Anda di halaman 1dari 68

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Jaminan
1. Pengertian Jaminan secara umum
Istilah jaminan berasal dari Bahasa Belanda yaitu “zekerheid” atau
“cautie” yang secara umum merupaka cara-cara kreditur menjamin
dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur
terhadap barangnya. Pengertian jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank No.
23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991, yaitu: “suatu keyakinan kreditur
bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit seusai yang
diperjanjikan”. Sedangkan pengertian agunan diatur dalam pasal 1 angka 23
UU No. 10 Tahun 1998 tentang jaminan yaitu: “jaminan pokok yang
diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia”.1 Jaminan atau agaunan merupakan aset pihak peminjam yang
dijanjikan kepada pemberi jaminan jika peminjam tidak dapat mengembalikan
pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal membayar, pihak pemberi peminjam
dapat memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan sering
menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun
perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan satu-
satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya pinjaman.2
Selain istilah jaminan,3 dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan
dapat dibaca di dalam pasal 1 angka 23 Undang-undang nomor 10 tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan. Agunan adalah “Jaminan tambahan diserakan nasabah debitur
kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah”.

1
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta; Rajawali Pers, 2013), 78
2
Rahmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003), 53
3
Rizky Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta;internusa, 1990), 49
Jaminan secara umum berfungsi sebagai jaminan pelunasan
kredit/pembiayaan. Jaminan kredit/pembiayaan berupa watak, kemampuan
modal, dan prospek usaha yang dimiliki debitur maupun, modal, dan prospek
usaha yang dimiliki debitur merupakan jaminan immateril yang berfungsi
sebagai first way out.4
Agunan dalam kontruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir).
Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini
dserahkan oleh debitur kepada bank.Unsur-unsur agunan, yaitu:
a) Jaminan tambahan;
b) Diserahkan oleh debitur kepada bank
c) Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan
Di dalam sumber Badan Pembinaan Hukum Nasional yang
diselanggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 s.d. 30 juli 1977 disimpulkan
pengertian jaminan. Jaminan adalah “Menjamin dipenuhinya kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena
itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda”.
Kontruksi jaminan dalam definisi ini ada kesamaan dengan yang
dikemukakan Hartono Hadisoeparto dan M. Bahsan. Hartono Hadisoeprapto5
berpendapat bahwa jaminan adalah “sesuatu yang diberikan kepada kreditur
untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”.
Kedua definisi jaminan yang dipaparkan di atas, adalah:
1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditor (bank)
2. Ujudnya jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan
materil)
3. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditor
dengan debitur.

4
Salim Haris, Perkembangan Hukum Jaminan di Indoesia, (Jakarta; Rajawali Pers,
2014), 78
5
Tan Kamelo, Hukum Jaminan dalam Suatu Kebutuhan Yang Didambakan,
(Bandung: PT.Alumni, 2004), 43
Istilah yang digunakan M. Bahsan6 adalah jaminan. Ia berpendapat
bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan
debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”.
Alasan digunakan istilah jaminan karena:
1. Telah lazim digunakan dalam bidang ilmu Hukum dalam hal ini
berkaitan dengan penyebutan-penyebutan, seperti hukum
jaminan, lembaga jaminan kebendaan, jaminan perorangan, hak
jaminan, dan sebagainya.
2. Telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan
tentang lembaga jaminan, seperti yang tercantum dalam Undang-
undang Hak tanggungan dan jaminan Fidusia.
Pada prinsipnya penulis sepakat dengan apa yang dikemukakan oleh
M.Bahsan, bahwa istilah yang lazim digunakan dalam kajian teoritis adalah
jaminan. Istilah jaminan ini, mencakup jaminan materil dan jaminan
perorangan.
2. Jenis-jenis jaminan
Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia
dan yang berlaku di luar Negri. Dalam pasal 24 UU Nomor 14 Tahun 1967
tentang perbankan ditentukan bahwa “Bank dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu:7
1. Jaminan materil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan, dan
2. Jaminan imateril (perorangan), yaitu jaminan perorangan.
Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti
memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat
melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan
perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi
hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin
pemenuhan perikatan yang bersangkutan (Hasil seminar Badan Pembinaan
Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 sampai
6
Salim Haris, Perkembangan Hukum Jaminan di Indoesia, (Jakarta; Rajawali Pers,
2014), 79
7
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 (tentang Perbankan), 3
dengan 30 Juli 1977). Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,8 mengemukakan
pengertian jaminan materil (kebendaan) dan jaminan perorangan. Jaminan
materil adalah:
Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai
ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat
dipertahankan terhadap siapapun selalu mengikuti bendanya dan dapat
dialihkan. Sedangkan jaminan materil (perorangan) adalah jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, terhadap harta
kekayaan debitur umumnya.9
Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang
tercantum pada jaminan materil yaitu:
1. Hak mutlak atas suatu benda
2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu
3. Dapat dipertahankan terhadap siapa pun
4. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya
Unsur jaminan perorangan, yaitu:
1. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu
2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan
3. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya
Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu:
1. Gadai (pand), yang diatur di dalam Bab 20 Buk II KUH
2. Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata
3. Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4
Tahun 1996
4. Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor
42 Tahun 1999.
Yang termasuk jaminan perorangan, adalah:
1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih

8
Salim Haris, Perkembangan Hukum Jaminan di Indoesia, (Jakarta; Rajawali Pers,
2014), 80
9
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risikko Perbankan Syariah di Indonesia,
Jakarta; Salemba Empat (9 oktober 2016), 32
2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng;
dan
3. Perjanjian garansi
Dari kedelapan jenis jaminan di atas, maka yang masih berlaku adalah:
1. Gadai
2. Hak tanggungan
3. Jaminan fidusia
4. Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara
5. Borg (Penanggungan)
6. Tanggung-menanggung; dan
7. Perjanjian garansi.10
3. Syarat-syarat dan manfaat benda jaminan
Pada prinsipinya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada
lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat
dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-
syarat benda jaminan yang baik adalah:
1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukannya
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan
atau meneruskan usahanya.
3. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang
jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah
diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.11
Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting
dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini
dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur
adalah:
1. Terujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup

10
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama 2015), 71-76
11
Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Risiko dan Kredit Bank, (Jakarta; PT
gramedia Pustaka Utama, 2016), 67
2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.
Bagi debitur dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh
fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkanusahanya.
Keamanan modal adalah dimaksudkan bahwa kredit atau modal yang
diserahkan oleh kreditur kepada debitur tidak merasa takut atau khwatir tidak
dikembalikannya modal tersebut. Memberikan kepastian hukum adalah
memberikan kepastian bagi pihak kreditur dan debitur. Kepastian bagi kreditur
adalah kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari
debitur. Sedangkan bagi debitur adalah kepastian untuk mengembalikan pokok
kredit dan bunga yang ditentukan. Di samping itu, bagi debitur adalah adanya
kepastian dalam berusaha. Karena dengan modal yang dimilikinya dapat
mengembangkan bisnisnya lebih lanjut.12 Apabila debitur tidak mampu dalam
mengembalikan pook kredit dan bunga, bank atau pemilik modal dapat
melakukan eksekusi terhadap benda jaminan. Nilai benda jaminan itu biasanya
pada saat melakukan taksiran nilainya lebih tinggi jika dibandingkan pokok
dan bunga yang tertunggak.13
Namun, dalam kenyataannya seringkali nilai jamiannya lebih rendah
dari hutang pokok dan bunga. Sehingga untuk melakukan eksekusi oleh pejabat
lelang engalami kesulitan, karena nilai jual benda jaminan dibawah nilai
hutang pokok dan bunga. Hutang pokok dan bunga sebanyak Rp 10.000.000,
tetapi nilai benda jaminan pada saat lelang sebanyak Rp 5.000.000. apabila
terjadi hal seperti itu, maka pejabat lelang melakukan penundaan terhadap
eksekusi benda jaminan. Penundaan ini dilakukan sampai barang jaminan
sesuai dengan jumlah barang yang seharunys dibayar oleh debitur.14

12
Malayu S.P Hasibun, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Kasara, 2006), 54-55
13
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan , (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005), 56
14
Antonio Muhammad Syafi‟i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (jakarta: Gema
Insani. 2001), 98
4. Sifat perjanjian jaminan
Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan
perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau
lembaga keuangan nonbank. Rutten berpendapat bahwa perjanjian pokok
adalah perjanjian-perjanjian, yang untuk adanya mempunyai dasar yang
mandiri. Contoh perjanjian kredit bank. Kredit adalah15 penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga (Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan). Unsur-unsur kredit, meliputi:16
1. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
2. Didasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
3. Para pihaknya, yaitu bank dan pihak lain (nasabah)
4. Kewajiban peminjam, yaitu untuk melunasi hutangnya;
5. Jangka waktu; dan
6. Adanya bunga.
Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan
dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh perjanjian accesoir ini adalah
perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tanggungan, dan
fidusia. Jadi, sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian accesoir yaitu
mengikuti perjanjian pokok.17

15
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama 2015), 90
16
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan edisi ke empat, (Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama), 89
17
Munir Fuady, Hukum Bisnis (Dalam Teori dan Praktek), (Bandung; PT Citra
Aditya Bakti 2002), 87
5. Bentuk dan substansi perjanjian jaminan
Perjanjian pembebanan jaminan dapat dilakukan dalam bentuk lisan
dan tertulis. Perjanjian pembebanan dalam bentuk lisan, biasayanya dilakukan
dalam kehidupan masyarakat pedesaan, masyarakat yang satu membutuhkan
pinjaman uang kepada masyarakat, yang ekonominya lebih tinggi. Biasanya
pinjaman itu cukup dilakukan secara lisan. Misalnya, A ingin mendapatkan
pinjaman uang dari B, maka A cukup menyerahkan surat tanahnya pada B.
Setelah tanah diserahkan, maka uang pinjaman diserahkan oleh B kepada A.
Sejak terjadinya konsensus kedua belah pihak, maka sejak saat itulah
terjadinya perjanjian pembebanan jaminan.18
B. Dasar Hukum Jaminan
Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah pasal 8 ayat
(1) UU perbankan yang menyatakan bahwa:
“dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank
wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan”.
Jaminan pemberian kredit menurut pasal 8 ayat (1) adalah bahwa
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan
tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang
seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari
nasabah debitur.19

18
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), 21-30
19
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indoesia, (Jakarta; Rajawali Pers,
2014), 40-41
C. Konsep Jaminan Dalam Hukum Ekonomi Syariah
Dalam Hukum Ekonomi Syariah berkaitan dengan jaminan utang
dikenal 2 istilah yaitu kafalah dan rahn.
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajibannya pihak kedua atau yang ditanggung
(makful‟anhu, ashil).20 Menurut Bank Indonesia, kafalah adalah aad pemberian
jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana
pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu
hutang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
Sedangkan Rahn, secara terminologi yaitu “Ja‟lu „Ainin Laha Qimatun
maliyah fi Nnadzari al-Syar‟i watsiqatan bidainin bihaitsu yumkinu akhdzu
dzalika al-Dain au Akhdzu ba‟dhuhu mintika al-„aini (menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut ajaran Islam sebagai jaminan utang, hingga
orang yang bersangkutan dapat mengambil piutang atau mengambil sebagian
manfaat barang itu). Menurut Dewan Syariah Nasional, Rahn yaitu menahan
barang sebagai jaminan atas hutang. Sedangkan menurut Bank Indonesia, Rahn
adalah akad penyerahan barang/hrta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada
Bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.21
Menurut para ulama kontemporer terkait konsep Hukum ekonomi Syariah
kurang lebih ada 6 aspek, yaitu:

1. Shulhu
Menurut Sayyid Sabiq,22 shulhu adalah suatu akad untuk
mengakhiri perlawanan/perselisihan antara dua orang yang berlawanan.
Menurut Habsi Al-Shiddieqi, shulhu adalah “akad yang disepakati oleh
dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu,
dengan akad itu akan dapat hilang perselisihan.”

20
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, PT Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006, Jilid 4, 90
21
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah,
(Jakarta; Sinar Grafika, 2012), 44
22
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 2, (Jakarta:Pena Pundi Aksara, 2007), 92
a. Dasar hukum Shulhu yaitu:

َُ‫ ِٖ ََبٓ أ‬ٞۡ َ‫اضب فَ ََل ُجَْب َح َػي‬ٗ ‫َٗإِ ُِ ٱٍۡ َشأَحٌ َخبفَ ۡذ ٍِ ِۢ ثَ ۡؼيَِٖب ُّ ُش٘ ًصا أَ ۡٗ إِ ۡػ َش‬
ُِ‫د ۡٱۡلَّفُظُ ٱى ُّش ۚخ َٗإ‬ ِ ‫ش َٗأ ُ ۡد‬ٞۗ ٞۡ ‫َُْٖ ََب ص ُۡي ٗذ ۚب َٗٱىصُّ ۡي ُخ َخ‬ٞۡ َ‫ُصيِ َذب ث‬
ِ ‫ض َش‬ ۡ ٝ
٨٢١ ‫شا‬ٞ ْ ُ‫٘ا َٗرَزق‬
ٗ ‫٘ا فَئُِ ٱَّللَ َمبَُ ِث ََب رَ ۡؼ ََيَُُ٘ َخ ِج‬ ْ ُْ‫رُ ۡذ ِغ‬
Artinya :“Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan
nusyuz atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat
mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian
itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut
tabiatnya kikir. Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan
dengan istrimu) dan memelihara dirimu (dari nusyuz, sikap
tidak acuh dan bertindak tidak adil), maka sesungguhnya
Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”(QS.
an-Nisaa: 128)23

‫ذ إِدْ َذ ُٕ ََب‬ ْ ‫َُْٖ ََب فئُِ ثَ َخ‬َٞ‫َِ ا ْقزَزَيُ٘ا فَؤ َ صْ يِذُ٘ا ث‬ٍِِْٞ ‫َٗاُ طَب ئِفَزَب ُِ ٍَِِ ْاى َُ ْؤ‬
‫ أَ ٍْ ِش اىي ِٖفَئُِ فَب َء ْرفَؤَصْ يِذُ٘ا‬َٚ‫ َء إِى‬ِٚ‫ رَف‬ٚ‫ َدز‬ٚ‫ رَج ِْخ‬ِٚ‫ االُ ْخ َشا فَقَزِيُ٘ ااىز‬َٚ‫َػي‬
َِٞ‫ُ ِذتُّ ْاى َُ ْق ِغ ِط‬ٝ َ‫َُْٖ ََبثِ ْي َؼ ْذ ِه َٗأَ ْق ِغطُ٘ا إِّبَّلل‬ْٞ َ‫ث‬
Artinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi
kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi
sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia telah
surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (QS al-Hujurat
[49]:9)24

Hadits Nabi saw

‫ ِٔ َٗ َعي ٌَ اىصُّ ْي ُخ َجب إِ ٌص‬َٞ‫ َّللاُ َػي‬ٚ‫صي‬ َ ِ‫ُ٘الَّلل‬ُ ‫ َشحَ قب َ َه قَب َه َسع‬ْٝ ‫ ُٕ َش‬ِٜ‫ػَِ أَث‬
‫َِ إِه ص ُْيذًب أَ َدو َد َشا ًٍب أَْٗ َدش ًَ َديَ َو‬ْٞ َِ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ َ‫ث‬
Artinya : “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Perdamaian itu boleh antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal (HR. Abu Dawud).25

23
Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Qur‟an, (Bandung: Angkasa, 2004),
187
24
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi,...199
25
Munzier Suprapta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), 89
Yang dimaksud perdamaian atau shulhu disini adalah mengenahi hutang
piutang yang rentan dengan perselisihan dan perlu dengan diantisipasi dengan
cara perdamaian.
2. Sulhu Ibra‟
Shulhu Ibra yaitu melepaskan sebagian dari apa yang menjadi
haknya, shulhu ibra‟ ini tidak terikat oleh akad. Dalam artian suatu cara
menyelesaikan masalah hutang dengan melepaskan, mengikhlaskan,
atau menghapuskan hutang seseorang oleh pemberi hutang.
3. Tasamuh
Dasar hukumnya adalah hadis Nabi Saw:
َ ِ‫ َّللاُ َػ ُْْٖ ََب أَُ َسعُْ٘ َه َّللا‬َٜ ‫ض‬
ٌَ ‫ َّللاِ َٗ َعي‬ٚ‫صي‬ ِ ‫ػَِ َجب ثِ ِش ْث ِِ َػ ْج ِذ َّللاِ َس‬
ٚ‫ض‬ َ َ‫ َٗإِ َرا ْقز‬ٙ‫قَب َه َس ِد ٌَ َّللاُ س ُج ًو َع َْذًب إِ َرا ثَب َع َٗإِ َرا ْشزَ َش‬
Artinya : “Dari Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Allah mengasihi orang orang yang bermurah hati ketika
menjual, ketika membeli dan ketika menagih hutang )HR
Bukhari).26
Dalam hal ini diharapkan pihak yang berpiutang agar
memberikan kelonggaran atau bermurah hati dan tidak melakukan
pemaksaan ketika melakukan penagihan karena hal inilah sikap luhur
yang diajarkan agama Islam yang hendaknya dipraktekkan setiap
muslim.
4. Wakalah
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, wakalah adalah “akad penyerahan
kekuasaan dimana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai
gantinya untuk bertindak”.
a) Dasar Hukum Wakalah
Ijma ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang
sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SW berfirman
dalam QS. al-Maidah ayat 2:

26
Muhammad Ahmad dan Muhammad Mudzakir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka
Setia, 2000), 90
‫ َٗ َال‬ٛ َ ‫٘ا َش َٓؼئِ َش ٱَّللِ َٗ َال ٱىش ٖۡ َش ۡٱى َذ َشا ًَ َٗ َال ۡٱىَٖ ۡذ‬ ْ ُّ‫٘ا َال رُ ِذي‬ ْ ٍَُْ ‫َِ َءا‬ٝ‫َُّٖب ٱى ِز‬َٝ‫َٓؤ‬ٝ
‫ض َ٘ ّٗ ۚب َٗإِ َرا‬
ۡ ‫ض َٗل ٍِِّ سثِّ ٌِٖۡ َٗ ِس‬ ۡ َ‫َ ۡجزَ ُغَُ٘ ف‬ٝ ًَ ‫ذ ۡٱى َذ َشا‬ َ ٞۡ َ‫َِ ۡٱىج‬ٍِّٞ ٓ‫ال َءا‬ ٓ َ َٗ ‫ۡٱىقَيَٓئِ َذ‬
‫ص ُّذٗ ُمٌۡ َػ ِِ ۡٱى ََ ۡغ ِج ِذ‬ َ َُ‫اُ قَ ۡ٘ ًٍ أ‬ ُ َٔٔ َِ‫َ ۡج ِش ٍَْ ُنٌۡ َش‬ٝ ‫ٗا َٗ َال‬ ْ ۚ ‫ٱصطَب ُد‬ۡ َ‫َديَ ۡيزٌُۡ ف‬
ْ َُّٗ ‫ َٗ َال رَ َؼب‬ٰٙۖ َ٘ ‫ ۡٱىجِ ِّش َٗٱىز ۡق‬َٚ‫٘ا َػي‬ ْۘ
ٌِ ‫ٱۡل ۡث‬
ِ ۡ َٚ‫٘ا َػي‬ ْ ُّٗ‫ب‬َ ‫ٗا َٗرَ َؼ‬ ْ ‫ۡٱى َذ َش ِاً أَُ رَ ۡؼزَ ُذ‬
٢‫ة‬ ِ ‫ ُذ ۡٱى ِؼقَب‬ٝ‫ٱَّللَ إُِ ٱَّللَ َش ِذ‬
ٰۖ ‫٘ا‬ ْ ُ‫َٗ ۡٱىؼ ُۡذ َٗ ۚ ُِ َٗٱرق‬

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.” (QS. Al Maidah [5]:2)27
Sedangkan dasar dalam hadis adalah riwayat yang menyatakan
bahwa Rasulullah Saw mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang
Anshar untuk mewakili beliau ketika mengawini Maimunah binti Harits.
(HR. Malik)28
5. Kafalah
Menurut Abdul Rahman Ghazaly, kafalah/dhaman adalah transaksi
yang menggabungkan dua tanggungan (beban) untuk memenuhi kewajiban
baik berupa utang, uang, barang, pekerjaan, maupun badan.
a. Landasan Hukum

ٌٌ ٞ‫ ٍْش َٗأََّب ثِ ِٔ َص ِػ‬ٞ‫ل َٗىِ ََِ َجب َءث ِٔ ِد َْ ُو َث ِؼ‬


ِ ِ‫ص َ٘ا َع ْاى ََي‬
ُ ‫قَب ىُ٘ا َّ ْفقِ ُذ‬
Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan
piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya
akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban
unta, dan aku menjamin terhadapnya”. (QS. Yusuf
[12]:72)29
b. Yang harus dipenuhi dalam transaksi kafalah yang harus
dipenuhi dalam transaksi kafalah
1) Kafiil, yang dimaksud adalah orang yang
berkewajiban melakukan tanggungan makful bihi)
orang yang bertindak seagai kafil disyaratkan orang

27
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi,...204
28
Munzier Suprapta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), 93
29
Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Qur‟an,...191
dewasa baligh, berakal, berhak penuh untuk bertindak
untuk urusan hartanya, dan rela dengan kafalah.
2) Ashil/makful anhu yaitu orang yang berutang yaitu
orang ang di tanggung. Tidak disyaratkan baligh
berkala kehadiran dan kerelaan dengan kafalah.
3) Makful anhu yaitu orang yang memberi utang
(berpiutang). Disyaratkan dketahui dan dikenal oleh
orang yang menjamin. Hal ini supaya lebih udah dan
disiplin.
4) Makful bihi yaitu sesuatu yang dijamin berupa orang
atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh
orang yang keadaannya ditanggung.
5) Lafal yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.
c. Macam-macam kafalah
1) Kafalah Jiwa (Kafalah bi Al-Wajhi) disebut juga jaminan
muka,.yaitu keharusan bagi si kafil untuk menghadirkan
orang yang ia tanggung kepada orang yang ia janjikan
tanggungan (makful lahu/orang yang berpiutang). Kafalah
Jiwa (Kafalah bi Al-Wajhi) disebut juga jaminan muka .
yaitu keharusan bagi si kafil untuk menghadirkan orang
yang ia tanggung kepada orang yang ia janjikan tanggungan
(makful lahu/orang yang berpiutang).
2) Kafalah Harta (Kafalah bil Maal) adalah kewajiban yang
harus dipenuhi kafil dengan pemenuhan berupa harta.
Dalam Kafalah harta terdapat tiga jenis, yaitu
Kafalah bi Al-Dayn, Kafalah dengan penyerahan benda,
dan Kafalah dengan „aib. Berikut penjelasannya:
(a) Kafalah bi Al-Dayn adalah kewajiban membayar hutang
yang menjadi tanggungan orang lain. Hal ini didasari
oleh hdits Nabi yang artinya “Shalatkanlah dia dan saya
akan membayar hutangnya, Rasulullah kemudian
30
menshalatkannya” (HR Bukhari).
Disyaratkan dalam utang tersebut sebagai berikut:
1. Hendaknya nilai tang tersebut tetap pada waktu
terjadi transaksi jaminan.
2. Barangnya diketahui.
(b) Kafalah dengan menyerahkan materi
Kewajiban menyerahkan benda tertentu yang ada
di tangan orang lain, seperti menyerahkan barang jualan
kepada pembeli, mengembalikan barang yang dighasab
dan sebagainya.
(c) Kafalah dengan aib
Yaitu menjamin barang dikhawatirkan benda yang
akan dijual tersebut terdapat masalah atau aib dan cacat
(bahaya) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-
hal lain.
6. Hiwalah
Hiwalah adalah pemindahan hak berupa utang dari orang
yang yang berutang al-Muadin kepada orang lain yang dibebani
tanggungan pembayaran utang tersebut.
a) Dasar hukum
Yang menjadi dasar dari akad hiwalah adalah
hadits Nabi Muhammad SAW.

ٌَ ‫ ِٔ َٗ َعي‬ْٞ َ‫ َّللاُ َػ ُْْٔ أَُ َسعُ٘ َه َّللاُ َػي‬َٜ ‫ض‬ ِ ‫ َشحُ َس‬ْٝ ‫ ُٕ َش‬ِٚ‫ػ َِْ أَث‬
‫َ ْزجَ ْغ‬ٞ‫ فَ ْي‬ٚ‫ ٍَي‬َٚ‫ ظُ ْي ٌٌ فَئ ِ َر أ ُ ْرجِ َغ أَ َد ُذ ُم ٌْ َػي‬ّٜ ِْ‫ط ُو ْاى َخ‬
ْ ٍَ ‫قَب َه‬
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw
bersabda: Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya
(mampu) merupakan penganiayaan, dan apabila seseorang

30
Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT Mutyara Sumber Widya,2000), 89
diantara kamu utangnya dialihkan kepada orang kaya
(mampu) maka hendaklah ia menerimanya.”31

Ajaran Islam yang bersandarkan kepada al-Qur‟an dan Hadis Nabi


SAW mengakui kemungkinan terjadinya utang-piutang dalam usaha
(muamalah) atau karena kebutuhan mendesak untuk memenuhi
kebutuhannya. Allah SWT memerintahkan kita untuk berkomitmen terhadap
akad yang sudah disepakati bersama sebagaimana firman-Nya:

ْ ُ‫َِ َءا ٍَُْ ٓ٘ ْا أَ ۡٗف‬ٝ‫َُّٖب ٱى ِز‬َٝ‫َٓؤ‬ٝ


‫ َش‬ٞۡ ََ ٌۡ‫ ُن‬ٞۡ َ‫ َػي‬َٚ‫ ُۡزي‬ٝ ‫ ََخُ ۡٱۡلَ ّۡ َؼ ٌِ إِال ٍَب‬ِٖٞ َ‫٘ا ثِ ۡٱى ُؼقُ٘ ۚ ِد أ ُ ِدي ۡذ ىَ ُنٌ ث‬
٨ ‫ ُذ‬ٝ‫ ُِش‬ٝ ‫ ۡذ ُن ٌُ ٍَب‬َٝ َ‫ ًٌ إُِ ٱَّلل‬ٞۗ ‫ ِذ َٗأَّزٌُۡ ُد ُش‬ٞۡ ‫ ٱىص‬ِّٜ‫ٍُ ِذي‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya."
(QS. al-Maidah: 1)32

Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa para pihak yang


terkait dalam suatu perjanjian (akad) wajib memenuhi klausul-klausul yang
telah disepakati dalam perjanjian. Karena itu pihak yang berutang (debitur)
wajib memenuhi kewajibannya, yaitu membayar lunas utangnya sebagaimana
yang telah disepakati dalam perjanjian (akad) utang piutang yang telah
dibuatnya.
Dalam mengatasi kredit macet atau bermasalah, toko bangunan
Sumber Makmur Pegandon Kendal melakukan penyelamatan dengan langkah
penjadwalan kembali (rescheduling) bagi konsumen yang mengalami
penunggakan piutang. Ketika nasabah mengalami ingkar janji phak toko telah
melakukan pemberian tangguh untuk konsumen yang menunggak piutang.
Pemberian tangguh itu sesuai dengan firman Allah SWT:

31
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsman,Mushtalah Al Hadits, (Yogyakarta:
Media Hidayah, 2011), 87
32
Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Qur‟an,...178
َ َ‫ َغ َش ٖ ۚح َٗأَُ ر‬ٞۡ ٍَ َٚ‫َٗإُِ َمبَُ ُرٗ ُػ ۡغ َش ٖح فََْ ِظ َشحٌ إِى‬
ْ ُ ‫صذ ق‬
ََُُ٘ َ‫ش ى ُنٌۡ إُِ ُمْزٌُۡ رَ ۡؼي‬ٞۡ ‫٘ا َخ‬
Artinya; “Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan”. (QS. Al-
Baqarah [2]:280)33

Dilihat dari cara yang dilakukan Bank BRI Syariah Kota Cirebon dalam
menangani kredit macet, dapat diketahui bahwan penanganan kredit macet di
Bank BRI Syariah Kota Cirebon tersebut menggunakan beberapa cara
diantaranya memberikan toleransi kepada nasabah, dari pemberian toleransi
yang berupa mempertimbangkan komitmen dari nasabah yang akan
membayar piutangnya pada hari atau tanggal tertentu, dan dibuktikan dengan
ditulis kembali pada nota baru (rescheduling).34 Hal ini sesuai dengan konsep
Islam tentang toleransi (tasamuh) sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut
ini:

َ ‫ َّللاِ ػََُْٖبَ أَُ َس عُ٘ َه اى ِّو‬َٜ ‫ض‬


ٌَ ‫ ِٔ َٗ َعي‬ْٞ َ‫صو اىوُّ َػي‬ ِ ‫ػ َِْ جبَثِ ِش ث ِِْ َػ ْج ِذ َّللاِ َس‬
ٚ‫ض‬ َ َ‫ َٗإِ َرا ا ْقز‬ٙ‫قبَه َس ِد ٌَ َّللاُ َس ُج ًو َعَذًب إِ َر ثب َ َع َٗإِ َرا ْشزَ َش‬

Artinya : “Dari Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: Allah
mengasihi orang orang yang bermurah hati ketika menjual, ketika
membeli dan ketika menagih hutang (HR Bukhari).35
Kemudian setelah pihak bank memberikan toleransi, tahapan
berikutnya yaitu musyawarah. Dalam prakteknya, Bank BRI Syariah Kota
Cirebon setelah adanya pemberian toleransi kepada nasabah bermasalah,
pihak bank langsung mendatangi pihak yang bermasalah untuk melakukan
pembicaraan mengenahi masalah piutang yang tak kunjung dibayarkan. Di
dalam pembicaraan tersebut terdapat pihak konsumen dan keluarga lain,
biasanya istri konsumen serta pemilik dengan juru tagih dalam hal ini
biasanya supir untuk membicarakan bagaimana solusi atas masalah kredit
macet tak tertagih yang harus diselesaiakan secepatnya sampai terjadinya
kesepakatan antara kedua pihak kemudian ditulis kembali pada nota
(reconditioning). hal ini sesuai dengan konsep ekonomi Islam yaitu shulhu,

33
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi,...191
34
Hasil Observasi dari Bapak Muchtadi Refriyanto Selaku Operation Manager Bank
BRI Syariah Kantor Cabang Kota Cirebon Pada Pukul 24 Januari Pukul 09:15 WIB
35
Munzier Suprapta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), 95
yaitu suatu akad untuk mengakhiri perlawanan atau perselisihan antara dua
orang yang berlawanan Yang di maksud disini adalah akad untuk
menyelesaikan suatu masalah utang piutang atau penyelesaian sehingga
menjadi perdamaian, dengan cara melakukan shulhu (keringanan) tanpa
penyelesaian melalui jalur hukum.36
Selama ini Bank BRI Syariah Kota Cirebon belum sekalipun
membawa masalah – malash piutangnya ke dalam jalur hukum.37 Karena
menyelesaikan masalah dengan perdamaian itu lebih baik, sesuai dengan
firman Allah SWT:

ۡ ٝ َُ‫أ‬
‫ُصيِ َذب‬ ٗ ‫َٗإِ ُِ ٱٍۡ َشأَحٌ َخبفَ ۡذ ٍِ ِۢ ثَ ۡؼيَِٖب ُّ ُش٘ ًصا أَ ۡٗ إِ ۡػ َش‬
ٓ‫ ِٖ ََب‬ٞۡ َ‫اضب فَ ََل ُجَْب َح َػي‬
ْ ُ‫َٗرَزق‬
ُِ‫٘ا فَئ‬ ْ ُْ‫د ۡٱۡلَّفُظُ ٱى ُّش ۚخ َٗإُِ رُ ۡذ ِغ‬
‫٘ا‬ ِ ‫ض َش‬ ِ ‫ش َٗأ ُ ۡد‬ٞۗ ٞۡ ‫َُْٖ ََب ص ُۡي ٗذ ۚب َٗٱىصُّ ۡي ُخ َخ‬ٞۡ َ‫ث‬
٨٢١ ‫شا‬ٞ ٗ ‫ٱَّللَ َمبَُ ِث ََب رَ ۡؼ ََيَُُ٘ َخ ِج‬
Artinya:“Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz
atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan
perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi
mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika
kamu memperbaiki (pergaulan dengan istrimu) dan memelihara
dirimu (dari nusyuz, sikap tidak acuh dan bertindak tidak adil),
maka sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (QS. An-nisaa:128)38

Kemudian dari syarat dan rukun shulhu, penanganan piutang tak tertagih
atau kredit macet yang dilakukan Bank BRI Syariah Kota Cirebon bila dicermati
dan diamati juga mengikuti syarat shulhu yaitu:
a) Syarat yang berhubungan dengan mushalih (orang yang berdamai) yaitu
pihak bank dan pihak nasabah)
b) Syarat yang berhubungan dengan mushalih bih yaitu objek yang
dijadikan jaminan

36
Hasil wawancara dengan Bapak Hendra Gunawan, Financing Support Assistant
Manager/Manager BRI Syariah Kantor Cabang kota Cirebon, Wawancara, 19 Januari 2017
37
Hasil wawancara dengan Bapak Uus Kusnawan selaku Micro Karketing Manager
Bank BRI Syariah Kantor Cabang Kota Cirebon pada tanggal 22 Januari 2017 Pukul 13:00 WIB
38
Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Qur‟an,...172
c) Syarat yang berhubungan dengan mushalih „anhu yaitu sesuatu yang
diperkirakan termasuk hak manusia yang boleh dijadwalkan (diganti).
Yaitu masalah kredit macet dari nasabah.39

D. Kredit
1. Pengertian Kredit
Kredit berasal dari kata credere yaitu baha italia yang artinya
percaya, jadi orang yang mendapat kredit dari bank berarti orang tersebut
dipercaya oleh bank untuk mendapat jaminan.
Pengertian kredit, menurut Veithzal Rivai dan Perata Veithzal
kredit adalah penyerahan barang, jasa atau uang dari satu pihak (kreditor
atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah
atau pengutang/ borrower) dengan janji membayar dari penerima krredit
kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah
pihak.
Menurut syamsu Iskandar, kredit merupakan piutang bagi bank
atau lembaga keuangan bukan bank, maka pelunasannya merupakan
kewajiban yang harus dilakukan oleh debitur terhadap utangnya, sehingga
resiko kredit macet dapat dihindarkan.40
Pengertian kredit menurut pasal 1 ayat 11 UU No 10 kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.41
2. Unsur-unsur kredit
Ada beberapa unsur yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit:

39
Hasil wawancara dengan Bapak Annas Riezki R selaku Marketing Manager Bank
BRI Syariah Kantor Cabang Kota Cirebon pada tanggal 20 Januari 2017 Pukul 10.00 WIB
40
Muhammad Abdul Kadir dan Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,
(Bandung: PT Citra aditya Bakti), 78
41
Munir Fuady, Hukum Bisnis (Dalam Teori dan Praktek), (Bandung; PT Citra Aditya Bakti
2002), 45
1) Kepercayaan
Di mana pihak perbankan memiliki kepercayaan terhadap
pihak penjamin, kepercayaan ini dapat diperoleh pihak bank
bila telah melakukan analisis pada saat mengajukan proposal,
sesuai dengan prosedur terhadap pihak peminjam.
2) Kesepakatan
Pada saat proposal pengajuan kredit telah disetujui oleh pihak
bank yang bersangkutan bank yang bersangkutan selanjutnya
dilakukan kotrak kesepakatan dan ditandatangani oleh pihak
bank dan pihak peminjam.
3) Jangka waktu
Setiap kredit yang diajukan pasti terdapat jangka waktu
tertentu, hal ini akan disesuaikan dengan jangka waktu yang
telah disepakati pada saat kontrak kesepakatan. Jangka waktu
dapat berbentuk jangka pendek, jangka menengah, atau pun
jangka panjang.42
4) Risiko
Semakin panjang waktu pinjaman maka akan membuat
pengembalian pokok dan bunganya jauh lebih besar bila kita
memilih jangka pendek karena hal ini akan berkaitan dengan
risiko tidak tertagihnya kredit. Sebab sejauh ini yang
menanggung risiko adalah pihak bank.
5) Balas jasa
Balas jasa di dalam bank umum adalah berupa bunga dan
biaya administrasi. Hal ini merupakan keuntungan yang
dapat diperoleh oleh pihak bank.43

42
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama 2015), 55
43
Arie Iindra, Bank dan Lembaga Keuangan, Yogyakarta; Leutika Prioa 2014, 58
3. Jenis-jenis kredit
Ada beberapa macam kredit yang diberikan oleh bank umum, bank
umum syariah, maupun bank perkreditran rakyat untuk masyarakat terdiri
dari beberapa jenis:
a) Dilihat dari jenis kegunaannya
1. Kredit investasi. Kredit ini diberikan kepada
perusahaan yang baru akan berdiri untuk keperluan
membangun pabrik baru. Yaitu, merupaka kredit yang
diberikan kepada pengusaha yang melakukan
investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit
jenis ini memiliki jangka waktu yang relatif panjang
yaitu diatas 1 tahun. Contoh jenis kredit ini adalah
kredit untuk membangun pabrik atau menambah
kredit menambah pabrik atau menambah peralatan
pabrik seperti mesin-mesin.44
2. Kredit modal kerja. Kredit ini diberikan kepada
perusahaan yang telah berdiri, namun membutuhkan
dana untuk meningkatkan produksi dalam
operasionalnya. Misalny dalam hal membayar gaji
pegawai untuk membeli bahan baku. Kredit modal
kerja merupakan kredit yang digunakan sebagai
modal usaha. Biasanya kredit ini adalah untuk
memberli bahan baku, membayar gaji karyawan. Dan
modal kerja lainnya.
3. Kredit perdagangan, merupakan kredit yang diberikan
kepada para pedagang dalam rangka memperlancar
atau memperluas atau memperbesar kegiatan
perdagangannya. Contoh jenis kredit ini adalah untuk

44
Teguh Pudjono Muljono, Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersial cetakan ke tiga,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 78
membeli barang dagangan yang diberikan kepada
para suplier atau agen.45
4. Kredit produktif, merupaka kredit yang dapat berupa
investasi, modal kerja, atau perdagangan. Dalam arti
kredit ii diberikan untuk diusahakan kembali sehingga
pengembalian kredit diharapkan dari hasil usha yang
dibiayai.
5. Kredit konsumtif, merupakan kredit yang digunakan
untuk keperluan pribadi misalnya keperluan
konsumsi, baik pangan, sandang, maupun papan.
Contoh jenis kredit ini adalah kredit perumahan dan
kredit kendaraan bermotor, yang kesemuanya untuk
dipakai sendiri.46
6. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan
kepada para kalangan profesional seperti dosen,
dokter, atau pengacara.47
b) Diliat dari segi sektor usaha
a. Kredit pertanian, diberikan untuk membiayai sektor
perkebunan atau pertanian rakyat.
b. Kredit peternakan, diberikan untuk jangka pendek
misalnya untuk pternakan ayam; dan jangka panjang
misalnya untuk kambing ataupun sapi.
c. Kredit industri, diberikan untuk membiayai
pembangunan atau pembelian rumah.48

45
Dicki Hartanto, Bank dan Lembaga Keuangan lain, (Yogyakarta: Aswaja Pressido,
2012), 67
46
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung; PT Citra
Aditya Bakti, 1993), 65
47
Arie Iindra, Bank dan Lembaga Keuangan, (Yogyakarta; Leutika Prioa 2014), 59
48
Muhammad Abdul Kadir dan Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,
(Bandung: PT Citra aditya Bakti), 80
4. Fungsi kredit
Veitzhal Rivai dan Andria Permata Veitzhal kredit mempunyai
peran yang sangat dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi kredit di
dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakakn
sebagai berikut:
1. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang
2. Kredit meningkatkan utility (daya guna) suatu barang
3. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
4. Kredit menimbulkan kegairahan masyaratakat
5. Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi
6. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional
7. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional
5. Jaminan Kredit
Dalam melakukan peminjaman, pihak peminjam dapat membeikan
jaminan atau tanpa jaminan. Namun di Indonesia pihak bank selama ini
masih memberikan pinjaman dengan jaminan sedangkan untuk pinjaman
tanpa jaminan belum lazim diterapkan di Indonesia. Adapun jaminan yang
dapat dijadikan jaminan kredit leh calon bank yang akan memberikan
pinjaman adalah sebagai berikut:49
a. Jaminan benda berwujud yaitu barang-barang yang dapat
dijadikan jaminan seperti:50
1) Tanah
2) Bangunan
3) Kendaraan bermotor
4) Barang dagangan, dan
5) Tanaman51

49
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta; kencana Media
Group Kasmir, PT Raja Grafindo Persada, 2008), 62
50
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta; Intermedia, 1997), 87
51
Antonio Muhammad Syafi‟i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (jakarta: Gema
Insani. 2001), 67
b. Jaminan benda tidak berwujud yaitu benda yang merupakan
sura-surat yang dijadikan jaminan seperti:
1. Sertifikat saham
2. Sertifikat obligasi
3. Sertifikat deposito, dan
4. Wesel.52
6. Prosedur pemberian kredit
Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Arianti, langkah-langkah yang
umum dalam prosedur perkreditan yaitu:
a) Persiapan kredit
Kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk saling mengetahui
informasi dasar antara calon debitur dengan bank, terutama calon
debitur yang baru pertama kali akan mengajukan kredit kepada
bank yang bersangkutan, biasanya dilakukan wawancara atau lain-
lain.
b) Analisis kredit atau penilaian kredit
Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang
keadaan usaha atau proyek permohon kredit.
c) Keputusan kredit
Atas dasar laporan hasil analisis kredit, maka pihak melalui pihak
pemutus kredit, baik berupa seorang pejabat yang ditunjuk atau
pimpinan bank tersebut maupun berupa satu komite dengan
anggota lebih dari satu orang pejabat seseuai dengan yang tertuang
dalam kebiajaka perkreditan bank masing-masing dapat
memutuskan apakah permohonan kredit tersebut layak untuk diberi
kredit atau tidak.53
d) Pelaksanaan dan administrasi kredit
Setelah calon peminjam mempelajari dan menyetujui isi keputusan
keredit serta bank telah menerima dan meneliti semua persyaratan
52
Arie Iindra, Bank dan Lembaga Keuangan, Yogyakarta; Leutika Prioa 2014, 61
53
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 1993), 87
kredit dari calon peminjaman terutama surat-surat asli bukti
jaminan, fotocopy izin usaha dan tempat usaha, fotocopy NPWP
dan bukti pembayaran pajak tahun terakhir dan sebagainya, maka
kedua belah pihak menandatangani perjanjian kredit serta syarat-
syarat umum pemberian kredit, beserta lampiran-lampiran.54
7. Syarat-syarat Pemberian Kredit
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pemberia kredit didasarkan
atas kepercayaan. Selain kepercayaan syarat-syarat pemberian kredit
adalah sebagai berikut:55
a. Karakter (character)
Suatu keadaan yang berhubungan dengan sifat, kejujuran, dan
itikad baik ari kredit dalam kehidupan ekonomi atau usahanya.
Pemberian kredit perlu meneliti kebiasaan dan kepribadian
pemohon sebelum memutuskan untuk memberikan kredit.
b. Kemampuan (capacity)
Keharusan yang berhubungan dengan kemampuan,
kepandaian, dan keahlian pemohon kredit untuk mengelola
usahanya. Dari penelitian tersebut, pemberi kredit dapat
mengambil kesimpulan apakah pemohon mampu atau tidak
mampu untuk mengembalikan kredit.
c. Modal (capital)
Penerima kredit harus mememiliki modal sendiri. Pinjaman
atau kredit hanya digunakan sebagai pendorong untuk
perkembangan usahanya.
d. Jaminan (collaterol)
Si peminjam harus menyediakan jaminan untuk mendapat
kredit. Kalau kredit tidak dapat dikembalikan, maka jaminan
ini akan dijual untuk mengembalikan kredit yang dipakai.

54
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama 2015), 89
55
Dicki Hartanto, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta; Aswaja Pressindo,
2012), 99
Jaminan ini bisa berupa harta tetap seperti tanah, rumah,
ataupun surat-surat berharga.
e. Kondisi ekonomi (condition of economy)
Suatu keadaan ekonomi yang sedang berlangsung dan ramalan
keadaan ekonomi pada masa mendatang. Jika pemberi kredit
memperkirakan bahwa perekonomian baik maka kredit akan
diberikan. Begitu pun sebaliknya.56
Disamping kelima syarat diatas, prinsip 3R dalam pemberian
kredit. Prinsip 3R:57
a. Returns. Prinsip ini berkaitan dengan kemampuan yang
mendatangkan keberhaslan dari kredit yang diberikan.
b. Repayment. Prinsip ini berkaitan dengan kemampuan
mengembalikan kredit.
c. Risk. Prinsip ini berkaitan dengan kemampuan peminjam
dalam menanggug risiko ketidakmampuan pengembalia kredit.
Hal-hal yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit:
1. Jangka waktu kredit
2. Suku bunga,
3. Cara pembayaran,
4. Agunan/jaminan kredit
5. Biaya administrasi, dan
6. Asuransi jiwa dan tagihan.58
8. Prinsip-prinsip pemberian kredit
Dalam memberikan kredit agar masing-masing pihak merasa aman
maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh masing-masing pihak.59
Pihak perbankan akan melakukan penilaian pada calon peminjaman
dengan kriteria 7p, berikut penjelasannya:60

56
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan , (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005), 75
57
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta; Intermedia, 1997), 87
58
Arie Iindra, Bank dan Lembaga Keuangan, Yogyakarta; Leutika Prioa 2014, 61-62
59
Andi Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta; Kencana, Juni 2009)
60
Arie Indra, Bank dan Lembaga Keuangan, (Yogyakarta; Leutika Prioa, 2014)
1) Personality
Personality merupakan sikap, emosi, tingkah laku, dan
tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
2) Party
Menggolongkan nasabh berdasarkan klasifikasinya masing-
masing, misalnya nasabah yang loyal secara karakter atau
modal.
3) Purpose
Hal ini untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil
kredit, tujuan pengembalian kredit misalnya untuk modal
kerja atau investasi.
4) Prospect
Pihak bank dalam hal ini akan menilai seberapa
mengutungkan prospek ushaa nasabah yang mengajukan
kredit.
5) Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan
kredit yang telah diambiol atau dari mana saja dana untuk
pengembalian kredit.
6) Profitabilitas
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan
jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat
berupa jaminan atau jaminan asuransi.
7) Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan
jaminan mendapakan perlindungan. Perlindungan dapat
berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.61

61
Arie Iindra, Bank dan Lembaga Keuangan, Yogyakarta; Leutika Prioa 2014, 63-64
9. Ananlisis Kredit
Menurut Lukman Dendawijaya analisis kredit yaitu suatu proses
yang dimaksudkan untuk menganalisis atau menilai suatu permohonan
kredit yang diajukan oleh calon debitur kredit sehingga dapat memberikan
keyakinan kepada phak bank bahwa proyek yang aka dibiayai dengan
kredit bank cukup layak.
Analisis kredit dilakukan agar kredit yang diberikan mencapai
sasaran, yaitu aman. Artiya kredit tersebut harus diterima kembali
pengembaliannya secara tertib, teratur dan tepat waktu sesuai dengan
perjanjian antara bank dengan nasabah sebagai penerima dan pemakai
kredit. Selain itu, dengan tujuan terarah, artinya kredit yang diberikan
tersebut akan digunakan akan untuk tujuan seperti yang dimaksud dalam
permohonan kredit dan sesuai dengan peraturan dan kesepakatan ketika
disayaratkan dalam akad kredit.62
Analisis kredit amat penting, karena analisis kredit dapat untuk:
1. Menentukan berbagai risiko yang akan dihadapi oleh bank
dalam memberikan kredit kepada seseorang atau badan usaha.
2. Mengantisipasi kemungkinan pelunasan kredit.
3. Mengetahui jenis kredit, jumlah kredit, dan jangka waktu kredit
yang dibutuhkan oleh usaha debitur.
4. Mengetahui kemampuan dan kemauan debitur untuk melunasi
kreditnya.63
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa analisis kredit
merupakan peralatan yang sangat penting untuk pengambilan
keputusan yang tepat apakah kredit diberikan atau tidak. Analisis
kredit yang baik haruslah menemui persayaratan:
1. Analisis hendaknya lengkap meliputi semua aspek dari
pemohon.

62
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan , (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005), 81
63
Dicki Hartanto, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta; Aswaja Pressindo,
2012), 54
2. Semua aspek tersebut hendaknya dianalisis secara objektif
dalam arti semua aspek kekuatan dan kelemahan dari
pemohon dapat dianalisis.
3. Analisis mengandung penilaian yang tegas dan jelas,
sehingga memudahkan untuk pengembalian keputusan.64
E. Penyelamatan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah/Macet
1. Pengertian kredit bermasalah
Ada beberapa pengertian kredit bermasalah, yaitu sebagai berikut:
a. Kredit yang di dalam pelaksanaannya belum mecapai/memenuhi
target yang diinginkan bank.
b. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari
bagi bank dalam arti luas.
c. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya,
baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau
pembayaran bunga, denda keterlambatan, serta ongkos-ongkos bank
yang menjadi beban debitur.
d. Kredit di mana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama
apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan
diperkirakan tidak cukup membayar kembali kredit sehingga belum
mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh bank.
e. Kredit di mana terjadi cedera janji dalam pembayaran kembali sesuai
perjanjian sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian
diperusahaan debitur sehingga memiliki kemungkinan timbulnya
risiko dikemudian hari bagi bank dalam arti luas.65
f. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya
terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya,
pembayaran bunga maupun pembayaran ongkos-ongkos bank yang
menjadi beban nasabah debitur yang bersangkutan

64
Antonio Muhammad Syafi‟i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (jakarta: Gema
Insani. 2001), 71
65
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan edisi ke empat, (Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama), 77
g. Kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.
Bagi bank, semakin dini menganggap kredit yang diberikan menjadi
bermasalah, semakin baik karena akan berdampak semakin dini pula dalam
upaya penyelamatannya sehingga tidak terlanjur parah yang berakibat
semakin sulit penyelesaiannya.66
2. Sebab-sebab pembiayaan bermasalah
Dalam penjelasan pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. UU
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam Penjelasan Pasal 37
UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan Syariah antara lain dinyatakan
bahwa kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh
bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asa-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang sehat.
Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat
dalam menyalurkan pembiayaan, maka akan timbul berbagai risiko yang harus
ditanggung oleh bank antara lain berupa:
a) Utang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar.
b) Margin/bagi hasil/fee tidak dibayar.
c) Membengkaknya biaya yang dikeluarkan.
d) Turunnya kesehatan pembiayaan.67
3. Sebab-sebab terjadinya kredit bermasalah
Dalam penyaluran kredit, tidak selamanya kredit yang diberikan bank
kepada debitur akan berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan di dalam
perjanjian kredit. Kondisi lingkungan eksternal dan internal dari sisi
nasabah/debitur da sisi bank), dapat mempengaruhi kelancaran kewajiban
debitur kepada bank sehingga kredit yang telah disalurkan kepada debitur
berpotensi atau menyebabkan kegagalan.

66
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama 2015),55
67
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama 2015), 60
Kondisi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi kegagalan
dalam pemberian kredit, antara lain sebagai berikut:
a. Perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan/peraturan yang
mempengaruhi segmen/bidang usaha debitur. Perubahan tersebut
merupakan tantangan terus menerus yang dihadapi oleh pemilik dan
pengelola perusahaan. Kunci sukses dari usaha adalah kemampuan
menganalisa perubahan dan fleksibel dalam mengelola usahanya
b. Tingkat persainga yang tinggi, perubahan teknologi, dan perubahan
preferensi pelanggan sehingga mengganggu prospek usaha debitur
atau menyebabkan usaha debitur sulit untuk tumbuh sesuai dengan
target bisnisnya.
c. Faktor risiko geografis terkait dengan bencana alam yang
mempengaruhi usaha debitur.68
Terkait dengan kondisi internal, kegagal debitur dalam memenuhi
kewajibannya kepada bank yang menyebabkan kredit menjadi bermasalah
(NPL), dapat dilihat dari dua sisi (dari sisi debitur dan dari sisi bank), yaitu
berikut ini:69
a. Dari sisi debitur
1) Sikap kooperatif debitur menurun dan adanya itikad yang
kurang baik dari debitur atau manajemen perusahaan.
2) Kredit yang diterima tidak digunakan untuk tujuan yang
seharusnya sebagaimana yang diperjanjikan dengan bank.
3) Strategi usaha tidak tepat
4) Konflik di dalam manajemen, organisasi dan kepegawaian
(untuk debitur yang merupakan badan usaha) yang berpengaruh
terhadap aktivitas bisnis perusahaan.
b. Dari sisi bank

68
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risikko Perbankan Syariah di Indonesia,
Jakarta; Salemba Empat (9 oktober 2016), 78
69
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan edisi ke empat, (Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama), 88
1) Analisis kredit yang kurang memadai dari bank sehingga
terjadinya ketidaktepatan dalam penilaian risiko dan
mitigasinya, serta timbulnya ofer financing (kredit yang
diberikan lebih besar dari kebutuhan debitur).
2) Pemantauan terhadap fasilitas kredit yang telah diberikan
kepada debitur kurang memadai (lemah)
3) Adanya fraud yang dilakukan oleh karyawan bank terkait
dengan penyaluran kredit kepada debitur.
4) Penguasaan agunan yang lemah, baik dari objek/fisik agunan
maupun pengikatannya.70
4. Pembinaan kredit bermasalah
Upaya awal pengelolaan kredit bermasalah, agar diperoleh hasil yang
optimal, maka perlu dilakukan penagihan secara intensif terhadap debitur
bermasalah oleh bank yang juga dapat dikategorikan sebagai upaya pembinaan,
sebelum masuk dalam langkah penyelamatan.
Pembinaan kredit bermasalah merupakan upaya awal yang dilakukan
terhadap debitur kredit bermasalah merupakan upaya awal yang dilakukan
terhadap debitur kredit bermasalah sehingga dapat menjaga dan mengamankan
kepentingan bank atas fasilitas kredit yang telah disalurkan, serta dapat
memperoleh hasil yang optimal sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan
tujuan awal pemberian kredit. Langkah yang dapat dilakukan dalam tahapan
pembinaan kredit. Langkah yang dapat dilakukan dalam tahapan pembinaan
kredit bermasalah ini antara lain melalui:71
a. Melakukan pendampingan kepada debitur bermasalah. Pendampingan
ini bertujuan untuk mengetahui apakah permasalahan kredit yang
terjadi murni karena aktivitas usaha (risiko bisnis) atau karena
kecurangan yang dilakukan debitur terhadap fasilitas kredit yang telah
diterimanya (tidak sesuai dengan tujuan diberikannya kredit). Jika
terkait permasalahan aktiitas usaha, pendampinganyang dilakukan
70
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risikko Perbankan Syariah di Indonesia,
Jakarta; Salemba Empat (9 oktober 2016), 82
71
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan , (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005), 90
bank dengan memberikan alternatif masukan/solusi yang dapat
membantu debitur keluar permasalahan usaha yang dialaminya.
Sebagai contoh, jika berdasarkan hasil analisis bank permasalahan
yang dihadapi debitur adalah karena ketidakefisienan dalam proses
produksi, bank dapat memberikan masukan untuk melakukan efisiensi
dalam proses produksi, seperti efisiensi dalam pos persediaan dengan
melakukan strategi just in time, dan sebagainya. Dari aktivitas
pendampingan tersebut, bank dapat menetapkan debitu mana yang
dapat dilakukan penyelamatan terhadap fasilitas kreditnya, dan mana
yang harus dilakukan penyelesaian terhadap fasilitas kreditnya.72
b. Selain itu, aktivitas pembinaan juga termasuk dalam hal melakukan
aktivitas penagihan secara intensif terhadap debitur bermasalah.
5.Upaya-upaya untuk Mengantisipasi Risiko Pembiayaan Bermasalah/Macet
Secara garis besar, penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat
dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan upaya-upaya yang
bersifat respresif/kuratif.73
Upaya-upaya yang bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank
sejak permohonan pembiayaan diajukan nsabah, pelaksanaan analisa yang
akurat terhadap data pembiayaan, pembuatan perjanjian pembiayaan yang
benar, pengikatan agunan yang menjamin kepentingan bank, sampai dengan
pemantauan atau pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan.
Sedangkan upaya-upaya yang bersifat represif/kuratif adalah upaya-
upaya penanggulangan yang bersifat penyelamatan atau penyelesaian terhadap
pembiayaan bermasalah (non performing financings/NPFs).
6. Penyelematan kredit bermasalah
Penyelamatan kredit bermasalah adalah serangkaian tindakan yang
dapat dilakukan bank terhadap debitur bermasalah untuk dapat memperbaiki
kinerja usaha debitur yang bersangkutan dan kualitas kreditnya, yang di
dasarkan atas hasil analisis bank, debitur tersebut masih mempunyai prospek
72
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan edisi ke empat, (Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama), 89
73
Herman Darwani, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 91
terkait aktivitas usaha yang dijalaninyada dapat melaksanakan kewajibannya
kepada bank sehingga dapat menjaga kepentingan bank dan melindungi bank
dari potensi risiko yang lebih besar.
Tindakan yang dapat dilakukan bank dalam penyelamatan kredit
bermasalah, anatara lain sebagai berikut:
a. Rescheduling, Reconditioning, dan Restructuring (R3)74
1) Rescheduling
Recheduling,75 yaitu perubahan syarat kredit hanya
menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk
masa tenggang (grace peroid) dan perubahan besarnya angsuran
kredit. Tentu tidak kepada semua debitur yang menunjukkan itikad
dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar
atau melunasi kredit. Di samping itu, usaha debitur juga tidak
memerlukan tambahan dan atau likuiditas.76
a) Bentuk Rescheduling
1. Perpanjangan jangka waktu kredit
2. Perpanjangan jangka waktu pelunasan tunggakan bunga
3. Perpanjangan jangk waktu pelunasan utang pokok dan
atau tunggakan angsuran kredit.
4. Perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan
atau tunggakan angsuran, tunggakan bunga, serta
perubahan jumlah angsuran.
5. Perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan
tunggakan bunga kredit.
b) Syarat Rescheduling
Perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut
jadwal pembayaran dan jangka waktu dan memperoleh

74
Yohanes Benny Apriyanto, Jurnal Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Bank DKI
Jakarta Cabang Solo Melalui jalur non lititgasi, Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta 2015, di
akses pada tanggal 18 Februari jam 23:00 WIB
75
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta:
Kencana Media Group Kasmir, PT Raja Grafindo Persada, 2006), 52
76
Herman Darwani, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 87
fasilitas rescheduling hanyalah debitur yang memenuhi
persyaratan tertentu, antara lain sebagai berikut:
1. Usaha debitur memiliki prospek untuk bangkit kembali
2. Debitur menunjukkan itikad baik, yaitu memiliki
keinginan untuk membayar dan adanya keyakinan
bahwa debitur tetap berminat dan atau berniat untuk
terus mengelola usahanya.
3. Agunan yang dikuasai bank cukup meng-cover dan
memenuhi syarat yuridis.77
Dengan demikian, dasar melakukan rescheduling adalah
1. Hanya kesulitan likuidasi sementara
2. Nasabah kooperatif dan beritikad baik
3. Sarana produksi masih ada
4. Memiliki dana cukup
5. Perpanjangan jangka waktu tidak melebihi umur
teknis/ekonomi sarana produksi
Dalam proses rescheduling, tunggakan pokok dan bunga dijumlah
(dikapitalisasi) untuk kemudian dijadwalkan kembali pembayaran nya
untuk dibuat perjanjian rescheduling tersendiri.
2) Reconditioning (persyaratan ulang)
Reconditioning78 ialah perubahan sebagian atau seluruh syarat
kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka
waktu tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh
bunga dan persayaratan lainnya.79 Perubahan syarat kredit tersebut tidak
termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau
seluruh kredit menjadi „equity‟ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur,
terbuka, dan cooperative yang usahanya sedang mengalami kesulitan
keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan

77
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan edisi ke empat, (Jakarta; PT Gramedia Pustaka
Utama), 95
78
Herman Darwani, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 90
79
Herman Darwani, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 89
menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
persayratan ulang.
a) Bentuk Reconditioning
1. Perubahan tingkat suku bunga
2. Pemberian keringanan tunggakan bunga
3. Perubahan struktur permodalan perusahaan nasabah
4. Perubahan syarat disposisi kredit
5. Penambahan jaminan
b) Syarat Reconditioning
Perubahan sebagian atau seluruh syarat kredit yang tidak
terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan
persayaratan lain sepanjang tidak menyangkut maksimum kredit.
Dalam reconditioning ini, dapat pula diberikan kepada
debitur keringanan pembebasan sebagian bunga tertunggak atau
pemberhentian bunga bagi debitur yang bersifat jujur, beroperasi
dengan menguntungkan namun mengalami kesulitan keuangan.
3) Restructuring
Upaya penyelamatan dengan melakukan perubahan syarat-syarat
kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi seluruh atau
sebagian tunggakan menjadi pokok kredit baru atau konversi seluruh
menjadi sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan dan equity bank,
yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau reconditioning.80
a) Bentuk restructuring81
1. Penambahan kredit investasi pada alat-alat produksi rangka
meningkatkan kapasitas produksi yang optimal atau dalam
rangka meningkatkan efesiensi usahanya.
2. Penambahan kredit modal kerja untuk dapat meningkatkan
usahanya secara optimal.

80
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta:
Kencana Media Group Kasmir, PT Raja Grafindo Persada, 2006), 91
81
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta;
Sinar Grafika, 2012), 45
3. Mengadakan penjualan aktiva yang tidak produktif untuk
menambah modal kerja/investasi pada alat-alat produksi
yang lebih tepat guna atau untuk menurunkan baki
debit/tunggakan bunga.
4. Penjualan aset yang tidak begitu pengaruh terhadap operaso
perusahaan.
b) Syarat restructuring
Tindakan resctructuring dapat diberikan kepada debitur yang
masih mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya dan
faktor-faktor yang mendukung tindakan restructuring, misalnya adanya
pemasaran produksi yang masih berfungsi baik dan masih dapat
ditingkatkan. Faktor lainnya adalah dikelolanya usaha nasabah oleh
manajemen yang profesional, dan mempekerjakan tenaga kerja yang
cukup terampil dan didukung oleh teknologi yang memadai untuk
produksi, nasabah tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan
bahan baku dan kondisi secara global masih cukup mendukung.82
b. Manajemen assistancy
Manajemen assistancy, yaitu bantuan kosultasi dan manajemen
profesional yang diberikan Bank pada nasabah yang masih mampu. Jika
langkah penyelamatan, maka dapat dipertimbangkan tindakan
penyelesaian kredit bermasalah. Namun, tindakan ini harus didasarkan
pembuktian secara kuantitatif merupakan tindakan yang paling
menguntungkan bagi bank.83
c. Debt to Equity Swap
Secara umum, debt to equity swap merupakan suatu kesepakatan
untuk menukar utang dengan saham (equity) di suatu perusahaan. Terkait
dengan perbankan (khususnya perkreditan), debt to equity swap
merupakan kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka
penyelamatan kredit dalam bentuk penyertaan modal oleh Bank pada
82
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta:
Kencana Media Group Kasmir, PT Raja Grafindo Persada, 2006), 45
83
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, (Jakarta; PT Bumi Aksara), 67
perusahaan debitur untuk mengatasi kegagalan kredit, yaitu dengan
mengubah utang debitur menjadi penyertaan modal bank pada perusahaan
debitur.84
Dari sudut pandang bank sebagai kreditur, debt to equity swap
dilakukan karena bank melihat perusahaan debitur memiliki potensi nilai
ekonomi yang sanagat bagus di masa mendatang walaupun saat ini kondisi
keuangan perusahaan debitur mengalami permasalahan.
Di pihak lain, debt to equity swap dari sudut pandang perusahaan
debitur merupakan salah satu bentuk restrukturisasi utang karena kondisi
keuangan yang tidak memungkinkan untuk melunasi kewajiban nya
kepada bank (pemberi jaminan).
Kriteria debitur yang dapat diberikan skim ini adalah
1. Usaha masih prospektif
2. Manajemen kooperatir, terbuka, dan beritikad baik.
d. Perjanjian Penyelesaian Hutang
Merupakan penyelesaian tunggakan kewajiban debitur secara
angsuran, yang didudukkan dalam suatu akta perjanjian penyelesaian
hutang. Tunggakan debitur yang dimaksud adalah tunggakan bunga dan
tunggakan kewajiban lainnya di luar hutang pokok, baik on balance sheet
maupun off balance sheet.
Kriteria debitur dapat diberikan skim ini adalah
1. Usaha masih prospektif
2. Manajemen kooperatif, terbuka dan beritikad baik.85
F. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Kredit/Macet
Secara garis besar, usaha penyelesaian pembiayaan macet daoat dibedakan
berdasarkan kondisi hubungannya dengan nasabah debitur,86 yaitu sebagai
berikut:

84
Ditulis oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam Universitas
Yogyakarta atas kerja sama dengan Bank Indonesia, Ekonomi, Islam, (Jakarta; Rajawali Pres,
2012), 85
85
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta:
Kencana Media Group Kasmir, PT Raja Grafindo Persada, 2006), 85
1. Penyelesaian pembiayaan di mana pihak debitur masih kooperatif,
sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara kerja sama anatara
debitur dan bank, yang dalam hal ini disebut sebagai “ penyelesaian
secara damai” atau “penyelesaia secara persuasif”.
2. Penyelesaian pembiayaan di mana pihak debitur tidak kooperatif lagi,
sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara pemaksaan dengan
melandaskan pada pihak-pihak yang dimiliki oleh bank. Dalam hal ini
penyelesaian tersebut “penyelesaian secara paksa”.
Sumber-sumber penyelesaian pembiayaan antara lain berupa:
3. Barang-barang yang dijain kepada bank. Dalam fikih didasarkan
kepada prinsip rahn.
4. Jaminan perorangan, baik dari orang perorangan maupun dari badan
hukum, dalam fikih didasarkan kepada prinsip kafalah.
5. Seluruh harta kekayaan debitur dan pemberi jaminan (lihat pasal 1131
KUH Perdata), termasuk yang dalam bentuk piutang kepada bank
sendiri (kalau ada). Dalam fikih, hal ini antara lain didasarkan pada
Hadis Rasulullah saw, Sebagai berikut: Dari Ka‟ab bin Malik,
“Sesungguhnya Nabi saw pernah menyita harta milik Muaddz lalu
beliau menjualnya untuk membayar utangnya”. (HR. Imam
Daruquthni).87
6. Pembayaran dari pihak ketiga yang bersedia melunasi utang debitur.
Dalam fikih didasarkan kepada prinsip hawalah atau kafalah.88
Dengan dasar dan prinsip-prinsip tersebut, strategi penyelesaian
pembiayaan macet yang dapat ditempuh oleh bank adalah berupa tindakan-
tindakan sebagai berikut:

86
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah,
(Jakarta; Sinar Grafika, 2012), 51
87
Munzier Suprapta, Ilmu Hadits, (Jakarta; Grafindo Persada, 2006), 45
88
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan Syariah, (Jakarta; PT Bumi Aksara,
2012), 13
a. Penyelesaian oleh Bank Sendiri
Penyelesaian oleh bank sendiri biasanya dilakukan secara bertahap. Pada
tahap pertama biasanya penagihan secara persuasif, dengan kemungkinan:
1. Nasabah melunasi atau mengangsur kewajiban pembiayaan
pinjamannya
2. Nasabah atau pihak ketiga pemilik agunan menjual sendiri barang
agunan secara sukarela
3. Dilaksanakan perjumpaan utang (kompensasi)89
4. Dilaksanakan pengalihan utang (pembaruan utang/novasi
subjektif); atau
5. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
para pihak (Pasal 29 ayat (1) huruf c UU No. 42 Tahun 1999
tentang Fidusia).90
Apabila tahap pertama tidak berhasil, bank melakukan upaya-upaya
tahap kedua dengan melakukan tekanan psikologis kepada debitur, berupa
peringatan tertulis dengan ancaman bahwa penyelesaian pembiayaan macet
tersebut akan diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam hal upaya-upaya tahap kedua belum juga berhasil. Bank dapat
menempuh upaya tahap ketiga, yaitu penjualan barang jaminan dibawah
tangan atas dasar kuasa dari debitur/ pemilik agunan. Dalam praktik,
walaupun telah ada surat kuasa dari debitur, namun tidak semua bank berani
untuk melakukan penjualan dibawah tangan atas agunan tersbut.
b. Penyelesaian Melalui Debt Collector
berdasarkan ketentuan-ketentuan KUH Perdata, Pasal 1320 tentang
syarat sahnya perjanjian dan Pasal 1792 tentang pemberian kuasa, bank juga
dapat memberikan kuasa kepada pihak lain yaitu debt collector, untuk

89
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: PT Kencana, 2005), 75
90
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah,
(Jakarta; Sinar Grafika, 2012), 87
melakukan upaya-upaya penagihan pembiayaan macet. Tentu dengan cara-
cara yang tidak melawan hukum dan ketentuan syariah.91
c. Penyelesaian Melalui Kantor Lelang
Meminta bantuan kantor lelang untuk melakukan:
1) Penjualan barang jaminan yang telah diikat dengan hak
tanggungan berdasarkan janji bahwa pemegang Hak
Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas
kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitur cidera
janji/beding van eigenmatige verkoop (Pasal 11 ayat (2) huruf e
jis. Pasal 20 ayat (1) huruf a dan Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan).
2) Penjualan agunan melalui eksekusi gadai atas daasr parate
eksekusi (Pasal 1155 KUH Perdata).
3) Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
keuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil piutangnya dari hasil penjualan (Pasal 29 ayat
(1) huruf b UU No. 42 Tahun 1999).92
d. Penyelesaian Melalui Badan Peradilan
1) Gugat Perdata melalui Pengadilan Agama93
Perdailan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan
keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-
orang yang beragama Islam, yang sebelumnya berdasarkan Undang-
undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama hanya
berwenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infak, shadaqah, maka sekarang berdasarkan pasal 49
huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Peradilan Agama,

91
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta; Kencana Media Group
Kasmir, PT Raja Grafindo Persada, 2008), 67
92
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggunan, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), 25
93
Salim Haris, Perkembangan Hukum Jaminan di Indoesia, (Jakarta; Rajawali Pers, 2014),
62
kewenagan pengadilan Agama diperluas termasuk bidang ekonomi
syariah.94
Dengan penegasan dan peneguhan kewenangan pengadilan agama
untuk menyelesaiakan perkara ekonomi syariah, dalam penyelesaian
sengketa niaga atau bisnis, yang selama ini pengadilan yang diberi
tugas dan kewenangan adalah pengadilan negri/niaga yang berada
dalam lingkungan peradilan umum, maka setelah disahkannya UU No.
3 Tahun 2006 tersbut, menyangkut penyelesaian sengketa bisnis
khususnya berkaitan dengan ekonomi syariah, tugas dan
kewenangannya berada pada Peradilan Agama.95
2) Eksekusi Agama Melalui Pengadilan Agama/Pengadilan Negri
a. Pelaksaan titel eksekutoorial oleh Pemegang Hak Tanggungan
sebagaimana terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 4 Tahun
1996 (Pasal 20 ayat (1) huruf b UU No.4 Tahun 1996)
b. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) UU No. 42
Tahun 1999 (Pasal 29 ayat (1) huruf a No. 42 Tahun 1999).
3) Permohonan Pailit Melalui Pengadilan Niaga
Berdasakan ketentuan pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun
2004 tentang kepailitan dan penundaaan kewajiban pembayaran
utang dinyatakan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utangnya yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditornya.
Berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-undang di
atas, bank sebagai kreditor dalam rangka untuk mendapatkan
penyelesaian pembiayaan macet, dapat melakukan upaya hukum
pengajuan permohonan pailit. Dalam pasal 16 ayat (1) UU No. 37
94
Arie Iindra, Bank dan Lembaga Keuangan, Yogyakarta; Leutika Prioa 2014,
95
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta;
Sinar Grafika, 2012), 88
Tahun 2004 tersebut ditegaskan bahwa, kurator berwenang
melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta
pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Yang dimaksud
dengan pemberesan adalah penguangan aktiva perseroan yang
pailit untuk membayar atau melunasi utangnya.96
Hadis Nabi menjelaskan: “Siapa yang menemukan
hartanya secara utuh di tangan orang pailit, maka ia lebih baik
berhak atas barang itu dari pada orang yang mempiutangi
lainnya” (HR, Al-Jama‟ah dari Samurah dan Ibn Jundab).97
e. Penyelesaian Melalui Badan Arbitrase
Arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa perdata di
luar peradilan umum didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian
sengketa / “UU Arbitrase”).
Lembaga arbitrase ini dapat dipergunakan untuk penyelesaian
pembiayaan macet, apabila dalam perjanjia/akad pembiayaan terdapat
klausul tenntang penyelesaian sengketa melalui arbitrase (factum de
compromittendo), atau telah dibuat perjanjian arbitrase tersendiri setelah
timbulnya sengketa (akta compromiso) (Pasal 1 angka 3 & Pasal 9 UU
Arbitrase).98
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU Arbitrase, pengadilan negri (dan
pengadilan agama) tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak
yang telah terikat dalam perjanjian Arbitrase. Adanya perjanjian Arbitrase
yang dibuat secara tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam
perjanjiannya ke pengadilan negri (atau pengadilan agama) (Pasal 11 ayat
(1) UU Arbitrase).

96
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggunan, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), 25
97
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta;
Sinar Grafika, 2012), 89
98
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005), 67
Mengingat sengketa perbankan syariah merupakan sengketa perdata
dalam bidang bisnis, yang merupakan kewenangan arbitrase, maka
penyelesaian sengketa bank syariah dengan nasabah atau pihak lainnya
dapat menggunakan badan arbitrase syariah. Badan Arbitrase Syariah, pada
saat ini baru ada satu yaitu Badan Arbitrase Syariah Nasional, disingkat
BASYARNAS.99
f. Penyelesaian Melalui Direktoral Jendral Piutang dan Lelang Negara
Bagi bank-bank BUMN, ada kewajiban untuk menyerahkan
penyelesaian pembiayaan macet (piutang negara macet) kepada PUPN. Hal
ini didasarkan pada peraturan perundan-undangan sebagai berikut:
1) Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Pengurusan
Piutang Negara (UU Nomor 49 Prp Tahun 1960). Berdasakan
pasal 8,12, dan 14 UU tersebut di atasa, dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan macet bank-bank BUMN adalah merupakan Piutang
Negara yang wajib diserahkan kepada PUPN dan pelaksanaannya
tunduk kepada keputusan Mentri Keuangan.100
2) Keputusan Mentri Keuangan RI No. 300 KMK.01/2002 tanggal
13 Juni 2002 tentang Pengurusan Piutang Negara berdasarkan
pasal 2 Keputusan Mentri Keuangan RI N0\o. 300/KMK.01/2002
tanggal 13 Juni 2002 dapat disimpulkan bahwa penyelesaian
Piutang Negara dilakukan dengan cara:
a) Piutang negara pada tingkat pertama diselesaikan sendiri
oleh instansi pemerintah, lembaga negara, atau badan
usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki
oleh negara atau dimiliki oleh BUMN/BUMD sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlau (ayat (1)).
b) Dalam hal penyelesaian piytan negara pada ayat (1) tidak
berhasil, instansi pemerintah, lembaga negara, atau badan

99
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta;
Sinar Grafika, 2012), 90
100
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, (Jakarta; Bumi Aksara), 89
usaha tersebut wajib menyerahkan pengurusan piutang
negara kepada PUPN (ayat (2)).101
3) Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negaa/Daerah. Dalam PP
ini, mengenai penghapusan bersyarat diatur sebagai berikut:
Penghapusan Secara bersyarat dan penghapusan secar mutlak
atas piutang perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 19). Tata cara penghapusan secara berysarat
dan penghapusan secara mutlak atas piutang perusahaan
Negara/Daerah yang pengurusan piutangnya diserahkan
kepada PUPN, diatur lebih lanjut dengan Peratura Mentri
Keuangan (pasal 20).
Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Peraturan
pemerintah No. 33 Tahun 2006 tentang perubahan atas
peraturan pemerintah no 14 Tahun 2005 tentang tata cara
penghapusan piutang Negara /Daerah, dan Keputusan Mentri
Keuangan RI No. 87/PMK.07/2006 tanggal 09-10-2006
tentang pengurusan piutang perusahaan Negara/Daera,
pemerintah telah mengubah ketentuan tentang pengurusan
piutang negara yang berasal dari BUMN/BUMD daerah,
menjadi tidak lagi diselesaikan oleh PUPN.102
Dengan terbitnya peraturan perundang-undangan
tersebut, terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai
pengurusan piutang BUMN/Daerah, yaitu sebagai berikut:103
a) Pengurusan piutang BUMN/Daerah selanjutnya
dilakukan sendiri oleh BUMN/Daerah berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku Perseroan
terbatas dan BUMN serta peraturan pelaksanaannya.
101
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggunan, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), 25
102
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, (Jakarta; Bumi Aksara, 2011), 67
103
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta; PT Kencana. 2005), 77
b) Pengurusan piutang BUMN/Daerah tetap dilakukan
oleh PUPN selama tidak ada perubahan terhadap
ketentuan pasal 12 ayat (1) UU PUPN. Hal ini
disebabkan PP No. 33 Tahun 2006 dan PMK
No.87/PMK.07/2006 merupakan peraturan perundang-
undangan yang hirarkinya berada dibawah UU seingga
tidak dapat menyimpangi ketentuan pasal 12 ayat (1)
UU PUPN.
4) Namun dalam perkembangan peraturan perundang-undangan
yang mutakhir, penyelesaian piutang bermasalah pada bank
BUMN tidak lagi mendasarkan kepada UU No. 49 Prp Tahun
1960, melainkan diselesaikan berpedoman kepada UUPT dan
UUBUMN.104
Berdasarkan pasal 4 ayat (5) dan (6) UU No. 10 Tahun
2010 tentang APBN 2011, berbunyi sebagai berikut;105
Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan bagian pemerintah
atas laba BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian
piutang bermasalh pada BUMN di bidang usaha perbankan
dilakukan sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta
peraturan pelaksanaannya (ayat (5)).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian piutang
bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan
sebagaimana dimaksud pada (ayat (5)) di ataur dengan
peraturan Menteri Keuangan (ayat 6)).
Penjelasan Pasal 4 ayat (5) berbunyi sebagai berikut:

104
Yohanes Benny Apriyanto, Jurnal Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Bank DKI
Jakarta Cabang Solo Melalui jalur non lititgasi, Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta 2015, di
akses pada tanggal 18 Februari jam 23:00 WIB
105
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta; PT Kencana. 2005), 79
Sambil menunggu dilakukannya peruabahn Undang-undang
Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang panitia Urusan Piutang
Negara, dan dalam rangka mempercepat penyelesaian piutang
bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan, dapat
dilakukan pengurusan piutangnya melalui mekanisme
pengelolaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perseroan terbatas.
Sedangkan terkait dengan pemberian kewenangan kepada RUPS,
penyelesaian piutang bermasalh pada BUMN di bidang Usaha
perbankan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan di
bidang badan usaha milk negara.106
Berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (5) dan (6) UU No. 10 tahun 2010
beserta penjelasannya di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Khusus bagi BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian
piutang bermasalah termasuk piutang macetnya untuk tahun
anggaran tahun 2011 tidak lagi berpedoman kepada Undang-
undang Prp Nomor 49 Tahun 1960, melainkan berpedoman kepada
UUPT dan UUBUMN.
2. Dengan demikian, Direksi BUMN dapat melakukan penyelesaian
putang bermasalahnya berdasarkan ketentuan UUPT, Undang-
undang BUMN dan ketentuan Anggaran Dasar masing-masing.
Kebijakan tersebut tidak hanya pada tahun anggaran 2011 tetapi seperti
itu juga sudah diberlakukan untuk penyelesaian piutang bermasalah bank-
bank BUMN pada tahun anggaran 2010 berdasarkan Undang-undang
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun
2010 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2010
tentang Perubahan Undang-undang APBN 2010.
g. Penyelesaian Melalui Kejaksan bagi Bank-bank BUMN

106
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah,
(Jakarta; Sinar Grafika, 2012), 91
Berdasarkan ketentuan pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang kejaksaan ditegaskan bahwa, di bidang perdata dan tata
usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam
maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Berdasarkan ketentuan ini maka bank-bank BUMN/Perusahaan
Negara dapat memberikan kuasa kepada kejaksaan untuk melakukan upaya-
upaya penyelesaian penagihan pembiayaan macetnya sebagai piutang
negara.107
G. Fatwa DSN MUI terkait Klaim Jaminan Pembiayaan kredit macet

a. Fatwa DSN MUI No 19/DSN/MUI/IV/2001 Al-Qardh


Dewan Syariah Nasional setelah menimbang:

a) Bahwa Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) di samping sebagai


lembaga komersial, harus dapat berperan sebagai lembaga sosial
yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal;
b) Bahwa salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dapat
dilakukan oleh LKS adalah penyaluran dana melalui prinsip al-
Qardh, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh
LKS dan nasabah.
c) Bahwa agar akad tersebut sesuai dengan syari‟ah Islam, DSN
memandang perlu menetapkan fatwa tentang akad al-
Qardh untuk dijadikan pedoman oleh LKS.

Mengingat:

1. Firman Allah SWT, antara lain:


... ُٓ ُْ٘‫ فَب ْمزُج‬ًَّٚ ‫ أَ َج ٍو ٍُ َغ‬َٚ‫ ِِ إِى‬ْٝ ‫َ ْْزُ ٌْ ثِ َذ‬ٝ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا إِ َرا رَذَا‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫ؤ‬ٝ

107
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta;
Sinar Grafika, 2012), 95
"Hai orang yang beriman! Jika kamu bermu'amalah tidak secara
tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis..." (QS. al-
Baqarah [2]: 282)

‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا أَْٗ فُْ٘ ا ثِ ْبى ُؼقُْ٘ ِد‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآأ‬ٝ


"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ..."

… ‫ َغ َش ٍح‬ْٞ ٍَ َٚ‫َٗإِ ُْ َمبَُ ُرْٗ ُػ ْغ َش ٍح فََْ ِظ َشحٌ إِى‬


"Dan jika ia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tangguh
sampai ia berkelapangan…" (QS. al-Baqarah [2]: 280)

2. Hadis-hadis Nabi s.a.w., antara lain:

ِ ‫ فَش َج َّللاُ َػ ُْْٔ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬،‫َب‬ّْٞ ‫ة اى ُّذ‬


ًِ َْ٘ٝ ‫ة‬ ِ ‫ٍَ ِْ فَش َج ػ َِْ ٍُ ْغيِ ٌٍ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬
)ٌ‫ ِٔ (سٗآ ٍغي‬ْٞ ‫ ػَْ٘ ُِ أَ ِخ‬ْٜ ِ‫ ػَْ٘ ُِ ْاى َؼ ْج ِذ ٍَبدَا ًَ ْاى َؼ ْج ُذ ف‬ْٜ ِ‫ ََّٗللاُ ف‬،‫َب ٍَ ِخ‬ِٞ‫ْاىق‬
"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong
hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya" (HR. Muslim)

ْ ٍَ
)‫ ظُ ْي ٌٌ … (سٗآ اىجَبػخ‬ِّٜ ِْ ‫ط ُو ْاى َغ‬
"Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu
kezaliman …" (HR. Jama'ah)

َ ْ‫ُ ِذوُّ ِػش‬ٝ ‫ ْاى َ٘ا ِج ِذ‬ُّٜ َ‫ى‬


ٔ‫ ٗأث٘ داٗد ٗاثِ ٍبج‬ٜ‫ضُٔ َٗ ُػقُْ٘ َثزَُٔ (سٗآ اىْغبئ‬
)‫ٗأدَذ‬
"Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan
harga diri dan memberikan sanksi kepadanya" (HR. Nasa'i, Abu Daud, Ibn
Majah, dan Ahmad)

َ َ‫ َْش ُم ٌْ أَدْ َغُْ ُن ٌْ ق‬ٞ‫إُِ َخ‬


)ٛ‫ضب ًء (سٗآ اىجخبس‬
"Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam
pembayaran utangnya" (HR. Bukhari)

3. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari „Amr bin „Auf:

ََُُ٘ ِ‫َِ إِال ص ُْيذًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب َٗ ْاى َُ ْغي‬َِٞ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ َ‫اىصُّ ْي ُخ َجبئِ ٌض ث‬
.‫ ُششُٗ ِط ِٖ ٌْ إِال شَشْ طًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬َٚ‫َػي‬
"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."108

4. Kaidah fiqh:
.‫ض َجش ٍَ ْْفَ َؼخً فَٖ َُ٘ ِسثَب‬
ٍ ْ‫ُموُّ قَش‬
"Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang,
muqridh) adalah riba."

Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional


pada hari Senin, 24 Muharram 1422 H/18 April 2001 M

Memutuskan

Menetapkan : Fatwa tentang Al-Qardh

Pertama Ketentuan umum Al-Qardh

1. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh)


yang memerlukan.
2. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada
waktu yang telah disepakati bersama.
3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan
sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, LKS dapat:
a. memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b. menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Kedua Sanksi
1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan
sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidak-
mampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1
dapat berupa --dan tidak terbatas pada-- penjualan barang jaminan.

108
KH. Ma’ruf Arifin, Fatwa dalam Hukum Islam, (Jakarta: Elass 2008), 62
3. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi
kewajibannya secara penuh.
Ketiga sumber dana
1. Bagian modal LKS;
2. Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
3. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya
kepada LKS
Keempat
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.

b. Fatwa No 47 DSN/MUI/II/2005 tentang konversi akad murabahah


DSN Mengingat
1. Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga
Keuangan Syari'ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
2. Bahwa dalam hal nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam
pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan;
3. Bahwa keringanan sebagaimana dimaksud di atas dapat diwujudkan
dalam bentuk konversi dengan membuat akad baru dalam
penyelesaian pembayaran kewajiban;
4. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut
Syari'ah Islam, Dewan Syari'ah Nasional memandang perlu
menetapkan fatwa untuk dijadikan pedoman.109
Mengingat
1. Firman Allah SWT, antara lain:
a. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:
… ‫ َغ َٗ َدش ًَ اى ِّشثَب‬ْٞ ‫… َٗأَ َدو َّللاُ ْاى َج‬
"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
…"

b. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:


ً‫َْ ُن ٌْ ثِ ْبىجَب ِط ِو إِال أَ ُْ رَ ُنْ٘ َُ ِر َجب َسح‬ْٞ ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا الَرَؤْ ُميُْ٘ ا أَ ٍْ َ٘اىَ ُن ٌْ َث‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآ أ‬ٝ
... ٌْ ‫اض ٍِ ْْ ُن‬
ٍ ‫ػ َِْ رَ َش‬
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu …"

109
KH. Ma’ruf Arifin, Fatwa dalam Hukum Islam, (Jakarta: Elass 2008), 63
c. Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 1:
… ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا أَْٗ فُْ٘ ا ِث ْبى ُؼقُْ٘ ِد‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآ أ‬ٝ
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu."

d. Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 2:

َ ‫ ٗال َٗرَ َؼ‬َٙ٘ ‫ ْاىجِشِّ َٗاىز ْق‬َٚ‫… َٗرَ َؼب َُّْٗ٘ ا َػي‬
ُ‫ ا ِۡلثٌ َٗاى ُؼ ْذ َٗا‬َٚ‫بُّْٗ٘ ا َػي‬
"… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa
…"

e. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 280:

َ َ‫ َٗأَ ُْ ر‬،‫ َغ َش ٍح‬ْٞ ٍَ َٚ‫ َٗإِ ُْ َمبَُ ُرْٗ ُػ ْغ َش ٍح فََْ ِظ َشحٌ إِى‬...
... ٌْ ‫ ٌش ىَ ُن‬ْٞ ‫صذقُْ٘ ا َخ‬
"... Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguhan sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu lebih bik bagimu, jika kamu mengetahui."

2. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:


a. Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu
Hibban :

َ ِ‫ َّللا ػْٔ أَُ َسعُْ٘ َه َّللا‬ٜ‫ سض‬ٛ


ِٔ ِ‫ ِٔ َٗآى‬ْٞ َ‫ َّللاُ َػي‬ٚ‫صي‬ ّ ‫ ٍذ ْاى ُخ ْذ ِس‬ْٞ ‫ َع ِؼ‬ْٜ ِ‫ػ َِْ أَث‬
ٍ ‫ ُغ ػ َِْ رَ َش‬ْٞ ‫ إِِّّ ََب ْاى َج‬:‫َٗ َعي ٌَ قَب َه‬
.‫اض‬
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan
kedua belah pihak.110

b. Hadis Nabi riwayat al-Thabarani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-
Mustadrakyang menyatakan bahwa hadis ini shahih:

ِ ‫ٔ ٗآىٔ ٗعيٌ ىََب أَ ٍَ َش ثئخ َش‬ٞ‫ َّللا ػي‬ٚ‫ صي‬ٜ‫ط أُ اىْج‬


َِْٜ‫اج ث‬ ُ ٙٗ‫س‬
ٍ ‫اثِ ػجب‬
‫ثئخشاجْب ٗىَْب‬
ِ َ ٍَ ‫ إِّلَ أ‬،‫ َّللا‬ٜ‫َب َّج‬ٝ :‫ فقَبىُ٘ا‬،ٌٍْٖ ٌ‫ ِْش َجبءٓ ّبط‬ٞ‫ض‬
‫شد‬ ِ َْ‫اى‬
:ٌ‫ٔ ٗآىٔ ٗعي‬ٞ‫ َّللا ػي‬ٚ‫ فقبه سع٘ه َّللا صي‬،‫ُْ٘ ٌُ ىٌ رَ ِذو‬ٝ‫ اىْبط ُد‬ٚ‫ػي‬
)ٔ‫ اىَغزذسك ٗصذذ‬ٜ‫ ٗاىذبمٌ ف‬ّٜ‫ضؼُْ٘ ا ٗرَ َؼجيُْ٘ ا (سٗآ اىطجش‬ َ
"Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw. ketika beliau
memerintahkan untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang
dari mereka seraya mengatakan: "Wahai Nabiyallah, sesungguhnya
Engkau telah memerintahkan untuk mengusir kami sementara kami
mempunyai piutang pada orang-orang yang belum jatuh tempo" Maka
Rasulullah saw berkata: "Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat."

110
KH. Ma’ruf Arifin, Fatwa dalam Hukum Islam, (Jakarta: Elass 2008), 63
c. Hadits Nabi Riwayat Muslim, beliau bersabda:

ِ ‫ فَش َج َّللاُ َػ ُْْٔ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬،‫َب‬ّْٞ ‫ة اى ُّذ‬


‫ة‬ ِ ‫ٍَ ِْ فَش َج ػ َِْ ٍُ ْغيِ ٌٍ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬
.ِٔ ْٞ ‫ ػَْ٘ ُِ أَ ِخ‬ْٜ ِ‫ ػَْ٘ ُِ ْاى َؼ ْج ِذ ٍَبدَا ًَ ْاى َؼ ْج ُذ ف‬ْٜ ِ‫ ََّٗللاُ ف‬،‫َب ٍَ ِخ‬ِٞ‫َْ٘ ًِ ْاىق‬ٝ
"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya."

d. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, beliau
bersabda:
‫َِ إِال ص ُْيذًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬َِٞ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ ‫اىصُّ ْي ُخ َجبئِ ٌض َث‬
.‫ُٗط ِٖ ٌْ إِال شَشْ طًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬
ِ ‫ ُشش‬َٚ‫َٗ ْاى َُ ْغيِ ََُُ٘ َػي‬
"Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram."

3. Kaidah Fiqh, antara lain:


.‫ ََِٖب‬ْٝ ‫ رَذْ ِش‬َٚ‫ ٌو َػي‬ْٞ ِ‫َ ُذه َدى‬ٝ ُْ َ‫د ْا ِۡلثَب َدخُ إِال أ‬
ِ َ‫ ْاى َُ َؼب ٍََل‬ِٜ‫اۡلَصْ ُو ف‬
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya."111

a. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:


‫َِ إِال ص ُْيذًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬َِٞ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ َ‫اىصُّ ْي ُخ َجبئِ ٌض ث‬
.‫ُٗط ِٖ ٌْ إِال شَشْ طًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬
ِ ‫ ُشش‬َٚ‫َٗ ْاى َُ ْغيِ ََُُ٘ َػي‬
"Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram."

2. Kaidah Fiqh:
.‫ ََِٖب‬ْٝ ‫ رَذْ ِش‬َٚ‫ ٌو َػي‬ْٞ ِ‫َ ُذه َدى‬ٝ ُْ َ‫د ْا ِۡلثَب َدخُ إِال أ‬
ِ َ‫ ْاى َُ َؼب ٍََل‬ِٜ‫اۡلَصْ ُو ف‬
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya."

.‫ْش‬ٞ‫ ِْغ‬ٞ‫اى ََ َشقخُ رَجْ يِتُ اىز‬

111
KH. Ma’ruf Arifin, Fatwa dalam Hukum Islam, (Jakarta: Elass 2008), 64
"Kesulitan dapat mendatangkan kemudahan."

Memperhatikan

1. Surat Direksi BSM No. 6/552/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal


Permohonan Fatwa.
2. Hasil workshop BPH-DSN, 9-10 Dzulqa'dah 1425/21-22 Desember 2004.
3. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Jum'at,
16 Muharram 1426/ 25 Februari 2005.

Memutuskan

Pertama Ketentuan Konversi akad

1. Akad murabahah dihentikan dengan cara:


a. Obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan harga
pasar;
b. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
c. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu
dapat dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal
dari mudharabah dan musyarakah;
d. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang
tetap menjadi utang nasabah yang cara pelunasannya disepakati
antara LKS dan nasabah.
2. LKS dan nasabah ex-murabahah tersebut dapat membuat akad baru
dengan akad:
a. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atas barang tersebut di atas dengan
merujuk kepada fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al
Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik;
b. Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh); atau
c. Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.112
Kedua ketentuan penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan

112
KH. Ma‟ruf Arifin, Fatwa dalam Hukum Islam, (Jakarta: Elass 2008), 65
melalui Badan Arbitrase Syari'ah Nasional setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.

c. Fatwa No 46 DSN-MUI/II/2000 tentang potongan tagihan murabahah


DSN Menimbang

1. Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga


Keuangan Syari'ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
2. Bahwa dalam hal nasabah telah melakukan pembayaran cicilan
dengan tepat waktu, maka ia dapat diberi penghargaan. Sedangkan
nasabah yang mengalami penuruan kemampuan dalam pembayaran
cicilan, maka ia dapat diberi keringanan;
3. Bahwa penghargaan dan merupakan mukafaah tasji'iyah (insentif)
keringanan dapat diwujudkan dalam bentuk potongan dari total
kewajiban pembayaran;

4. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut


ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa sebagai
pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.113
Mengingat

3. Firman Allah SWT, antara lain:


a. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:
… ‫ َغ َٗ َدش ًَ اى ِّشثَب‬ْٞ َ‫… َٗأَ َدو َّللاُ ْاىج‬
"… Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."

113
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: PT Ikctiar Baru Van Hoeve,
1996), 85
b. Firman Allah QS. Al-Nisa' [4]: 29:

ً‫َْ ُن ٌْ ثِ ْبىجَب ِط ِو إِال أَ ُْ رَ ُنْ٘ َُ رِ َجب َسح‬ْٞ َ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا الَرَؤْ ُميُْ٘ ا أَ ٍْ َ٘اىَ ُن ٌْ ث‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآ أ‬ٝ
... ٌْ ‫اض ٍِ ْْ ُن‬
ٍ ‫ػ َِْ رَ َش‬
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu …"

c. Firman Allah QS. Al-Ma'idah [5]: 1:


… ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا أَْٗ فُْ٘ ا ِث ْبى ُؼقُْ٘ ِد‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآ أ‬ٝ
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ..."

d. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280:

َ َ‫ َٗأَ ُْ ر‬،‫ َغ َش ٍح‬ْٞ ٍَ َٚ‫ َٗإِ ُْ َمبَُ ُرْٗ ُػ ْغ َش ٍح فََْ ِظ َشحٌ إِى‬...
... ٌْ ‫ ٌش ىَ ُن‬ْٞ ‫صذقُْ٘ ا َخ‬
"... Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguhan sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu lebih bik bagimu ..."

e. Firman Allah QS. Al-Ma'idah [5]: 2:


... َٙ٘ ‫ ْاىجِشِّ َٗاىز ْق‬َٚ‫… َٗرَ َؼب َُّْٗ٘ ا َػي‬
" dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa"

4. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:


a. Hadist Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh
Ibnu Hibban :

َ ِ‫ َّللا ػْٔ أَُ َسعُْ٘ َه َّللا‬ٜ‫ سض‬ٛ


ِٔ ِ‫ ِٔ َٗآى‬ْٞ َ‫ َّللاُ َػي‬ٚ‫صي‬ ّ ‫ ٍذ ْاى ُخ ْذ ِس‬ْٞ ‫ َع ِؼ‬ْٜ ِ‫ػ َِْ أَث‬
ٔ‫ ٗاثِ ٍبجخ ٗصذذ‬ٜ‫ٖق‬ٞ‫ (سٗآ اىج‬،‫اض‬ ٍ ‫ ُغ ػ َِْ رَ َش‬ْٞ َ‫ إِِّّ ََب ْاىج‬:‫َٗ َعي ٌَ قَب َه‬
)ُ‫اثِ دجب‬
"Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan
kedua belah pihak."

b. Hadis Nabi riwayat al-Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-
Mustadrak yang menyatakan bahwa hadis ini shahih sanadnya :

ِ ‫ٔ ٗآىٔ ٗعيٌ ىََب أَ ٍَ َش ثئخ َش‬ٞ‫ َّللا ػي‬ٚ‫ صي‬ٜ‫ط أُ اىْج‬


‫اج‬ ٍ ‫اثِ ػجب‬ ُ ٙٗ‫س‬
‫د ثِئ ِ ْخ َشا ِجَْب‬ َ ِّ‫ إ‬،ِ‫ َّللا‬ِٜ‫َب َّج‬ٝ :‫ فَقَبىُْ٘ ا‬،ٌْ ُْْٖ ٍِ ٌ‫ ِْش َجب َءُٓ َّبط‬ٞ‫ض‬
َ ْ‫ل أ ٍَش‬ ِ َْ‫ اى‬َِْٜ‫ث‬
ِٔ ِ‫ ِٔ َٗآى‬ْٞ َ‫ َّللاُ َػي‬ٚ‫صي‬َ ِ‫ فَقَب َه َسعُْ٘ ُه َّللا‬،‫ُْ٘ ٌُ ىَ ٌْ رَ ِذو‬ٝ‫بط ُد‬ ِ ْ‫ اى‬َٚ‫َٗىََْب َػي‬
‫ اىَغزذسك‬ٜ‫ ٗاىذبمٌ ف‬ّٜ‫ضؼُْ٘ ا ٗرَ َؼجيُْ٘ ا (سٗآ اىطجش‬
َ :ٌَ ‫َٗ َعي‬
)ٔ‫ٗصذذ‬
"Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa ketika Nabi Saw. memerintahkan
untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang dari mereka
seraya mengatakan: "Wahai Nabi Allah, Engkau telah memerintahkan
untuk mengusir kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-
orang yang belum jatuh tempo" Maka Rasulullah saw berkata: "Berilah
keringanan dan tagihlah lebih cepat."114

c. Hadits Nabi Riwayat Muslim:

ِ ‫ فَش َج َّللاُ َػ ُْْٔ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬،‫َب‬ّْٞ ‫ة اى ُّذ‬


‫ة‬ ِ ‫ٍَ ِْ فَش َج ػ َِْ ٍُ ْغيِ ٌٍ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬
ٓ‫ ِٔ (سٗا‬ْٞ ‫ ػَْ٘ ُِ أَ ِخ‬ْٜ ‫ ػَْ٘ ُِ ْاى َؼ ْج ِذ ٍَبدَا ًَ ْاى َؼ ْج ُذ ِف‬ْٜ ِ‫ ََّٗللاُ ف‬،‫َب ٍَ ِخ‬ِٞ‫َْ٘ ًِ ْاىق‬ٝ
.)ٌ‫ٍغي‬
"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya."

d. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:

‫َِ إِال ص ُْيذًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬َِٞ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ َ‫اىصُّ ْي ُخ َجبئِ ٌض ث‬
.‫ُٗط ِٖ ٌْ إِال شَشْ طًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬
ِ ‫ ُشش‬َٚ‫َٗ ْاى َُ ْغيِ ََُُ٘ َػي‬
"Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram."

5. Kaidah Fiqh:

.‫ ََِٖب‬ْٝ ‫ رَذْ ِش‬َٚ‫ ٌو َػي‬ْٞ ِ‫َ ُذه َدى‬ٝ ُْ َ‫د ْا ِۡلثَب َدخُ إِال أ‬
ِ َ‫ ْاى َُ َؼب ٍََل‬ِٜ‫اۡلَصْ ُو ف‬
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya."

Memperhatikan

114
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: PT Ikctiar Baru Van
Hoeve, 1996), 87
1. Surat Direksi BSM No. 6/552/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal
Permohonan Fatwa.
2. Hasil workshop 9-10 Dzulqa'dah 1425/21-22 Desember 2005.

3. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis,
tanggal 08 Muharram 1426 H./ 17 Februari 2005.

Memutuskan

Menetapkan Fatwa tentang potongan tagihan murabahah

Pertama Ketentuan pemberian

1. LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada


nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan
kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang
mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan
LKS.
3. Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad.115

Kedua ketentuan penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syari'ah Nasional setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah. 116
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
3. Fatwa DSN No 47 DSN-MUI/II/2005 tentang penyelesaian piutang
murabahah bagi nasabah tidak mampu bayar.

115
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: PT Ikctiar Baru Van Hoeve,
1996), 89
116
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: PT Ikctiar Baru Van
Hoeve, 1996), 88
DSN menimbang

1. Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada


LembagaKeuangan Syari'ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara
cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan
nasabah;
2. Bahwa dalam hal nasabah tidak mampu membayar, maka diselesaikan
dengan prinsip-prinsip syari'ah Islam.
3. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut Syari'ah
Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan
pedoman.
Mengingat

1. Firman Allah SWT, antara lain:


a. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280:

َ َ‫ َٗأَ ُْ ر‬،‫ َغ َش ٍح‬ْٞ ٍَ َٚ‫ َٗإِ ُْ َمبَُ ُرْٗ ُػ ْغ َش ٍح فََْ ِظ َشحٌ إِى‬...
... ٌْ ‫ ٌش ىَ ُن‬ْٞ ‫صذقُْ٘ ا َخ‬
"... Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguhan sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu lebih bik bagimu, jika kamu mengetahui."

b. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:


َِْ ‫َْ ُن ٌْ ثِ ْبىجَب ِط ِو إِال أَ ُْ رَ ُنْ٘ َُ رِ َجب َسحً ػ‬ْٞ َ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا الَرَؤْ ُميُْ٘ ا أَ ٍْ َ٘اىَ ُن ٌْ ث‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآ أ‬ٝ
... ٌْ ‫اض ٍِ ْْ ُن‬
ٍ ‫رَ َش‬
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu …"

c. Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 2:

َ ‫ ٗال َٗرَ َؼ‬َٙ٘ ‫ ْاىجِشِّ َٗاىز ْق‬َٚ‫… َٗرَ َؼب َُّْٗ٘ ا َػي‬
ُ‫ ا ِۡلثٌ َٗاى ُؼ ْذ َٗا‬َٚ‫بُّْٗ٘ ا َػي‬
"… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa."

2. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:


a. Hadist Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu
Hibban :

َ ِ‫ َّللا ػْٔ أَُ َسعُْ٘ َه َّللا‬ٜ‫ سض‬ٛ


ِٔ ِ‫ ِٔ َٗآى‬ْٞ َ‫ َّللاُ َػي‬ٚ‫صي‬ ّ ‫ ٍذ ْاى ُخ ْذ ِس‬ْٞ ‫ َع ِؼ‬ْٜ ِ‫ػ َِْ أَث‬
ِ‫ ٗاثِ ٍبجخ ٗصذذٔ اث‬ٜ‫ٖق‬ٞ‫ (سٗآ اىج‬،‫اض‬ ٍ ‫ ُغ ػ َِْ رَ َش‬ْٞ َ‫ إِِّّ ََب ْاىج‬:‫َٗ َعي ٌَ قَب َه‬
)ُ‫دجب‬
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan
kedua belah pihak.

b. Hadis Nabi riwayat al-Thabarani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-
Mustadrakyang menyatakan bahwa hadis ini shahih sanadnya :

ِ ‫ٔ ٗآىٔ ٗعيٌ ىََب أَ ٍَ َش ثئخ َش‬ٞ‫ َّللا ػي‬ٚ‫ صي‬ٜ‫ط أُ اىْج‬


ِْٜ َ‫اج ث‬ ُ ٙٗ‫س‬
ٍ ‫اثِ ػجب‬
‫ثئخشاجْب ٗىَْب‬
ِ َ ٍَ ‫ إِّلَ أ‬،‫ َّللا‬ٜ‫َب َّج‬ٝ :‫ فقَبىُ٘ا‬،ٌٍْٖ ٌ‫ ِْش َجبءٓ ّبط‬ٞ‫ض‬
‫شد‬ ِ َْ‫اى‬
:ٌ‫ٔ ٗآىٔ ٗعي‬ٞ‫ َّللا ػي‬ٚ‫ فقبه سع٘ه َّللا صي‬،‫ُْ٘ ٌُ ىٌ رَ ِذو‬ٝ‫ اىْبط ُد‬ٚ‫ػي‬
)ٔ‫ اىَغزذسك ٗصذذ‬ٜ‫ ٗاىذبمٌ ف‬ّٜ‫ضؼُْ٘ ا ٗرَ َؼجيُْ٘ ا (سٗآ اىطجش‬ َ
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw. ketika beliau
memerintahkan untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang
dari mereka seraya mengatakan: "Wahai Nabiyallah, sesungguhnya
Engkau telah memerintahkan untuk mengusir kami sementara kami
mempunyai piutang pada orang-orang yang belum jatuh tempo" Maka
Rasulullah saw berkata: "Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat."

c. Hadits Nabi Riwayat Muslim:

ِ ‫ فَش َج َّللاُ َػ ُْْٔ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬،‫َب‬ّْٞ ‫ة اى ُّذ‬


‫ة‬ ِ ‫ٍَ ِْ فَش َج ػ َِْ ٍُ ْغيِ ٌٍ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬
.)ٌ‫ ِٔ (سٗآ ٍغي‬ْٞ ‫ ػَْ٘ ُِ أَ ِخ‬ْٜ ِ‫ ػَْ٘ ُِ ْاى َؼ ْج ِذ ٍَبدَا ًَ ْاى َؼ ْج ُذ ف‬ْٜ ِ‫ ََّٗللاُ ف‬،‫َب ٍَ ِخ‬ِٞ‫َْ٘ ًِ ْاىق‬ٝ
"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya".117

d. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:


‫َِ إِال ص ُْيذًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬َِٞ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ َ‫اَىصُّ ْي ُخ َجبئِ ٌض ث‬
.‫ُٗط ِٖ ٌْ إِال شَشْ طًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬
ِ ‫ ُشش‬َٚ‫َٗ ْاى َُ ْغيِ ََُُ٘ َػي‬
"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

3. Kaidah Fiqh, antara lain:

.‫ ََِٖب‬ْٝ ‫ رَذْ ِش‬َٚ‫ ٌو َػي‬ْٞ ِ‫َ ُذه َدى‬ٝ ُْ َ‫د ْا ِۡلثَب َدخُ إِال أ‬
ِ َ‫ ْاى َُ َؼب ٍََل‬ِٜ‫اۡلَصْ ُو ف‬
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya."

117
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: PT Ikctiar Baru Van Hoeve,
1996), 89
Memperhatikan

1. Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan


Dalam Murabahah.
2. Hasil workshop BPH DSN, 9-10 Dzulqa'dah 1425/21-22 Desember 2004.
3. Surat Direksi BSM No. 6/552/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal
Permohonan Fatwa.

4. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Selasa,
tanggal 13 Muharram 1426 H./ 22 Februari 2005.

Memutuskan

Menetapkan Fatwa tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak


mampu membayar

Pertama ketentuan penyelesaian

LKS boleh melakukan penyelesaian (settlement) murabahah bagi nasabah


yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan
waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:

1. Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau
melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati;
2. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
3. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS mengembalikan
sisanya kepada nasabah;
4. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap
menjadi utang nasabah;
5. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS dapat
membebaskannya.
Kedua ketentuan penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syari'ah Nasional setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.

d. Fatwa DSN MUI No 48 DSN-MUI/II/2005 tentang penjadwalan kembali


tagihan murabahah
DSN menimbang

1. Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga


Keuangan Syari'ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
2. Bahwa dalam hal nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam
pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan;
3. Bahwa keringanan sebagaimana dimaksud di atas dapat diwujudkan
dengan cara yang tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam;
4. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut
ajaran Islam, Dewan Syari'ah Nasional memandang perlu menetapkan
fatwa sebagai pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.

Mengingat

1. Firman Allah SWT, antara lain:


a. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:

… ‫ َغ َٗ َدش ًَ اى ِّشثَب‬ْٞ َ‫… َٗأَ َدو َّللاُ ْاىج‬


"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."

b. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:


ِ َ‫َْ ُن ٌْ ثِ ْبىج‬ْٞ َ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا الَرَؤْ ُميُْ٘ ا أَ ٍْ َ٘اىَ ُن ٌْ ث‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآ أ‬ٝ
َِْ ‫بط ِو إِال أَ ُْ رَ ُنْ٘ َُ ِر َجب َسحً ػ‬
... ٌْ ‫اض ٍِ ْْ ُن‬
ٍ ‫رَ َش‬
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu …"

c. Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 1:


… ‫َِ آ ٍَُْْ٘ ا أَْٗ فُْ٘ ا ثِ ْبى ُؼقُْ٘ ِد‬ْٝ ‫َُّٖب اى ِز‬َٝ‫َآ أ‬ٝ
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu."

d. Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 2:

َ ‫ ٗال َٗرَ َؼ‬َٙ٘ ‫ ْاىجِشِّ َٗاىز ْق‬َٚ‫… َٗرَ َؼب َُّْٗ٘ ا َػي‬
ُ‫ ا ِۡلثٌ َٗاى ُؼ ْذ َٗا‬َٚ‫بُّْٗ٘ ا َػي‬
"… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa
..."

e. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 280:

َ َ‫ َٗأَ ُْ ر‬،‫ َغ َش ٍح‬ْٞ ٍَ َٚ‫ َٗإِ ُْ َمبَُ ُرْٗ ُػ ْغ َش ٍح فََْ ِظ َشحٌ إِى‬...
... ٌْ ‫ ٌش ىَ ُن‬ْٞ ‫صذقُْ٘ ا َخ‬
"... Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguhan sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu lebih bik bagimu, jika kamu mengetahui."

2. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:


a. Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu
Hibban:

َ ِ‫ َّللا ػْٔ أَُ َسعُْ٘ َه َّللا‬ٜ‫ سض‬ٛ


ِٔ ِ‫ ِٔ َٗآى‬ْٞ َ‫ َّللاُ َػي‬ٚ‫صي‬ ّ ‫ ٍذ ْاى ُخ ْذ ِس‬ْٞ ‫ َع ِؼ‬ْٜ ِ‫ػ َِْ أَث‬
ٍ ‫ ُغ ػ َِْ رَ َش‬ْٞ ‫ إِِّّ ََب ْاى َج‬:‫َٗ َعي ٌَ قَب َه‬
‫اض‬
"Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan
kedua belah pihak."

b. Hadis Nabi Riwayat Muslim, beliau bersabda:

ِ ‫ فَش َج َّللاُ َػ ُْْٔ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬،‫َب‬ّْٞ ‫ة اى ُّذ‬


‫ة‬ ِ ‫ٍَ ِْ فَش َج ػ َِْ ٍُ ْغيِ ٌٍ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬
.)ٌ‫ ِٔ (سٗآ ٍغي‬ْٞ ‫ ػَْ٘ ُِ أَ ِخ‬ْٜ ِ‫ ػَْ٘ ُِ ْاى َؼ ْج ِذ ٍَبدَا ًَ ْاى َؼ ْج ُذ ف‬ْٜ ِ‫ ََّٗللاُ ف‬،‫َب ٍَ ِخ‬ِٞ‫َْ٘ ًِ ْاىق‬ٝ
"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya."118

3. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:


a. Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu
Hibban:

َ ِ‫ َّللا ػْٔ أَُ َسعُْ٘ َه َّللا‬ٜ‫ سض‬ٛ


ِٔ ِ‫ ِٔ َٗآى‬ْٞ َ‫ َّللاُ َػي‬ٚ‫صي‬ ّ ‫ ٍذ ْاى ُخ ْذ ِس‬ْٞ ‫ َع ِؼ‬ْٜ ِ‫ػ َِْ أَث‬
ٍ ‫ ُغ ػ َِْ رَ َش‬ْٞ َ‫ إِِّّ ََب ْاىج‬:‫َٗ َعي ٌَ قَب َه‬
‫اض‬
"Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan
kedua belah pihak."

b. Hadis Nabi Riwayat Muslim, beliau bersabda:

ِ ‫ فَش َج َّللاُ َػ ُْْٔ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬،‫َب‬ّْٞ ‫ة اى ُّذ‬


‫ة‬ ِ ‫ٍَ ِْ فَش َج ػ َِْ ٍُ ْغيِ ٌٍ ُمشْ ثَخً ٍِ ِْ ُم َش‬
.)ٌ‫ ِٔ (سٗآ ٍغي‬ْٞ ‫ ػَْ٘ ُِ أَ ِخ‬ْٜ ِ‫ ػَْ٘ ُِ ْاى َؼ ْج ِذ ٍَبدَا ًَ ْاى َؼ ْج ُذ ف‬ْٜ ِ‫ ََّٗللاُ ف‬،‫َب ٍَ ِخ‬ِٞ‫َْ٘ ًِ ْاىق‬ٝ
"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya."

c. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, beliau
bersabda:
‫َِ إِال ص ُْيذًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬َِٞ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ َ‫اَىصُّ ْي ُخ َجبئِ ٌض ث‬
.‫ُٗط ِٖ ٌْ إِال شَشْ طًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬
ِ ‫ ُشش‬َٚ‫َٗ ْاى َُ ْغيِ ََُُ٘ َػي‬
"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

4. Kaidah Fiqh, antara lain:


.‫ ََِٖب‬ْٝ ‫ رَذْ ِش‬َٚ‫ ٌو َػي‬ْٞ ِ‫َ ُذه َدى‬ٝ ُْ َ‫د ْا ِۡلثَب َدخُ إِال أ‬
ِ َ‫ ْاى َُ َؼب ٍََل‬ِٜ‫اۡلَصْ ُو ف‬
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya."119

118
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: PT Ikctiar Baru Van
Hoeve, 1996), 90
119
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: PT Ikctiar Baru Van
Hoeve, 1996), 91
a. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, beliau
bersabda:
‫َِ إِال ص ُْيذًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬َِٞ ِ‫َِ ْاى َُ ْغي‬ْٞ َ‫اَىصُّ ْي ُخ َجبئِ ٌض ث‬
.‫ُٗط ِٖ ٌْ إِال شَشْ طًب َدش ًَ َدَلَالً أَْٗ أَ َدو َد َشا ًٍب‬
ِ ‫ ُشش‬َٚ‫َٗ ْاى َُ ْغيِ ََُُ٘ َػي‬
"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

5. Kaidah Fiqh, antara lain:


.‫ ََِٖب‬ْٝ ‫ رَذْ ِش‬َٚ‫ ٌو َػي‬ْٞ ِ‫َ ُذه َدى‬ٝ ُْ َ‫د ْا ِۡلثَب َدخُ إِال أ‬
ِ َ‫ ْاى َُ َؼب ٍََل‬ِٜ‫اۡلَصْ ُو ف‬
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya."

Memperhatikan

1. Hasil workshop BPH-DSN, 9-10 Dzulqa'dah 1425/21-22 Desember 2004.


2. Surat Direksi BSM No. 6/552/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal
Permohonan Fatwa.
3. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Jum'at,
16 Muharram 1426/ 25 Februari 2005

Memutuskan

Menetapkan Fatwa tentang penjadwalan kembali tagihan murabahah

Pertama ketentuan penyelesaian

LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan


murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan
ketentuan:
1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;
2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya
riil;
3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
Kedua ketentuan penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syari'ah Nasional setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.120

120
KH. Ma’ruf Arifin, Fatwa dalam sistem Hukum Islam, (Jakarta; Elass, 2008), 95

Anda mungkin juga menyukai