Anda di halaman 1dari 15

HUKUM JAMINAN UAS (HAK TANGGUNGAN)

HAK TANGGUNGAN (UU NOMOR 4 / 1996)

Diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1996. Undang-undang ini diadakan sebagai pelaksanaan dan amanat dari
undang-undang pokok agraria yang menghendaki adanya pengaturan mengenai jaminan untuk penjaminan hak-
hak atas tanah sehingga kemudian lahirlah UU Hak Tanggungan. Sebelum UU Hak Tanggungan ini lahir,
jaminan hak atas tanah menggunakan ketentuan mengenai hipotik yang ada di dalam KUHPerdata. Dalam
KUHPerdata, jaminan atas benda bergerak / gadai sedangkan penjaminan atas benda-benda tidak bergerak
menggunakan hipotik. Jadi pengaturan mengenai hipotik pada awalnya digunakan untuk semua jaminan atas
benda-benda tidak bergerak. Ketika muncul UU Hak Tanggungan maka ketentuan mengenai hipotik sepanjang
mengenai penjaminan hak atas tanah menjadi tidak berlaku. Sehingga UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan menghapuskan berlakunya hipotik terhadap penjaminan hak-hak atas tanah. Sehingga ketentuan
mengenai hipotik hanya berlaku untuk penjaminan benda-benda tidak bergerak selain tanah. Contohnya
penjaminan kapal terbang dan penjaminan kapal laut dengan bobot tententu dan barang-barang tersebut harus
termasuk ke dalam barang-barang yang sudah terdaftar dalam hukum Indonesia.

DEFINISI

 Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan :

Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut
hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat ditarik unsur-unsur :

 Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah menurut UUPA.

Jadi objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah. Di atas tanah seringkali terdapat benda-
benda yang menyatu baik menyatu karena alam atau dipersatukan karena perbuatan manusia. Contoh yang
menyatu karena alam yaitu tanaman yang tumbuh di atas tanah. Yang dipersatukan karena tindakan manusia
ialah bangunan-bangunan atau gedung.

 Disebutkan berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah.

Yang kemudian menunjukan bahwa hak tanggungan bisa hanya dijatuhkan hak atas tanahnya saja tanpa
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah ataupun penjaminan hak atas tanah berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah. Ketentuan ini didasarkan pada aturan dalam
hukum adat yang mengatur benda atau tanah bendasarkan asas pemisahan horizontal yakni membedakan antara
tanah dan bukan tanah. Pengaturan seperti ini berbeda dengan ketentuan dalam KUHPerdata yang mengatur
mengenai tanah dengan mendasarkan pada asas accessie atau asas persatuan vertikal sehingga penjaminan atas
tanah secara otomatis menyangkur benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah. Sedangkan
dalam UU Hak Tanggungan bahwa penjaminan hak atas tanah tidak otomatis berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah. Dalam praktiknya nanti diperjanjikan bahwa penjaminan hak atas tanah
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah.
 Yang dimaksud dengan untuk pelunasan utang tertentu

Ialah bahwa perjanjian hak tanggungan diadakan dalam rangka untuk menjamin pelunasan suatu utang
dan menjamin suatu nilai uang tertentu (kewajiban pembayaran sejumlah uang tertentu). Dari ketentuan ini
menunjukan bahwa hak tanggungan merupakan perjanjian yang bersifat accessoir yang diadakan semata-mata
untuk menjamin pemenuhan suatu perjanjian pokok tertentu, pada umumnya adalah perjanjian pinjam-
meminjam atau perjanjian utang piutang tetapi tidak berarti bahwa hak tanggungan hanya untuk menjamin
pelunasan atas suatu pelunasan perjanjian tersebut tetapi termasuk juga semua perbuatan hukum yang
melahirkan hubungan utang-piutang.

 Yang dimaksud dengan hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur lain
(Pasal 1 angka 1)

Ialah dengan diperjanjikannya hak tanggungan maka kreditur pemegang hak tanggungan berkedudukan
sebagai kreditur preferen atau kreditur yang kedudukannya lebih tinggi daripada kreditur lain (kreditur
konkuren). Jadi dengan diperjanjikan hak tanggungan maka tagihannya preferen dan krediturnya preferen.
Apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan dapat menjual barang jaminan melalui
pelelangan umum untuk pelunasan utang debitur. Kedudukan diutamakan terntu tidak mempengaruhi pelunasan
utang debitur terhadap kreditur-kreditur lainnya.

Hak tanggungan ini lahir karena diperjanjikan dan merupakan salah satu hak jaminan khusus
(kebendaan) yang lahir karena perjanjian. Perjanjian jaminan diatur dalam Buku II KUHPerdata sehingga
karakternya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Buku III karena merupakan perjanjian yang bersifat
obligatoir atau yang melahirkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Hak kreditur yaitu menuntut
pemenuhan prestasi dari debiturnya dan debitur wajib melakukan prestasi kepada krediturnya. Sedangkan
perjanjian jaminan diatur dalam Buku II mengatur tentang benda dan hak-hak kebendaan. Oleh karena itu
perjanjian jaminan yang diatur dalam Buku II merupakan perjanjian kebendaan yang melahirkan hak
kebendaan. Hak kebendaan yaitu hak yang menimbulkan hubungan antara seseorang dengan suatu benda.
Dengan diperjanjikan jaminan hak tanggungan maka menimbulkan hubungan hukum antara kreditur penerima
hak tanggungan terhadap objek hak tanggungan yang melahirkan hak kebendaan.

SUBJEK HAK TANGGUNGAN (Pasal 8 UU HT)

 Pemberi Hak Tanggungan : orang yang memberikan bendanya sebagai jaminan yaitu debitur yang
menjaminkan tanahnya sendiri atau pihak ketiga pemberi jaminan. Dapat perseorangan atau badan
hukum yang mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan
yang bersangkutan. (ayat 1).

Kalimat “mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum” dalam KUHPerdata disebut sebagai orang
yang mempunyai kewenangan bertindak bebas atas suatu benda. Namun dalam UU HT disebut mempunyai
kewenangan melakukan perbuatan hukum. Kedua istilah tersebut dapat disejajarkan bahwa yang dimaksud
orang yang mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum adalah sama dengan orang yang mempunyai
kewenangan bertindak bebas atas objek hak tangungan. Maksud kedua istilah tersebut ialah perbuatan hukum
berupa tindakan kepemilikan karena tindakan menjaminkan suatu barang termasuk dalam kelompok tindakan
kepemilikan. Tindakan seseorang atas suatu benda terbagi menjadi dua yaitu tindakan kepengurusan dan
tindakan kepemilikan yakni tindakan-tindakan yang bertujuan untuk beralihnya hak milik atau tindakan-
tindakan yang dapat berakibat terjadinya peralihan hak milik. Tindakan yang bertujuan untuk peralihan hak
milik seperti jual beli, tukar menukar, dan hibah.
Seseorang yang menjaminkam suatu barang memang dari semula tujuannya bukan untuk mengalihkan hak
milik melainkan tindakan tersebut dapat berakibat terjadinya peralihan hak milik dalam hal debitur wanprestasi,
maka kreditur mempunyai kewenangan menjual objek jaminan yang dalam hal ini objek hak tanggungan. Oleh
karena itu orang yang berhak memberikan jaminan hak tanggungan haruslah orang yang berkualitas sebagai
seorang pemilik barang. Ada yang selain pemilik barang yakni orang yang diberi kuasa oleh pemilik. Namun
prinsipnya, orang yang dapat menjaminkan suatu barang adalah pemiliknya.

Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan itu harus ada pada pemberi
hak tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan (ayat 2). Ayat ini memberikan kelonggaran
terhadap pihak pemberi hak tanggungan bahwa boleh saja pada awalnya pihak pemberi hak tanggungan belum
menjadi pemilik yaitu ketika proses awal pembuatan perjanjian hak tanggungan namun yang penting pada saat
pendaftaran hak tanggungan sudah menjadi pemilik objek hak tanggungan.

Contohnya : Seseorang membeli tanah. Untuk membayar harga pembelian tersebut maka ia harus menjaminkan
barang yang ia beli dan langsung dijaminkan sebagai objek perjanjian hak tanggungan. Oleh karena itu ketika
proses-proses perjanjian pemasangan hak tanggungan (pembuatan akta pemberian hak tanggungan) belum
terjadi peralihan hak milik karena peralihan hak atas tanah harus melalui proses pendaftaran tanah. Ketika awal
dibuat perjanjian hak tanggungan belum menjadi pemilik namun dilakukan sekaligus ketika pendaftaran hak
tanggungan dan diikuti dengan pendaftaran balik nama. Maka ketika pendafataran dilakukan kedudukan hak
tanggungan sudah menjadi pemilik objek hak tanggungan.

Dalam UUPA terdapat ketentuan bahwa hanya WNI yang dapat memiliki hak-hak atas tanah tertentu seperti
Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai.

Orang asing : (Objek Hak Pakai).

 Penerima / Pemegang Hak Tanggungan : kreditur penerima hak tanggungan. Perseorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (Pasal 9).

Pemegang hak tanggungan selalu kreditur karena merupakan orang yang berkepentingan atas keamanan piutang
dan bertujuan agar tagihannya terbayar.

Karena hak tanggungan sebagai lembaga hak atas tanah tidak mengandung kewenangan untuk menguasai
secara fisik dan mengunakan tanah yang dijadikan pemberi hak tanggungan kecuali dalam keadaan yang
disebutkan Pasal 11 ayat (2) huruf c, maka pemegang hak tanggungan dapat dilakukan oleh warga negara
Indonesia atau badan hukum Indonesia atau warga negara asing atau badan hukum asing.

OBJEK HAK TANGGUNGAN – tanah tersebut.

Syarat suatu tanah dapat dijadikan sebagai hak tanggungan :

1. Mempunyai nilai ekonomis. Karena memang perjanjian ini diadakan untuk menjamin pemenuhan suatu
tagihan dan sebagai pendukung nilai piutangnya seorang kreditur
2. Tanah tersebut sudah harus terdaftar / sudah terkonversi menjadi tanah-tanah menurut UUPA. Dengan
kata lain, harus berupa tanah-tanah yang sudah bersertifikat. Bagaimana jika tanahnya belum
bersertifikat? Boleh sepanjang pada saat diadakan pendaftaran hak tanggungan sekaligus dilakukan
proses pensertifikatan / pendaftaran tanah.
3. Dapat dipindahtangankan / dapat dijual / dapat dialihkan. Karena memang tujuan menjaminkan suatu
benda ialah untuk kemudian dijual jika debitur wanprestasi.
Macam hak atas tanah yang dapat menjadi hak tanggungan :

 Hak Milik
 Hak Guna Usaha
 Hak Guna Bangunan (Pasal 4 ayat 1)
 Hak Pakai atas tanah negara ( Pasal 4 ayat 2).

Berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah (4). Secara teori seperti
ini namun secara praktik hampir tidak ada dan pada umumnya dalam setiap akta jaminan hak tanggungan selalu
disebutkan bahwa jaminan ini meliputi benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah baik yang
sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari.

Satu Obyek hak tanggungan dapat dipasang lebih dari satu hak tanggungan (Pasal 5).

UTANG YANG DITANGGUNG DENGAN HAK TANGUNGAN (Pasal 3) tulis bunyinya.

1. Utang yang telah ada. Artinya telah terutang atau sudah diperjanjikan perjanjian utang-piutang tersebut.
Kata utang di sini maksudnya ialah perjanjian utang-piutang atau perjanjian pinjam-meminjam dan
perjanjian itu sudah ada atau terjadi atau timbul. Dapat pula berupa perjanjian kredit.

2. Utang yang telah diperjanjikan: dengan jumlah tertentu atau yang dapat ditentukan kemudian. Artinya
utang tersebut belum diperjanjian / belum lahir utang-piutang namun sudah diperjanjikan. Dalam kajian
hukum perdata, perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam-meminjam merupakan perjanjian riil
atau perjanjian yang baru lahir jika objek perjanjian sudah diserahkan sehingga debitur sudah terutang /
sudah menerima objek utang-piutangnya atau pinjam-meminjamnya. Baik misalnya utang-piutang
tersebut telah ditentukan jumlahnya atau yang dapat ditentukan kemudian (pada awalnya belum
diketahui berapa besarnya utang debitur namun yang penting pada saat eksekusi objek hak tanggungan
dapat ditentukan).

Contohnya : kredit rekening Koran. Ialah kredit yang hanya menyebutkan platform tertinggi atau uang
yang dapat ditarik oleh debitur. Debitur akan mengambil uang tersebut tergantung kebutuhan debitur.
Artinya hak tanggungan dapat menjamin kredit-kredit yang berbagai macam jenisnya. Ada yang sudah
awal ditentukan jumlahnya juga hanya dapat berupa kredit rekening Koran yang baru dapat diketahui
besar utangnya debitur pada saat dilakukan eksekusi.

3. Perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang (ayat 1). Yang dimaksud dengan perjanjian
lain adalah semua jenis perjanjian yang melahirkan hubungan perikatan yang dapat dinilai dengan
sejumlah uang. Jadi tidak hanya perjanjian utang-piutang atau perjanjian pinjam meminjam saja namun
semua jenis perjanjian yang menimbulkan hubungan utang yang perikatannya dapat dinilai dengan
sejumlah uang.

Jadi hak tanggungan tidak hanya untuk menjamin perikatan yang berasal dari hubungan hukum berupa
utang-piutang ataupun pinjam meminjam namun juga semua jenis perjanjian asalkan isi perikatannya
berupa kewajiban atau melahirkan hubungan utang piutang / melahirkan hubungan kewajiban
pembayaran sejumlah uang atau dapat dinilai dengan sejumlah uang.

Utang tersebut dapat berupa utang yang berasal dari satu hubungan hukum (kontrak / perjanjian); atau satu
utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum diikat dengan satu hak tanggungan (ayat 2)
PERINGKAT HAK TANGGUNGAN (Pasal 5)

(1) Suatu objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin
pelunasan dari satu utang. Artinya satu bidang tanah dapat dipasang hak tanggungan lebih dari satu kali
tentunya apabila nilainya cukup.

Misal : suatu tanah bernilai 1M dipasang hak tanggungan pertama untuk menanggung utang senilai 200
juta. Dan dipasang kembali hak tanggungan untuk menanggung perjanjian pinjam meminjam senilai 100
juta. Dipasang kembai hak tangungan dan menanggung utang senilai 200 juta. Sepanjang nilainya masih
cukup maka hak tanggungan masih dapat dipasang yang baru.

Secara teori dimungkinkan namun dalam praktiknya terdapat keterbatasan karena untuk menjaminkan
hak atas tanah wajib menyerahkan atau menunjukan sertifikat hak atas tanahnya untuk diberi catatan
tentang penjaminan hak atas tanah tersebut dengan hak tanggungannya. Seringkali suatu bank yang
menerima penjaminan hak tanggungan memperjanjikan agar sertfikat hak atas pula disimpan oleh bank
walau secara teori sertifikat tanah yang telah diberi catatan hak tanggungan mestinya diserahkan kepada
debitur atau pemberi hak tanggungan. Jika sertifikat tersebut ada pada kreditur maka debitur kesulitan
untuk menjaminkan kembali pada orang lain kecuali kreditnya ialah kreditur yang sama.

Kesimpulannya satu objek tanah dapat dipasang lebih dari satu hak tanggungan.

(2) Apabila suatu objek Hak Tanggungan didebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat
masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.

Bahwa perjanjian jaminan hak tanggungan merupakan jaminan kebendaan yang melahirkan hak
kebendaan berupa hak kebendaan yang besifat memberikan jaminan. Hak kebendaan mengenal
peringkat / preferensi yakni hak kebendaan yang lahir lebih dulu kedudukannya lebih tinggi dari hak
kebendaan yang lahir kemudian. Untuk menilai peringkat hak tanggungan yang lebih tinggi jika satu
objek hak tanggungan dipasang lebih dari satu pembebanan hak tanggungan antara hak tanggungan satu
dengan yang lain adalah dilihat tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan.

(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

SIFAT JAMINAN HAK TANGGUNGAN

1. Perjanjian atau perikatan yang bersifat accessoir : Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 16 jo. Pasal 18 ayat 1.

Perjanjian accessoir adalah perjanjian yang diadakan untuk menjamin atau untuk mengabdi perjanjian
pokok tententu sehingga perjanjian jaminan ini tidak mungkin berdiri sendiri. Atau baik lahirnya,
beralihnya, ataupun hapus mengikuti perikatan pokok. Diadakan semata-mata untuk mengikuti atau
menjamin suatu kewajiban perikatan dari hubungan hukum tertentu atau perjanjian pokok tertentu.

Pasal 1 angka 1 HT menjelaskan bahwa jaminan merupakan perjanjian ikutan atau perjanjian yang
diadakan semata-mata untuk mengikuti atau menjamin suatu hubungan hukum tertentu atau perjanjian
pokok tertentu.
Pasal 16 HT mengatur tentang peralihan dari perjajian pokok. Apabila perjanjian pokok yang dijamin
dengan hak tanggungan beralih atau terjadi pergantian kreditur maka hak tanggungannya juga ikut
beralih.

Pasal 18 HT menyebutkan jika perjanjian pokoknya hapus maka perjanjian jaminan juga ikut hapus.

Ketiga pasal ini menyebutkan lahirnya, berpindahnya, atau hapusnya perjanjian jaminan mengikuti
perjanjian pokoknya.

2. Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat 1, kecuali diperjanjikan secara khusus (ayat 2)

Maksud hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi bahwa debitur pemberi hak tanggungan tidak dapat
menuntut dilepaskannya sebagian objek hak tanggungan dengan alasan karena telah membayar sebagian
kewajiban utangnya. Artinya bahwa hak tanggungan menjamin secara utuh utang maupun setiap bagian
dari utang tersebut sehingga seorang debitur pada prinsipnya tidak dapat meminta dilepaskannya
sebagian objek hak tanggungan dengan alasan telah membayar sebagian kewajiban utangnya.

Contoh : satu perjanjian kredit dijamin dengan tiga bidang tanah yang dipasang dengan satu akta
pemberian hak tanggungan. Dengan telah dibayar sebagian utang, misal : telah debitur telah membayar
50 persen dari kewajiban utangngnya maka tetap tidak dapat meminta dilepaskannya sebagian objek hak
tanggungan untuk dilepaskan dari beban hak tanggungan karena prinsipnya hak tanggungan tidak dapat
dibagi-bagi.

Ketentuan ini sama dengan hipotik karena prinsipnya hipotik juga tidak dapat dibagi-bagi.

Pengecualian mengenai hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat 2) kecuali jika
diperjanjikan dalam akta pemberian hak tanggungan. Misalnya : perjanjian kredit yang dijamin dengan
tiga bidang tanah. Ketika membuat APHT disitu diperjanjikan jika debitur telah membayar 50 persen
dari kewajiban utang maka tanah debitur dapat dilepaskan. Jika telah diperjanjikan dari awal, prinsip ini
dapat disimpangi.

3. Droit de suite (Pasal 7)

Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Misalnya : setelah
tanah tersebut dijaminkan ternyata oleh debitur tanah tersebut kemudian dialihkan kepada orang lain
dengan berbagai macam cara, maka kreditur tetap dapat melaksanakan hak jaminannya. Jika debitur
wanprestasi maka kreditur tetap dapat melakukan eksekusi atas tanah tersebut walaupun tanah tersebut
dikuasai oleh orang lain.

4. Droit de preferent (Pasal 5 ayat 2)

Jika satu objek hak tanggungan dipasang lebih dari satu jaminan hak tanggungan maka akan muncul
peringkat hak tanggungan ialah hak tanggungan yang lebih dulu kedudukannya lebih tinggi dari hak
tanggungan yang lahir kemudian. Dan hak tanggungan ini kedudukannya juga lebih tinggi dibandingkan
dengan kreditur konkuren. Diantara sesama kreditur preferen juga dapat terjadi tingkatan-tingkatan.

5. Asas spesialitas (Pasal 11 ayat 1) dan asas publisitas (Pasal 13 ayat 1)


Dalam pembuatan APHT harus terpenuhi asas spesialitas artinya segala hal yang berkaitan dengan
pembebanan hak tanggungan harus jelas. Objeknya, pihak-pihaknya, kreditur pemerima hak
tanggungan, debitur pemberi hak tanggungan, utangnya, dll.

Asas publisitas mengandung arti bahwa jaminan hak tanggungan harus didaftarkan dikantor pertanahan
dengan tujuan agar dapat diketahui oleh umum karena catatan pendaftaran prinsipnya terbuka untuk
umum, siapapun yang berkepentingan dapat melihat catatatan tentang penjaminan ini. Jika seseorang
berhati-hati dalam melakukan transaksi atas tanah, agar aman maka harus melihat catatan yang ada di
kantor pertanahan. Apakah tanah tersebut sedang dijaminkan atau tidak.

6. Kreditur separatis (Pasal 21)

Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit maka pemegang hak tangungan tetap berwenangan
dengan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan UU. Artinya kedudukan kreditur sebagai
pemegang hak tangungan di atas kreditur-kreditur kepailitan. Kreditur pemegang hak tanggungan tetap
dapat melaksanakan hak preferennya dibandingkan kreditur konkuren (kreditur atas dasar kepailitan).
Pemegang hak tanggungan ini tidak tunduk kepada putusan kepailitan, berhak melakukan haknya untuk
melakukan eksekusi mendahului kreditur berdasarkan kepailitan.

PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

Proses pemberian hak tanggungan dilakukan melalui tiga tahap :

1. Didahului dengan janji (Pasal 10 ayat 1)

Kata ‘janji’ di sini maksudnya bahwa ketika antara kreditur dan debitur membuat suatu perjanjian pokok
yang akan dijamin dengan hak tanggungan maka di sana sudah ada kesepakatan bahwa debitur akan
menjamin kewajiban utangnya dengan hak tanggungan. Janji yang seperti ini bentulnya bebas baik
secara lisan maupun tertulis. dalam teori disebutkan bagaimana jika ternyata para pihak lupa ketika
perjanjian pokok tidak ada janji untuk memberikan hak tanggungan? Tidak masalah, yang penting
prosedur selanjutnya terpenuhi dalam arti debitur juga mau mengikatkan hak atas tanahnya untuk
dijamin dengan hak tanggungan.

2. Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh dan dihadapan PPAT (ayat 2)

Dalam UUPA disebutkan bahwa semua transaksi atas tanah harus dibuat dalam akta PPAT sehingga
pembuatan jaminan hak tanggungan dalam hal ini juga harus dibuat dalam akta PPAT. Maka untuk
membuat jaminan hak tanggungan harus ada pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh dan
dihadapan PPAT. Jadi yang membuat aktanya adalah PPAT. Secara teknis sudah dikeluarkan oleh
PPAT tentang akta PPAT sehingga PPAT tinggal membeli akta tersebut kemudian membuat catatan-
catatan tertentu atau mencoret ketentuan-ketentuan yang tidak digunakan di dalam penjaminan hak
tanggungan tersebut atau menambahkan uraian tersendiri tentang isi dari APHT. Debitur memang
menyepakati dan menunjuk benda tertentu untuk diikat dengan jaminan hak tanggungan.

3. Pendaftaran Hak Tanggungan (Pasal 13 ayat 1)

Objek hak tangungan harus didaftarkan di kantor pertanahan.


ISI APHT WAJIB MEMUAT : (asas spesialitas)

Dalam membuat APHT disebutkan dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 11 ayat (1) merupakan ketentuan
yang bersifat wajib bahwa dalam APHT wajib mencantumkan lima hal yaitu :

1. Identitas para pihak.


Baik pihak kreditur maupun pihak debitur hak tanggungan.
2. Domisili
Domisili kedua beliah pihak yakni debitur pemberi hak tanggungan dan kreditur penerima hak
tanggungan.
3. Utang yang dijamin dengan hak tanggungan.
Utang tersebut meliputi apa saja. Dapat satu utang dijamin dengan satu hak tanggungan dan dapat pula
beberapa utang dijamin dengan satu hak tanggungan. Utangnya harus jelas. Utang yang mana, nilainya
berapa.
4. Nilai tanggungan.
Nilai tanggungan adalah nilai yang menunjukan berapa besarnya beban jaminan yang dibebankan pada
suatu objek hak tanggungan.
5. Uraian tentang objek Hak Tanggungan
Karena berupa tanah maka harus menyebutkan sertifikat nomor berapa, batas-batasnya, luasnya,
pemiliknya, dll.

Janji-janji Hak Tanggungan (Pasal 11 ayat 2) – isi yang sifatnya tambahan, tidak dicantumkan. Namun dalam
APHT yang dibuat oleh pemerintah sudah sekaligus dicantumkan janji-janji hak tanggungan.

Pada umumnya di dalam akta pemberian hak tanggungan juga dicantumkan mengenai janji-janji hak tangungan.
Janji-janji ini maksudnya adalah janji yang membatasi kewenangan bertindak seorang debitur pemberi hak
tanggungan untuk bertindak atas objek hak tanggungan karena objek hak tanggungan tetap dalam kekuasaan
debitur. Supaya kreditur pemegang hak tanggungan aman kedudukannya dan tidak berkurang nilai ekonomis
objek hak tanggungan maka harus ada pembatasan kewenangan bertindak seorang debitur atas objek hak
tanggungan

Janji milik dilarang (Pasal 12).

NILAI TANGGUNGAN

1. Nilai yang menunjukkan besarnya beban jaminan yang membebani objek Hak Tanggungan.

Sebagai contoh : satu bidang tanah dengan luas tertentu nilainya dapat mencapai 1 miliar. Lalu dipasang
hak tanggungan terhadap suatu perjanjian kredit sejumlah 200 juta. Di dalam perjanjian hak tanggungan
harus disebutkan pula nilai tanggungan yakni nilai yang mnunjukan besarnya beban jaminan yang
membebani objek hak tanggungan. Misal nilai tanggungannya 225 juta. Pada umumnya, nilai
tanggungan harus di atas nilai utang karena utang sewaktu-waktu dapat bertambah baik utang pokok,
utang bunga, denda, dan biaya lain. Namun dapat pula beban jaminan di bawah jumlah kreditnya.

2. Nilai yang menunjukkan batas maksimal kreditur memiliki hak preferen atas hasil penjualan objek Hak
Tanggungan.
Hak tanggungan merupakan atau memberikan kepada kreditur kedudukan yang diutamakan / preferen.
Hak didahulukan yang dimiliki kreditur preferen juga dibatasi oleh UU sampai sebesar nilai
tangungannya.

Seperti contoh di atas, nilai tanggungannya 225 juta. Ternyata debitur wanprestasi dan setelah
dieksekusi objek hak tangungan ternyata utangnya debitur membengkak menjadi 300 juta. Tetapi karena
nilai tanggungan hanya sebesar 225 juta maka hak preferennya kreditur hanya 225 juta. Sisa tagihan di
atas nilai tanggungan kedudukan kreditur menjadi kreditur konkuren.

Oleh karena itu di dalam menentukan besarnya nilai tanggungan biasanya didasarkan pada kesepakatan
antara kreditur dan debitur.

3. Besarnya Nilai Tanggungan akan menentukan besarnya biaya pembuatan APHT.

JANJI-JANJI TANGGUNGAN (Pasal 11 ayat 2)

Jika di dalam hipotik hanya berisikan empat janji yaitu : janji sewa, janji untuk tidak dibersihkan, janji asuransi,
dan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri.

Tujuan janji dalam hak tanggungan ialah di satu sisi untuk membatasi kewenangan debitur untuk bertindak atas
objek tanggungan sekaligus bertujuan untuk melindungi kepentingan kreditur.

1. Janji sewa

Janji sewa adalah janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek
hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa atau menerima uang sewa di
muka kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.

2. Janji untuk tidak mengubah bentuk dan tata susunan

Misalnya : di atas tanah yang menjadi objek hak tangungan terdapat bangunan rumah. Seorang debitur
pada prinsipnya tidak boleh mengubah bentuk ataupun tata susunan rumah tersebut karena dapat
berkibat berkuangnya nilai jual objek hak tanggungan. Jadi untuk mengubah bentuk dan tata susunan
hak tanggungan juga harus dengan seizin kreditur pemegang hak tanggungan.

3. Janji pengelolaan objek HT

Berisikan janji bahwa janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tangungan untuk
mengelola objek hak tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitur wanprestasi untuk mengelola objek hak
tanggungan dan kreditur diberikan kewenangan untuk mengelola objek hak tanggungan agar objek
tersebut menjadi tidak berkurang nilainya.

4. Janji penyelamatan objek HT

Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk melakukan penyelamatan
objek hak tanggungan apabila hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah
hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau
dilanggarnya ketentuan UU. Objek hak tanggungan dapat berupa hak milik, HGU, HGB, ataupun hak
pakai atas tanah negara. Janji ini lebih bermakna penting apabila objek hak jaminannya berupa HGB,
HGU, atau Hak pakai atas tanah negara. Supaya hak tersebut tetap berlangsung maka dapat dilakukan
suatu perbuatan hukum tertentu termasuk jika hak tersebut sudah hampir habis batas waktunya maka
harus dilakukan perpanjangan. Atau jika hak tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan tujuan haknya
maka hak tersebut dapat berakhir. seandainya objek tanggungan berupa ketiga hak tersebut dan
tindakan debitur dapat berakibat hapusnya objek HT maka kreditur diberikan hak untuk menyelamatkan
objek hak tanggungan agar tidak hapus atau berakhir.

5. Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri

Janji yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri
atau parate eksekusi apabila debitur wanprestasi. Janji ini merupakan alas hak untuk melakukan
ketentuan Pasal 6 UU HT yang mengatur jika debitur wanprestasi maka kreditur berhak menjual objek
hak tanggungan atas kekuasaan sendiri.

Ketentuan seperti itu dapat dilihat dalam Pasal 1155 ayat (1) tentang gadai. Dalam gadai, hak menjual
atas kekuasaan sendiri diberikan oleh UU. Tetapi jika dalam hipotik hak untuk menjual atas kekuasaan
sendiri didasarkan pada suatu perjanjian.

Namun dalam Pasal 6 UU HT tidak ada kata-kata ‘janji’. Namun ternyata di dalam penjelasan Pasal 6
disebutkan bahwa hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri terbit dari janji yang diberikan oleh debitur
pemegang hak tanggungan kepada kreditur pemegang hak tanggungan yang didasarkan pada janji sesuai
Pasal 11 ayat (2) huruf e. kemudian ketentuan Pasal 6 dipersempit maknanya bahwa tidak lahir karena
UU namun timbul karena adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri.

6. Janji untuk tidak dibersihkan dari beban jaminan

Hak seorang kreditur pemegang hak tanggungan meminta supaya debitur tidak melakukan pembersihan
hak tanggungan. Diatur dalam Pasal 11 (2) huruf f yang menyatakan bahwa janji yang diberikan
pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan tidak akan dbersihkan dari hak
tanggungan. Merupakan janji antara pemegang hak tanggungan dengan debitur pemberi hak tanggungan
supaya reditur pemegang hak tanggungan pertama setelah melakukan eksekusi objek hak tanggungan
agar tidak melepaskan beban hak tanggungan yang membebani objek hak tanggungan berdasarkan
perjanjian hak tanggungan yang lain.

Satu tanah dapat dipasang lebih dari satu pembebanan hak tanggungan. Maka dengan adanya janji ini
dapat melindungi kepentingan kreditur yang lain sesama pemegang hak tanggungan.

7. Janji untuk tidak melepaskan hak atas objek HT

Janji ini tidak mungkin dilakukan tanpa persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan.

8. Janji untuk mendapatkan ganti rugi

Berkaitan dengan misalnya tanah yang dijadikan objek hak tanggungan demi kepentingan umum
diadakan pembebasan tanah, dsb. Lalu debitur mendapatkan ganti rugi dari pembebasan tanah tersebut.
Dengan adanya peristiwa ini maka debitur harus menyerahkan uang ganti rugi ini untuk kebutuhan
kepada kreditur sebagai pembayaran ganti dari pembayaran utang-utangnya karena dengan hapusnya
objek hak tanggungan maka kedudukan kreditur bukan lagi sebagai kreditur preferen.
9. Janji asuransi

Apabila objek hak tanggungannya diasuransikan kemudian terjadi peristiwa objek jaminannya menjadi
rusak atau musnah maka uang asuransi tersebut harus diberikan kepada kreditur.

10. Janji pengosongan objek HT

Jika debitur wanprestasi kemudian dilakukan penyitaan maka debitur harus mengosongkan objek hak
tanggungan ketika dilakukan eksekusi atas objek hak tanggungan. Namun demikian walaupun sudah
dibuat janji seperti ini namun seringkali di dalam praktiknya kadang bermasalah. Di satu sisi debitur
tidak mau mengosongkan objek hak tanggungan dan di sisi lain justru akhirnya debitur mengajukan
gugatan ke pengadilan.

11. Janji yang dimaksud Pasal 14 ayat (4) tentang penyerahan sertifikat objek HT

Prinsipnya ketka diadakan pendaftaran hak tanggungan kemudian di dalam sertifikat hak atas tanah itu
juga dicatat mengenai pendaftaran dan pembebanan hak tanggungannya setelah itu mestinya sertifikat
diserahkan kepada debitur pemberi hak tanggungan tetapi berdasarkan Pasal 11 ayat (2) para pihak dapat
memperjanjikan bahwa sertifikat tersebut dikuasai oleh kreditur dan sertifikat hak atas tanah juga
dipegang oleh kreditur. Karena setiap transaksi hak atas tanah yang sudah bersertifikat maka harus
menunjukan harus adanya sertifikat tersebut, jika dalam praktik sertifikat berada di tangan debitur maka
kreditur akan kesulitan jika dikemudian hari akan dilakukan eksekusi.

Janji milik dilarang (Pasal 12)

Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan
apabila debitur wanprestasi maka akan batal demi hukum. Larangan ini juga berlaku atau terdapat dalam semua
aturan jaminan kebendaan lain seperti dalam gadai, hipotik, dan fidusia. Kewenangan kreditur ketika debitur
wanprestasi adalah melakkan penjualan atau eksekusi atas objek hak tanggungan dan tidak tidak boleh langsung
memiliki. Jika kreditur ingin memiliki maka harus mengikuti lelang.

PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN

1. APHT wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan (Pasal 13 ayat 1) (asas publisitas)

APHT yang dibuat oleh PPAT wajib didaftarkan pada kantor perntanahan. Ancamannya apabila tidak
didaftarakan ialah tidak akan lahir hak tanggungan karena lahirnya hak tanggungan bukan dengan
dibuatnya APHT namun lahirnya hak tanggungan ialah pada saat pendaftaran hak tanggungan.

2. PPAT wajib mengirimkan APHT berikut warkah lain kepada kantor petanahan selambat-lambatnya 7
hari kerja (Pasal 13 ayat 2)

3. Untuk melakukan pendaftaran hak tanggungan maka pendaftaran tersebut dicatat di dalam buku tanah
hak tanggungan. Di kantor pertanahan terdapat dokumen yang bernama buku tanah hak tanggungan dan
setiap ada setiap pendaftaran hak tanggungan maka dibuat Buku Tanah Hak Tanggungan, pencatatan
dalam Buku Tanah Hak atas Tanah dan Sertifikat Tanah (Pasal 13 ayat 3).

Buku tanah hak atas tanah adalah dokumen atau bukti yang berisikan tentang hak-hak atas tanah di
wilayah kantor pertanahan berikut batas-batas dan pemegang haknya (di wilayah kabupaten).
Pendaftaran hak tanggunan dicatat di dalam tiga dokumen :
 Buku tanah hak tanggungan – dibuat ketika ada pendaftaran hak tanggungan
 Buku tanah hak atas tanah – buku tanah yang berisi daftar atas tanah yang dimiliki oleh kantor
pertanahan
 Sertifikat hak atas tanah

4. Tanggal buku tanah hak tangguangan adalah hari ketujuh setelah penerimaan lengkap surat-surat untuk
pendaftaran, sebagai tanggal lahirnya Hak Tanggungan (Pasal 13 ayat 4 dan ayat 5)

Ketika PPAT menyerahkan APHT berikut dokumen-dokumen kepada kantor petanahan maka kantor
pertanahan akan meneliti apakah dokumne pendaftaran hak tanggungan sudah lengkap atau belum. Jika
belum lengkap maka akan dikembalikan kepada PPAT untuk dilengkapi. Jika sudah lengkap maka
pendaftaran tersebut diterima. Untuk mencapai kepastian hukum menenai kapan lahirnya hak
tanggungan maka ditentukan dalam ayat 5 bahwa hari ketujuh setelah penerima lengkap surat-surat
pendaftaran hak tanggungan sekaligus merupakan tanggal lahirnya hak tanggungan.

5. Sebagai bukti lahirnya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan
sebagai bukti lahirnya jaminan hak tanggungan (Pasal 14 ayat 1). Sertifikat hak tanggungan merupakan
salinan dari buku tanah hak tanggungan yang dipegang oleh kantor pertanahan.

6. Pentingnya sertifikat hak tanggungan bagi kreditur pemegang hak tanggungan adalah sertifikat HT
memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehingga mempunyai
kekuatan eksekutorial.

7. Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial (ayat 3). Siap dieksekusi. Kedudukan
sertifikat hak tanggungan seperti halnya putusan gakim yang telah incracht. Sehingga sertifikat hak
tanggungan dapat menjadi alat atau sarana bagi kreditur pemegang hak tanggungan untuk melakuakn
eksekusi hak tanggungan ketika debitur wanprestasi. Seorang kreditur pemegang sertifikat hak
tanggungan seolah-olah sudah menang dalam perkara atau memegang outusan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap sehingga dapat langsung meminta eksekusi hak tanggungan yang dilaksanakan
dengan meminta eksekusi dari ketua pengadilan untuk meminta dikeluarkannya penetapan surat
eksekusi dari ketua pengadilan.

8. Surat Kuasa Menjaminkan:

9. SKMHT wajib dibuat dengan akta notaris atau PPAT (Ps. 15 ayat 1).

SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (Pasal 15)

Surat kuasa menjadi penting apabila para pihak di dalam perjanjian hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri di
hadapan PPAT. Karena kedua belah pihak wajib hadir dalam pembuatan sertifikat hak tanggungan baik pemberi
maupun pemegang hak tanggungan. Apabila salah satu pihak tidak dapat hadir maka dapat diwakilkan kepada
orang lain dengan membuat surat kuasa membebankan hak tanggungan. Dengan ketentuan yaitu :

1. SKMHT wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT (akta otentik) dan dengan syarat: tidak
memuat kuasa melakukan perbuatan hukum lain selain kuasa menjaminkan, tidak boleh memuat kuasa
substitusi atau untuk mewakilkan lagi dan harus mencantumkan identitas para pihak.

2. Tidak dapat ditarik kembali sampai dilakukannya perdaftaran hak tanggungan.


3. Wajib diikuti pembuatan APHT, maksimal 1 bulan untuk tanah yang sudah terdaftar / bersertifikat

4. Wajib diikuti pembuatan APHT, maksimal 3 bulan untuk tanah yang belum terdaftar / bersertifikat

5. Pembatasan waktu di atas tidak berlaku terhadap kredit program tertentu sepanjang kredit tersebut
termasuk di dalam kriteria kredit yang dikecualikan.

6. Bila tidak diikuti pembuatan APHT berakibat batal demi hukum sehingga tidak dapat lagi dijadikan alas
hak untuk melakukan pendaftaran objek hak tanggungan.

HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN

1. Hapusnya utang yang dijamin. Ketika perjanjian pokoknya hapus atau berakhir maka perjanjian jaminan
ikut hapus. Merupakan salah satu ciri perjanjian yang bersifat accessoir.

2. Pelepasan oleh pemegang Hak Tanggungan. Kreditur hak tanggungan yang melepaskan objek hak
tanggungan dari beban jaminan atas kemauan kreditur.

3. Pembersihan Hak Tanggungan. Yang biasanya menuntut pembersihan hak tanggungan ialah pembeli
objek hak tanggungan ketika diadakan penjualan/lelang/eksekusi objek hak tanggungan dan
menginginkan hak atas tanah tersebut bebas dari beban-beban yang lain maka kepentingan seorang
pembeli objek hak tanggungan adalah meminta dibersihkan objek tersebut dari beban hak tanggungan
yang masih membebani.

4. Hapusnya hak atas tanah objek Hak Tanggungan. Dapat terjadi karena tanah tersebut musnah akibat
bencana alam atau haknya berakhir dengan lewatnya waktu misalnya pada HGB, HGU, dan Hak Pakai.

Hak menuntut pembersihan dari beban Hak Tanggungan hanya dapat dilakukan oleh pembeli objek Hak
Tanggungan dalam suatu pelelangan. Orang yang membeli objek hak tanggungan melalui kantor lelang dapat
menuntut pembersihan namun orang yang membeli tidak melalui pelelangan misalnya : jual beli di bawah
tangan tidak berhak menuntut pembersihan objek hak tanggungan.

Apabila objek hak tanggungannya hapus maka terdapat tindakan hukum lain yang secara administrative harus
dilakukan untuk melepaskan beban jaminan yang membebani objek hak tanggungan. Pendaftaran hak
tanggungan dicatat dalam tiga dokumen hukum salah satunya dalam sertifikat hak atas tanah yang dicatat
mengenai penjaminan. Maka agar hak jaminan tersebut hapus harus dilakukan tindakan hukum yang disebut
denga roya. Roya merupakan pencoretan catatan tentang pembebanan hak tanggungan di dalam dokumen-
dokumen yang mencatat perndaftaran hak tanggungan tersebut. Yang berhak melakukan roya adalah kantor
pertanahan atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan khususnya pembeli objek hak tanggungan.

(Pasal 22).

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

Proses penyitaan dilakukan sebelum eksekusi dilaksanakan. Sebelumnya telah dilakukan aanmaning atau
teguran terlebih dahulu kepada debitur, apabila teguran tersebut dihiraukan oleh debitur maka ketua Pengadilan
Negeri dapat memerintahkan kepada panitera atau sekretaris untuk melakukan sita eksekusi.

Secara umum, kata eksekusi biasanya dikaitkan dengan pelaksanaan putusan pengadilan. Pihak yang menang
dalam berperkara di pengadilan jika pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan isi putusan pengadilan
maka pemenang perkara dapat meminta bantuan aparat hukum yang ada seperti juru sita untuk melakukan
eksekusi atau tindakan paksa terhadap isi ketentuan putusan pengadilan. Tetapi kata eksekusi di dalam hukum
jaminan artinya adalah penjualan objek hak atau objek jaminan.

Ketentuan Pasal 20 UU HT yang mengatur mengenai eksekusi hak tanggungan. Dinyatakan apabila debitur
wanprestasi maka berdasar : hak dari pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 6.

1. Hak menjual atas kekuasaan sendiri atau parate eksekusi (Pasal 6)

 Syarat :

Parate eksekusi berarti penjualan benda jaminan yang siap dilakukan oleh kreditur. Kreditur sebagai pemegang
hak tanggungan berhak menjual sendiri objek hak tanggungan tersebut apabila debitur wanprestasi melalui
pelelangan umum atau kantor lelang.

 Prosedur :

Dengan cara kreditur datang ke kantor lelang dengan meminta agar dilakukan penjualan atas objek hak
tanggungan dan melampirkan adanya APHT dan sertifikat hak tanggungan dan bukti-bukti lain mengenai
adanya penjaminan dengan hak tanggungan.

Intinya adalah kreditur pemegang hak tanggunan langsung menjual melalui kantor lelang seolah-olah kreditur
adalah orang yang mempunyai kewenangan langsung untuk melakukan penjualan walaupun barang tersebut
merupakan barang debitur atau pemberi jaminan hak tanggungan. Tetapi hak tanggungan lahir dari perjanjian
yang bersifat jaminan kebendaan yang melahirkan hak kebendaan kepada kreditur pemegang hak tanggungan.
Hak kebendaan tersebut ialah untuk melakukan penjualan apabila debitur wanprestasi.

Permohonan lelang yang diajukan ke kantor lelang kemudian akan dilakukan prosedur lelang mulai dari proses
pendaftaran, diikuti dengan proses pengumuman melalui media massa yang beredar di wilayah hukum tempat
objek hak tanggungan berada. Setelah melalui proses tersebut dilakukan tahap penjualan objek hak tanggungan.

Kelebihan : prosedurnya lebih mudah karena debitur dapat langsung mengajukan permohonan eksekusi di
kantor lelang. Dan biayanya menjadi lebih ringan karena hanya terbebani biaya eksekusi.

Yang menjadi kendala ialah ketika barangnya bermasalah atau debitur tidak mau mengosongkan tanah, debitur
mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mempertahankan haknya sehingga terdapat kemungkinan parate
eksekusi ini dibatalkan oleh pengadilan.

2. Titel eksekutorial dalam Sertifikat Hak Tanggungan (Pasal 14 ayat 2)

 Syarat :

Syarat di dalam sertifikat hak tanggungan terdapat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME”
sehingga sertifikat hak tanggungan mempunyai titel eksekutorial yang sah dan dapat dijadikan alat untuk
melakukan eksekusi.

 Prosedur :
Dalam eksekusi ini, kreditur tidak langsung ke kantor lelang namun seperti halnya eksekusi putusan pengadilan
yaitu dengan cara meminta surat perintah eksekusi dari ketua pengadilan negeri. Jadi prinsipnya eksekusi model
ini ialah eksekusi atas dasar perintah ketua PN.

Keuntungan : jika terjadi masalah misalnya terkait dengan pengosongan objek hak tanggungan maka juru sita
pengadilan yang akan melakukan upaya paksa yang didampingi oleh kepolisian guna pengamanan proses
eksekusi objek hak tanggungan.

Kelemahan : prosesnya menjadi lebih lama karena harus melewati permohonan dan menunggu keluarnya
perintah eksekusi dari ketua PN karena yang melaksanakan eksekusi adalah ketua PN. Juga terdapat biaya-biaya
yang harus dikeluarkan di dalam proses ini.

3. Penjualan di bawah tangan (Pasal 20 ayat 2)

 Syarat :

Eksekusi yang tidak melalui kantor lelang maupun pengadilan. Para pihak dapat melakukan penjualan di bawah
tangan dengan syarat harus dengan sepengetahuan debitur dan diharapkan mampu mendapat nilai jual yang
lebih tinggi dibandingkan melalui kantor lelang maupun pengadilan. Disyaratkan untuk dijual bersama antara
kreditur dan debitur dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Permasalahan teknis mengenai siapa
yang mencari pembeli boleh saja dilakukan oleh debitur ataupun kreditur atau bahkan bersama-sama mencari
pembeli.

 Prosedur :

Harus dengan kesepakatan antara debitur dan kreditur. Pelaksanaan eksekusi di bawah tangan hanya dapat
dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak
tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan
keberatan (Pasal 20 ayat (3) UU HT)

Anda mungkin juga menyukai