidak berlaku sebagai the
living law karena tidak ditaati/ dilaksanakan oleh rakyat. Hukum tertulis yang
dilaksanakan dan ditaati oleh rakyat dapat dikatakan sebagai hukum yang hidup
(the living law). Sedangkan hukum tertulis yang walaupun telah diberlakukan
dengan cara diundangkan dalam lembaran negara tetapi ditinggalkan dan tidak
dilaksanakan oleh rakyat maka tidak dapat dikatakan sebagai the living law.
Salah satu contohnya adalah UU No. 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil. Hukum
Adat sebagai hukum yang tidak tertulis tidak memerlukan prosedur/ upaya
seperti hukum tertulis, tetapi dapat berlaku dalam arti dilaksanakan oleh
masyarakat dengan sukarela karena memang itu miliknya. Hukum adat dikatakan
sebagai the living law karena Hukum Adat berlaku di masyarakat, dilaksanakan
dan ditaati oleh rakyat tanpa harus melalui prosedur negara. Berbagai istilah
untuk menyebut hukum yang tidak tertulis sebagai the living law yaitu : People
law, Indegenous law, unwriten law, common law, customary law dan sebagainya.
. Dasar Yuridis
Indonesia (Saragih, 1984:15). Berdasarkan fakta sejarah dapat dibagi dalam dua
periode yaitu pada Jaman Kolonial (penjajahan Belanda dan Jepang) dan Jaman
Sebelum Konstitusi RIS berlaku yaitu pada jaman penjajahan Jepang, terdapat
peraturan Dai Nippon yaitu Osamu Sirei pasal 3 menentukan bahwa peraturan-
peraturan sebelumnya juga masih tetap berlaku. Ketentuan yang ada pada waktu
sebelum penjajahan Jepang adalah ketentuan pasal 75 baru RR yang pada tahun
1925 diundangkan dalam Stb. No. 415 Jo. 577 berlaku mulai 1 Januari 1926
Ketentuan UUD 1945 Dalam pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar NRI
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
berlakunya Hukum Adat di Indonesia pada saat ini antara lain: 1. Ketetapan
MPRS nomor II/ MPRS/ 1960 dalam lampiran A paragraf 402 disebutkan bahwa:
- Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan negara dan
adil dan makmur. - Dalam usaha ke arah homoginitas hukum supaya dapat
faktor-faktor agama, adat dan lain-lain. 2. UU Drt. No. 1 tahun 1951 tentang
1. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh
pembinaan hukum.
hukum dari hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang
azas-azas hukum adat ke dalam lembagalembaga hukum dari hukum asing yang
salah satu unsur sedangkan di dalam pembinaan hukum kekeluargaan dan hukum
adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah terserap di dalam hukum
nasional.
Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada kita
pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun bila ditelaah, maka dapat
mengandung nilai luhur dan jiwa hukum adat. Pembukaan UUD 1945, yang
yang hidup dalam nilainilai, pola pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1) Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun
bersumberkan pada UUD 1945 negara mengintroduser hak yang disebut Hak
Menguasai Negara (HMN), hal ini diangkat dari Hak Ulayat, Hak Pertuanan,
yang secara tradisional diakui dalam hukum adat. Ada 4 pokok pikiran dalam
pembukaan UUD 1945, yaitu persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia, hal
ini mencakup juga dalam bidang hukum, yang disebut hukum nasional. Pokok
pikiran kedua adalah negara hendak mewujudkan keadilan sosial. Hal ini berbeda
dengan keadilan hukum. karena azas-azas fungsi sosial manusia dan hak milik
dalam mewujudkan hal itu menjadi penting dan disesusaikan dengan tuntutan dan
Dalam hubungan itu maka ini mutlak diperlukan karakter manusia pemimpin
negara adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, hal ini mengharuskan cita
masyarakat memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dan negara mengakui Tuhan sebagai penentu segala hal dan arah negara hanya
fungsinya harus senantiasa dengan visi dan niat memperoleh ridho Tuhan yang
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2)
hukum nasional, maka harus diketahui nilai-nilai sosial dan budaya yang menjadi
latar belakang hukum adat tersebut, serta perannya masing masing yaitu:
berangsur – angsur akan berubah karena faktor – faktor lain dalam pembangunan.
sangat tergantung pada tafsiran terhadap nilainilai yang menjadi latar belakang
hukum adat itu sendiri . Dengan cara ini dapat dihindari akibat negatif , yang
sebagai hukum yang sudah ketinggalan jaman yang harus segera ditinggalkan
dan diganti dengan peraturan – peraturan hukum yang lebih modern. Aliran ini
berpendapat bahwa hukum adat tak dapat memenuhi kebutuhan hukum di masa
kini, lebih – lebih untuk masa mendatang sesuai dengan perkembangan modern.
karena hukum adat yang paling cocok dengan kehidupan bangsa Indonesia
sehingga oleh karenanya harus tetap dipertahankan terus sebagai dasar bagi
diatas. Golongan ini mengatakan bahwa hanya sebagian saja dari pada hukum
sedangkan untuk selebihnya akan diambil dari unsur - unsur hukum lainnya.
untuk lapangan hukum lainnya dapat diambil dari unsur-unsur bahan – bahan
hukum yang berasal dari luar, misal hukum barat. Dari pendapat ketiga golongan
sebab memang dalam kenyataannya banyak ketentuan hukum adat yang tidak
sesuai dengan tuntutan jaman modern., akan tetapi yang perlu diperhatikan disini
ialah bahwa asas- asas Hukum Adat bersifat universal harus tetap mendasari
Pembinaan Hukum Nasional dalam rangka menuju kepada tata hukum nasional
yang baru, walaupun asaa-asas dan kaidah-kaidah baru akan lebih mendominasi
“Hukum Nasional tak hanya hendak merefleksi pilihan atas kaidahkaidah hukum
suku / lokal atau hukum tradisional untuk menegakkan tertib sosial masa kini,
masa depan. Maka kalau demikian halnya, asas – asas dan kaidah-kaidah hukum
pula pandangan Paul Bohannan , yang menyatakan bahwa hukum itu timbul dari
Namun ,ia juga mengatakan bahwa hukum itu tumbuh sedemikian rupa dengan
struktur dan dimensi hukum: hukum tidak menjadi sekedar pencerminan, tetapi
hukum secara istimewa berada diluar fase masyarakat , dan proses inilah yang
hukum itu dengan pengandaian kebenaran yang belum pasti . Hukum tidak
memiliki hakekat seperti itu tetapi mempunyai sifat historis yang dapat
dirumuskan .