DISUSUN OLEH ;
MIDRAL MUTTAQIN
M.AMMAR FERNANDA
MUHAMMAD RIDHO
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya rahmat dan hidayah-
nya, saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dalam rangka pengembangan “ILMU
TENTANG HUKUM PERDATA “,kami telah membuat makalah ini dengan semaksimal
mungkin walaupun masih banyak kekurangan dan kejanggalan,semoga saran dan kritikan dari
pembaca dapat menambah ilmu kami
Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang
pengetahuan hokum perdata kusus nya pada jaminan kebendaan untuk benda yang tidak
bergerak. Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat menjadi konstribusi
positif bagi pengembang wawasan pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar belakang masalah………………………………………...………. 1
B. Rumusan masalah…………………………………………………...…… 1
C. Tujuan masalah.......…………………………………………………....... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur pemegang hipotik.
Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232.
Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok agrarian
(UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah
dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Hipotik itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak
bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda
itu. Dari paparan latar belakang masalah di atas tentang hipotik, penulis tertarik untuk menggali
lebih dalam lagi mengenai hipotik ini dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Hipotek?
2. Apa saja sifat-sifat Hipotek?
3 Apa saja Objek dan Subjek Hipotek?
4. Bagaimana surat kuasa memasang Hipotek?
5. Bagaimana akta hipotek?
6 Bagaimana Penghipotekan atas kapal laut?
7 Bagaimana Penghipotekkan atas pesawat udara?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hipotek
2. Untuk mengetahui sifat-sifat Hipotek
3. Untuk Mengetahui Objek dan Subjek Hipotek
4. Untuk mengetahui surat kuasa memasang hipotek
5. Untuk mengetahui akta hipotek
6. Untuk mengetahui penghipotekan atas kapal laut
7. Untuk mengetahui penghipotekan atas pesawat udara
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak (benda
tetap) : jadi benda jaminan hipotek yang menjadi objek hipotek itu kebendaan yang tidak
bergerak (benda tetap).
2. Hipotek merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang (sejumlah uang) yang
sebelumnya diperjanjikan dalam suatu akta, karenanya pemegang hipotek tidak berhak
untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan itu.
3. Walaupun pemegang hipotek tidak diperkenankan untuk menguasai dan memiliki
kebendaan jaminan yang dihipotekkan tersebut, namun diperkenankan untuk
diperjanjikan untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan parate eksekusi
kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi.
4. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegang hipotek,
baha debitur cedera janji, kreditor (pemegang hipotek) berhak menjual kebendaan
jaminan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain.
Kalau demikian sama halnya dengan gadai, juga hipotek menurut sifatnya
merupakan accessoir pada suatu piutang, Artinya perjanjian jaminan kebendaan hipotek ini akan
ada, apabila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang menimbulkan
hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya dengan kebendaan yang tidak
bergerak. Perjanjian utang piutang tersebut harus dituangkan atau ditetapkan dalam suatu akta.
Jelalah, bahwa tujuan pembebanan hipotek untuk memberikan kepastian hukum yang kuat bagi
kreditor-kreditor (Pemegang Hipotek) dengan menjamin pelunasan piutangnya dari kebendaan
yang dihipotekkan, jika debitur cedera janji. Dengan demikian, hipotek merupakan hak
kebendaan yang bersifat memberi jaminan bagi pelunasan utang tertentu yang timbul dari
hubungan hukum utang piutang sebagai perikatan pokoknya.1
1 Rachmadi usman. Hukum Jaminan Keperdataan. (Jakarta: Sinar Grafika. 2008), hal. 245
B. SIFAT-SIFAT HIPOTEK
Sebagai hak kebendaan yang memberi jaminan atas kebendaan tidak bergerak maka sifat-
sifat yang melekat pada hipotek itu, adalah :
Kelahiran dan keberadaan hak hipotek ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya, dengan hapusnya utang yang dijamin pelunasannya maka hak hipotek hapus
karenannya.
Dengan adanya sifat hipotek tidak dapat dibagi-bagi, maka hak hipotek membebani atau
menindih secara utuh atau keseluruhan kebendaan jaminan dan setiap bagian daripadanya. Telah
dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian kebendaan
jaminan dari beban hak hipotek, melainkan hak hipotek itu tetap membebani atau menindih
secara keseluruhan atas benda jaminan untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Dalam pasal 1163 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan : Benda-benda itu tetap dibebani
dengan hak tersebut, di dalam tangannya siapapun ia berpindah. Dari ketentuan pasal tersebut,
sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hak hipotek itu tetap mengikuti kebendaannya
yang dijaminkan di dalam tangan siapapun kebendaan jaminan itu berada atau dipindah.
Walaupun kebendaan jaminannya sudah berpindah tangan dan selanjutnya menjadi milik pihak
atau orang lain, kreditor (pemegang hipotek) masih tetap dapat menggunakan haknya untuk
menuntut pelaksanaan eksekusi guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitur wanprestasi.
Bertalian dengan kewajiban untuk mendaftarkan ikatan hipotek dalam suatu register
umum yang diadakan untuk itu, ketentuan dalam pasal 1179 KUHPdt menyatakan :
a) Pembukuan segala ikatan hipotek harus dilakukan dalam register-register umum yang
diadakan untuk itu.
b) Jika pembukuan yang demikian tidak dilakukan, maka suatu hipotek tidaklah
mempunyai sesuatu kekuatan apapun, bahkan pula terhadap orang-orang yang berpiutang
yang tidak mempunyai ikatan hipotek.
5. Hipotek Atas Benda Tertentu (Mengandung Pertelaan (Asas Spesialitas))
Sama halnya dengan hak tanggungan, suatu objek hipotek dapat pula dibebankan dengan
lebih dari satu hipotekguna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat
pemegang hipotek peringkat pertama, pemegang hipotek peringkat kedua, penmegang hipotek
peringkat ketiga dan seterusnya. Peringkat pemegang hipotek tersebut diatur dalam pasal 1181
KUHPdt, yang menyatakan :
DidahulukanSesuai dalam pasal 1134 ayat (2) KUHPdt , piutang atas gadai dan hipotek lebih
didahulukan atau tinggi dari privelege, yang eksitensinya diberikan undang-undang, tidak
didasarkan kehendak para pihak, sepanjang oleh undang-undang tidak ditentukan lain. Dengan
demikian, hipotek mengandung hak untuk lebih didahulukan dalam pelunasan utang tertentu
yang diambil dari hasil pendapatan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek. Pemegang
hipotek didahulukan dibanding dengan kreditor lain, akan tetapi jangan lupa ia didahulukan
hanya untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang tertentu yang dihipotekkan saja.
Apabila hasil penjualan benda jaminan tidak mencukupi untuk melunasi piutangnya, maka untuk
selebihnya ia tetap berhak menagih dari debitur, tetapi hanya sebagai kreditor konkuren saja.
Ketentuan dalam pasal 1176 ayat (1) KUHPdt menyatakan : suatu hipotek hanyalah sah, sekadar
jumlah uang untuk mana ia telah diberikan adalah tentu dan ditetapkan dalam akta. Dari bunyi
pasal tersebut, jelas bahwa dalam akta hipotek harus disebutkan secara pasti jumlah (jumlah
tertentu) uang yang merupakan utang yang dibebani dengan hipotek. Dengan kata lain dalam
akta hipotek harus disebutkan secara jelas dan tegas mengenai jumlah uang untuk
mana(nilaipenjaminan) yang diberikan oleh pemberi hipotek, yang nantinya akan diikat sebagai
jaminan utang dengan hipotek.2
2 J. Satrio. Hukum Jaminan dan Hak-Hak Jaminan Kebendaan. (Bandumg. PT Citra Aditya Bakti.
2002). hal. 98-103
C.OBJEK HIPOTEK
Ketentuan dalam pasal 1164 KUHPdt, menyebutkan benda-benda yang dapat dibebani dengan
hipotek hanyalah :
Selain itu di KUHPdt terdapat benda yang dalam perspektif KUHPdt merupakan benda
bergerak, berhubung dapat berpindah-pindah atau dipindahkan, namun ketika benda itu hendak
dibebankan sebagai jaminan utang, maka pembebanannya dilakukan dengan hipotek yaitu
terhadap kapal-kapal yang ukuran volume kotornya paling sedikit 20m3 seagaimana disebutkan
dalam pasal 314 ayat (3) dan ayat (4) KUH dagang, yang bunyinya
D. SUBJEK HIPOTEK
Subjek hipotek yakni mereka yang membentuk perjanjian penjaminan hipotek, yang
terdiri atas pihak yang memberikan benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemberi
hipotek dan pihak yang menerima benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemegang
hipotek. Bertalian dengan subjek hipotek ini, ketentuan dalam pasal 1168 KUHPdt menetapkan
bahwa : hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindahtangankan
benda yang dibebani.
Jadi, hipotek hanya dapat diletakkan oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap kebendaan jaminan hipotek yang akan dihipotekkan tersebut. Dengan
kata pemberi hipotek haruslah mereka yang mempunyai kewenangan untuk memindah
tangankan terhadap benda yang akan dihipotekkan tersebut, baik terhadap debitur maupun
penjamin pihak ketiga.
Dalam kenyataannya tidak semua pihak yang berpiutang (kreditor) langsung memasang
hipotek atas kebendaan yang dijaminkan. Pada umumnya mereka hanya berbekal memang surat
kuasa memasang hipotek yang dibuat oleh pemberi hipotek, yang akan dipergunakan pada waktu
pihak yang berutang (debitur) dinilai telah cedera janji. Jadi pemasangan hipoteknya akan
dilakukan oleh pihak yang berpiutang atas dasar kuasa memasang hipotek tersebut apabila
terlihat adanya indikasi pihak yang berpiutang cedera janji. Selama tidak ada indikasi pihak yang
berutang maka pihak yang berpiutang tidak akan memasang hipotek terhadap kebendaan yang
dijadikan jaminan utang oleh pihak yang berpiutang. Akhirnya perbuatan yang demikian ini telah
melembaga didalam praktik perkreditan perbankan.
Bank kreditor adakalanya tidak segera memasang hipotek atas benda jaminan, karena merasa
cukup aman hanya dengan memegang kuasa untuk memasang hipotek dari pemberi jaminan.
Pertimbangan-pertimbangan kreditor untuk tidak segera memasang hipotek dari pemberi
jaminan. Pertimbangan-pertimbangan kreditor untuk tidak segera memasang hipotek bisa
bermacam-macam, antara lain :
Dengan memiliki dan membuat surat kuasa memasang hipotek, maka kreditor mempunyai
beberapa keuntungan, yaitu :
1) Kuasa memasang hipotek dapat dibuat dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan
dengan membuat akta hipotek.
2) Kuasa memasang hipotek dapat dibuat dimana saja dalam wilayah indonesia
sedangkan membuat akta hipotek hanya boleh dibuat dikantor pejabat yang wilayah
kerjanya meliputi kecamatan atau kabupaten dalam mana benda jaminan yang akan
dibebani hipotek itu berada.
3) Denga kuasa memasang hipotek itu, kreditor dapat saja tanpa bantuan pemilik benda
jaminan memasang hipotek
4) Biaya untuk membuat kuasa memasang hipotek yang minimal 1/4% dari jumlah rupiah
pembebanan hipotek.
Pemberi jaminan dengan cara memegang kuasa memasang hipotek juga mempunyai beberapa
kelemahan yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1) Kreditor selama belum ada pemasangan hipotek hanya berkedudukan sebagai kreditor
konkuren saja. Dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan benda yang
dijaminkan, ia harus bersaing dengan kreditor lainnya.
2) Dalam hal ada sita jaminan yang diletakkan oleh kreditor yang lain, maka pemasangan
hipotek tidak banyak menolong lagi.3
F. AKTA HIPOTEK
Akta hipotek merupakan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris sebagai
pejabat umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk
pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal sebagai
yang bersifat fakultatif. Adapun hal-hal yang bersifat fakultatif tergantung kepada para pihak
3 Rachmadi usman. Hukum Jaminan Keperdataan. (Jakarta: Sinar Grafika. 2008), hal. 267-269
untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan didalam akta hipotek. Yakni berupa janji-janji
yaitu :
a) Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda yang menjadi objek jaminan hipotek
apabila debitur cedera janji.
b) Janji yang membatasi kewenangan pemberi hipotek untuk menyewakan benda yang
menjadi objek jaminan hipotek.
c) Janji yang diberikan oleh pemegang hipotek pertama, bahwa benda yang menjadi objek
jaminan hipotek tidak akan dibersihkan dari hipotek.
d) Janji bahwa pemegang hipotek akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang
asuransi yang diterima pemberi hipotek untuk pelunasan piutangnya, jika benda yang
menjadi objek jaminan hipotek yang diasuransikan.
Di dalam pasal 1178 ayat (1) KUHPdt, dalam Akta Hipotek dilarang untuk diperjanjikan
secara serta merta kreditor menjadi pemilik benda yang menjadi hipotek objek jaminan hipotek
karena debitur cedera janji. Apabila hal ini diperjanjikan klausul demikian dianggap tidak pernah
ada atau batal demi hukum.
Secara yuridis perumusan pengertian kapal disebutkan dalam ketentuan pasal 309 ayat (1) KUH
Dagang yang menyatakan :
“Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun, dan dari macam apapun juga”.
Ketentuan dalam pasal 1 peraturan pendaftaran kapal dan balik nama kapal (regeling van de
teboekstelling van schepen staasblad 1933 nomor 48 juncto menyatakan yang diartikan dengan
kapal yaitu :
“kapal adalah sebuah kapal yang dimaksudkan dalam pasal 309 KUH Dagang, berukuran
sekurang-kurangnya 20m3”.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1 angka 2 dihubungkan dengan penjelasan atas pasal 1
angka 2 undang-undang nomor 21 tahun 1992, serta ketentuan dalam pasal angka 36 dan
dihubungkan dengan penjelasan atas pasal 4 Undang-undang nomor 17 tahun 2008, maka yang
dimaksud kapal ialah :
a) Kapal yang digerakkan oleh atau dengan tenaga angin seperti kapal layar.
b) Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik, yaitu kapal yang mempunyai alat
penggerak mesin, seperti kapal motor, kapal uap, termasuk kapal yang digerakkan dengan
tenaga energi lainnya, seperti kapal dengan matahari dan kapal nuklir.
c) Kapal yang digerakkan dengan ditunda yaitu kapal yang bergerak dengan menggunakan
alat penggerak kapal lain.
d) Kendaraan dibawah permukaan air, yaitu jenis kapal yang mampu bergerak dibawah
permukaan air seperti kapal selam.
Adapun benda-benda yang merupakan alat perlengkapan dari kapal itu misalnya sebagai berikut :
a) Anjungan (bridge) yaitu bagian kapal yang teratas, dimana nahkoda dan para mualim
berada untuk mengatur jalannya kapal.
b) Lunas kapal, yaitu bagian kerangka kapal yang terbawah sendiri, terbuat dari besi, dan
kalau lunas itu dilepaskan dari kerangka kapal, maka kapal itu rusak, sebab tidak
mempunyai lunas.
c) Haluan kapal yaitu bagian kapal yang di muka sendiri dimana sendiri dimana sering
diberi hiasan menurut kesukaan pemilik kapal, kalau haluan kapal itu dibongkar, maka
kapal menjadi rusak.
d) Buritan kapal yaitu bagian kapal sebelah belakang sendiri dimana terletak alat kemudi
dan lain-lain. Kalau buritan kapal itu dibongkar maka kapal itu rusak.
Dalam pasal 1 ayat (1) dan pasal 2 besluit tentang surat-surat laut dan Pas-pas kapal
ditetapkan mengenai siapa yang menjadi subjek kapal indonesia, yaitu sebagai pemilik kapal laut
indonesia tersebut, yaitu :
Adapun bentuk surat tanda kebangsaan kapal indonesia tersebut sebagaimana diatur dalam ayat
(2) pasal 41 PP Nomor 51 Tahun 2002 yaitu :
a) Surat laut untuk kapal-kapal yang berlayar di perairan laut dengan tonase kotor 175
(GT.175) atau lebih.
b) Pas tahunan untuk kapal-kapal yang berlayar diperairan laut dengan tonase kotor
7 (GT.7) dan sampai dengan tonase kotor kurang dari 175 (<GT.175).
c) Pas kecil untuk kapal-kapal yang berlayar diperairan laut dengan tonase kotor kurang dari
7 (<GT.7).
d) Pas perairan daratan untuk kapal-kapal yang berlayar diperairan daratan.
Kapal yang telah memperoleh nasionalitasnya atau kebangsaan negara tertentu, berhak untuk
menikmati hak khusus menurut hukum internasional, yaitu :
a) Kapal tersebut berada dibawah yuridiksi negara benda kapal dalam hal pengaturan
administratif, yaitu perihal kelaikan laut dan hukum pidana atas kejahatan awak kapal
yang dilakukan di atas kapal yang bersangkutan.
b) Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas
kapal yang membawa benderanya.
c) Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari negara bendera
kapal yang diberikan pada warga negaranya.
d) Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagi bukti pemilikan walaupun diberbagai negara
bukti itu tidak mutlak. Keadaan semuanya menandakan adanya effective control dari
negara bendera kapal tersebut.
3) Pengukuran, Pendaftaran, Dan Penetapan Kebangsaan Kapal
Setiap kapal yang akan dioperasikan wajib dilakukan pengukuran atas kapal yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 155-157 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, jadi
pengukuran kapal yang dimaksud ada 3 metode yaitu :
a) Pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 meter,
metode pengukuran dalam negeri adalah metode pengukuran yang ditetapkan pemerintah
Indonesia yang diterapkan pada kapal-kapal indonesia yang tidak tunduk pada ketentuan-
ketentuan konvensi internasional tentang pengukuran kapal.
b) Pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 meter atau lebih,
metode pengukuran internasional adalah metode pengukuran yang ditetapkan pemerintah
indonesia berdasarkan konvensi internasional tentang pengukuran kapal.
c) Pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu, metode pengukuran
khusus dipergunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati
terusan tertentu antara lain metode pengukuran terusan suez dan metode pengukuran
terusan panama.
Kapal-kapal yang telah diukur dan mendapat surat ukur dari indonesia tidak harus wajib untuk
didaftarkan di indonesia, ketentuan pasal 158 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008
menyatakan :
a) Kapal yang telah diukur dan mendapat surat ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh
pemilik kepada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang ditetapkan oleh
Menteri.
b) Kapal yang dapat didaftar di Indonesia adalah :
o Kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7
o Kapal milik warga negara indonesia atau badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
o Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang
mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
o Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia.
o Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta
pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang
telah didaftar.
o Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang tanda pendaftaran.
Pendaftaran hak milik atas kapal itu dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal indonesia, selain itu dikenal pula bukti hak milik atas kapal, yang merupakan
dokumen kepemilikan yang disampaikan oleh pemilik kapal pada saat mendaftarkan kapal antara
lain berupa :
Selanjutnya pada kapal yang telah didaftar dalam kapal indonesia wajib dipasang tanda
pendaftarannya, yang berisikan rangkaian angka dan huruf yang terdiri dari angka tahun
pendaftaran, kode pengukuran dari tempat kapal didaftar, nomor urut akta pendaftaran dan kode
kategori kapal. Sesuai dengan ukuran kapal, maka kapal yang telah terdaftar dalam daftar kapal
Indonesia dan dipergunakan untuk berlayar dilaut, akan diberikan surat tanda kebangsaan kapal
indonesia, yang dapat berupa bentuk Surat Laut, Pas Besar Dan Pas Kecil Serta Pas Sungai Dan
Danau.4
Sebelum penjelasan atas pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 menyatakan :
“Dalam peraturan pemerintah diatur antara lain mengenai syarat dan tata cara pembebanan
Berkenaan dengan pembebanan hipotek atas kapal, ketentuan dalam Pasal 33 PP Nomor 51
Tahun 2002 menetapkan, bahwa pembebanan hipotek atas kapal harus dilakukan dengan
pembuatan akta hipotek atas pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal ditempat kapal
terdaftar, yang dilengkapi dokumen-dokumen berupa :
Dalam bidang hukum perdata, status hukum pesawat udara merupakan benda tidak bergerak. Hal
ini menyangkut aspek pemberian status menurut klasifikasi hukum perdata khususnya tentang
kebendaan yang masih dianut oleh mayoritas negara di dunia. Dalam pasal 9 Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1992 ditetapkan, bahwa pesawat udara yang akan dioperasikan di Indonesia
wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Tidak semua pesawat udara Indonesia wajib
mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, terkecuali pesawat udara sipil yang didaftarkan di
negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan syarat dibawah ini :
a. Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia
b. Dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioprasikan oleh warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya
minimal dua tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa
guna usaha atau bentuk perjanjian lainnya
c. Dimiliki oleh instansi pemerintah
d. Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan oleh pemerintah
2) Hipotek atas Pesawat Udara
a. Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan
Indonesia dapat dibebani hipotek.
b. Pembebanan hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus didaftarkan.
c. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Ketentuan yang memungkinkan pesawat udara untuk bisa dibebani dengan jenis lembaga
jaminan lain di luar hipotek, secara yuridis formal dan juga mengikuti alur konsistensi,
sebenarnya tidak mungkin atau bahkan arti istilah dapat dibebani hipotek pada pasal 12 Undang-
undang Nomor 15 Tahun 1992 lebih cenderung diberi makna harus namun bukan bertendensi
imperatif, sebaliknya hanya bernuansa ekonomis, terutama dari sudut kepentingan penyandang
dan atau pihak pemberi fasilitas kredit, artinya, pesawat udara yang telah didaftar dan
bernasiolitas Indonesia, kalau dijadikan jaminan hanya bisa dibebani dengan hipotek saja sadar
dengan strategi kebutuhan ekonomi.
Terdapat beberapa alasan yang dilazim turut dipertimbangkan oleh pihak penerima jaminan
kreditor pesawat udara, mengingat adanya risiko yang melekat udara sebagai objek jaminan,
yaitu :
1) Berkurangnya nilai susut teknis suatu pesawat udara, karena penggunaan yang terus
menyebabkan harga pesawat udara bergantung sekali pada perawatan dan perbaikan
maintenance and repair pesawat secara teratur.
2) Pesawat sangat peka terhadap berbagai bahaya dan kemungkinan terjadinya kecelekaan
yang disebabkan oleh suatu hal yang tidak ada kaitannya langsung dengan pesawat udara,
seperti akibat cuaca buruk, tindakan teroris, dll. Objek jaminan dapat musnah seketika
atau mengalami kerusakan berat, sehingga untuk menutup kerugian tersebut selalu
dibutuhkan penutupan polis asuransi yang yang tidak kecil jumlahnya.
3) Suatu pesawat udara selalu berpindah tempat terutama pesawat yang digunakan untuk
pengangkutan internasional, sehingga dapat menyulitkan pihak pemberi modal kreditor
maupun pemegang hak lainnya yang akan mengadakan eksekusi pesawat udara tersebut.
4) Terbatas pasaran untuk pesawat-pesawat udara bekas di negara yang bersangkutan.
5) Belum diaturnya kewajiban pendaftaran perdata recordation dari hak-hak kebendaan
yang diletakkan pada suatu pesawat udara diberbagai negara.
6) Khususnya penjaminan suku cadang, terutama engines atau motor polpusi pesawat
udara, dapat menimbulkan permasalahan sendiri. Antara lain kesulitan menjamin suku
cadang dengan hak jaminan yang sama yang telah diletakkan pada pesawat udara yang
bersangkutan, pengaturan penyimpanan suku cadang terpisah dari pesawat udara serta
pendaftaran perdata suku cadang.
Dalam pasal 11 Surat keputusan Menteri perhubungan Nomor SK 13/S/1971 dinyatakan : untuk
maksud pendaftaran pesawat, pembelian pesawat secara sewa beli hire purchase dapat dianggap
sebagai pemilikan sah dan memenuhi syarat-syarat untuk pendaftaran dengan ketentuan bahwa:
a. Dalam kontrak sewa beli tersebut, tidak terdapat kemungkinan untuk memiliki kembali
pesawat tersebut oleh si penjual secara langsung maupun tidak langsung.
b. Sewa beli tersebut disertai jaminan dalam bentuk morigage dari suatu bank atau
perusahaan kredit yang bonafide menurut pendapat Direktur Jenderal Perhubungan
Udara.
Terhadap pencoretan hipotek atas kapal laut, ketentuan dalam pasal 26 Peraturan Pendaftaran
Kapal dan Balik Nama Kapal menetapkan sebagai berikut :
1) Hipotek dicoret oleh pegawai pembatu atas permintaan tertulis dari yang berkepentingan
dengan diperlihatkannya oleh si pemohon grosse pengakuan utang dengan hipotek yang
telah diberi tanda lunas, atau surat keterangan dari si pemegang hipotek yang menyetujui
pencoretan itu.
2) Pencoretan hak kebendaan lainnya dan jaminan dilakukan dengan cara yang sama atau
diperlihatkan surat keterangan dari yang berhak, yang menyatakan bahwa hak itu telah
gugur.
3) Pencoretan dilakukan pula apabila sebagai pengganti surat-surat yang dimaksudkan
dalam ayat 1 dan ayat 2 diperlihatkan surat keputusan hakim yang mutlak
yangmemeritahkan pencoretan.
4) Pegawai pembantu dalam segala hal meminta penyerahan salinan surat-surat yang
menjadi dasar pencoretan dan penyimpanannya apabila surat itu akta autentik, maka
pegawai pembantu meminta salinan yang autentik pula.5
BAB III
PENUTUP
5 http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/04/hipotik.html
Kesimpulan:
DAFTAR PUSTAKA