Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

HUKUM JAMINAN
GADAI, HAK TANGGUNGAN, DAN FIDUSIA

DISUSUN OLEH :
1. Annisa Loura Assidiqiyyah 21 1101 11101
2. Sabina Aisa Putri 21 1101 11104
3. Desti Fitri Anggraeni 21 1101 11106
4. Putri Latiefa Hardiagustin 21 1101 11134

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat
berupa kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Hukum
Jaminan Tentang Gadai, Hak Tanggungan, dan Fidusia. Shalawat serta salam kami
ucapkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari alam
kebodohan hingga ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Makalah Hukum Jaminan Tentang Gadai, Hak Tanggungan, dan Fidusia ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca serta dapat bermanfaat bagi
kita semua. Sekiranya tersusunya Makalah Hukum Jaminan Tentang Gadai, Hak
Tanggungan, dan Fidusia ini menjadi bukti pengerjaan tugas kami untuk memenuhi
mata kuliah Hukum Jaminan. Dengan paparan beberapa materi yang kami ringkas dari
beberapa referensi yang telah kami baca, disajikan dengan bahasa yang sederhana
diharapkan dapat membantu dalam menguasai materi dengan mudah.
Kami menyadari bahwa Makalah Hukum Jaminan Tentang Gadai, Hak Tanggungan, dan
Fidusia ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan
masukan dari pembaca sekalian untuk penyempurnaan makalah kami yang akan
datang. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih.

Purwokerto, Oktober 2023

Tim Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang diketahui dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari – hari, setiap
orang memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini, misalnya
pinjam – meminjam. Ketika terjadi hubungan pinjam – meminjam maka timbul hak dan
kewajiban, ketika terjadi wanprestasi maka disinilah timbulnya pemikiran mengenai
apa yang dinamakan jaminan.
Hukum jaminan senantiasa berkaitan dengan hukum ekonomi (economic law),
karena perkembangan di bidang ekonomi, terutama pada sektor industri, perdagangan,
perseroan, pengangkutan dan lain-lain, membutuhkan adanya dana. Penyediaan dana
oleh lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank (LKBB) untuk
kegiatan pembangunan membutuhkan adanya pengamanan bagi pengembalian dana
yang dikucurkan tersebut. Penyaluran dana dalam bentuk fasilitas kredit oleh kreditur
(bank maupun LKBB) membutuhkan jaminan kepastian hukum dan perlindungan bagi
kembalinya dana tersebut kepada kreditur (M. Khoidin, 2017 : 4).
Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur hukum jaminan di Indonesia,
dimulai pada saat penjajahan Hindia Belanda, dimana diatur ketentuan-ketentuan
mengenai jaminan. Pada zaman penjajahan Jepang pengaturan jaminan tetap memakai
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Pada saat Indonesia
merdeka sampai saat ini, pengaturan hukum jaminan dimulai dengan di undangkannya
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang - undang Hak Tanggungan,
Fidusia dan Gadai.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
 Apa yang dimaksud dengan hukum jaminan?
 Apa saja yang termasuk dalam jenis hukum jaminan?
 Apa saja hak – hak yang memberikan jaminan
 Apa yang dimaksud dengan gadai dalam hukum jaminan?
 Apa yang dimaksud dengan pegadaian?
 Bagaimana terjadinya gadai menurut hukum jaminan?
 Bagaimana hapusnya gadai dan eksekusi gadai?
 Apa yang dimaksud dengan hak tanggungan?
 Apa saja objek dan subjak hak tanggungan?
 Bagaimana tata cara pemberian, pendaftaran dan peralihan hak tanggungan?
 Bagaimana hapusnya hak tanggungan dan eksekusi hak tanggungan?
 Apa yang dimaksud dengan hukum jaminan fidusia?
 Apa unsur dan ciri – ciri jaminan fidusia?
 Bagaimana pembebanan, pendaftaran, dan peralihan dalam fidusia?
 Bagaimana hapusnya jaminan fidusia dan eksekusi jaminan fidusia?

1.3 Tujuan
 Mengetahui pengertian hukum jaminan?
 Mengetahui jenis - jenis hukum jaminan?
 Mengetahui hak – hak yang memberikan jaminan
 Mengetahui pengertian gadai dalam hukum jaminan?
 Mengetahui pengertian pegadaian?
 Mengetahui proses terjadinya gadai menurut hukum jaminan?
 Mengetahui alasan hapusnya gadai dan ekseskusi gadai?
 Mengetahui pengertian hak tanggungan?
 Mengetahui objek dan subjak hak tanggungan
 Memberi pemahaman tentang tata cara pemberian, pendaftaran dan peralihan
hak tanggungan?
 Mengetahui alasan hapusnya hak tanggungan dan eksekusi hak tanggungan?
 Mengetahui pengertian hukum jaminan fidusia?
 Mengetahui unsur dan ciri – ciri jaminan fidusia?
 Memberi pemahaman tentang pembebanan, pendaftaran, dan peralihan dalam
fidusia?
 Mengetahui alasan hapusnya jaminan fidusia dan eksekusi jaminan fidusia?
1.4 Manfaat
Hasil dari dibuatnya makalah ini diharapkan mempunyai manfaat teoritis dan
praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil makalah diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya terkhusus bagi
Hukum Jaminan.
2. Manfaat Praktis
Untuk memberikan wawasan, informasi dan pengetahuan secara langsung
ataupun tidak langsung yang sudah kami ringkas kepada masyarakat mengenai
Hukum Jaminan terkhusus tentang gadai, hak tanggungan, dan fidusia.
BAB II
PEMBAHASAN DAN TEORI

2.1 Pengertian Hukum Jaminan


Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau
cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin
dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap
barang-barangnya (Salim HS, 2004:21)
Hukum jaminan diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan –
jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Secara ringkas, hukum
jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang ( J. Satrio,
2007:3 ).
Namun dari beberapa pengertian hukum jaminan yang dikemukakan oleh para
ilmuwan, dapat disimpulkan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan – ketentuan
hukum yang mengatur mengenai piutang seseorang dengan memberikan suatu
pembebanan jaminan untuk menyakinkan kreditur agar dapat memberikan fasilitas
kredit kepada debitur.

2.2 Jenis – Jenis Hukum Jaminan


 Jaminan Umum : Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-undang ( Pasal
1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata)
 Jaminan Khusus : Jaminan yang lahir karena perjanjian

Jaminan Khusus dibagi 2 :


o Jaminan Kebendaan: Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang
mempunyai ciri-ciri, yaitu mempunyai hubungan langsung atas benda dari debitur,
dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya, dan dapat
diperalihkan.
o Jaminan Perorangan : Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada
perseorangan, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur, terhadap harta
kekayaan debitur semuanya.
Jaminan Kebendaan di bagi 2 :
 Objek benda bergerak :
 Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas waktu kebendaan bergerak
yang diserahkan kepadanya oleh seorang debitur dan seorang lain atas nama
debitur yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara di dahulukan dari pada kreditur lainnya, atau dapat
disbut kreditur preveren (kreditur yang didulukan).
 Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud atau tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat di
bebani hak tanggungan sebagai mana yang dimaksud dalam UU No 4 Tahun 1996
tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

 Objek benda tidak bergerak/benda tetap


 Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil
pergantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.
 Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan pada a katas tanah.
 Kredit Verband adalah hak kebendaan atas benda yang ditujukan untuk memenuhi
pelunasan suatu perikatan.

2.3 Hak – Hak yang Memberikan Jaminan


Dalam buku II KUHPerdata mengatur hak – hak lain yang bukan merupakan hak
kebendaan, tetapi mempunyai persamaan (mirip) dengan hak kebendaan karena
memberikan jaminan (kepada kreditur) seperti :
1. Previlege ( Hak didahulukan)
Dalam pasal 1131 KUHPerdata segala benda debitur, baik bergerak maupun
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan utang
secara pribadi (jaminan bersama bagi para kreditur). Hasil benda – benda itu dibagi –
bagi antara mereka menurut perimbangan piutang masing – masing, kecuali jika di
antara para kreditur itu ada alasan yang sah untuk didahulukan pelunasannya (Pasal
1132 KUHPerdata). Hak yang didahulukan itu timbul dari privilege, pand dan hypothek
(Pasal 1133 KUHPerdata).
Dalam ketentuan Pasal 1134 KUHPerdata, hak istimewa/privilege adalah suatu
hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia
berkedudukan lebih tinggi daripada lainnya, semata – mata berdasarkan sifat piutang
itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam bentuk hal –
hal dimana oleh undang – undang ditentukan sebaliknya (R,Subekti, R,Tjitrosudibio,
1995 : 291).
Hak privilege bukan hak kebendaan, melainkan mempunyai sifat yang sama dengan
gadau dan hipotek, yaitu memberikan jaminan atas piutang. Dikatakan privillege bukan
hak kebendaan karena :
a) Privillege baru timbul apabila suatu benda yang telah disitu ternyata tidak cukup
untuk meulnasi semua utang;
b) Privillege tidak memberikan kekuasaan terhadap suatu benda;
c) Kreditur yang mempunyai hak privilege pun tidak dapat menyita benda jika dia tidak
memegang suatu alas hak eksekutorial, misalnya putusan pengdilan. (Abdulkadir
Muhammad,2010 : 182 – 183).
2. Hak Retensi
Hak retensi adalah hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang yang
bertalian dengan benda itu dilunasi. Hak retensi ini merupakan hak perseorangan
namun mempunyai aspek sifat kebendaan dan karena itu dibicarakan dalam hukum
benda/hak retensi tidak menimbulkan hak didahulukan. Kreditur berkedudukan
sebagai kreditur konkuren (Djaja S. Meliala, 2012 : 114 – 115).
Hak retensi tidak dapat dipertahankan terhadap eksekusio yang dijalankan atas
perintah pengadilan. Apabila terjadi eksekusi oleh pengadilan, maka retentor
(pemegang hak) berubah kedudukannya menjadi kreditur konkuren yang dijamin dari
jaminan umum milik debitur berdasarkan Pasal 1311 dan Pasal 1132 KUHPerdata.
Apabila barang yang dikuasai dengan hak retensi lepas dari kekuasaan retentor, maka
berakhirlah hak retensi itu. (M. Khoidin, 2017 : 29-30 ).

2.4 Pengertian Gadai


Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya bagi kreditor akan lebih
aman karena mengingat pada benda bergerak mudah untuk dipindahtangankan dalam
arti dijual lelang jika debitur wanprestasi, walaupun mudah untuk berubah nilainya.
(Purwahid patrik dan Kashadi, 2009:20-21)).
Perumusan gadai diberikan dalam Pasal 1150 KUHPerdata yang berbunyi “Gadai
adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan
yang memberikan pelunasan dari orang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan
untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya – biaya mana harus
didahulukan”.
Kedudukan pemegang jaminan gadau lebih kuat dari pemegang fidusia, karena benda
jaminan berada dalam penguasaan kreditor. Dalam hal ini, kreditor trehindar dari itikad
jahat (te kwader troum) pemberian gadai sebab dalam gadai, benda jaminan sama sekali
tidak boleh berada dalam penguasaaan (inbezitstelling) pemberi gadai. (Mariam Darus
Badrulzaman, 1991:55-56).

2.5 Pengertian Pegadaian


Pegadaian adalah lembaga keuangan yang secara resmi mempunyai izin untuk
melaksanakan kegiatan operasionalnya berupa pembiayaan kredit kepada masyarakat
dalam bentuk penyaluran dana dengan jumlah yang relatif kecil maupun jumlah yang
besar atas dasar gadai, juga sebagai jasa titipan, jasa taksiran. Barang yang digadaikan
harus memiliki nilai ekonomis sehingga dapat dijadikan nilai taksiran oleh pihak gadai.
Pegadaian merupakan kegiatan menjamin barang – barang berharga untuk memperoleh
uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali oleh nasabahnya sesuai
perjanjian kedua belah pihak. (Kasmir,2016:231).

2.6 Proses Terjadinya Gadai


Gadai akan lahir dan mengikat para pihak dengan membebankan jaminan gadai
atas suatu benda bergerak dengan terlebih dahulu membuat perjanjian gadai.
Selanjutnya pemberi gadai menyerahkan secara nyata (levering) atas benda bergerak
tersebut yang digadaikan kepada penerima gadai (kreditur).
Proses terjadinya gadai harus memenuhi persyaratan - persyaratan yang
ditentukan sesuai dengan jenis benda yang digadaikan. Adapun cara – cara ternjadinya
gadai adalah sebagai berikut :
1. Cara terjadinya gadai pada benda bergerak bertubuh
a) Perjanjian gadai
Dari ketentuan yang ada dalam Pasal 1151 KUHPerdata dapat disimpulkan
bahwa bentuk perjanjian gadai tidak terikat pada formalitas tertentu (bentuknya
bebas), sehingga dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.
b) Penyerahan benda gadai
Dapat dilihat dalam Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata hak gadai terjadi
dengan dibawanya barang gadau keluar dari kekuasaan didebitur pemberi gadai.
Sayarat bahwa barang gadai harus dibawa keluar dari kekuasaan si pemberi gadai
ini merupakan syarat inbezitstelling yaitu syarat mutlak yang harus dipenuhi
dalam gadai.

2. Cara terjadinya gadai pada piutang atas bawa (atas tunjuk atau aantoonder)
a) Perjanjian gadai
Antara debitur dengan kreditur dibuat perjanjian untuk memberikan hak gadai.
Perjanjian ini bersifat konsensual, obligator, dan bentuknya bebas.
b) Penyerahan surat buktinya
Piutang atas bawa (atas tunjuk) selalu ada surat buktinya, surat bukti ini
mewakili piutang. Surat (piutang) atas bawa (atas tunjuk) adalah surat yang dibuat
debitur, dimana diterangkan bahwa ia berutang sejumlah uang tertentu kepada
pemegang surat, surat mana diserahkannya ke dalam tangan pemegang. Pemegang
berhak menagih pembayaran dari debitur, dengan mengembalikan surat atas bawa
itu kepada debitur.(Silvana Liana Febry Adam,2015:67-68).

3. Cara terjadinya gadai pada berupa surat – surat berharga atas perintah (aanorder)
Cara mengadakan gadai masih diperlukan penyebutan dalam surat berharga
tersebut bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai (endossement menurut
Pasal 1152 KUHPerdata).Disamping endossement surat berharga itu harus
diserahkan kepada pemegang gadai.
4. Cara terjadinya gadai berupa surat – surat bergarga atas nama (opnaam)
Cara mengadakan gadai menurut Pasal 1153 KUHPerdata adalah bahwa hal
menggadaikan ini harus diberitahukan kepada orang yang berwajib membayar
uang. Dan orang yang wajib membayar ini dapat menuntut supaya ada bukti tertulis
dari pemberitahuan dan izin dari pemberi gadai (Riduan Syahrani,2006:143-144).

2.7 Penyebab Hapusnya Gadai dan Eksekusi Gadai


A. Penyebab Hapusnya Gadai.
Bunyi ketentuan dalam pasal-pasal KUH Perdata yang mengatur mengenai
lembaga hak jaminan gadai yaitu dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH
Perdata, dapat diketahui secara tersirat sebab- sebab yang menjadi dasar berakhirnya
atau hapusnya hak gadai yaitu:
1) Hapusnya perjanjian pokok.
Maksudnya, ada atau tidaknya hak gadai ditentukan oleh perjanjian pokok.
Ketentuan dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian
(perikatan) hapus karena:
a. Pembayaran (pelunasan);
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaruan utang;
d. Perjumpaan utang atau kompensasi;
e. Percampuran utang;
f. Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang terutang;
h. Kebatalan atau pembatalan;
i. Berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini,
j. Lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab tersendiri.

2) Hapusnya gadai terdapat dalam Pasal 1152 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
1. Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari kekuasaan pemegang gadai;
2. Bila barang itu hilang, atau diambil dari kekuasaannya.

3) Begitu juga dalam Surat Bukti Kredit (SBK) telah diatur tentang berakhirnya gadai.
Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu
adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari. Menurut Ari Hutagalung dalam Riky
Rustam (2017 :122) menyatakan ada lima alasan penyebab berakhirnya perjanjian
gadai, yaitu:
a. Hapusnya perjanjian pokok yang dijamin dengan gadai;
b. Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan pemegang gadai;
c. Musnahnya benda jaminan gadai;
d. Dilepasnya benda jaminan gadai dengan sukarela;
e. Percampuran dimana pemegang gadai menjadi pemilik benda gadai.

B. Eksekusi Jaminan Gadai


Menurut hukum penyelesaian utang atau kredit macet karena debitur cidera
janji adalah melakukan eksekusi atau menjual benda yang menjadi jaminan utang.
Eksekusi benda yang menjadi jaminan dilakukan karena langkah restrukturisasi
atau negosiasi lainnya tidak berhasil. Dalam gadai eksekusi jaminan akan lebih
mudah karena benda yang menjadi gadai ada dalam kekuasaan kreditur.Kreditur
sebagai pemegang gadai mempunyai kekuasaan untuk menjual langsung (hak
eksekutorial) benda yang digadaikan.
Namun, Pasal 1155 KUHPerdata menegaskan bahwa penjualan benda gadai
harus dilakukan dimuka umum atau dengan lelang. Hasil penjualan benda gadai
digunakan untuk melunasi utang debitur. Jika hasil penjualan mampu menutup
seluruh utangnya maka jika ada kelebihan dikembalikan kepada debitur.
Sebaliknya, jika hasil penjualan belum mampu melunasi utangnya maka
kekuarangannya tetao harus dilunasi debitur.Apabila benda yang digadaikan
berupa barang - barang perdagangan atau efek – efek yang dapat dilakukan di
pasar atau bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di pasar atau bursa asal
dengan perantaraan dua orang makelar atau pialang yang ahli dalam perdagangan
(Sutarno,2005:235-236). Pelelangan gadai diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata.

2.8 Pengertian Hak Tanggungan


Hak tanggungan adalah salah satu bentuk jaminan yang digunakan dalam
transaksi bisnis dan perbankan di Indonesia. Pengertian hak tanggungan terdapat
dalam Pasal 1 butir 1 UU RI Nomor 4 Tahun 1996 yaitu hak tanggungan adalah atas
tanah untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain. (Djaja
S.Meliala,2012:133).
Hak tanggungan juga berhubungan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) yang sangat relevan bagi Sobat OCBC NISP jika berencana untuk
mengajukan cicilan Kredit Agunan Rumah (KPR). APHT memegang peranan
penting dalam mengatur persyaratan dan aturan yang terkait dengan pemberian
hak tanggungan dari debitur kepada kreditur.

2.9 Obyek dan Subyek Hak Tanggungan


1. Subyek Hak Tanggungan
Subjek dari hak tanggungan adalah pihak yang terlibat dalam perjanjian pemberian
hak tanggungan, meliputi:
- Pemberi Hak Tanggungan, yaitu berupa individu atau pihak yang menjadikan hak
miliknya (tanah) sebagai jaminan atau orang yang memiliki hutang (debitur).
- Pemegang Hak Tanggungan, yaitu individu atau pihak yang menerima Hak
Tanggungan sebagai jaminan atas piutang yang diberikan (kreditur).

2. Obyek Hak Tanggungan


Menurut UUHT, objek hukum yang dapat dibebani oleh hak tanggungan adalah:
1. Hak Milik
Hak milik menurut pasal 570 KUHPerdata adalah hak untuk menikmati
kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap
kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan
undang – undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan
yang berhak menetapkannya,dan tidak mengganggu hak-hak orang lain;
kesemuanya itu tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas ketemtuan undang-undang dan dengan
pembayaran ganti rugi (R.Subekti, R. Tjitrosudibio.1995:171).
Hak milik hapus bila :
a. Tanahnya jatuh kepada negara
b. Tanahnya musnah
2. Hak Guna Usaha
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal
29 UUPA, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan (Pasal 28
UUPA).
Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar
dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai
investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan
perkembangan zaman. Hak guna usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.
Hapusnya Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 34 UUPA yaitu :
a. Jangka waktunya berakhir;
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
terpenuhi;
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. Dicabut untuk kepentingan umum;
e. Diterlantarkan;
f. Tanahnya musnah;
g. Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2).

3. Hak Guna Bangunan


Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
– bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling
lama 30 tahun (Pasal 35 UUPA). Atas permintaan pemegang hak dan dengan
mengingat keperluan serta keadaan bangunan – bangunannya jangka waktu
tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
Hapusnya hak guna bangunan karena :
a. Jangka waktunya berakhir;
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
terpenuhi;
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. Dicabut untuk kepentingan umum;
e. Diterlantarkan;
f. Tanahnya musnah;
g. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2).
4. Hak Pakai
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35 UUPA). Atas permintaan pemegang hak
dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka
waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
Mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan, diatur dalam Pasal 37 UUPA yang
menyatakan: Hak guna bangunan terjadi :
a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, karena penetapan
Pemerintah;
b. mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik
tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna
bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Hak guna bangunan hapus karena :
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2).

5. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Apartemen)

2.10 Tata Cara Pemberian, Pendaftaran, dan Peralihan Hak Tanggungan


Pada dasarnya tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan dan hapusnya
hak tanggungan telah diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan dengan Tanah.
Tata cara pemberian hak tanggungan diatur didalam Pasal 10 UUHT,
menjelaskan bahwa:
1. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak
Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam
dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang
bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
2. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya
belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan
permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
Pasal 11 UUHT menjelaskan bahwa dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
wajib dicantumkan:
1. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan
2. domisili pihak-pihak dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar
Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan
dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan
Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih
3. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin (Pasal 3 dan Pasal 10
ayat (1)).
4. nilai tanggungan
5. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
Sementara itu, tata cara pendaftaran hak tanggungan diatur didalam pasal 13
UUHT yang menjelaskan bahwa:
1. Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
2. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib
mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain
yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
3. Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan
danmencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak
Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak tas tanah
yangbersangkutan.
4. Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yangdiperlukan
bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur,buku-tanah yang
bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
2. Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
3. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan
sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

2.11 Penyebab Hapusnya Hak Tanggungan dan Eksekusi Hak Tanggungan


Hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan.
Pada prinsipnya, hak tanggungan akan bergantung pada utang yang dijamin oleh
hak tanggungan. Hal ini mengartikan jika utang tersebut hapus karena pelunasan
utang oleh debitor atau sebab-sebab lain, maka hak tanggungan tersebut juga hapus.
b. Pemegang hak tanggungan melepaskan hak tanggungan.
Hapusnya hak tanggungan karena pelepasan oleh pemegang hak tanggungan
harus dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis dari pemegang hak
tanggungan kepada pemberi hak tanggungan yang menyatakan bahwa hak
tanggungan dilepaskan. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.
c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua
pengadilan negeri
Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua
pengadilan negeri dapat dilakukan dengan permohonan yang dibuat oleh pembeli
tanah yang tanahnya dibebankan dengan hak tanggungan guna menghapus hak
tanggungan tersebut.
Pembeli (baik dalam pelelangan umum yang dilakukan oleh ketua pengadilan
negeri atau dalam jual beli secara sukarela) dapat meminta pemegang hak
tanggungan untuk menghapus hak tanggungan yang melebihi harga pembelian. Hal
ini dapat dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang hak tanggungan.
Jika tanah tersebut dibebani lebih dari satu hak tanggungan, dan tidak ada
perjanjian antara pemegang hak tanggungan untuk menghapus hak tanggungan yang
di atas harga pembelian, maka pembeli dapat mengajukan permohonan kepada ketua
pengadilan negeri untuk menetapkan pembersihan, dan sekaligus menentukan
pembagian hasil penjualan lelang di antara para kreditor, dan peringkat mereka
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri tidak dapat dilakukan jika penjualan
objek hak tanggungan dilakukan secara sukarela, dan di dalam akta pemberian hak
tanggungan, para pihak secara tegas menetapkan bahwa objek tersebut tidak akan
dibersihkan dari hak tanggungan.
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
Hak atas tanah dapat dihapus karena beberapa alasan, seperti
(i) pencabutan hak,
(ii) pelepasan secara sukarela oleh pemilik tanah,
(iii) penelantaran tanah,
(iv) pelanggaran terhadap persyaratan dari pemegang hak atas tanah, dan
(v) tanah tersebut musnah.

Eksekusi Hak Tanggungan


Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang hak tanggungan
pertama untuk menjual obyek hak tanggungan atau titel eksekutorial yang terdapat
dalam sertifikat hak tanggungan obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan
umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari pada
kreditur-kreditur lainnya. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan,
penjualan obyek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan
demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh
pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada
pihak yang menyatakan keberatan.
Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan dapat
dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan hak tanggungan itu beserta
biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan. Apabila pemberi hak tanggungan
dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak
yang diperolehnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Undang-undang Hak Tanggungan).

2.12 Pengertian Fidusia Hukum Jaminan


Istilah fidusia berasal dari Hukum Romawi, dikenal sebagai gadai barang hak
atas benda berdasarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi
pelunasan utang kreditur (Mariam Darus Badrulzaman, 2011 : 98).
Dalam bahasa Belanda, istilah fidusia yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Di dalam
berbagai literatur, fidusia lazim disebut dengan istilah eigendom overdract (FEO),
yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan (Salim HS, 2014 : 55).
Dalam kamus hukum, fidusia diartikan sebagai kepercayaan. Sebagai istilah
hukum fidusia adalah barang yang oleh debitur dipercayakan kepada kreditur
sebagai jaminan utang (R. Subekti, Tjitrosoedibio, 2008 : 42).
Jaminan fidusia, menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999, adalah hak jaminan yang diberikan atas benda bergerak, baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud, untuk menjamin pelunasan hutang-piutang antara
debitur dan kreditur. Debitur memberikan jaminan fidusia kepada kreditur agar
dapat menjamin pelunasan hutangnya.Jaminan fidusia memberikan kedudukan yang
diutamakan atau privilege kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
Pasal 1 Angka 2 UUJF memberikan definisi jaminan fidusia sebagai hak jaminan
atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tidak
bergerak, terutama bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia sebagai agunan
untuk pelunasan utang tertentu. Jaminan fidusia memberikan kedudukan yang
diutamakan atau privilege kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
2.13 Unsur dan Ciri – Ciri Jaminan Fidusia
Setelah mengetahui apa itu jaminan fidusia serta dasar hukumnya, berikut ini
adalah beberapa unsur yang termasuk di dalamnya, yaitu:
1. Pihak Peminjam (Debitur)
Pihak debitur dalam fidusia adalah seorang individu, korporasi, serta lembaga
yang melakukan kredit barang atau meminjam uang, dengan pembayarannya dijamin
oleh jaminan fidusia.
Dalam hal ini, peminjam mempunyai hak atas barang yang menjadi objek
jaminan miliknya, hingga ia memenuhi kewajibannya atas kesepakatan perjanjian
untuk melunasi cicilan.
2. Pihak Pinjaman (Kreditur)
Pihak kreditur fidusia adalah orang perseorangan, atau korporasi, di mana
mereka mempunyai hak kepemilikan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Pihak pinjaman membuat perjanjian yang telah disepakati oleh debitur
berupa jaminan dan persyaratan lainnya.
3. Barang Jaminan
Barang jaminan fidusia adalah berupa aset yang dijaminkan oleh seorang
debitur sebagai bentuk agunan untuk pembayaran hutang sesuai dengan dengan
kesepakatan yang telah dibuat.
Adapun benda-benda yang bisa dijadikan sebagai jaminan fidusia sesuai dengan
UU yang berlaku, seperti:
 Benda bergerak baik yang berwujud ataupun tidak.
 Benda yang tidak bergerak, yaitu kendaraan bermotor, mobil, rumah, tanah, dan yang
lainnya.
4. Akta Jaminan
Selanjutnya, akta jaminan fidusia adalah berupa dokumen yang di dalamnya
berisi kesepakatan antara pihak debitur dan kreditur. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, akta jaminan fidusia harus dibuat oleh notaris, kemudian akan disahkan
kepada lembaga yang berwenang. Biasanya, akta notaris akan dikenakan biaya yang
jumlahnya sudah diatur melalui peraturan pemerintah.
Sementara itu, menurut UU Jaminan Fidusia No. 42 tahun 1999 pasal 5, akta di
dalamnya harus memuat:
a. Identitas pihak kreditur dan debitur fidusia.
b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.
c. Penjelasan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
d. Nilai penjaminan.
e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Selain unsur, jaminan fidusia pun memiliki beberapa ciri – ciri yang
membedakannya dengan gadai, antara lain :
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap
kreditur lainnya;
2. Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam
tangan siapapun benda tersebut berada;
3. Merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok;
4. Memenuhi asas spesialitas;
5. Memenuhi asas publisitas;
6. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Djaja S. Meliala, 2012 : 141).

2.14 Pembebanan, Pendaftaran, dan Peralihan Jaminan Fidusia


A. Pembebanan Fidusia
Sifat jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Pembebanan
jaminan fidusia dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Akta jaminan sekurang-
kurangnya memuat:
1. Identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia;
2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
4. Nilai penjaminan;
5. Nilai benda yang menjadi jaminan fidusia.
b. Utang yang perlunasannya dijaminkan dengan jaminan fidusia adalah;
1. Utang yang telah ada;
2. Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam
jumlah tertentu;
3. Utang yang pada utang eksekusi yang ditentukan jumlahnya berdasarkan
perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
c. Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau
kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia.
d. Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda
termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang
diperoleh kemudian.
Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian tidak
perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri kecuali diperjanjikan lain, seperti:
1. Jaminan fidusia, meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
2. Jaminan fidusia, meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek
jaminan fidusia diasuransikan.
B. Pendaftaran Jaminan Fidusia.

Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18


Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Benda yang dibebani
jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran
fidusia.
Secara sistematis, tata cara pendaftaran sebagai berikut:
1. Penerima fidusia, kuasa atau wakilnya mengajukan permohonan pendaftaran
fidusia pada kantor pendaftaran fidusia;
2. Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia
pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;
3. Membayar biaya pendaftaran fidusia;
4. Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan sertifikat jaminan
fidusia kepada penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan penerimaan
permohonan pendaftaran;
5. Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya
jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia.
Apabila sertifikat jaminan fidusia terjadi perubahan terhadap subtansinya, maka;
1. Permohonan pendaftaran atas perubahan diajukan kepada kantor pendaftaran
fidusia;
2. Kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam
buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia (Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia)

C. Pengalihan Jaminan Fidusia

Pengalihan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 19 samai dengan Pasal 24


Undang -Undang Jaminan Fidusia. Pengalihan hak atas utang (cession), yaitu pengalihan
piutang yang dilakukan dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan. Yang
dimaksud dengan megalihkan antara lain termasuk dengan menjual atau
menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.Pengalihan hak atas hutang dengan
Jaminan Fidusia dapat dialihkan oleh penerima fidusia kepada penerima fidusia
baru (kreditur baru).

Kreditur baru inilah yang melakukan pendaftaran tentang beralihnya Jaminan


Fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.Dengan adanya cession ini, maka segala hak
dan kewajiban penerima fidusia lama beralih kepada penerima fidusia baru dan
pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada pemberi fidusia. Pemberi
fidusia dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain
benda yang menjadi objek fidusia, karena jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda tersebut berada.
Pengecualian dari ketentuan ini adalah bahwa pemberi fidusia dapat mengalihkan atas
benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.

2.15 Penyebab Hapusnya Jaminan Fidusia dan Eksekusi Jaminan Fidusia


A. Penyebab Hapusnya Jaminan Fidusia
Menurut Pasal 25 undang - undang republik indonesia no 42 th 1999, Jaminan
Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
c. musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

Musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan


klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b. Penerima Fidusia
memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan
Fidusia sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan
hak, atau musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut
Sesuai dengan sifat ikutan dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia
tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut
hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya jaminan
fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. yang dimaksud dengan "hapusnya utang"
antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat
kreditur.

Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia musnah dan benda
tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti obyek jaminan
fidusia tersebut.

Dengan hapusnya jaminan fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret


pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia. Kantor pendaftaran fidusia
menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang
bersangkutan tidak berlaku lagi.

B. Eksekusi Jaminan Fidusia

Eksekusi adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia. Eksekusi timbul karena debitor cedera janji atau tidak memenuhi prestasinya
tepat waktunya kepada kreditor. Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai
dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Ada tiga cara eksekusi benda jaminan fidusia, antara lain:
1. Pelaksanaan title eksekutorial oleh penerima fidusia, yaitu berkekuatan eksekusi
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum;
3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan
penerima fidusia.
Ada tiga kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan
fidusia, yaitu:
1. Hasil eksekusi sama dengan nilai pinjaman, maka utangnya dianggap lunas;
2. Hasil eksekusi melebihi penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan
kelebihan
2. tersebut kepada pemeberi fidusia;
3. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk perlunasan utang, pemberi fidusia tetap
bertanggung
4. jawab atas kekurangan pembayaran.
Dua janji yang dilarang dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia
terdapat, yaitu:
1. Janji melaksanakan eksekusi dengan cara yang bertentangan dengan Pasal 29
Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999;
2. Janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki objek
jaminan fidusia apabila pemberi fidusia cedera janji.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum jaminan diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang
jaminan – jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Secara ringkas,
hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang ( J.
Satrio, 2007:3 ). Adapula jenis-jenis hukum jaminan yaitu, jaminan umum dan khusus.
Dalam hukum jaminan juga berisi tentang gadai,hak tanggungan dan hukum
jaminan fidusia. Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya bagi kreditor
akan lebih aman karena mengingat pada benda bergerak mudah untuk
dipindahtangankan dalam arti dijual lelang jika debitur wanprestasi, walaupun mudah
untuk berubah nilainya.ada pula proses terjadinya gadai adanya perjanjian gadai,
penyerahan benda gadai. Hak tanggungan adalah salah satu bentuk jaminan yang
digunakan dalam transaksi bisnis dan perbankan di Indonesia. Ada pula obyek dan
subyek hak tanggungan , subyek dar hak tanggungan yaitu: pemberi hak tanggungan,
pemegang hak tanggungan. Obyek hukum jaminan yaitu: hak milik,hak gna usaha, hak
guna bangunan,hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun(apartemen). fidusia
diartikan sebagai kepercayaan. Sebagai istilah hukum fidusia adalah barang yang oleh
debitur dipercayakan kepada kreditur sebagai jaminan utang. Adapula unsur dan ciri-
ciri fidusia, unsur dari hukum fidusia yaitu: pihak peminjam(debitur),pihak
pinjaman(kreditur),barang jaminan,akta jaminan.

B. Saran
Dengan adanya pembahasan tentang gadai, hak tanggungan, dan jaminan fidusia
ini diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut tentang hukum jaminan yang
sudah kami ringkas dalam bentuk yang sederhana dan dapat memanfaatkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Namun tak luput juga, dalam materi makalah kali ini masih
banyak kekurangan yang masih belum bisa menyempurnakan hasil makalah kami, kami
terima kritik dan sarannya dari para pembaca.

Daftar Pustaka
Referensi Buku dan Jurnal:

Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung,Citra Aditya Bakti

Djaja S. Meliala, 2012, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW , Bandung,Nuansa Aulia

Erlangga, Yowanda, 2013. Makalah Tentang Hukum Jaminan, (84) Makalah Tentang Hukum
Jaminan | Tapike.com | Yowanda Erlangga - Academia.edu.

J. Satrio,2007, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti

M. Khoidin,2017, Hukum Jaminan (Hak-hak Jaminan, Hak Tanggungan,dan Eksekusi Hak


Tanggungan), Surabaya, LB

Mariam Darus Badrulzaman, 2011, Aneka Hukum Bisnis, Bandung,Alumni

Purwahid Patrik dan Kashadi, 2009, Hukum Jaminan, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

R,Subekti, R. Tjitrosudibio, 1995, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Jakarta,
Pradnya Paramita

Riky Rustam, 2017, Hukum Jaminan, Yogyakarta, UII Press

Riduan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, EdisiRevisi, Bandung, Alumni

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991, h. 3.

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
hlm. 21

Sutarno, 2005, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung, Alfabeta

Silvana Liana Febry Adam, Analisis Yuridis Peran Dan Fungsi PT.Pegadaian (Persero) Sebagai
Lembaga Perkreditan Masyarakat Di Indonesia, Lex Administratum, Vol.
III/No.5/Juli/2015.

Studocu, Tata cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan dan Hapus Hak Tanggungan, Universitas
pelita harapan Surabaya, Hukum (Huk 1), 2021/2022

Yunita N.W., Perlimdungan Hukum Bagi Debitur Jika Penghapusan Jaminan Fidusia Tidak
Dilaksanakan Ileh Kreditur, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,Malang.
Nazla Khairina,SH., Perjanjian Dan Jaminan Fidusa, Prody Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan
Hukum
Universitas Ar-Raniry,Aceh.

Ni Putu N.G.S.,Pengaturan Pengalihan Jaminan Fidusia Di Indonesia,Fakultas Hukum Universitas


Udayana,Bali.

Referensi Website :

https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/04/04/hak-tanggungan-adalah

https://hukumproperti.com/hapusnya-hak-tanggungan/

https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/03/29/jaminan-fidusia-adalah

https://fahum.umsu.ac.id/pengertian-jaminan-fidusia/

Referensi Undang – Undang :

Kitab Undang -Undang Hukum Perdata (BW)

Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda –
Benda yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia

Anda mungkin juga menyukai