Anda di halaman 1dari 5

PENEGAKAN HUKUM DAN HAM

1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia . Asal – usul gagasan mengenai HAM (Hak Asasi Manusia)
sebagaimana disebut terdahulu bersumber dari teori hak kodrati ( natural rights
theory ). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (
natural law theory ).
Pada perkembangannya melawan kekuasaan muncul gerakan
pembaharuan ( Renaissance ) yang mengharapkan kembali kebudayaan Yunani
dan Romawi yang menghormati orang perorang. Gerakan pembaharuan
diteruskan dari aliran hukum kodrat yang dicetuskan oleh Thomas Aquinas dan
Grotius yang menegaskan bahwa setiap orang dalam kehidupan ditentukan oleh
Tuhan, namun semua orang apapun statusnya tunduk pada otoritas Tuhan. Berarti,
bukan hanya kekuasaan Raja saja yang dibatasi oleh aturan-aturan Ilahiah tetapi
semua manusia dianugerahi identitas individual yang unik, yang terpisah dari
negara dimana ia memiliki hak kodrati yang menyatakan bahwa setiap individu
adalah makhluk otonom.
Melihat dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa HAM adalah hak-
hak asasi manusia yang asasi bahwa HAM secara kodrati inheren atau melekat,
universal mengacu bahwa HAM itu tanpa pembedaan warna kulit, ras, agama,
suku, etnis, bangsa atau status sosial lainnya dan tidak dapat dicabut, hak itu
dimiliki oleh individu sematamata karena mereka adalah manusia ciptaanNya
bukan karena mereka adalah warga negara suatu negara . Tanpa hak-hak tersebut
seseorang tidak bisa dikatakan sebagai manusia sepenuhnya, apabila hak tersebut
dikurangi atau dilanggar maka berkurang pula kualitasnya sebagai manusia
ciptaan Tuhan.
HAM menyatakan bahwa kemanusiaan manusia memiliki hak yang
bersifat mendasar yang menyatu pada jati diri manusia, adanya hak tersebut

1
berarti seseorang mempunyai suatu “keistimewaan” yang memungkinkan baginya
diperlakukan sessuai kesitimewaan yang dimilikinya. Juga adanya suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan “keistimewaan” yang ada pada
orang lain . Maka dari itu keistimewaan yang dimiliki oleh setiap manusia harus
dipenuhi dan dilindungi untuk mewujudkan kesempurnaan eksistensi manusia,
untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kesadaran dari tiap manusia untuk
saling memenuhi dan melindungi.

1.2 Penegakan Hukum HAM


Penegakan hukum berperan strategis dalam menentukan keberhasilan
pelaksanaan berbagai kebijakan perlindungan HAM di bidang hak-hak sipil,
politik maupun ekonomi dan sosial budaya. Tanpa penegakan hukum, maka akan
sulit untuk mencapai kondisi di mana hak-hak asasi masyarakat dihargai dan
diakui dalam koridor yang benar. Perlindungan HAM dalam konteks Indonesia
terutama ditujukan kepada interrelasi antara warga masyarakat dan antara warga
masyarakat dan penguasa dengan asumsi yang bersifat normatif-tradisional, yaitu
pola interrelasi tersebut serasi, selaras, dan seimbang (asumsi positif). Dalam
perspektif ini, pola kriminalisasi perbuatan pelanggaran HAM dalam konteks cara
pandang masyarakat Indonesia mengenai pola interrelasi tersebut tidak selalu dan
harus selamanya ditujukan kepada penguasa semata-mata, akan tetapi juga
terhadap interrelasi antarwarga masyarakat yang memiliki perbedaan asal-usul
etnis dan agama.
Secara konseptual, penegakan hukum mencakup lingkup yang luas, bukan
hanya berbicara soal proses peradilan, tetapi juga keadaan hukum, perilaku
hukum, dan lingkungan tempat hukum tersebut berlaku. Keadaan hukum yang
dimaksud berkenaan dengan proses pembentukan hukum dalam kaitannya dengan
susunan kekuasaan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan HAM, pemikiran dan
pembentukan berbagai peraturan perundangundangan tentang HAM telah dimulai
sejak masa persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI ketika merumuskan Rancangan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Setelah disahkan pada tanggal
18 Agustus 1945, UUD 1945 memuat pengaturan tentang HAM ini dalam

2
sejumlah pasal, antara lain dalam pasal 29, 31, 33, dan 34. Selanjutnya, dalam
konstitusi-konstitusi yang berlaku pada masa Republik Indonesia Serikat maupun
periode UUDS 1950, pengakuan tentang HAM tetap termuat dalam konstitusi
negara.
Lahirnya Deklarasi Universal tentang HAM melalui Sidang Perserikatan
BangsaBangsa (PBB) selanjutnya ditindaklanjuti dalam Rapat Koordinasi Dewan
Pertahanan dan Keamanan Nasional yang diselenggarakan tahun 1997, yang
menyempurnakan Deklarasi HAM sudut Bangsa Indonesia menjadi Piagam HAM
Bangsa Indonesia, yang antara lain mencakup hak untuk hidup; hak untuk
melangsungkan keturunan; hak pengembangan diri; hak keadilan; hak
kemerdekaan; hak keamanan; hak kesejahteraan; serta kewajiban manusia dan
warganegara.
Pada masa pascareformasi, pengakuan terhadap HAM menjadi semakin
kuat dengan diaturnya HAM dalam Amandemen UUD 1945 dan Tap MPR
XVII/MPR/1998 tentang HAM yang melampirkan sebuah Piagam HAM, yang
kemudian diikuti dengan pembentukan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
yang memuat prinsip-prinsip HAM. UU ini menegaskan bahwa tugas
menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan HAM ada pada
pemerintah. Terdapat pula aturan mengenai pembatasan dan larangan. UU tentang
HAM ini juga mengatur tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM), pembentukan pengadilan HAM minimal dalam waktu empat tahun, dan
partisipasi masyarakat untuk memajukan HAM. Selanjutnya, dibuat UU No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang berwenang untuk memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran HAM yang berat, antara lain kejahatan genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan. UU berikutnya yang terkait dengan
pelaksanaan HAM adalah UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi yang diharapkan berperan dalam mengungkapkan kebenaran dari
berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi agar dapat mengarah pada proses
rekonsiliasi yang baik.
Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa keadaan hukum yang
berkenaan dengan pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan tentang

3
HAM di Indonesia telah berkembang pesat, bahkan menunjukkan
kecenderung menguat dalam pengakuan dan penghargaan HAM. Namun,
salahsatu problematika hukum terbesar di Indonesia adalah masalah implementasi
atau penegakan hukum yang menyangkut HAM tersebut. Meskipun Indonesia
telah meratifikasi berbagai instrumen HAM, membuat beberapa aturan
perundang- undangan yang mengatur persoalan HAM bahkan melakukan
amandemen konstitusi yang memuat prinsip HAM, namun aturan-aturan tersebut
masih bersifat normatif. Implementasi HAM seyogianya terwujud melalui
implementasi kebijakan, pola pikir, gaya hidup, cara pandang, dan penegakan
hukum sehingga akan tercapai keadaan di mana manusia hidup damai, saling
menghormati martabatnya dan merasa menjadi manusia dalam arti sebenarnya.
Setidaknya terdapat 2 (dua) persoalan besar yang menjadi penghambat dalam
pelaksanaan HAM di Indonesia, yakni jaminan perlindungan HAM secara
normatif dan jaminan perlindungan HAM secara praksis.
Faktor penting dalam implementasi penegakan hukum adalah pelaku
penegakan hukum, baik yang berada pada proses peradilan maupun proses non
peradilan.36 Secara konseptual, pelaku penegakan hukum dalam perkara pidana
adalah penyidik, penuntut, dan hakim. Dalam perkara perdata (termasuk peradilan
agama), pelaku penegakan hukum adalah hakim dan pihak-pihak yang berperkara.
Sedangkan dalam perkara administrasi negara, pelaku penegakan hukum adalah
hakim, penggugat dan pejabat administrasi negara. Dari berbagai macam perkara
tersebut, dapat pula dimasukkan sebagai pelaku penegakan hukum adalah para
penasihat hukum. Pelaku penegakan hukum didapati juga pada badan administrasi
negara, seperti wewenang melakukan tindakan administrasi terhadap pegawai,
pencabutan izin dan lain-lain. Di sini termasuk juga pejabat bea cukai,
keimigrasian, lembaga pemasyarakatan sebagai penegak hukum dalam lingkungan
administrasi negara.
Dengan demikian, masalah penegakan hukum semestinya tidak hanya
dipusatkan pada lembaga peradilan, tetapi pada semua pelaku penegak hukum.
Hanya dengan cara pandang komprehensif, dapat diharapkan tercapai secara
integral penertiban penegakan hukum yang menjamin keadilan dalam setiap aspek

4
dan bagi semua pencari keadilan. Demikian pula dalam hal penegakan HAM,
terdapat sejumlah lembaga HAM di lingkup internasional maupun nasional. Di
lingkup internasional, penegakan HAM secara organisatoris berpusat pada PBB
dengan lembaga intinya adalah United Nations Commission on Human Rights, the
Human Rights Committee, dan the High Commissioner for Human Rights. Di
tingkat nasional, lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan HAM hampir
sama dengan aparat penegak hukum pada umumnya ditambah dengan lembaga-
lembaga khusus, seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan.

Daftar Pustaka
Nurwardani, Paristiyanti. (2016). Pendidikan Kewarganegraan. Dikti: Jakarta
Kaelan, 2013, Negara Kebangsaan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia, Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3886.
Roma K Smith et al, 2009,Hukum HAM, Yogyakarta : Pusham UI
Kusniati, R, 2011, “Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia dalam
Kaitannya dengan Konsepsi Negara Hukum”,Jurnal Ilmu Hukum, Vol 4
No.5
Muhtaj Majda El, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurangi Hak Ekonomi,
sosial dan Budaya, Jakarta : PT. Rajagarfindo Persada

Anda mungkin juga menyukai