KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagsalah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Pengertian Hukum Jaminan.......................................................................2
2.2 Jenis-jenis Hukum jaminan.......................................................................3
2.3 Unsur-Unsur Hukum Jaminan...................................................................4
2.4 Obyek Benda Jaminan dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan...................5
2.5 Sumber Hukum Jaminan...........................................................................7
2.6 Asas-Asas Hukum Jaminan.......................................................................9
2.7 Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia........................................10
2.8 Pembaharuan Hukum Jaminan Kebendaan Bergerak.............................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika). Hlm
28
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
J satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan, (PT Citra Aditya
Bakti: Bandung) 1997 Hal 23
2
4. Hartono Hadisaputro, Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur
kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan
memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari
suatu perikatan
3
BadrulZaman, MariamDarus. Sistem Hukum Perdata Nasional. (Makalah dalam kursus
Hukum perikatan: kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia proyek Hukum
Perdata;Jakarta) 1987
3
tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap
kreditur lainnya.
4
2.4 Obyek Benda Jaminan dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan
Sebagaimana obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalamsuatu
hutang piutang dalam jaminan kredit adalah benda bergerak, benda tidak bergerak
dan jaminan perorangan. Berdasarkan ketentuan Undang–undang Fidusia Nomor
42 Tahun 1999, benda bergerak terdiri atas benda yang berwujud dan benda yang
tidak berwujud, serta benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak
dibebani hak tanggungan. Benda atau barang yang dijadikan sebagai objek
jaminan hutang akan dapat diketahui apakah benda tersebut milik si debitur atau
pihak lain.
Menurut M. Bahsan, apabila benda atau barang yang dijadikan sebagai obyek
jaminanhutang milik si pemohon (debitur) sebagai obyek jaminan kredit
merupakan milik pihak (orang) lain maka bank perlumeneliti keabsahan
pengunaanya sebagai jaminan kredit kepada bank olehpemohon kredit 5. Berbagai
obyek jaminan hutang, benda yang dipakaijaminan sebelum penilaian hukum
tentang kelayakan benda obyek jaminanitu dilakukan, dalam hal ini ada beberapa
aspek yang perlu diperhatikantentang obyek jaminan tersebut mempunyai nilai
atau harga secaraekonomis. Bila dijadikan jaminan Hutang yaitu: Jenis dan bentuk
jaminan, apakah merupakan barang yang bergerak dan apa jenisnya, barang tidak
bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan apa jenisnya.
5
prospek perkembangan harganya, tingkat harga inimerujuk kepada harga
pasar yang berlaku.
4. Penggunaan obyek jaminan, dapat mempengaruhi tingkat hargaatau nilai
ekonominya dari pemanfaatan obyek jaminan tersebut.Terkait dengan
obyek jaminan berdasarkan atas beberapa aspekekonomi mengenai
kelayakan obyek jaminan, dalam pemberian pinjamankreditur dalam hal
ini harus berupaya semaksimal mungkin untukmengetahui nilai ekonomi
yang sebenarnya untuk dapatdipertanggungjawabkan dari obyek jaminan
yang diajukan oleh debitur, yang masing–masing sangat terkait dengan
jenis obyek jaminan.
Dalam hukum positif di indonesia, ruang lingkup hukum jaminan mencakup
berbagai ketentuan peraturan perundang–undangan yang mengatur hal–hal yang
berkaitan dengan penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif
Indonesia. Adapun ketentuan–ketentuan yang mengatur mengenai hukum jaminan
di Indonesia, antara lain terdapat dalam KUHPerdata , KUHDagang yang
mengatur mengenai penjaminan hutang. Di samping itu terdapat undang–undang
tersendiri yaitu UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta
benda–benda yang berkaitan dengantanah dan UU No. 42 tahun 1999 tentang
jaminan fidusia, yang masing– masing mengatur tentang lembaga jaminan dalam
rangka penjaminan hutang6.
6
HS Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Sinar Grafika,
Jakarta), 22004, hal. 4
6
Berdasarkan sifatnya, terdapat 2 (dua) asas dalam pemberian jaminan yaitu:
7
http/hukumonline.com
7
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda–benda yang berkaitan dengan tanah. Undang–undang ini
mencabut berlakunya hypotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH
Perdata, sepanjang mengenai tanah dancrediet verband.
4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia,adapun
dasar pertimbangan lahirnya undang-undang ini adalah:
a. Kebutuhan yang sangat besar bagi dunia usaha atastersedianya dana,
perlu diimbangi adanya ketentuan hukumyang jelas dan lengkap
mengatur mengenai lembagajaminan.
b. Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminansampai
saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi, danbelum diatur dalam
peraturan perundang–undangan secaralengkap dan komprehensif
5. Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebihmemacu
pembangunan nasional dan untuk menjaminkepastian hukum, serta
mampu memberikan perlindunganhukum bagi pihak yang berkepentingan.
6. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentangpelayaran, yang
berbunyi: (i) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hypotek. (ii)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Dari sumber-sumber hukum jaminan tersebut pada dasarnya ada 5(lima)
sumber hukum jaminan yang berlaku sebagai sumber hukum positif di Indonesia,
yaitu: KUHPerdata, KUH Dagang, Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996,
Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 21
Tahun 1992 khususnya Pasal 49 tentang pelayaran.8
8
1. Asas Publicitet, Yaitu asas bahwa semua hak baik hak tanggungan, hak
fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran tersebut agar pihak ke-
tiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan
pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan dikantor Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota. Pendaftaran fidusia pada
Kantor Dapartemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, sedangkan
pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan Pejabat Pendaftar dan
Pencatat Balik Nama, yaitu Syahbandar.
2. Asas Specialitet, Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek
hanya dapat dibebankan atas percil atau asas barang-barang yang sudah
terdaftar atas nama orang-tertentu
3. Asas Tak Dapat Dibagi-Bagi, Yakni asas dapat dibaginya utang tidak
dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia,
hipotek, dan gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian;
4. Asas Inbezittstelling, Yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada
penerima gadai;
5. Asas Horizontal, Yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu
kesatuan. Hak ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah
negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang
bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain,
berdasarkan hak pakai.
9
tetap menggunakan ketentuan menurut Stb. 1908 No. 542 yang diubah dengan
Stb. 1937 No. 190. (Berlakunya BW dan WvK dan Credietverband berdasarkan
Ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945)10.
10
Perkembangan hukum jaminan di Indonesia dimulai sejak masa pemerintahan
Belanda, Jepang dan zaman kemerdekaan sampai dengan era reformasi saat ini.
Sejak itu sudah banyak hukum tentang jaminan yang telah disahkan menjadi
Undang-undang. Sejak masa kemerdekaan sampai era reformasi, ketentuan
hukum yang mengatur jaminan adalah Undang-undang nomor 5 Tahun 1960
tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria. Dalam ketentuan ini juga merujuk
pada berbagai peraturan perundangan-undangan lainnya11.
11
Sri Redjeki Slamet, Dkk, Pembaharuan Hukum Jaminan Indonesia, Jurnal Lex
Jurnalica Volume 19 Nomor 3, Desember 2022
11
kelemahan yakni (Kementrian Hukum dan Hak Asasi manusia Badan Pembina
Hukum Nasional, n.d.)12:
12
a. Konsepsi kepemilikan pada Jaminan Fidusia membatasi fleksibilitas
pembebanan hak jaminan kebendaan bergerak. Akibatnya banyak piutang
ataupun tagihan / hak retensi yang potensial tidak dapat dijadikan objek
jaminan kebendaan, dikarenakan konsep kepemilikan dalam jaminan
fidusia menghambat jenis diversifikasi benda yang dapat dibebankan
dengan jaminan fidusia.
b. Hambatan untuk mengoptimalkan nilai jaminan, dimana pemberi fidusia
dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang dijadikan objek
jaminan fidusia yang telah terdaftar.
c. Kewajiban pendaftaran dan pengakhiran pendaftaran jaminan fidusia.
Banyak jaminan yang telah selesai namun belum dilaporkan
pengakhirannya yang menjadikan data kadaluarsa yang belum terhapus.
13
a. tidak semua pengaturan jaminan benda bergerak mewajibkan adanya
pendaftaran pada saat jaminan dibentuk, salah satunya adalah gadai.
Pendaftaran merupakan instrumen penting untuk mendata benda-benda
yang telah dilekati jaminan kebendaan sehingga pihak berkepentingan
dapat mengetahui status benda dimaksud.
b. mekanisme pendaftaran yang digunakan seperti dalam fidusia yang
menghambat kemudahan setiap orang untuk dapat menjaminkan asetnya.
Ketentuan fidusia mengharuskan pendaftaran pada domisili pemberi
fidusia. Hambatan timbul jika pemberi fidusia adalah orang asing yang
memiliki aset di Indonesia, mengingat belum tentu hukum di negara
domisili pemilik aset tersebut dikenali dan diakui di sana.
3. Penjaminan kembali. Pada gadai, konsekuensi benda jaminan yang telah
diserahkan kepada penerima gadai menyebabkan terhadap benda yang
digadaikan tersebut tidak dapat lagi dioptimalkan termasuk untuk dijaminkan
kembali meskipun nilai benda lebih tinggi dari nilai jaminan yang diberikan.
Lain halnya dengan fidusia yang terhadap benda yang telah difidusiakan itu
dapat dilakukan penjaminan kembali sehingga kemanfaatan obyek jaminan
dapat dioptimalkan.
4. Terdapat mekanisme eksekusi yang berbeda-beda dalam pengaturan jaminan
benda bergerak, contohnya pada resi gudang, eksekusi dilakukan melalui
parate eksekusi dan penjualan langsung. Pada gadai, eksekusi menggunakan
parate eksekusi dan penjualan di bawah tangan. Pengaturan yang
membolehkan penjualan di bawah tangan pada gadai ini, sering berujung
pada timbulnya sengketa terkait tata cara pelaksanaan penjualan di bawah
tangan dan penilaian atas nilai benda yang akan dieksekusi. Adapun pada
fidusia, pasca Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 18/PUU-
XVII/2019, timbul beragam intepretasi mengenai eksekusi jaminan fidusia
berdasar kekuatan eksekutorial yanng mengancam kepastian hukum dalam
pelaksanaannya (Kementrian Hukum dan Hak Asasi manusia Badan Pembina
Hukum Nasional, n.d.).
14
Karenanya diperlukan pembaharuan hukum jaminan yang dapat
mengakomodasikan kepentingan para pelaku usaha, dengan tetap memperhatikan
asas-asas hukum jaminan. Hukum jaminan tidak dapat dilepaskan dari hukum
perdata, khususnya hukum benda dan hukum perikatan. Dengan menyatukan
pengaturan hukum yang terdapat dalam beberapa peraturan termasuk penyatuan
lembaga penjaminan atas benda bergerak akan berdampak terhadap penyatuan
konsep dalam penjaminan yang selama ini ada khususnya terhadap hak dan
kewajiban bagi kreditur dan debitur atas objek jaminan yang diserahkan pada
kreditur. Dengan pembaharuan hukum jaminan tercipta integrasi, kepastian
hukum dan pemanfaatan jaminan secara optimal oleh masyarakat sehingga dapat
berperan dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional serta pelayanan
jaminan yang lebih cepat, mudah, dan lebih memberikan kepastian hukum14.
14
Prasastinah Usanti, T. (2014). Hak Jaminan Atas Resi Gudang Dalam Perspektif
Hukum Jaminan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan
piutang seorang kreditur terhadap debitur. Dari apa yang dipaparkan di atas ini,
hukum jaminan seolah-olah hanya difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur
saja, dan tidak memperhatikan hak-hak debitur. Perkembangan hukum jaminan di
Indonesia dimulai sejak masa pemerintahan Belanda, Jepang dan zaman
kemerdekaan sampai dengan era reformasi saat ini. Sejak itu sudah banyak hukum
tentang jaminan yang telah disahkan menjadi Undang-undang. Sejak masa
kemerdekaan sampai era reformasi, ketentuan hukum yang mengatur jaminan
adalah Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-
pokok Agraria. Dalam ketentuan ini juga merujuk pada berbagai peraturan
perundangan-undangan lainnya. Sedangkan pada era reformasi, telah dikeluarkan
undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia. Walaupun sejak
zaman kemerdekaan sampai era reformasi saat ini pemerintahan banyak
menetapkan undang-undang yang berkaitan dengan jaminan, tapi sistem hukum
yang tercantum kita masih memberlakukan ketentuan-ketentuan hukum yang
tercantum dalam buku II KUH Perdata, seperti yang berkaitan dengan gadai
(pand)dan hipotik, terutama yang berkaitan dengan pembebanan atas dan hipotik
kapal laut. Dengan memaparkan perkembangan analisis atas hukum, serta
melibatkannya dalam kebijakan dan praktik hukum di Indonesia, maka menjadi
lebih terbuka kemungkinan perubahan paradigma serta lebih banyak alternatif
pemikiran yang dapat dikembangkan dalam pengkajian hukum di Indonesia
khususnya terkait masalah hukum jaminan yang mengarah ke hukum jaminan
yang modern.
16
DAFTAR PUSTAKA
Azas-Azas Hukum Perjanjian, Pt.Bale Bandung, Bandung.
Badrulzaman, Mariamdarus. 1987. Sistem Hukum Perdata Nasional. Kursus
Hukum Perikatan: Kerjasama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia
Proyek Hukum Perdata;Jakarta
D.Y. Witanto. 2015. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan
Konsumen: Aspek Perikatan, Pendaftaran, Dan Eksekusi. Cv Mandar
Maju
Eva Andari Ramadhina, Dkk. 2017. Penerapan Asas Jaminan Fidusia Dan
Perjanjian Pada Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Pembiayaan
Konsumen, Jurnal Privat Law Vol. V No. 1
Gunawan Widjaja Dan Ahmad Yani, 2003, Jaminan Fidusia, Cetakan Ketiga,
Pt.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
H. Tan Kamello, 2014, Hukum Jaminan Fidusia: Suatu Kebutuhan Yang
Didambakan, Pt. Alumni, Bandung.
Hadisoepraoto Hartono, 1984.Segi Hukum Perdata : Pokok Pokok Hukum
Perdata Dan Hukum Jaminan; (Yogyakarta: Liberty)
Hs Salim, 2004. Hukum Kontrak Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafika, Jakarta
Http/Hukumonline.Com
J Satrio, 1997. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan, Pt
Citra Aditya Bakti: Bandung
M Bahsan . 2007. Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Di Indonesia,
Raja Grafindo Persada ; Jakarta
Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, Pt.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Prasastinah Usanti, T. (2014). Hak Jaminan Atas Resi Gudang Dalam Perspektif
Hukum Jaminan.
R. Setiawan, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan Kedua, Percetakan
Ekonomi, Bandung.
Salim Hs, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Pt.Intermasa, Jakarta. Wirjono Prodjodikor
17