Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUKUM HAK TANGGUNGAN


DAN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH

Disusun Oleh :

Siti Alfiah 30302100010

Dosen Pengampu :
Dr. Ratih Mega Puspitasari, SH.,M.Kn

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG


TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Hukum yang berjudul “HUKUM
HAK TANGGUNGAN DAN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH ”.
Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya tugas ini, Semoga segala yang telah kita kerjakan merupakan bimbingan yang
lurus dari Yang Maha Kuasa.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita
semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini
kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum wr wb

Semarang, 15 Februari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................4


A. LATAR BELAKANG ......................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................5


A. HUKUM HAK TANGGUNGAN ....................................................................5
B. PEMINDAHAN ATAU PERALIHAN HAK ATAS TANAH ......................12

BAB III PENUTUP ...................................................................................................16


A. KESIMPULAN ...............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Globalisasi mendorong perkembangan ekonomi yang sangat pesat, sehingga diperlukan
kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi, khususnya bagi lembaga pemberi piutang seperti
bank dan lembaga keuangan lainnya, untuk menjamin kembalinya haknya. Banyak benda yang bisa
dijaminkan dalam perhutangan, bisa benda bergerak ataupun benda bergerak. Hak tanggungan
merupakan jaminan benda tak bergerak, tentang hak tanggungan ini mulai berlaku tanggal 19 april
1996 dengan UU No. 4 tahun 1996. Pada dasarnya, pada UU no. 5 tahun 1960 telah dijanjikan bahwa
akan diatur hak tanggungan sebagai hak yang memberi jaminan atas tanah dan benda-benda yang
berada atas tanah itu, baik berikut dengan benda-benda atas tanah tersebut atau tidak, akan dibuat
peraturannya oleh pemerintah.Berlakunya undang-undang hak tanggungan No.4 tahun 1996,
menghapus ketentuan tentang hipotik serta creditverband. Sebelum ada Undang-undang No. 4 Tahun
1996, yang dapat dijadikan jaminan hipotik adalah hak-hak tertentu atas tanah seperti : hak milik, hak
hak guna bangunan.
Hak pakai belum dimungkinkan untuk dijadikan jaminan untuk hutang. Tapi, pada Undang-
undang hak tanggungan tahun 1996, hak pakai tertentu yaitu yang wajib didaftarkan dan menurut
sifatnya dapat dipindah tangankan, telah dijadikan juga sebagai objek dari hak tanggungan. Undang –
undang hak tanggungan memiliki cakupan lebih luas disbanding undang-undang sebelumnya, terutama
dalam rangka peroses pembangunan secara besar-besaran dibidang ekonomi pada umumnya dan real
estateTidak semua kalangan masyarakat tahu apa saja bukti kepemilikan, lebih-lebih mendapatkan hak
atas tanah dan bangunan yang sah menurut hukum. Kepemilikan tanah yang sah harus sudah terdaftar
di BPN, sehingga setelah mengantongi bukti yang sah baru kita bisa mendapatkan nomor setoran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB).
Melihat latar belakang diatas, maka makalah ini akan membahas tentang hukum hak
tanggungan dan pemindahan hak atas tanah berikut penjelasannya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat kami simpulkan rumusan masalah sebagai berikut ;
1. Apa yang dimaksud dengan hukum hak tanggungan?
2. Bagaimana hak atas tanah dapat dialihkan, dan jenis hak atas tanah apa saja yang dapat
dialihkan?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Hak Tanggungan


1. Pengertian
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan pada hak atas tanah
sebagaimana di maksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,untuk pelunasan hutang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lain. Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa hak tanggungan :
➢ Merupakan hak jaminan untuk pelunasan hutang (kredit).
➢ Dapat di bebankan pada hak atas tanah, dengan atau tanpa benda di atasnya.
➢ Menimbulkan kedudukan di dahulukan daripada kreditor-kreditor lain.
Pengertian hak tanggungan sebagaimana dimuat dalam pasal 1 butir 1 UUHT di atas,
sangat dipengaruhi oleh asas pemisahan horizontal dalam hukum tanah berdasarkan UUPA.
Asas pemisahan horizontal ini menyebabkan hak atas tanah dapat dipisahkan dengan hak
atas benda-benda di atas tanah tersebut.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa banyak bangunan yang tidak dapat
dipisahkan dengan tanahnya, sehingga dimungkinkan obyek hak tanggungan adalah hak atas
tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, jika hal ini
dilakukan, maka para pihak harus menyatakannya secara tegas didalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) bahwa Hak Tanggungan tersebut adalah hak atas tanah beserta benda-
benda lain di atasnya.
2. Sifat hak tanggungan.
Hak tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti ditetapkan dalam pasal 2 UUHT.
Dengan sifatnya yang tidak dapat dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani
secara utuh obyek Hak Tanggungan. Artinya,apabila hutang (kredit) yang dijamin
pelunasannya dengan Hak Tanggungan baru di lunasi sebagian,maka Hak Tanggungan tetap
membebani seluruh obyek Hak Tanggungan. Klausula “kecuali jika diperjanjikan dalam
APHT” dalam pasal 2 UUHT,dicantumkan dengan maksud untuk menampung kebutuhan
perkembangan dunia perbankan, khususnya kegiatan perkreditan.

5
Dengan manggunakan klausula tersebut, sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak
Tanggungan dapat disimpangi, yaitu dengan memperjanjikan bahwa apabila Hak
Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, maka pelunasan kredit yang dijamin
dapat dilakukan dengan cara angsuran. Besarnya angsuran sama dengan nilai masing-masing
hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan
dari Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian setelah suatu angsuran dibayarkan, Hak
Tanggungan hanya akan membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa kredit
yang belum dilunasi.

3. Objek Hak Tanggungan


Di dalam pasal 4 UUHT diatur tentang pelbagai macam hak atas tanah yang dapat di
ijadikan objek Hak Tanggunghan, yaitu:
➢ Hak milik;
➢ Hak Guna Usaha;
➢ Hak Guna Bangunan;
➢ Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan;
➢ Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Selain hak-hak diatas tanah seperti dikemukakan di atas, yang dapat dijadikan objek
Hak Tanggungan adalah hak atas tanah berikut bangunan (baik yang berada diatas tanah
maupun dibawah tanah) tanaman dan hasil karya (misalnya candi,patung, gapura, relief)
yang telah ada atau akan ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang
merupakan milik pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan,
tanaman dan hasil karya tersebut harus dinyatakan dengan tegas didalam APHT yang
bersangkutan.
Apabila bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud diatas tidak
dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda
tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta (bersama)pada APHT yang
bersangkutan oleh pemilik bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, atau yang diberi
kuasa oleh pemilik benda-benda tersebut untuk menadatangani serta (bersama) APHT
dengan akta otentik. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan (SKMHT) atas benda- banda diatas tanah tersebut. Dengan penjelasan
umum UUHT, disebut 2 unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak
6
Tanggungan, yaitu:

➢ Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum yang
terdapat pada Kantor Pertahanan;
➢ Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan.
Berdasarkan kedua unsure mutlak diatas, apabila hak milik sudah diwakafkan maka,
hak milik tersebut tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan. Karena sesuai dengan
hakekat perwakafan yakni hak milik yang sudah diwakafkan merupakan hak milik yang
sudah dikekalkan sebagai hak milik keagamaan. Dengan demikian, semua hak atas tanah
yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci liannya tidak dapat
dijadikan objek hak tanggungan, sedangkan hak guna bangunan yang dapat dijadikan objek
hak tanggungan, meliputi hak guna bangunan diatas tanah Negara, diatas hak pengelolaan
maupun diatas tanah hak Negara. Adapun mengenai hak pakai, sebelum ditentukan UUHT
ini tidak dapat dijadikan objek jaminan pelunasan hutang, karena menurut UUPA hak pakai
tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar, sehingga tidak memenuhi syarat
publisitas.
Dalam perkembangannya sekarang hak pakai atas tanah Negara harus didaftarkan,
sehingga dapat dipindah tangankan. Hak pakai yang tidak dapat dipindah tangankan antara
lain hak pakai atas nama pemerintah, hak pakai atas nama badan keagamaan dan social, hak
pakai atas nama perwakilan Negara asing yang jangka waktu berlakunya tidak ditentukan
dan hak pakai tersebut diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan instansi
atau badan diatas. Hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat dijadikan objek hak anggungan,
karena hingga saat ini tidak terdapat kewajiban untuk mendaftarkan hak pakai diatas tanah
hak milik. Akibatnya, salah satu syarat mutlak agar suatu hak atas tanah dapat dijadikan
objek hak tanggungan tidak terpenuhi. Menurut pasal 4 ayat 3 UUHT, pembebanan hak
tanggungan atas hak pakai diatas tanah hak milik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Undang-undang hak tanggungan didaftarkan atas asas pemisahan horizontal
(horizontale scheiding), sebagai kebalikan dari pemisahan vertical (verticale scheiding).
Menurut BW yang belaku terdahulu, tanah dan bangunan yang didirikan atasnyamerupakan
suatu kesatuan. Dengan kata lain pemilik dari tanah adalah pemilik bangunan yang ada
diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan vertical. Menurut hukum adat bisa saja pemilik
tanah berlainan dari pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan
7
horizontal dan karena undang-undang pokok agraria tahun 1960 menyatakan bahwa hukum
adapt yang dipakai sebagai dasar, maka tidak mengherankan jika pemakaian asas horizontal
ini dipakai dalam system hak tanggungan.

4. Tata cara pemberian hak tanggungan


Setelah terjadi kesepakatan hutang piutang dengan hak tanggungan antara kreditor dan
debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
➢ Membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain berupa perjanjian
pemberian kredit atau akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak
tanggungan.
➢ Membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte
pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT.
➢ Melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yang sekaligue
merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.

Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian pemberian kredit
yang dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan akte dibawah tangan atau dengan
akte otentik. Perjanjian ini merUpakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian
hak tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Dalam
pemberian hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jikan
dengan lasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang bersangkutan tidak dapat hadir
sendiri, maka ia wajib menunjuk kuasa dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan
yang berbentuk akte otentik. Pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat
dilakukan oleh notaris / PPAT yang keberadaannya sampai di wilayah kecamatan. Hak
tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan tersebut dibukukan dalam buku tanah dikantor
pertanahan. Pendaftaran menentukan kedudukan kreditor sebagai kreditor diutamakan
terhadap kreditor-kreditor lain dan menentukan peringkat kreditor dalam hubungannya
dengan kreditor lain yang juga pemegang hak tanggungan atas tanah yang sama sebagai
jaminannya. Peringkat masing-masing hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal
pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak tanggungan yang didaftar pada
tanggal yang sama ditentukan menurut nomor urut APHTnya, hal ini dimungkinkan karena
pembuatan beberapa APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat dilakukan oleh
PPAT yang sama.
Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari
8
satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau
persil yang telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau
menjualnya, karena hak tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun
tanah itu berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam
APHT. Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap
keabsahan APHT. Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak
mencantumkan janji-janji tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT
yang kemudian didaftarkna pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut
mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga. Janji-janji yang dimaksud diatas antara
lain:
a. Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek
hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau
menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang hak tanggungan.
b. Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk
atau tata susunan objek hak tanggungan kecuali, dengan persetujuan tertulis dari
pemegang hak tanggungan.
c. Janji yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek
hak tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh ingkar janji.
d. Janji yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk
menyelamatkan objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukab untuk pelaksanaan
eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi
objek hak tanggungan kartena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-
undang.
e. Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas
kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor ingkar janji.
f. Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak
tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
g. Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek hak
tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
h. Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari
ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, apabila
9
objek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut
haknya untuk kepentingan umum.
i. Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari
uang asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika
objek hak tanggungan diasuransikan.
j. Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada
waktu eksekusi hak tanggungan.
k. Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji ini, sertifikat hak
tanah yang dibebani hak tanggungan akan diserahkan kepada pemberi hak tanggungan.

5. Eksekusi Hak Tanggungan.


Apabila debitor tidak memenuhi janjinya, yakni tidak melunasi hutangnya pada waktu
yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak tanggungan
pertama atau pemegang sertifikat hak tanggung andengan title eksekutorial yang tercantum
dalam sertifikat hak tanggungantersebut, berhak menjual objek hak tanggungan melalui
pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak didahulukan dari kreditor-
kreditor lain.
Menurut pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang
dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut
jatuh tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang sebagaiman mestimya sesuai dengan
perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang
macet adalah piutang Negara termasuk tagihan bank-banak pemerintah maka,
penyeslesaiannya melalui badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika
piutang tersebut milik bank swasta atau perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta
maka, penyelesaiannya melalui pengadilan negeri.
Sertifikat hak tanggungan diterbitkan oleh kepala badan pertanahan nasional dan dapat
langsung dimohonkan eksekusi jika, memuat irah-irah dengan kata-kata “demi keadilan
berdasarkan ketuhanan yang maha esa”, irah-irah tersebut memiliki kekuatan eksekutorial
yang sama dengan keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal
ini sesui dengan bagian ke-II dari nomor 9 memori penjelasan bagian hukum atas Undang-
undang hak tanggungan tahun 1996 yang menjelaskan lebih lanjut bahwa sertifikat hak
tanggungan yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hak tanggungan dibutuhkan
pencantuman irah-irah tersebut.
10
Menurut pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa kata-kata sacral “demi keadilan
berdasarkan ketuhanan yang maha esadicantumkan pada sertifikat hak tanggungan memiliki
kekuatan eksekutorial dengan kekuatan hukum tetap dan dinyatakan berlaku sebagai
pengganti grosse akte hipotik sepanjang mengenaii hak atas tanah. Dalam undang-undang
hak tanggungan tentang eksekusi belum diatur, maka peraturan mengenai eksekusi hipotik
yang diatur dalam HIR dan RBg berlaku sebagai eksekusi hak tanggungan, memang bahwa
sejak lahirnya undang-undang hak tanggungan.
Penyelesaian piutang melalui BUPLN dilaksanakan dengan menerbitkan surat paksa
atau surat pernyataan bersama dan jika melalui penmgadilan negeri, debitor akan
dipanggilan oleh ketua pengadilan negeri setelah ketua pengadilan negeri meneriam
permohonan dari kreditor. Awalnya penanggung hutang diminta untuk membayar secara
sukarela dengan melalui teguran dan diberi kesempatan selama 8 hari untuk membayarnya,
jika tidak dibayar, maka eksekusi akan dilanjutkan dengan menyita hartanya dan kemudian
dilelangkan untuk melunasi hutangnya. Dalam penyelesaian melalui pengadilan negeri
sebelumhak tanggungan dilelang, didahului dengan pengumuman dalam surat kabar
didaerah tersebut sebanyak dua kali dengan tenggang waktu 15 hari.
Apabila penjualan melalui pelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan
harga tinggi, maka atas kesepakatan pemberi dan penerima hak tanggungan, penjualan objek
hak tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan. Sampai pada saat pengumuman lelang
dikeluarkan, masih dapat dibatalkan jika hutang terlebih dahulu dibayar oleh pemilik hutang.
Jika hutang yang dijamin dengan hak tanggungan dilunasi, maka badan pertanahan akan
mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah dan sertifikat haka atas tanah yang
dijakdikan objek hak tanggungan atau dengan catatan dari kreditor pemberi hak tanggungan
meminta pada badan pertanahan untuk mencoretnya. Apabila kreditor tidak bersedia
memberikan pernyataan bahwa hutang telah lunas, maka pihak yang berkepentingan bisa
meminta melalui kepada ketua pengadilan negeri setempat, dengan penetapan pengadilan
negeri maka debitor memohon pencoretan pada kantor pertanahan.

11
B. Pemindahan atau Peralihan Hak Atas Tanah

1. Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan


hak berarti benar. Jadi peralihan hak atas tanah adalah memindahkan atau beralihnya
penguasaan tanah yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat
lainnya. Peralihan tersebut dapat dilakukan dengan cara menukar/memindahkan
tanah. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasan secara fisik tanah
yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan
untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan
fisiknya dilakukan pihak lain.

Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene
Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau
beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau
perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk
memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya (dalam hal ini subyek
hukumnya memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah).
Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek
hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa “Segala perbuatan
manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan
kewajiban-kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan
dinamakan perbuatan hukum”.
Perbuatan hukum itu terdiri dari:
a. Perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan
menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, misalnya pembuatan surat wasiat,
dan pemberian hadiah sesuatu (benda).
b. Perbuatan hukum dua pihak, ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan
menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya
membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain.

12
2. Jenis-jenis Cara Peralihan Hak Atas Tanah
Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum
pemindahan hak, yakni akan kami terangkan sebagai berikut ;
1) Pewarisan tanpa wasiat Menurut hukum perdata jika pemegang sesuatu hak atas tanah
meninggal, maka hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya.
2) Pemindahan hak Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat
yang terjadi karena peristiwa hukum dengan meninggaknya pemegang hak, dalam
perbuatan hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan
kepada pihak lain.
bentuk pemindahan haknya dapat berupa :
1) Pewarisan dari ayah atau ibu kepada anak atau dari kakek-nenek kepada cucu atau dari adik
kepada kakak atau sebaliknya kakak kepada adiknya dan lain sebagainya.
2) Hibah yaitu pemberian dari seseorang kepada orang lain.
3) Jual beli yaitu tanah tersebut dijual kepada pihak lain. Acara jual beli banyak tergantung dari
status subyek yang ingin menguasai tanah dan status tanah yang tersedia misalnya apabila
yang memerlukan tanah suatu Badan Hukum Indonsia sedangkan tanah yang tersedia
berstatus Hak Milik maka secara acara Jual Beli tidak bisa di laksanakan karena akan
mengakibatkan jual belinya batal demi hukum, karena Badan Hukum Indonesia tidak dapat
menguasai tanah Hak Milik. Namun kenyataannya dalam praktek cara peralihan hak dengan
jual beli adalah yang paling banyak ditempuh
4) Tukar menukar anatar bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang lain, dalam tukar
menukar ini bisa ada unsur uang dengan suatu pembayaran yang merupakan kompensasi
kelebihan atas nilai/ harga tanah yang satu dengan yang lainnya, bisa juga tanpa ada unsur
uang karena nilai tanah yang satu dengan yang lainnya sama.
5) Pembagian hak bersama bisa terjadi karena hak yang ada terdaftar atas nama bebertapa nama
sehingga untuk lebih memperoleh kepastian hukum para pihak melakukan pembagian atas
bidang tanah yang mereka miliki bersama-sama.
6) Pemasukan dalam perseroan yang menyebabkan hak atas tanahnya berubah menjadi atas
nama perseroan dimana seseorang tersebut menyerahkan tanahnya sebagai setoran modal
dalam perseroan tersebut.
7) Pelepasan hak, dilakukan karena calon pemegang hak yang akan menerima peralihan hak
atas tanah tersebut adalah bukan orang atau pihak yang merupakan subjek hukum yang dapat
menerima peralihan hak atas tanah yang akan dialihkan tersebut, sebagai contoh tanah yang
akan dilalihkan kepada suatu Badan Hukum Indonesia adalah tanah dengan status hak milik,
13
ini tidak bisa dilakukan karena Badan Hukum Indonesia bukanlah Subjek hukum yang dapat
menerima peralihan hak atas tanah dengan status hak milik
8) Lelang, umumnya dilakukan jika tanah yang akan dialihkan tersebut susah untuk
menemukan calon pembeli atau tanah tersebut merupakan jaminan pada bank yang sudah di
eksekusi lalu mau dijual.
9) Peralihan karena penggabungan atau peleburan perseroan yang menyebabkan ikut
beralihnya hak atas tanah yang merupakan asset perseroan yang diambil alih tersebut.

Jual-Beli, tukar Menukar, Hibah dan Pemasukan dalam perusahaan, demikian juga
pelkasanaan hibah wasiat, dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT, yang bertugas membuat
akatanya. dengan demikian perbuatan hukum yang bersangkutan dihadapan PPAT dipenuhi.
Untuk memperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya pemindahan
haknya didaftarkan pada kantor pertanahan setempat letak tanah tersebut berada, dengan tujuan
:
➢ Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak
yang terdaftar haknya, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
➢ Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah tertentu dan Satuan
Rumah Susun yang terdaftar.
➢ Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

3. Jangka Waktu Proses Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan InMenAg No.2 tahun 1999
Sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah di Indinesia Para Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia harus menyelesaikan setiap
permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dan sudah
dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagaimana dipersyaratakan dalam waktu 2 minggu
setelah tanggal penerimaan permohonan tersebut. Menyelesaikan semua tunggakan
permohonan peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dan sudah dilengkapi dengan
dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam waktu 3 bulan setelah tanggal instruksi ini

14
4. Hapusnya Peralihan Hak Atas Tanah
Peralihan Hak Atas Tanah dapat hapus dikarenakan sebagai berikut ;
a. Berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan sebagaimana ditetapkan dalam sertifikat
haknya menjadi hapus.
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang karena; Tidak dipenuhinya oleh pemegang hak
yang bersangkutan kewajiban-kewajiban tertentu atau dilanggarnya suatu larangan,
tidak dipenuhinya syarat-syarat atas kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian-perjanjian pemberian pemegang hak dan putusan pengadilan
c. Bila Subyek hak tidak lagi memenuhi syarat atau tidak dipenuhinya suatu kewajiban
dalam waktu satu tahun pemindahan/peralihan hak mi8lik atas tanah tidak dilepaskan
atau tidak dialihkan maka hapus karena hukum.
d. Dilepaskan atau diserahkan dengan sukarela oleh pemegang haknya.
e. Pencabutan haknya
f. Tanah yang bersangkutan musnah, karena proses alamiah ataupun bencana alam.
g. Tanahnya diterlantarkan.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari
satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau persil
yang telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya,
karena hak tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu
berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT.
Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan
APHT. Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-
janji tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian
didaftarkna pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut mempunyai
kekuatan mengikat pada pihak ketiga.
Peralihan hak atas tanah atau pemindahan hak tanah , sebagaimana yang dikutip oleh
Erene Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah
atau beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau
perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan
hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya. Peralihan hak atas tanah bisa terjadi
karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak.

16
DAFTAR PUSTAKA

A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju) 1990
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria, Pertanahn Indonesia, Jilid 2, (Jakarta, Prestasi Pustaka),
2004
Bahtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, (Bandung :
Alumni), 2005
CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) 1986
Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme
Fungsi Agraria, (Jakarta, Ghalia Indonesia) 1985
Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk
Pembangunan, (Jakarta: Universitas Trisakti), 2005, cet I
Kian Goenawan, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah dan Properti Prakti,(Yogyakarta: Best
Publisher), Cet I, 2009
Prof, Boedi Harsono, Hukum Agraia Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelasanaannya (Jakarta: Penerbit Djambatan), Edisi 2008
Suardi, SH, MH, Hukum Agraria (Jakarta: Badan Penerbit Alam), 2005

17

Anda mungkin juga menyukai