Anda di halaman 1dari 43

HAK KEBENDAAN YANG MEMBERIKAN

JAMINAN (GADAI, HIPOTEK, HAK TANGGUNGAN,


FIDUSIA, JAMINAN GUDANG)

Dosen Pengampuh: ABDUSSALAM, S.E.I, ME

Disusun Oleh:
1. ZIDNI MUBAROK 4021319003
2. SYARIF HIDAYATULLAH 4021319018

Fakultas Agama Islam Prodi Perbankan Syariah


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SALAHUDDIN
Pasuruan Tahun Akademik 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya berikan kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan
hidayah- Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini, tepat pada waktunya.
Shalawat beriringkan salam saya hadiahkan kepada Nabi kita yaitu
Muhammad Saw. yang membawa kita dari zaman kebodohan menuju alam
yang berlimpah ilmu pengetahuan. Adapun tujuan pembuatan makalah ini
untuk memenuhi tugas dosen, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi saya sendiri.
Semoga makalah yang saya buat ini dapat dapat dipahami serta
berguna, khususnya kepada saya dan tentunya kepada semua orang yang
membaca ini. Saya mohon maaf atas segala kesalahan kata-kata yang mungkin
kurang berkenan, dan kembali lagi saya memohon kritik serta saran yang
membangun demi perbaikan di masa yang mendatang. Wassalamualaikum
wr.wb.

Pasuruan, 17 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3

A. Gadai.....................................................................................................3
B. Hipotek.................................................................................................7
C. Fidusia.................................................................................................10
D. Hak Tanggungan dan Jaminan Gudang..............................................18

BAB III PENUTUP...........................................................................................34

A. Kesimpulan.........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak tanggungan, Hipotek, Fidusia dan Gadai Pada Prinsipnya


memiliki kesamaan sebagai jaminan hutang. Ketiganya juga merupakan
Perjanjian assesoir atau perjanjian ikutan yang tidak berdiri sendiri
tetapi mengikuti perjanjian pokok yakni perjanjian hutang-piutang.
Namun terdapat perbedaan mendasar berikut penjelasannya.
Hak Tanggungan, pada awalnya dikenal sebagai hipotik atas
tanah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kemudian dalam Ketentuan KUH Perdata digantikan dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria yang
berlaku hingga keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan.
Hak tanggungan merupakan suatu hak kebendaan yang harus
dibuat dengan akta otentik dan didaftarkan serta bersifat assesoir dan
eksekutorial, yang diberikan oleh debitur kepada kreditur sebagai
jaminan atas pembayaran hutang-hutangnya, yang berobjekan tanah
dengan memberikan hak prioritas untuk mendapatkan pelunasan
piutang terlebih dahulu daripada kreditur lainnya.
Hipotik merupakan hak kebendaan dan merupakan perjanjian
assesoir dari perjanjian hutang-piutang, yang merupakan jaminan atas
hutang dimaksud dimana objeknya adalah benda tidak bergerak yang
penguasaannya tidak diserahkan kepada kreditur, dimana kreditur atau
pemegang hipotik tersebut memiliki hak preferensi untuk mendapatkan
pekunasan piutang.
Fidusia diatur melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Fidusia, Fidusia memiliki persamaan arti dengan “Penyerahan
Hak Milik secara kepercayaan” Fidusia merupakan jaminan hutang
yang

1
sifatnya kebendaan , baik hutang yang telah ada maupun hutang yang
akan ada, yang pada prinsipnya berobjekan dengan benda bergerak
yang tidak dapat dijaminkan dengan hipotik atau hak tanggungan
dimana penguasaan dan penikmatan benda yang dijaminkan tersebut
diserahkan atau dikembalikan pada Debitur berdasarkan kepercayaan.
Gadai Meupakan suatu hak kebendaan yang bersifat assecoir,
yangdiberikan oleh pemberi gadai (Debitur) kepada pemegang gadai
(Kreditur) sebagai jaminan atas pembayaran utang –utangnya dengan
menyerahkan objek gadai tersebut kedalam kekuasaan pemegang gadai
, atau pihak ketiga yang disetujui kedua belah pihak yang menguasai
benda tersebut untuk memakai atau menikmati hasil dari benda
dimaksud.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana kedudukan hak kebendaan yang memberikan jaminan


(gadai, hipotek, hak tanggungan, fidusia, jaminan gudang) sebagai jaminan
kebendaan dalam hukum jaminan.

C. Tujuan

Mengetahui kedudukan hak kebendaan yang memberikan jaminan


(gadai, hipotek, hak tanggungan, fidusia, jaminan gudang) sebagai jaminan
kebendaan dalam hukum jaminan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gadai

1. Definisi dan Dasar Gadai


Pemberian jaminan barang bergerak menurut hukum di
Indonesia, gadai menurut hukum adat ditujukan kepada
pemberian jaminan yang barangnya diserahkan dalam
kekuasaan si pemberi kredit.1
Hak gadai menurut KUHPerdata diatur dalam Buku II
Bab XX Pasal 1150 - 1161.Pihak yang menggadaikan
dinamakan “pemberi gadai” dan yang menerima gadai,
dinamakan “penerima atau pemegang gadai”. Kadang-kadang
dalam gadai terlibat tiga pihak, yaitu debitur “pihak yang
berhutang” , pemberi gadai, yaitu pihak yang menyerahkan
benda gadai dan pemegang gadai yaitu kreditur yang menguasai
benda gadai sebagai jaminan piutangnya.2
KUH Perdata merumuskan gadai sebagai berikut:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas
namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang
itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya.3

1
Johannes Gunawan, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan)
Menurut Hukum Indonesia, Cet. 6, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,1996), hal. 61
2
Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 19,
(Jakarta:PradyaParamita, 1985), hal. 297-298
3
Ibid.,hal. 270

3
2. Syarat dan Rukun Gadai
Dalam hubungannya dengan syarat-syarat gadai, ada
baiknya bila lebih dahulu dijelaskan tentang syarat-syarat
sahnya perjanjian secara umum yang terdapat dalam pasal 1320
KUH Perdata. Dalam pasal tersebut ditegaskan. Untuk syarat
syahnya persetujuan diperlukan empat syarat:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu pendekatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua dari pasal tersebut merupakan
syarat subyektif, dimana apabila syarat itu tidak dipenuhi,
perjanjian batal demi hukum, artinya sejak semula perjanjian itu
batal. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat
obyektif, dimana jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian
vernitigebaar (dapat dibatalkan), artinya perjanjian
(overeenkomst), baru dapat dibatalkan jika ada perbuatan
hukum (reghthandeling) dari pihak yang mengadakan perjanjian
untuk membatalkannya.4
Dalam konteksnya dengan gadai, maka hak gadai itu pun
diadakan dengan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang
berbeda-beda menurut jenis barangnya. Kalau yang digadaikan
itu adalah benda bergerak yang berwujud maka syarat-
syaratnya:
a. Harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai
ini (pandoverenkomst) perjanjian ini bentuknya
dalam KUHPerdata tidak disyaratkan apa-apa,
oleh karenanya bentuk perjanjian gadai itu dapat
bebas tak terikat oleh suatu bentuk yang tertentu.
Artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis

4
R. Subekti, Hukum Perjanjian…, hal. 15

4
ataupun secara lisan saja. Dan yang secara
tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris (
akteautentik), bisa juga diadakan dengan akte
dibawah tangan saja.
b. Syarat yang kedua, barang yang digadaikan itu
harus dilepaskan/berada di luar kekuasaan dari si
pemberi gadai. Dengan perkataan lain barangnya
itu harus berada dalam kekuasaan pemegang
gadai. Bahkan ada ketentuan dalam KUHPerdata
bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya
dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si
pemberi gadai.5
Syarat yang kedua inilah yang dalam praktek sering
menimbulkan kesulitan untuk ditepati. Yaitu jika kebetulan
barang yang digadaikan itu justru barang yang sangat
dibutuhkan oleh si pemberi gadai, misalnya untuk mencari
nafkah. Maka akan sangat sulit bagi pemberi gadai jika barang
yang penting untuk mencari nafkah itu justru harus berada di
luar kekuasaannya, barang yang penting untuk mencari nafkah
itu justru harus berada di luar kekuasaannya.6

3. Hak dan Kewajiban Gadai


Selama gadai itu berlangsung, pemegang gadai mempunyai
beberapa hak:

a. Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang


digadaikan itu atas kekuasaan sendiri jikapemberi gadai
(debitur) melakukan wanprestasi, yaitu tidak memenuhi
kewajibannya, kemudian dari hasil penjualan itu diambil
sebagian untuk melunasi hutang debitur dan sisanya

5
Sri Soedewi Masjchoen Sofwam, Hukum Perdata: Hukum Benda, Cet. 4, (Yogyakarta:
Liberti, 1981), hal. 99
6
Ibid.,hal. 99

5
dikembalikan kepada debitur. Penjualan barang itu harus
dilakukan dimuka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat dan berdasarkan atas syarat-syarat yang lazim
berlaku.
b. Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan
pengembalian ongkosongkos yang telah dikeluarkan
untuk keselamatan barangnya.
c. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan barang
gadai jika setelah adanya perjanjian gadai kemudian
timbul perjanjian hutang yang kedua antara para pihak
dan hutang yang kedua ini sudah dapat ditagih sebelum
pembayaran hutang yang pertama, maka dalam keadaan
yang demikian itu pemegang gadai berwenang untuk
menahan benda itu sampai kedua macam hutang itu
dilunasi.7
Sebaliknya seorang pemegang gadai memikul
kewajibankewajiban sebagai berikut:
a. Bertanggungjawab untuk hilangnya atau merosotnya
barang gadai, sekedar itu telah terjadi karena
kelaliannya (Pasal 1157 ayat 1 KUHPerdata).
b. Kewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai,
jika barang gadai dijual (Pasal 1156 ayat 2
KUHPerdata). Kewajiban memberitahukan itu
selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya
apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun
suatu perhubungan telegrap, atau jika tidak demikian
halnya, dengan pos yang berangkat pertama (Pasal
1156 ayat 2 KUHPerdata). Pemberitahuan dengan
telegrap atau dengan surat tercatat, berlaku sebagai

7
Ibid.,hal. 101-102

6
pemberitahuan yang sah (Pasal 1156 ayat 3
KUHPerdata).
c. Bertanggungjawab terhadap hasil penjualan barang
gadai (Pasal 1159 ayat 1 KUHPerdata).8

4. Barang yang Dapat Digadaikan


Yang dapat digadaikan ialah semua benda bergerak:
a. Benda bergerak yang berwujud
b. Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu yang berupa
berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang
seperti surat-surat piutang.9
c. Gadai dalam KUH Perdata merupakan hak kebendaan
yang bersifat sebagai jaminan atas suatu hutang. Dari
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa obyek
gadai dalam KUH Perdata hanya meliputi benda
bergerak.

B. Hipotek

Pada lembaga jaminan hipotek, yaitu pada Pasal 1162 BW


disebutkan bahwa hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-
benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi
pelunasan suatu perikatan. Lahirnya hipotek bilamana segala ikatan
hipotek harus didaftarkan dalam register umum agar setiap orang dapat
mengetahuinya sebagaimana diatur pada Pasal 1179 BW: 1.
Pendaftaran ikatan hipotek harus dilakukan dalam daftar-daftar umum
yang disediakan untuk itu; 2. Dalam hal tidak ada pendaftaran, hipotek
itu tidak mempunyai kekuatan apapun, bahkan juga terhadap kreditur
yang tidak mempunyai ikatan hipotek.

8
Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum…, hal. 299

7
Suatu ikatan jaminan hipotek mempunyai kekuatan hukum baik
terhadap debitor dan kreditor maupun terhadap orang lain pihak ketiga.
Hal ini merupakan perwujudan dari asas publisitas di samping itu juga
merupakan perlindungan bagi kepentingan kreditor serta kepentingan
pihak ketiga. Lahirnya hipotek membawa konsekuensi bahwa kreditor
pemegang hipotek berkedudukan sebagai kreditor preferen dan
karenanya asas-asas hak kebendaan akan melekat di dalamnya.
Sebagaimana diketahui bahwa objek dari hipotek tidak lagi pada
hak atas tanah tetapi terbatas hanya pada objek kapal laut yang
berbobot lebih dari 20 m³. Kapal yang telah didaftarkan dalam daftar
kapal di Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan
hipotek atas kapal. Pembebanan hipotek atas kapal dilakukan dengan
pembuatan akta hipotek kapal oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat
Baliknama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam daftar
induk kapal yang bersangkutan. Sebagai bukti kapal telah dibebani
hipotek kepada penerima hipotek diberikan grosse akta hipotek kapal.
Grosse akta hipotek kapal mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
yang tetap. Dalam hal penerima hipotek terdiri dari beberapa kreditor
yang merupakan sindikasi, pemberian grosse akta hipotek kapal
diberikan secara bersamaan dengan grosse akta pendaftaran kapal atau
grosse akta baliknama kapal kepada salah satu kreditor anggota
sindikasi yang diberi kuasa untuk mewakili sindikasi (Law Librarian's
Notes, Hipotek, Pendaftaran, dan Kebangsaan Kapal,
http://www.blog.detik).
Berdasarkan pada Pasal 60 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran disebutkan bahwa kapal yang telah didaftarkan dalam
Daftar Kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan
pembebanan hipotek atas kapal. Pembebanan hipotek atas kapal
dilakukan dengan pembuatan akta hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan
Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat
dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal. Dokumen yang dibutuhkan

8
untuk lahirnya hak kebendaan atas jaminan hipotek adalah: Pertama,
Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek. Surat kuasa memasang hipotek
merupakan surat kuasa yang dibuat di muka dan atau di hadapan
notaris. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang yang
ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat ini adalah bahwa pemilik
kapal memberikan kuasa kepada orang ditunjuk untuk mengurus
kepentingannya. Kedua, Grosse Akta Pendaftaran atau Balik Nama.
Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang
telah didaftarkan pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang
berwenang untuk mengeluarkan akta pendaftaran kapal laut adalah
pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang ditunjuk untuk
itu adalah syahbandar, sehingga jelas kapal yang dapat dijadikan
jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal adalah kapal
yang telah didaftarkan di dalam Daftar Kapal Indonesia. Ketiga,
Perjanjian Kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat
antara kreditor dengan pemilik kapal (debitor) dan bentuk perjanjiannya
tertulis.
Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disingkat UUHT), maka hak atas
tanah bukan merupakan objek dari hipotek tetapi menjadi objek dari
hak tanggungan. Hak kebendaan atas jaminan hak tanggungan lahir
bilamana dilakukan pendaftaran sebagaimana yang dimaksud di dalam
Pasal 13 ayat 5 UUHT (Arie Hutagalung, 2008: 159). Lahirnya hak
tanggungan berdasarkan Pasal 13 ayat 5, yaitu pada hari tanggal buku
tanah hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 4. Tanggal
buku tanah hak tanggungan adalah hari ketujuh setelah penerimaan
secara lengkap surat- surat yang diperlukan bagi pendaftaran. Lahirnya
hak kebendaan atas jaminan hak tanggungan ini digantungkan pada
adanya pemenuhan asas publisitas, sehingga bilamana Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT) tidak didaftarkan ke Kantor Pertanahan maka
tidak pernah lahir hak kebendaan. Konsekuensinya kreditor tidak
berkedudukan sebagai
9
kreditor preferen hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren saja
sehingga tidak memiliki ciri-ciri unggulan dari hak kebendaan.

C. Fidusia

1. Pengertian
Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang
artinya kepercayaan,yaitu penyerahan hak milik atas benda
secara kepercayaan sebagai jaminan(agunan) bagi pelunasan
piutang kreditor. Fidusia sering disebut denganistilah FEO, yang
merupakan singkatan dari Fiduciare Eigendom
Overdracht.Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan
hanya sebagai agunan bagipelunasan utang tertentu, di mana
memberikan kedudukan yang diutamakankepada penerima
fidusia (kreditor) terhadap kreditor-kreditor lainnya.9
Pengertian fidusia dinyatakan dalam Undang-Undang
No 42 Tahun 1999 TentangJaminan Fidusia Pasal 1 angka 1,
bahwa
:fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasarkepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannyadialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda. Sedangkan pengertian jaminan fidusia terdapat
dalam Pasal 1 angka 2 UUJF yangmenyatakan, bahwa : jaminan
fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik
yangberwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak
bergerakkhususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungansebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan pemberifidusia, sebagai
agunan bagi

1
9
Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), h. 283

1
pelunasan utang tertentu, yang memberikankedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap
kreditorlainnya.10

2. Objek Jaminan Fidusia


Objek jaminan fidusia adalah benda-benda apa yang
dijadikan jaminanutang dengan dibebani jaminan fidusia.
Benda- benda yang dapat dibebanijaminan fidusia yaitu:
a. Benda bergerak berwujud
1) Kendaraan bermotor seperti mobil, truk,
bus dan sepeda motor
2) Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat
pada tanah atau bangunanpabrik, alat-alat
inventaris kantor
3) Perhiasan
4) Persediaan barang atau inventori, stock
barang, stock barang dagangandengan
daftar mutasi barang
5) Kapal laut berukuran dibawah 20 m
6) Perkakas rumah tangga seperti mebel,
radio, televisi, almari es danmesin jahit
7) Alat-alat perhiasan seperti traktor
pembajak sawah dan mesin penyedotair.
b. Benda bergerak tidak berwujud, contohnya:
1) Wesel
2) Sertifikat deposito
3) Saham
4) Obligasi
5) Konosemen

10
Pasal 1 Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

1
6) Piutang ynag diperoleh pada saat jaminan
diberikan atau yangdiperoleh kemudian
7) Deposito berjangka.
c. Hasil dari benda yang menjadi objek jaminan
baik benda bergerakberwujud atau benda
bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda
tidakbergerak yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan.
d. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi
objek jaminan fidusiadiasuransikan.
e. Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani haktanggungan yaitu hak
milik satuan rumah susun di atas tanah hak
pakaiatas tanah Negara (UU No. 16 Tahun 1985)
dan bangunan rumah yangdibangun di atas tanah
orang lain sesuai pasal 15 UU No. 5 tahun
1992tentang Perumahan dan Pemukiman.
f. Benda-benda termasuk piutang yang telah ada
pada saat jaminan diberikanmaupun piutang yang
diperoleh kemudian hari.11

Secara formal, objek jaminan fidusia adalah barang-


barang bergerak dantidak bergerak, berwujud maupun tidak
berwujud, kecuali mengenai haktanggungan, hipotik kapal laut,
hipotik pesawat terbang, dan gadai.12
Konsep pemberian jaminan fidusia adalah penyerahan
hak milik secarakepercayaan atas hak-hak kebendaan. Adapun
yang dimaksud dengan hakhakkebendaan disini berupa: hak atas

11
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung : Alpabeta, 2009), h. 212-
213
12
Tri Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2006) h. 269

1
suatu benda yang bisa dimiliki dandialihkan. Ciri-ciri atau sifat
hak kebendaan yang dapat dialihkan tersebutterdapat dalam
surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi
ManusiaRupublik Indonesia tertanggal 27 September 2006
Nomor C.HT.-1.10- 74menjelaskan bahwa:
a. Hak kebendaan bersifat mutlak, yaitu dapat
dipertahankan terhadap siapapun juga. Artinya,
hak kebendaan punya kepemilikan mutlak
sehinggabisa dipertahankan terhadap siapa pun.
b. Hak kebendaan punya zaakgevolg atau droit de
suite. Artinya, hak tersebutmengikuti bendanya
di mana pun atau di tangan siapa pun benda
tersebutberada.
c. Hak kebendaan memiliki droit de preference (hak
mendahului). Artinya,pemegang jaminan
kebendaan berhak untuk mendapatkan piutang
terlebihdahulu daripada kreditor lainnya (jika
ada) dari hasil penjualan barang yang
dijaminkan.13

3. Terjadinya Jaminan Fidusia


a. Pembebanan Jaminan Fidusia
Pembebanan benda dengan jaminan fidusia
dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan
merupakan akta jaminan fidusia. Alasanundang-undang
menetapkan dengan akta notaris, adalah:
1) Akta notaris adalah akta autentik sehingga
memiliki kekuatan pembuktian sempurna

13
Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, (Jakarta : Mizan Pustaka, 2011) h.
83-84

1
2) Obyek jaminan fidusia pada umumnya adalah
benda bergerak
3) Undang-undang melarang adanya fidusia ulang.14

b. Pendaftaran Jaminan Fidusia


Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia
wajib didaftarkan padaKantor Pendaftaran Fidusia
sehingga melahirkan jaminan fidusia bagipenerima
fidusia, memberi kepastian hukum kepada kreditor
lainmengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia
dan memberikan hakyang didahulukan terhadap kreditor
lain dan untuk memenuhi asaspublisitas karena kantor
pendaftaran terbuka untuk umum.
Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh
penerima fidusia,kuasa atau wakilnya dengan
melampirkan pernyataan pendaftaran jaminanfidusia,
meliputi:
1) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
2) Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan
tempat kedudukannotaris yang membuat akta
jaminan fidusia
3) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
4) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia
5) Nilai penjaminan
6) Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia
dalam bukudaftar fidusia pada tanggal yang sama
dengan tanggal penerimaanpermohonan pendaftaran.
Setelah

Purwadi Patrik dan Kashadi.Hukum Jaminan, (Semarang : Fakultas Hukum Universitas


14

Diponegoro), h. 40

1
pendaftaran fidusia dilakukan, kantorpendaftaran fidusia
menerbitkan dan menyerahkan kepada penerimafidusia
sertifikat jaminan fidusia yang merupakan salinan dari
bukudaftar fidusia memuat catatan tentang hal-hal yang
dinyatakan dalampendaftaran jaminan fidusia, dan
jaminan fidusia lahir pada tanggal yangsama dengan
tanggal dicatatnya jaminan fidusia pada buku
daftarfidusia.Dalam sertifikat jaminan fidusia
dicantumkan kata-kata: “demikeadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.15
Sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan
eksekutorial yang samadengan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yangtetap. Apabila
terdapat perubahan mengenai hal-hal yang tercantum
dalamsertifikat jaminan fidusia, penerima fidusia wajib
mengajukanpermohonan pendaftaran atas perubahan
tersebut kepada Kantorpendaftaran fidusia.Kantor
pendaftaran fidusia pada tanggal penerimaan
permohonanperubahan, melakukan pencatatan
perubahan tersebut dalam buku daftarfidusia dan
menerbitkan pernyataan perubahan yang
merupakanbagianyang tidak terpisahkan dari sertifikat
fidusia.

c. Penghapusan Jaminan Fidusia


Mengenai hapusnya jaminan fidusia, undang-
undang fidusia telahmenetapkan karena hal-hal sebagai
berikut:
1) Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia

15
Pasal 15 Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

1
Sifat jaminan fidusia merupakan ikutan atau
accessoir dariperjanjian pokok yaitu perjanjian
kredit atau perjanjian pembiayaanartinya ada
atau tidaknya jaminan fidusia tergantung
perjanjianutangnya.Hapusnya utang dapat
disebabkan berbagai hal misalnyakarena ada
pelunasan utang atau penawaran tunai yang
diikuti denganpenyimpanan atau novasi atau
pembaharuan utang dan lain-lain.
Hapusnya jaminan fidusia yang disebabkan
hapusnya utang karena pembayaran atau
pelunasan utang merupakan carayang paling
banyak terjadi. Adanya pelunasan utang dapat
dibuktikan dari keterangantertulis dari
kreditur.Hapusnya utang mengakibatkan
hapusnyajaminan fidusia.
2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh
penerima fidusia
Kreditur sebagai penerima fidusia dapat saja
melepaskan jaminan fidusia artinya kreditur tidak
menginginkan lagi benda yang menjadi objek
jaminan fidusia menjadi jaminan lagi, misalnya
karena terjadi penggantian jaminan sehingga
jaminan lama dihapuskan.Hapusnya jaminan
fidusia karena dilepaskan oleh kreditur sebagai
penerima fidusia dapat dilakukan dengan
keterangan atau pernyataan tertulis dari kreditur
yang diberikan kepada debitur atau pemberi
fidusia.
3) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan
fidusia

1
Apabila benda yang menjadi objek jaminan
fidusia musnah disebabkan karena kebakaran,
hilang, dan penyebab lainnya makajaminan
fidusia menjadi hapus. Apabila benda yang
menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan
kemudian benda tersebut musnah maka dengan
musnahnya benda tersebut tidak menghapuskan
klaim asuransi. Dengan demikian hak-hak
asuransi dapat dipakai sebagai pengganti objek
jaminan fidusia yang musnah sebagai sumber
pelunasan hutang debitur.

4. Eksekusi Jaminan Fidusia


Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji,
eksekusi terhadapbenda yang menjadi obyek jaminan fidusia
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Titel eksekutorial oleh penerima fidusia, artinya
langsung melaksanakaneksekusi melalui lembaga parate
eksekusi.
b. Penjualan benda obyek jaminan fidusia atas
kekuasaannya sendiri melaluipelelangan umum serta
mengambil pelunasan dari hasil penjualan.
c. Penjualan dibawah tangan, artinya pelaksanaan
penjualan benda yang akandieksekusi harus berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.16
Dalam pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu
1 (satu)bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi
dan atau penerimafidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnyadalam 2 (dua) surat
kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.Pelaksanaan
eksekusi

1
16
Purwadi Patrik dan Kashadi.Op. cit, h. 46

1
jaminan fidusia, pemberi fidusia wajibmenyerahkan benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia.Apabila pemberifidusia tidak
menyerahkan pada waktu eksekusi dilaksanakan,
penerimafidusia berhak mengambil benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia danapabila perlu, dapat meminta bantuan pihak
yang berwenang.
Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan,
penerima fidusiawajib mengembalikan kelebihan tersebut
kepada pemberi fidusia, namunapabila hasil eksekusi tidak
mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetapbertanggung
jawab atas utang yang belum terbayar.

D. Hak Tanggungan dan Jaminan Gudang

1. Hak Tanggungan
Dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
rentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut
juga Undang-Undang Pokok Agraria, sudah disediakan lembaga
hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas
tanah, yaitu Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga
Hypotheek dan Credietverband. Selama 30 tahun lebih sejak
mulai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, lembaga Hak
Tanggungan di atas belum dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, karena belum adanya undang-undang yang
mengaturnya secara lengkap, sesuai yang dikehendaki oleh
ketentuan Pasal 51 Undang-undang tersebut. Dalam kurun
waktu itu, berdasarkan ketentuan peralihan yang tercantum
dalam Pasal
57 Undang-Undang Pokok Agraria, masih diberlakukan
ketentuan Hypotheek sebagaimana dimaksud dalam Buku II
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan ketentuan
Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana yang

2
telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, sepanjang. mengenai
hal-hal yang belum ada kerentuannya dalam atau berdasarkan
Undang-Undang Pokok Agraria.
Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan di atas berasal dari zaman kolonial Belanda dan
didasarkan pada hukum tanah yang berlaku sebelum adanya
Hukum Tanah Nasional, sebagaimana pokok-pokok
ketentuannya tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria
dan dimaksudkan untuk diberlakukan hanya untuk sementara
waktu, yaitu sambil menunggu terbentuknya Undang-undang
yang dimaksud oleh Pasal 51 di atas.
Oleh karena itu ketentuan tersebut jelas tidak sesuai
dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional dan dalam
kenyataannya tidak dapat menampung perkembangan yang
terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat
dari kemajuan pembangunan ekonomi. Akibatnya ialah
timbulnya perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai
berbagai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah,
misalnya mengenai pencantuman titel eksekutorial, pelaksanaan
eksekusi dan lain sebagainya, sehingga peraturan perundang-
undangan tersebut dirasa kurang memberikan jaminan kepastian
hukum dalam kegiatan perkreditan.
Atas dasar kenyataan tersebut, perlu segera ditetapkan
undang-undang mengenai lembaga hak jaminan atas tanah yang
kuat dengan ciri-ciri :
a. memberikan kedudukan yang diutamakan atau
mendahulu kepada pemegangnya;
b. selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam
tangan siapa pun obyek itu berada:
c. memenuhi asas spesialitas dan publisitas
sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan
memberikan

2
kepastian hukum kepada pihak -pihak yang
berkepentingan;
d. mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Memperhatikan ciri-ciri di atas, maka dengan Undang-
undang ini ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai lembaga
hak jaminan yang oleh Undang-Undang Pokok Agraria diberi
nama Hak Tanggungan. Dengan diundangkannya Undang-
undang ini, maka kita akan maju selangkah dalam mewujudkan
tujuan Undang-Undang Pokok Agraria membangun Hukum
Tanah Nasional, dengan menciptakan kesatuan dan
kesederhanaan hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyar
seluruhnya.
Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor
pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan
umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak
mendahulu daripada kreditor-kreditor yang -lain. Kedudukan
diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi
preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku.
Dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang ditunjuk
sebagai hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah
yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan. Oleh karena itu dalam Pasal 51 Undang-
Undang Pokok Agraria yang harus diatur dengan undang-
undang

2
adalah Hak Tanggungan atas Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan
Hak Guna Bangunan.
Hak Pakai dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak
ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, karena pada waktu itu
tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan
karenanya tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dapat
dijadikan jaminan utang. Dalam perkembangannya Hak Pakai
pun harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan atas
tanah Negara. Sebagian dari Hak Pakai yang didaftar itu,
menurut sifat dan kenyataannya dapat dipindahtangankan, yaitu
yang diberikan kepada orang perseorangan dan badan-badan
hukum perdata. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan itu dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia.
Dalam Undang-undang ini Hak Pakai tersebut ditunjuk
sebagai obyek Hak Tanggungan. Sehubungan dengan itu, maka
untuk selanjutnya, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya
lembaga hak jaminan atas tanah, dan dengan demikian menjadi
tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang merupakan
salah satu tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria.
Pernyataan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dijadikan obyek
Hak Tanggungan merupakan penyesuaian ketentuan Undang-
Undang Pokok Agraria dengan perkembangan Hak Pakai itu
sendiri serta keburuhan masyarakat.
Selain mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional,
yang tidak kurang pentingnya adalah, bahwa dengan
ditunjuknya Hak Pakai tersebut sebagai obyek Hak
Tanggungan, bagi para pemegang haknya, yang sebagian
terbesar terdiri atas golongan ekonomi lemah yang tidak
berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan Hak Milik atau
Hak Guna Bangunan, menjadi terbuka kemungkinannya untuk
memperoleh kredit yang

2
diperlukannya. dengan menggunakan tanah yang dipunyainya
sebagai jaminan.
Dalam pada itu Hak Pakai atas tanah Negara, yang
walaupun wajib didaftar, tetapi karena sifatnya tidak dapat
dipindahtangankan, sepeni Hak Pakai atas nama Pemerintah,
Hak Pakai atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak
Pakai atas nama Perwakilan Negara Asing, yang berlakunya
tidak ditentukan jangka waktunya dan diberikan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu, bukan
merupakan obyek Hak Tanggungan.
Demikian pula Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak
dapat dibebani Hak Tanggungan, karena tidak memenuhi kedua
syarat di atas. Tetapi mengingat perkembangan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan di kemudian hari, dalam Undang-
undang ini dibuka kemungkinannya untuk dapat juga ditunjuk
sebagai obyek Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratan
sebagai yang disebutkan di atas. Hal itu lebih lanjut akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian maka hak-hak atas tanah yang dengan
Undang-undang ini ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan
adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan
Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan. Sedang bagi Hak Pakai atas tanah Hak
Milik dibuka kemungkinannya untuk di kemudian hari dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, jika telah
dipenuhi persyaratannya.
Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-
tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan
keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat
dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan.

2
Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-undang ini
pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada
hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-
benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara
tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan
jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah
Nasional didasarkan pada hukum adat yang menggunakan asas
pemisahan horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam
kaitannya dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut,
Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan
horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal, benda-
benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut
hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan.
Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas
tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.
Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat
tidaklah mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan
disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan
dalam masyaralcat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat
hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horizontal
tersebut, dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa
pembebanan Hak Tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula
meliputi benda- benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal
tersebut telah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam
praktek, sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaannya
dijadikan jaminan, dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungannya. Bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak
terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki
pihak lain. Sedangkan bangunan yang

2
menggunakan ruang bawah tanah, yang secara fisik tidak ada
hubungannya dengan bangunan yang ada di atas permukaan
bumi di atasnya, tidak termasuk dalam pengaturan ketentuan
mengenai Hak Tanggungan menurut Undang-undang ini.
Oleh sebab itu Undang-undang ini diberi judul :
Undang- Undang tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan dapat disebut
Undang-Undang Hak Tanggungan.
Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan
melalui dua tahap kegiatan, yaitu:
a. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan
dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya
disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian
utang-piuting yang dijamin;
b. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan,
yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan
yang dibebankan.
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,
PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta
pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka
pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan
sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai
tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.
Dalam kdudukan sebagai yang disebutkan di atas, maka akta-
akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik.
Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah
yang pembuatan aktanya merupakan kewenangan PPAT,
meliputi pembuatan akta pembebanan Hak Guna Bangunan atas
tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
Undang- Undang Pokok Agraria dan pembuatan akta dalam
rangka

2
pembebanan Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-
undang ini.
Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak
Tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena sesuatu
sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain
sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan, disingkat SKMHT, yang berbentuk akta otentik.
Pembuatan SKMHT selain kepada Notaris, ditugaskan juga
kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah
kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan
kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Pada saat pembuatan SKMHT dan Akta Pemberian Hak
Tanggungan, harus sudah ada keyakinan pada Notaris atau
PPAT yang bersangkutan, bahwa pemberi Hak Tanggungan
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek Hak Tanggungan yang dibebankan, walaupun
kepastian mengenai dimilikinya kewenangan tersebut baru
dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggurigan itu
didaftar.
Pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi
Hak Tanggungan kepada kreditor, Hak Tanggungan yang
bersangkutan belum lahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada
saat dibukukannya dalam buku-tanah di Kantor Pertanahan.
Oleh karena itu kepastian mengenai saat didaftarnya Hak
Tanggungan tersebur adalah sangat penting bagi kreditor. Saat
tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang
diutamakan terhadap kreditor-kreditor yang lain, melainkan juga
menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditor -
kreditor lain yang juga pemegang Hak Tanggungan, dengan
tanah yang sama sebagai jaminannya. Untuk memperoleh
kepastian mengenai saat pendaftarannya, dalam Undang-
undang ini ditentukan, bahwa

2
tanggal buku-tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan adalah
tanggal hari ketujuh setelah penerimaan surat-surat yang
diperlukan bagi pendaftaran tersebut secara lengkap oleh Kantor
Pertanahan, dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka
buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja
berikutnya.
Dalam rangka memperoleh kepastian mengenai
kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak
Tanggungan tersebut, ditentukan pula, bahwa Akta Pemberian
Hak Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi
Pendaftarannya, wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor
Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah,
penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa
membebankan Hak
Tanggungan yang dimaksudkan di atas ditetapkan batas
waktunya, yaitu 1(satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah
terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum
terdaftar.
Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya
merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu,
yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau
perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan
oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
Dalam hal piutang yang bersangkutan beralih kepada
kreditor lain, Hak Tanggungan yang menjaminnya, karena
hukum beralih pula kepada kreditor tersebut. Pencatatan
peralihan Hak Tanggungan tersebut tidak memerlukan akta
PPAT, tetapi cukup didasarkan pada akta beralihnya piutang
yang dijamin. Pencatatan peralihan itu dilakukau pada buku-
tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan, serta

2
pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dijadikan
jaminan.
Demikian juga Hak Tanggungan menjadi hapus karena
hukum, apabila karena pelunasan atau sebab-sebab lain, piutang
yang dijaminnya menjadi hapus. Dalam hal ini pun pencatatan
hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup
didasarkan pada pernyataan tertulis dari kreditor, bahwa piutang
yang dijaminnya hapus.
Pada buku-tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan
dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang
serlipikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut
pencoretan atau lebih dikenal sebagai "roya", dilakukan juga
pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang semula
dijadikan jaminan. Sertipikat hak atas tanah yang sudah
dibubuhi catatan lersebut, diserahkan kembali kepada pemegang
haknya.
Dengan tidak mengabaikan kepastian hukum bagi pihak-
pihak yang berkepentingan, kesederhanaan administrasi
pendaftaran Hak Tanggungan, selain dalam hal peralihan dan
hapusnya piutang yang dijamin, juga tampak pada hapusnya hak
tersebut karena sebab-sebab lain, yaitu karena dilepaskan oleh
kreditor yang bersangkutan, pembersihan obyek Hak
Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri, dan hapusnya hak atas tanah yang dijadikan
jaminan.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di
atas, Undang-undang ini mengatur tata cara pencatatan
peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan, termasuk pencoretan
atau roya.
Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah
dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera
janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah
diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang
2
perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang
eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu
yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Het
Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen
Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement
tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java
en Madura).
Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak
Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat-tanda-bukti adanya
Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA
ESA", untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Selain itu sertipikat Hak Tanggungan tersebut
dinyatakan sebagai pengganti grosse acte Hypotheek, yang
untuk eksekusi hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat
dalam melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di
atas.
Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai
penggunaan ketentuan-ketentuan tersebut, ditegaskan lebih
lanjut dalam Undang-undang ini, bahwa selama belum ada
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan
mengenai eksekusi hypotheek yang diatur dalam kedua
Reglemen tersebut berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
Untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan
ketentuan-ketentuan Undang-undang ini bagi kepentingan
pihak- pihak yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan
Negeri diberikan kewenangan tertentu, yaitu : penetapan
memberikan kuasa kepada kreditor untuk mengelola obyek Hak
Tanggungan, penetapan hal-hal yang berkaitan dengan
permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan, dan
3
pencoretan Hak Tanggungan.

3
Untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan
perlindungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dalam
Undang-undang ini diatur sanksi administratif yang dikenakan
kepada para pelaksana yang bersangkutan, terhadap pelanggaran
atau kelalaian dalam memenuhi berbagai ketentuan pelaksanaan
tugasnya masing-masing.
Selain dikenakan sanksi administratif tersebut di atas,
apabila memenuhi syarat yang diperlukan, yang bersangkutan
masih dapat digugat secara perdata dan/atau dituntut pidana.
Undang-undang ini merupakan pelaksanaan Undang-
Undang Pokok Agraria yang disesuaikan dengan perkembangan
keadaan dan mengatur berbagai hal baru berkenaan dengan
lembaga Hak Tanggungan sebagaimana telah diuraikan di atas,
yang cakupannya meliputi:
a. obyek Hak Tanggungan;
b. pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
c. tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan, dan
hapusnya Hak Tanggungan;
d. eksekusi Hak Tanggungan;
e. pencoretan Hak Tanggungan;
f. sanksi administratif;
g. dan dilengkapi pula dengan Penjelasan Umum
serta Penjelasan Pasal demi Pasal.
Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut hal-hal yang diatur
dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ini, terdapat dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah ada, sedang
sebagian lagi masih perlu ditetapkan dalam bentuk Peraturan
Pemerintah dan peraturan perundang-undangan lain.17

17
“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah” ,
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1996/4TAHUN~1996UUPenj.htm , diakses pada tanggal
22 Juni 2022, pukul 23:20 WIB.

3
2. Jaminan Gudang
Resi Gudang sebagai alas hak (document of title) atas
barang dapat dipergunakan sebagai agunan karena Resi Gudang
tersebut dijamin dengan komoditas tertentu yang berada dalam
pengawasan Pengelola Gudang. Pengaturan mengenai
pembebanan Hak Jaminan meliputi tata cara pemberitahuan
perjanjian pengikatan Resi Gudang sebagai Hak Jaminan dan
tata cara pencatatan pembebanan Hak Jaminan dalam Buku
Daftar Pembebanan Hak Jaminan, penghapusan Hak Jaminan
serta penjualan objek Hak Jaminan.
Proses Penjaminan Resi Gudang sebagai jaminan kredit
diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi Nomor:09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008
Tentang Pedoman Teknis Penjaminan Resi Gudang.
Pembebanan Hak Jaminan atas Resi Gudang dilakukan
dengan tata cara sebagai berikut:18
a. Calon penerima Hak Jaminan menyampaikan
permohonan verifikasi Resi Gudang yang akan
dibebani Hak Jaminan melalui SRG-Online
kepada Pusat Registrasi dengan menggunakan
Model Formulir yang telah ditentukan.
b. Pusat Registrasi melakukan verifikasi terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud pada angka
1 (satu) yang sekurang-kurangnya mencakup:
i. keabsahan Resi Gudang;
ii. keabsahan pihak pemberi Hak Jaminan;

18
Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
Nomor:09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 Tanggal 24 Juli 2008, Tentang Pedoman Teknis
Penjaminan Resi Gudang. Hal.5

3
iii. jangka waktu Resi Gudang;
iv. nilai Resi Gudang pada saat diterbitkan;
dan
v. telah atau belum dibebaninya Hak
Jaminan;
c. Kepastian dapat/tidak dapatnya pembebanan Hak
Jaminan disampaikan oleh Pusat Registrasi
dengan menyampaikan Bukti Konfirmasi melalui
SRG-Online dengan menggunakan Model
Formulir yang telah ditentukan.
d. Pemberi Hak Jaminan dan Penerima Hak
Jaminan menandatangani Perjanjian Pembebanan
Hak Jaminan Atas Resi Gudang, yang
merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian
pokoknya yaitu perjanjian pinjam meminjam.
Penandatanganan Perjanjian Pembebanan Hak
Jaminan Atas Resi Gudang dapat dilakukan di
bawah tangan atau dihadapan pejabat notaris.
Adapun bentuk dan isi Perjanjian Pembebanan
Hak Jaminan Atas Resi Gudang sesuai dengan
Model Formulir yang telah ditentukan.
e. Terhadap Model Perjanjian Pembebanan Hak
Jaminan Atas Resi Gudang sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 dapat dilakukan
penambahan dan penyesuaian berdasarkan
kebutuhan sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan UU No.9 Tahun 2006 tentang Sistem
Resi Gudang dan peraturan pelaksanaannya;
f. Penerima Hak Jaminan memberitahukan
Pembebanan Hak Jaminan melalui SRG-Online
kepada Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang,

3
dengan menggunakan Model Formulir yang telah
ditentukan dan menyampaikan pemberitahuan
dimaksud dengan melampirkan:
i. Bukti Konfirmasi Resi Gudang Dapat
Dibebani Hak Jaminan dari Pusat
Registrasi;
ii. fotokopi Perjanjian Pembebanan Hak
Jaminan Atas Resi Gudang; dan
iii. fotokopi Resi Gudang, paling lambat
pada hari berikutnya setelah
penandatanganan Perjanjian Pembebanan
Hak Jaminan Atas Resi Gudang. Resiko
yang timbul akibat kelalaian atau
kesengajaan Penerima Hak Jaminan
dalam hal keterlambatan atau tidak
memberitahukan Pembebanan Hak
Jaminan sepenuhnya menjadi tanggung
jawab Penerima Hak Jaminan;
g. Pusat Registrasi melakukan pemutakhiran status
Resi Gudang dan mencatat Pembebanan Hak
Jaminan ke dalam buku Daftar Pembebanan Hak
Jaminan;
h. Pusat Registrasi mengirimkan bukti konfirmasi
telah diterima dan telah dilakukannya pencatatan
pemberitahuan pembebanan Hak Jaminan
melalui SRG-Online kepada penerima Hak
Jaminan, pemberi Hak Jaminan dan Pengelola
Gudang, dengan menggunakan Model Formulir
yang telah ditentukan, paling lambat pada hari
berikutnya setelah berkas pemberitahuan
pembebanan Hak Jaminan telah diterima dengan
lengkap.

3
Apabila terdapat perubahan catatan pembebanan Hak
Jaminan maka Penerima Hak Jaminan memberitahukan adanya
perubahan pembebanan Hak Jaminan melalui SRG-Online
kepada Pusat Registrasi dengan menggunakan Model Formulir
yang telah ditentukan, kemudian Pusat Registrasi melakukan
verifikasi mengenai identitas pihak pemberi dan penerima hak
jaminan dan verifikasi data perubahan pembebanan Hak
Jaminan, untuk kemudian dicatat perubahannya ke dalam Buku
Daftar Pembebanan Hak Jaminan. Pusat Registrasi
menyampaikan bukti konfirmasi telah diterimanya
pemberitahuan dan telah dilakukannya pencatatan perubahan
pembebanan Hak Jaminan melalui SRG-Online kepada
penerima Hak Jaminan, pemberi Hak Jaminan dan Pengelola
Gudang, paling lambat pada hari berikutnya setelah Penerima
Hak Jaminan memberitahukan perubahan pembebanan Hak
jaminan kepada Pusat Registrasi.

3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hak kebendaan adalah adalah hak yang memberikan kekuasaan


langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hak kebendaan
dibedakan menjadi dua, yaitu hak kebendaan yang memberikan jaminan
(gadai, hipotek, hak tanggungan, fidusia), dan hak kebendaan yang
memberikan kenikmatan (hak milik, bezit). Keberadaan lembaga
jaminan amat diperlukan karena dapat memberikan kepastian dan
perlindungan bagi penyedia dana/kredit (kreditor) dan penerima
pinjaman atau debitor. Oleh karenanya perjanjian utang piutang atau
perjanjian kredit/perjanjian pembiayaan selalu diikuti dengan perjanjian
jaminan untuk pengamanan apabila terjadi cidera janji dari debitor.
Fungsi utama jaminan adalah untuk meyakinkan bank/kreditor bahwa
debitor mempunyai kemampuan untuk melunasi utang yang diberikan
kepadanya sesuai persyaratan dan Perjanjian Kredit yang telah
disepakati. Jaminan yang diberikan dapat berbentuk jaminan
perorangan/ penanggungan ataupun jaminan kebendaan. Dalam utang
piutang/kredit perbankan, jaminan kebendaan lebih diutamakan.
Jaminan kebendaan tersebut meliputi Hak Tanggungan, Gadai, Hipotek
dan Jaminan Fidusia.
Hak kebendaan (zakelijk recht) adalah hak mutlak atas suatu
benda, hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan
dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Hak kebendaan lawannya
adalah hak perorangan (persoonlijk recht), yang merupakan bagian dari
hukum perdata. Hak kebendaan dalam BW dapat dibedakan menjadi
hak kebendaan yang memberikan jaminan (zakelijk zekenheidsrecht),
contoh: gadai, hipotek, hak tanggungan, fidusia dan hak kebendaan
yang memberikan kenikmatan (zakelijk genotsrecht) contoh: hak milik,
bezit.
3
Hak kebendaan mempunyai ciri-ciri unggulan antara lain
bersifatmutlak, asas droit de suite, asas prioritas, asas droit de
preference, dan gugat kebendaan.
Bahwa lahirnya hak kebendaan yang bersifat memberikan
jaminan, yaitu Hipotek, Hak Tanggungan, dan juga Fidusia
digantungkan pada penerapan dari asas publisitas, yaitu dengan
mendaftarkan ke kantor pendaftaran. Konsekuensi lahirnya hak
kebendaan membawa akibat melekatnya ciri-ciri unggulan dari hak
kebendaan. Pada lembaga jaminan gadai tidak ada ketentuan tentang
kewajiban pendaftaran dan lembaga pendaftaran, sehingga perwujudan
dari asas publisitas, yaitu dengan cara benda gadai diserahkan ke
pemegang gadai (kreditor) atau pihak ketiga.

3
DAFTAR PUSTAKA

Johannes Gunawan, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak


Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, Cet. 6, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti,1996)

Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 19,


(Jakarta:PradyaParamita, 1985)

R. Subekti, Hukum Perjanjian…

Sri Soedewi Masjchoen Sofwam, Hukum Perdata: Hukum Benda, Cet. 4,


(Yogyakarta: Liberti, 1981)

Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011)


Pasal 1 Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung : Alpabeta,
2009)

Tri Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di


Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006)
Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, (Jakarta : Mizan Pustaka,
2011)

Purwadi Patrik dan Kashadi.Hukum Jaminan, (Semarang : Fakultas Hukum


Universitas Diponegoro)

Pasal 15 Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia


“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah” ,

3
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1996/4TAHUN~1996UUPenj.htm , diakses
pada tanggal 22 Juni 2022, pukul 23:20 WIB.

Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka


Komoditi Nomor:09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 Tanggal 24 Juli 2008,
Tentang Pedoman Teknis Penjaminan Resi Gudang.

Anda mungkin juga menyukai