Anda di halaman 1dari 20

PERKEMBANGAN HUKUM JAMINAN DI INDONESIA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagsalah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Pengertian Hukum Jaminan.......................................................................2
2.2 Jenis-jenis Hukum jaminan.......................................................................3
2.3 Unsur-Unsur Hukum Jaminan...................................................................4
2.4 Obyek Benda Jaminan dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan...................5
2.5 Sumber Hukum Jaminan...........................................................................7
2.6 Asas-Asas Hukum Jaminan.......................................................................9
2.7 Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia........................................10
2.8 Pembaharuan Hukum Jaminan Kebendaan Bergerak.............................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perekonomian Bangsa Indonesia saat ini lambat laun terus mengalami
perkembangan, Hal ini tentu tidak terlepas peran dari dunia bisnis yang terus
bergeliat, berkembang. Apalagi di era pasar Global seperti saat ini. Hal ini tentu
harus dibarengi dengan kebijakan-kebijakan terkait dengan perekembangan
ekonomi, salah satunya adalah penyempurnaan mengenai peraturan di bidang
hukum jaminan. Kita ketahui bahwa aturan yang selama ini dianut kebanyakan
adalah aturan produk Kolonial. Sedangkan perkembangan dunia bisnis terus
berekembang seiring dengan kemajuan di bidang teknologi informasi. Oleh sebab
itu mau tidak mau, suka atau tidak suka kiota harus mengikuti arus perkembangan
teknaologi itu, dengan menyesuaikan aturan aturan yang tidak lagi dapat
mengakomodir kepentingan pasar baik debitur maupun kreditur.

Perkembangan hukum jaminan di indonesia tidak lepas dari pembicaraan


tentang perkembangan hukum jaminan pada masa pemerintah hindia belanda,
jepang dan zaman kemerdekaan sampai saat ini. latar belakang timbulnya apa
yang di namakan jaminan ketika terjadi hubungan pinjam meminjam maka timbul
hak dan kewajiban, ketika terjadi wanprestasi maka disinilah timbulnya pemikiran
mengenai apa yang dinamakan jaminan.yang di pelajari dalam hukum jaminan
adalah persoalan kredit yang bersangkutan atau berkaitan dengan pihak bank1.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Hukum Jaminan?
2. Apa Jenis-jenis Hukum jaminan?
3. Apa Unsur-Unsur Hukum Jaminan?
4. Apa Obyek Benda Jaminan dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan?
5. Apa Sumber Hukum Jaminan?
6. Apa Asas-Asas Hukum Jaminan?
7. Bagaimana perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia?
8. Bagaimana Pembaharuan Hukum Jaminan Kebendaan Bergerak?

1
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika). Hlm
28

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Jaminan


Sejarah Hukum jaminan di Indonesia ruang lingkupnya mencakup berbagai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia.
Hukum jaminan dalam ketentuan KUH Perdata terdapat pada Buku II yang
mengatur tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan
(gadai dan hypotek), dan pada buku ini yang mengatur tentang penanggungan
hutang. Beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian
Hukum Jaminan, antara lain2 :

1. Menurut J. Satrio mengartikan hukum jaminan sebagai peraturan hukum


yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.
Dari apa yang dipaparkan di atas ini, hukum jaminan seolah-olah hanya
difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur saja, dan tidak
memperhatikan hak-hak debitur. Padahal subyek kajian hukum jaminan
tidak hanya menyangkut kreditur saja, akan tetapi erat kaitannya
dengandebitur, karena yang menjadi obyek kajian hukum jaminan adalah
bendajaminan dari debitur.
2. Salim HS mendefenisikan hukum jaminan sebagai "keseluruhan
darikaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi
danpenerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan
untukmendapatkan fasilitas kredit".
3. Mariam Darus Badruzaman merumuskan Jaminan sebagai suatu
tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga
kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan
juga.

2
J satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan, (PT Citra Aditya
Bakti: Bandung) 1997 Hal 23

2
4. Hartono Hadisaputro, Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur
kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan
memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari
suatu perikatan

2.2 Jenis-jenis Hukum jaminan


1. Jaminan Umum : Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-
undang
2. Jaminan Khusus : Jaminan yang lahir karena perjanjian. Jaminan Khusus
dibagi 23:
a. Jaminan Kebendaan: Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu
benda yang mempunyai ciri-ciri, yaitu mempunyai hubungan langsung
atas benda dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu
mengikuti bendanya, dan dapat diperalihkan.
b. Jaminan Perorangan: Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung
pada perseorangan, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur,
terhadap harta kekayaan debitur semuanya. Jaminan Kebendaan di
bagi 2:
(i) Objek benda bergerak , Gadai adalah suatu hak yang diperoleh
kreditur atas waktu kebendaan bergerak yang diserahkan
kepadanya oleh seorang debitur dan seorang lain atas nama
debitur yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di dahulukan
dari pada kreditur lainnya, atau dapat disbut kreditur preveren
(kreditur yang didulukan).
(ii) Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud atau tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat di bebani hak tanggungan
sebagai mana yang dimaksud dalam UU No 4 1996 tentang hak

3
BadrulZaman, MariamDarus. Sistem Hukum Perdata Nasional. (Makalah dalam kursus
Hukum perikatan: kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia proyek Hukum
Perdata;Jakarta) 1987

3
tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap
kreditur lainnya.

2.3 Unsur-Unsur Hukum Jaminan


Unsur-unsur hukum jaminan yaitu4:

1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan yaitu:


a. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah–kaidahhukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan,traktat dan
yurisprudensi.
b. Kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah–kaidah hukum
jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal
ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara
lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, pemberi jaminan adalah orang
atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima
jaminan, yang membutuhkan fasilitas kredit yang lazim disebut debitur.
Sedangkan penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang
menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum sebagai
penerima jaminan adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat
berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank.
3. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur
adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan
jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda
bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan
non kebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan oleh
pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank
atau lembaga keuangan non bank.
4
Hadisoepraoto Hartono, Segi Hukum Perdata : Pokok Pokok Hukum Perdata Dan
Hukum Jaminan; (Yogyakarta: Liberty) 1984 Hal 50

4
2.4 Obyek Benda Jaminan dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan
Sebagaimana obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalamsuatu
hutang piutang dalam jaminan kredit adalah benda bergerak, benda tidak bergerak
dan jaminan perorangan. Berdasarkan ketentuan Undang–undang Fidusia Nomor
42 Tahun 1999, benda bergerak terdiri atas benda yang berwujud dan benda yang
tidak berwujud, serta benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak
dibebani hak tanggungan. Benda atau barang yang dijadikan sebagai objek
jaminan hutang akan dapat diketahui apakah benda tersebut milik si debitur atau
pihak lain.

Menurut M. Bahsan, apabila benda atau barang yang dijadikan sebagai obyek
jaminanhutang milik si pemohon (debitur) sebagai obyek jaminan kredit
merupakan milik pihak (orang) lain maka bank perlumeneliti keabsahan
pengunaanya sebagai jaminan kredit kepada bank olehpemohon kredit 5. Berbagai
obyek jaminan hutang, benda yang dipakaijaminan sebelum penilaian hukum
tentang kelayakan benda obyek jaminanitu dilakukan, dalam hal ini ada beberapa
aspek yang perlu diperhatikantentang obyek jaminan tersebut mempunyai nilai
atau harga secaraekonomis. Bila dijadikan jaminan Hutang yaitu: Jenis dan bentuk
jaminan, apakah merupakan barang yang bergerak dan apa jenisnya, barang tidak
bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan apa jenisnya.

1. Kondisi obyek jaminan, akan sangat berpengaruh terhadap


nilaiekonomisnya, karena kondisi obyek jaminan sering berkaitandengan
keadaan fisiknya, persyaratan teknisnya dan kelengkapanlainnya.
2. Kemudahan pengalihan kepemilikan obyek jaminan, hal ini
sangatberpengaruh pada suatu obyek jaminan yang mudah dapat dialihkan
atau dipindahtangankan kepada pihak lain akanmempunyai nilai ekonomi
yang relatif baik.
3. Tingkat harga yang jelas dan prospek pemasaran, suatu barangyang
dijadikan sebagai obyek jaminan, tingkat harga tidak hanyadidasarkan
kepada permintaan dan penawaran, tetapi juga kepadakestabilan dan
5
M Bahsan . Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit perbankan di Indonesia, (Raja
Grafindo Persada ; Jakarta) 2007 Hal 114

5
prospek perkembangan harganya, tingkat harga inimerujuk kepada harga
pasar yang berlaku.
4. Penggunaan obyek jaminan, dapat mempengaruhi tingkat hargaatau nilai
ekonominya dari pemanfaatan obyek jaminan tersebut.Terkait dengan
obyek jaminan berdasarkan atas beberapa aspekekonomi mengenai
kelayakan obyek jaminan, dalam pemberian pinjamankreditur dalam hal
ini harus berupaya semaksimal mungkin untukmengetahui nilai ekonomi
yang sebenarnya untuk dapatdipertanggungjawabkan dari obyek jaminan
yang diajukan oleh debitur, yang masing–masing sangat terkait dengan
jenis obyek jaminan.
Dalam hukum positif di indonesia, ruang lingkup hukum jaminan mencakup
berbagai ketentuan peraturan perundang–undangan yang mengatur hal–hal yang
berkaitan dengan penjaminan hutang yang terdapat dalam hukum positif
Indonesia. Adapun ketentuan–ketentuan yang mengatur mengenai hukum jaminan
di Indonesia, antara lain terdapat dalam KUHPerdata , KUHDagang yang
mengatur mengenai penjaminan hutang. Di samping itu terdapat undang–undang
tersendiri yaitu UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta
benda–benda yang berkaitan dengantanah dan UU No. 42 tahun 1999 tentang
jaminan fidusia, yang masing– masing mengatur tentang lembaga jaminan dalam
rangka penjaminan hutang6.

Berdasarkan atas ruang lingkup hukum jaminan dalam hukumpositif di


Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa ruang lingkup hukumjaminan meliputi
jaminan umum dan jaminan khusus.Jaminan khususdapat dibagi menjadi 2 (dua)
macam, yaitu jaminan kebendaan danjaminan perorangan. Dalam jaminan
kebendaan ini dapat berupa jaminanbenda bergerak dan tidak bergerak. Yang
termasuk dalam jaminan bendabergerak meliputi gadai dan fidusia. Sedangkan
jaminan benda tidakbergerak meliputi hak tanggungan, fidusia khususnya susun,
hypotek, kapal laut, dan pesawat udara. Untuk jaminan perorangan meliputi
barang, tanggung menanggung (tanggung renteng) dan garansi bank.

6
HS Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Sinar Grafika,
Jakarta), 22004, hal. 4

6
Berdasarkan sifatnya, terdapat 2 (dua) asas dalam pemberian jaminan yaitu:

1. Jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan olehdebitur


kepada setiap kreditur, hak–hak tagihan mana tidakmempunyai hak saling
mendahului (konkuren) antara kreditur yangsatu dan kreditur lainnya.
2. Jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur
kepada kreditur, hak–hak tagihan mana mempunyai hakmendahului
sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privilege (hak preferent).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ruang lingkup hukumjaminan
umum adalah jaminan yang diberikan tidak mempunyai hak yangmendahului
(konkuren) antara kreditur yang satu dengan kreditur yanglainnya. Beda halnya
dengan jaminan yang bersifat khusus, dimanakreditur yang menerima jaminan
tersebut dari Debitur mempunyai hakmendahului dari kreditur yang lain, yang
dikenal sebagai kreditur yangmempunyai hak preferent atau privilege.

2.5 Sumber Hukum Jaminan


Sumber hukum jaminan tertulis umumnya terdapat dalam kaidah –
kaidahhukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis seperti7 :

1. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek (BW),


jaminan yang masih berlaku dalam Buku II Kitab Undang-Undang
HukumPerdata adalah gadai (pand) hypotek kapal laut, Gadai diatur dari
Pasal 150-Pasal 1160 KUH Perdata,sedangkan hypotekdiatur dalam Pasal
1162-232 KUH Perdata.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, diatur dalam Stb. 1847Nomor 23,
KUH Dagang terdiri dari 2 buku, yaitu Buku I tentang dagang pada
umumnya dan Buku II tentang hak–hak dan kewajibanyang timbul dalam
pelayanan, yang terdiri dari 754 pasal. Pasal – pasalyang erat kaitannya
dengan jaminan adalah pasal – pasal yangkaitan dengan hypotek kapal
laut, yang diatur dalam pasal 314 – 316KUH Dagang.

7
http/hukumonline.com

7
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda–benda yang berkaitan dengan tanah. Undang–undang ini
mencabut berlakunya hypotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH
Perdata, sepanjang mengenai tanah dancrediet verband.
4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia,adapun
dasar pertimbangan lahirnya undang-undang ini adalah:
a. Kebutuhan yang sangat besar bagi dunia usaha atastersedianya dana,
perlu diimbangi adanya ketentuan hukumyang jelas dan lengkap
mengatur mengenai lembagajaminan.
b. Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminansampai
saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi, danbelum diatur dalam
peraturan perundang–undangan secaralengkap dan komprehensif
5. Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebihmemacu
pembangunan nasional dan untuk menjaminkepastian hukum, serta
mampu memberikan perlindunganhukum bagi pihak yang berkepentingan.
6. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentangpelayaran, yang
berbunyi: (i) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hypotek. (ii)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Dari sumber-sumber hukum jaminan tersebut pada dasarnya ada 5(lima)
sumber hukum jaminan yang berlaku sebagai sumber hukum positif di Indonesia,
yaitu: KUHPerdata, KUH Dagang, Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996,
Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 21
Tahun 1992 khususnya Pasal 49 tentang pelayaran.8

2.6 Asas-Asas Hukum Jaminan


Berdasarkan analisis terhadap berbagai Peraturan Perundang-undangan yang
mengatur tentang jaminan maupun kajian tentang terhadap berbagai literatur
tentang jaminan, ditemukan 5 asas penting dalam hukum jaminan9 :
8
Maria SW Soemardjono, Hak Tanggungan dan Fidusia, (Citra Aditya Bakti:
Bandung),1996
9
Eva Andari Ramadhina, Dkk. Penerapan Asas Jaminan Fidusia Dan Perjanjian Pada
Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Pembiayaan Konsumen, Jurnal Privat Law Vol. V No. 1,

8
1. Asas Publicitet, Yaitu asas bahwa semua hak baik hak tanggungan, hak
fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran tersebut agar pihak ke-
tiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan
pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan dikantor Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota. Pendaftaran fidusia pada
Kantor Dapartemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, sedangkan
pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan Pejabat Pendaftar dan
Pencatat Balik Nama, yaitu Syahbandar.
2. Asas Specialitet, Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek
hanya dapat dibebankan atas percil atau asas barang-barang yang sudah
terdaftar atas nama orang-tertentu
3. Asas Tak Dapat Dibagi-Bagi, Yakni asas dapat dibaginya utang tidak
dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia,
hipotek, dan gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian;
4. Asas Inbezittstelling, Yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada
penerima gadai;
5. Asas Horizontal, Yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu
kesatuan. Hak ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah
negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang
bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain,
berdasarkan hak pakai.

2.7 Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia


Kita ketahui bahwa sejarah berlakunya hukum jaminan di Indonesia tidak
bisa lepas dari sejarah perkembangan hukum yang berlaku di Indoesia, baik pada
masa pemerintahan Kolonial Belanda, masa pendudukan Pemerintahan Jepang
dan masa Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1994 hingga sekarang. Setelah
Indonesia merdeka, hukum jaminan yang berlaku masih tunduk pada ketentuan
Buku II Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang Undang
Hukum Dagang. Termasuk juga peraturan tentang Credietverband yang masih
2017

9
tetap menggunakan ketentuan menurut Stb. 1908 No. 542 yang diubah dengan
Stb. 1937 No. 190. (Berlakunya BW dan WvK dan Credietverband berdasarkan
Ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945)10.

Pemikiran untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan-ketentuan hukum


jaminan, sudah mulai dilakukan pemerintah Republik Indonesia, dengan
dikeluarkannya Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960. Dalam
UUPA ditegaskan bahwa tanah hak milik (Pasal 23), Hak Guna Usaha (Pasal 33)
dan Hak Guna Bagungan (Pasal 39) dapat dijadikan jaminan hutang dengan
dibebani hak Tanggungan. Dalam perkembangannya sekarang tidak saja Hak
Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang dapat dibebani Hak
Tanggungan. Menurut Pasal 51 UUPA menyatakan bahwa: “Hak tanggungan
yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan
tersebut dalam Pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang-undang”. Selanjutnya
dalam Pasal 57 UUPA disebutkan bahwa: “Selama undang-undang mengenai hak
tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah
ketentuan-ketentuan mengenai Hypoteek tersebut dalam Kitab Undang-undang
Hukum perdata dan credietverband tersebut dalam S.1908-542 sebagai yang telah
diubah dengan S.1937-190”.

Setelah menunggu cukup lama, yaitu 36 Tahun sejak diundangkannya UUPA


(UU No. 5 Tahun 1960), kita baru melakukan unifikasi Hukum Jaminan di bidang
tanah, yaitu diundangkannya UU No. 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah yang
diundangkan pada tanggal 9 April 1996. Perkembangan selanjutnya pembebanan
hak tanggungan juga dapat dilakukan atas Hak Pakai atas Tanah Negara (PP No.
40 Tahun 1996) dan Pemilikan rumah tempat tinggal oleh orang asing yang
berkedudukan di Indonesia (PP No. 41 tahun 1996). Untuk jaminan benda
bergerak diatur dalam UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang
diundangkan pada tanggal 30 September 1999.

Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia.,(Jakarta :


10

PT.RajaGrafindo Persada) 2007

10
Perkembangan hukum jaminan di Indonesia dimulai sejak masa pemerintahan
Belanda, Jepang dan zaman kemerdekaan sampai dengan era reformasi saat ini.
Sejak itu sudah banyak hukum tentang jaminan yang telah disahkan menjadi
Undang-undang. Sejak masa kemerdekaan sampai era reformasi, ketentuan
hukum yang mengatur jaminan adalah Undang-undang nomor 5 Tahun 1960
tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria. Dalam ketentuan ini juga merujuk
pada berbagai peraturan perundangan-undangan lainnya11.

Sedangkan pada era reformasi, telah dikeluarkan undang-undang nomor 42


tahun 1999 tentang jaminan Fidusia. Walaupun sejak zaman kemerdekaan sampai
era reformasi saat ini pemerintahan banyak menetapkan undang-undang yang
berkaitan dengan jaminan, tapi sistem hukum yang tercantum kita masih
memberlakukan ketentuan-ketentuan hukum yang tercantum dalam buku II KUH
Perdata, seperti yang berkaitan dengan gadai (pand)dan hipotik, terutama yang
berkaitan dengan pembebanan atas dan hipotik kapal laut. Dengan memaparkan
perkembangan analisis atas hukum, serta melibatkannya dalam kebijakan dan
praktik hukum di Indonesia, maka menjadi lebih terbuka kemungkinan perubahan
paradigma serta lebih banyak alternatif pemikiran yang dapat dikembangkan
dalam pengkajian hukum di Indonesia khususnya terkait masalah hukum jaminan
yang mengarah ke hukum jaminan yang modern. Artinya yang mampu
mengakomodir kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang tentunya sesuai
dengan tujuan hukum yang berkeadilan serta sesuai dengan kebutuhan pasar.

2.8 Pembaharuan Hukum Jaminan Kebendaan Bergerak


Mengacu pada perkembangan hukum jaminan, khususnya objek jaminan
kebendaan, maka pengertian benda menurut KUHPerdata tidak relevan lagi
dengan kebutuhan dan praktik bisnis, karena selain akan menghambat aktivitas
bisnis, pada gilirannya akan melemahkan daya saing para pelaku bisnis. Secara
umum, pengaturan mengenai benda bergerak di Indonesia memiliki beberapa

11
Sri Redjeki Slamet, Dkk, Pembaharuan Hukum Jaminan Indonesia, Jurnal Lex
Jurnalica Volume 19 Nomor 3, Desember 2022

11
kelemahan yakni (Kementrian Hukum dan Hak Asasi manusia Badan Pembina
Hukum Nasional, n.d.)12:

a. kerangka hukum yang belum terintegrasi


b. pengaturan pemilikan secara non possessory yang masih mengatur banyak
pembatasan
c. ruang lingkup benda bergerak yang dapat djaminkan terbatas dan belum
mengakomodir praktik internasional
d. ketiadaan mekanisme pendaftaran yang memberikan informasi secara utuh
mengenai penjaminan yang telah dilakukan bahkan terdapat jenis jaminan
yang tidak mewajibkan adanya pendaftaran
e. kurangnya kepastian hukum bahwa hak kreditur dibayar terlebih dahulu
ditunaikan ketika debitur wanprestasi diluar prosedur kepailitan dan ketika
debitur dilikuidasi serta pelindungan kreditur melalui lembaga automatic
stay
f. itu lembaga pendaftaran yang ada di Indonesia dinilai belum mampu
memiliki cakupan dan ruang lingkup terhadap seluruh jaminan benda
bergerak serta terbatasnya aksesibilitas masyarakat terhadap data tersebut.
Lembaga hukum jaminan kebendaan bergerak di Indonesia saat ini secara
prinsip mendasarkan kepada konsep benda Gadai (Pasal 1150 KUHPerdata),
Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia) dan Resi Gudang (UU Resi Gudang),
kelemahan-kelemahan yang terjadi dengan sistem tersebut saat ini antara lain 13:

1. Pada konsepsi Gadai kelemahannya antara lain:


a. Kewajiban secara hukum untuk menyerahkan barang gadai ke dalam
kekuasaan kreditor pemegang gadai merupakan unsur mutlak dari suatu
gadai, dan ketentuan ini bersifat imperatif.
b. Selain itu hak gadai juga akan menjadi hapus apabila lepas dari pemegang
gadai.
2. Pada konsepsi Jaminan Fidusia (UU 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia)
12
D.Y. Witanto. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen:
Aspek Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi. CV Mandar Maju, 2015
13
J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Citra Aditya Bakti, 2000

12
a. Konsepsi kepemilikan pada Jaminan Fidusia membatasi fleksibilitas
pembebanan hak jaminan kebendaan bergerak. Akibatnya banyak piutang
ataupun tagihan / hak retensi yang potensial tidak dapat dijadikan objek
jaminan kebendaan, dikarenakan konsep kepemilikan dalam jaminan
fidusia menghambat jenis diversifikasi benda yang dapat dibebankan
dengan jaminan fidusia.
b. Hambatan untuk mengoptimalkan nilai jaminan, dimana pemberi fidusia
dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang dijadikan objek
jaminan fidusia yang telah terdaftar.
c. Kewajiban pendaftaran dan pengakhiran pendaftaran jaminan fidusia.
Banyak jaminan yang telah selesai namun belum dilaporkan
pengakhirannya yang menjadikan data kadaluarsa yang belum terhapus.

Alasan yang melatarbelakangi Pemerintah perlunya penyusunan RUU tentang


Jaminan Benda Bergerak yang tertuang dalam naskah akademik menyebutkan :

1. Terdapat benda yang hakikat sifatnya adalah benda bergerak namun


penjaminannya oleh peraturan perundang-undang ditundukkan pada rezim di
luar jaminan benda bergerak seperti hipotek. Jenis benda bergerak yang dapat
dijaminkan juga sangat terbatas, belum semua jenis benda bergerak
terakomodir seperti uang yang terdapat dalam rekening bank. Kondisi
demikian bertentangan pula dengan praktik internasional sebagaimana
dinyatakan dalam UNCITRAL yang memberi parameter bahwa benda
bergerak adalah benda berwujud dan tidak berwujud selain benda tidak
bergerak. Segala benda sepanjang bukan dikategorikan benda tidak bergerak
maka statusnya harus dilihat sebagai benda bergerak. karenanya meskipun
seseorang memiliki benda bergerak yang dapat dijaminkan, belum tentu
barang tersebut dapat dioptimalkan untuk mendapatkan pinjaman karena
keterbatasan ruang lingkup pengaturan jenis jaminan benda bergerak.
2. Terkait pendaftaran. Terdapat beberapa permasalahan dalam rezim
pengaturan benda bergerak yang berkaitan dengan pendaftaran, yaitu

13
a. tidak semua pengaturan jaminan benda bergerak mewajibkan adanya
pendaftaran pada saat jaminan dibentuk, salah satunya adalah gadai.
Pendaftaran merupakan instrumen penting untuk mendata benda-benda
yang telah dilekati jaminan kebendaan sehingga pihak berkepentingan
dapat mengetahui status benda dimaksud.
b. mekanisme pendaftaran yang digunakan seperti dalam fidusia yang
menghambat kemudahan setiap orang untuk dapat menjaminkan asetnya.
Ketentuan fidusia mengharuskan pendaftaran pada domisili pemberi
fidusia. Hambatan timbul jika pemberi fidusia adalah orang asing yang
memiliki aset di Indonesia, mengingat belum tentu hukum di negara
domisili pemilik aset tersebut dikenali dan diakui di sana.
3. Penjaminan kembali. Pada gadai, konsekuensi benda jaminan yang telah
diserahkan kepada penerima gadai menyebabkan terhadap benda yang
digadaikan tersebut tidak dapat lagi dioptimalkan termasuk untuk dijaminkan
kembali meskipun nilai benda lebih tinggi dari nilai jaminan yang diberikan.
Lain halnya dengan fidusia yang terhadap benda yang telah difidusiakan itu
dapat dilakukan penjaminan kembali sehingga kemanfaatan obyek jaminan
dapat dioptimalkan.
4. Terdapat mekanisme eksekusi yang berbeda-beda dalam pengaturan jaminan
benda bergerak, contohnya pada resi gudang, eksekusi dilakukan melalui
parate eksekusi dan penjualan langsung. Pada gadai, eksekusi menggunakan
parate eksekusi dan penjualan di bawah tangan. Pengaturan yang
membolehkan penjualan di bawah tangan pada gadai ini, sering berujung
pada timbulnya sengketa terkait tata cara pelaksanaan penjualan di bawah
tangan dan penilaian atas nilai benda yang akan dieksekusi. Adapun pada
fidusia, pasca Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 18/PUU-
XVII/2019, timbul beragam intepretasi mengenai eksekusi jaminan fidusia
berdasar kekuatan eksekutorial yanng mengancam kepastian hukum dalam
pelaksanaannya (Kementrian Hukum dan Hak Asasi manusia Badan Pembina
Hukum Nasional, n.d.).

14
Karenanya diperlukan pembaharuan hukum jaminan yang dapat
mengakomodasikan kepentingan para pelaku usaha, dengan tetap memperhatikan
asas-asas hukum jaminan. Hukum jaminan tidak dapat dilepaskan dari hukum
perdata, khususnya hukum benda dan hukum perikatan. Dengan menyatukan
pengaturan hukum yang terdapat dalam beberapa peraturan termasuk penyatuan
lembaga penjaminan atas benda bergerak akan berdampak terhadap penyatuan
konsep dalam penjaminan yang selama ini ada khususnya terhadap hak dan
kewajiban bagi kreditur dan debitur atas objek jaminan yang diserahkan pada
kreditur. Dengan pembaharuan hukum jaminan tercipta integrasi, kepastian
hukum dan pemanfaatan jaminan secara optimal oleh masyarakat sehingga dapat
berperan dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional serta pelayanan
jaminan yang lebih cepat, mudah, dan lebih memberikan kepastian hukum14.

14
Prasastinah Usanti, T. (2014). Hak Jaminan Atas Resi Gudang Dalam Perspektif
Hukum Jaminan.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan
piutang seorang kreditur terhadap debitur. Dari apa yang dipaparkan di atas ini,
hukum jaminan seolah-olah hanya difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur
saja, dan tidak memperhatikan hak-hak debitur. Perkembangan hukum jaminan di
Indonesia dimulai sejak masa pemerintahan Belanda, Jepang dan zaman
kemerdekaan sampai dengan era reformasi saat ini. Sejak itu sudah banyak hukum
tentang jaminan yang telah disahkan menjadi Undang-undang. Sejak masa
kemerdekaan sampai era reformasi, ketentuan hukum yang mengatur jaminan
adalah Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-
pokok Agraria. Dalam ketentuan ini juga merujuk pada berbagai peraturan
perundangan-undangan lainnya. Sedangkan pada era reformasi, telah dikeluarkan
undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia. Walaupun sejak
zaman kemerdekaan sampai era reformasi saat ini pemerintahan banyak
menetapkan undang-undang yang berkaitan dengan jaminan, tapi sistem hukum
yang tercantum kita masih memberlakukan ketentuan-ketentuan hukum yang
tercantum dalam buku II KUH Perdata, seperti yang berkaitan dengan gadai
(pand)dan hipotik, terutama yang berkaitan dengan pembebanan atas dan hipotik
kapal laut. Dengan memaparkan perkembangan analisis atas hukum, serta
melibatkannya dalam kebijakan dan praktik hukum di Indonesia, maka menjadi
lebih terbuka kemungkinan perubahan paradigma serta lebih banyak alternatif
pemikiran yang dapat dikembangkan dalam pengkajian hukum di Indonesia
khususnya terkait masalah hukum jaminan yang mengarah ke hukum jaminan
yang modern.

16
DAFTAR PUSTAKA
Azas-Azas Hukum Perjanjian, Pt.Bale Bandung, Bandung.
Badrulzaman, Mariamdarus. 1987. Sistem Hukum Perdata Nasional. Kursus
Hukum Perikatan: Kerjasama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia
Proyek Hukum Perdata;Jakarta
D.Y. Witanto. 2015. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan
Konsumen: Aspek Perikatan, Pendaftaran, Dan Eksekusi. Cv Mandar
Maju
Eva Andari Ramadhina, Dkk. 2017. Penerapan Asas Jaminan Fidusia Dan
Perjanjian Pada Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Pembiayaan
Konsumen, Jurnal Privat Law Vol. V No. 1
Gunawan Widjaja Dan Ahmad Yani, 2003, Jaminan Fidusia, Cetakan Ketiga,
Pt.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
H. Tan Kamello, 2014, Hukum Jaminan Fidusia: Suatu Kebutuhan Yang
Didambakan, Pt. Alumni, Bandung.
Hadisoepraoto Hartono, 1984.Segi Hukum Perdata : Pokok Pokok Hukum
Perdata Dan Hukum Jaminan; (Yogyakarta: Liberty)
Hs Salim, 2004. Hukum Kontrak Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafika, Jakarta
Http/Hukumonline.Com
J Satrio, 1997. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan, Pt
Citra Aditya Bakti: Bandung
M Bahsan . 2007. Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Di Indonesia,
Raja Grafindo Persada ; Jakarta
Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, Pt.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Prasastinah Usanti, T. (2014). Hak Jaminan Atas Resi Gudang Dalam Perspektif
Hukum Jaminan.
R. Setiawan, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan Kedua, Percetakan
Ekonomi, Bandung.
Salim Hs, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Pt.Intermasa, Jakarta. Wirjono Prodjodikor

17

Anda mungkin juga menyukai