Anda di halaman 1dari 4

ESSAY FINAL EXAM

HUKUM AGRARIA
Nama : Clara Indira
NIM : 41170008
Business Law Program 2017
Podomoro University
TEMA: TANAH SEBAGAI JAMINAN HUTANG

URGENSI KEBERLAKUAN HAK TANGGUNGAN


ATAS TANAH DALAM SENGKETA
Hak tanggungan merupakan hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Hak tanggungan yang merupakan suatu jaminan bagi tanah, merupakan gabungan antara
hukum perdata dengan hukum pertanahan di mana suatu tanah dapat dibebankan jaminan
bagi subjek hak tanggungan yang memberi dan menerima hak tersebut, di mana kedua
bidang hukum ini linear yang dapat dipadukan dan merupakan minat bagi Penulis, dalam
pokok bahasan mengenai hak tanggungan ini, Penulis akan menekankan eksekusi hak
tanggungan berdasarkan kasus sengketa di mana satu objek tanah dijadikan sebagai
jaminan kebendaan, sekaligus pula terdapat pihak yang merasa berhak atas tanah
tersebut, dan akan dianalisa siapakah yang berhak atas objek tanah yang telah diberikan
hak tanggungan di atasnya. Sehingga tema tanah sebagai jaminan hutang Penulis jadikan
tulisan sebagai tugas akhir semester 4 (empat) yang diharapkan memberikan pengetahuan,
ilmu serta edukasi baru bagi pembaca.

Hak tanggungan memiliki peraturan sendiri yang secara khusus dibentuk oleh
lembaga legislatif Republik Indonesia, yang pengaturan nya terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT). Hak tanggungan lahir sebagai ganti
atas jaminan kebendaan berupa hipotek dan creditverband. Pada dasarnya, negara terus
melakukan pembangunan ekonomi, untuk memelihara pembangunan tersebut, para
pelaku pembangunan (pemerintah, masyarakat sebagai naturlijkepersoon dan
rechtspersoon) tentu memerlukan dana dalam jumlah yang besar, dan semakin meningkat
nya pembangunan meningkat pula keperluan akan dana, dan sebagian besar dana yang
dibutuhkan tersebut diperoleh oleh para pihak melalui kegiatan perkreditan. Kegiatan
perkreditan ini memiliki peran yang penting khususnya dalam proses pembangunan dan
bagi penerima serta pemberi kredit tentu berhak mendapatkan perlindungan melalui suatu
lembaga jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi
semua pihak yang berkepentingan. Dalam pasal 4 UUHT, objek hak tanggungan meliputi
hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai atas tanah negara atas tanah
negara yang menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dan hak pakai atas tanah milik
dibuka kemungkinannya untuk di kemudian hari dijadikan jaminan utang dengan dibebani
Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratannya. Pada pelaksanaan nya, yang
menjadi subjek dari hak tanggungan ialah pemberi hak tanggungan dan penerima hak
tanggungan, di mana hak tanggungan pun memiliki sifat:
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya atau
yang dikenal dengan droit de preference.
2. Hak tanggungan mengikuti benda nya (droit de suite). Biarpun objek hak tanggungan
sudah dipindahkan hak nya ke pihak lain, kreditur pemegang hak tanggungan masih
tetap berhak untuk menjualnya melalui pelelengan umum jika debitur cedera janji.
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan
memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan.
4. Memiliki kepastian eksekusi dalam hal debitur cidera janji.
5. Objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak
tanggungan jika pemberi hak tanggungan cidera janji.

Hak tanggungan diberikan untuk menjamin pelunasan piutang tertentu yang dapat
dikatakan bahwa hak tanggungan adalah accesoir pada suatu piutang tertentu. Kelahiran,
eksistensi, peralihan dan hapusnya hak tanggungan ditentukan oleh adanya, peralihannya
dan hapusnya piutang yang dijamin. Singkatnya, hak tanggungan lahir dan hapus dari
suatu piutang. Piutang yang dijamin itu dapat berupa utang yang sudah ada saat
dibebankan hak tanggungan yang bersangkutan. Bagi sah nya hak tanggungan yang
dibebankan, saat yang menentukan bahwa benar ada utang yang dijamin adalah saat
diajukannya permohonan eksekusi, yaitu apabila debitor cidera janji.

Hak tanggungan memberikan hak preference (hak didahulukan) kepada kreditur yang
menerima jaminan sehingga apabila kredit macet dan debitur sudah dinyatakan tidak
sanggup lagi untuk membayar utang-utangnya, maka hak tanggungan dapat di eksekusi.
Terhadap eksekusi aset yang dijaminkan, apabila debitur telah diperingati secara patut
(dikirimkan surat peringatan sebanyak 3 kali) tetapi jika Debitur tidak juga melakukan
pembayaran kewajibanya, maka Bank (sebagai kreditur) melalui ketentuan hukum yang
terdapat pada Pasal 6 dan Pasal 20 UU RI No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan,
akan melakukan proses Lelang terhadap Jaminan Debitur. Bank biasanya lebih banyak
mengajukan permohonan Lelang Jaminan Hak Tanggungan kepada Balai Lelang Swasta.
Selanjutnya Balai Lelang Swasta akan meneruskan permohonan tersebut kepada KPKNL
(Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) yang merupakan salah satu unit kerja
pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan RI. Pelaksanaan
Lelang Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
hukum pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Urgensi akan tanah sebagai jaminan hutang mengacu kepada salah satu kasus yang
telah ada putusan hakim nya dan akan di analisa secara sederhana agar pemahaman bagi
awam lebih mudah dipahami sehingga dapat terhindar dari jenis kasus yang demikian.
Kasus: Penggugat mengajukan gugatan bahwa Penggugat ingin mengeksekusi suatu
tanah milik Tergugat atas suatu perkara (diluar perkara hutang dengan Bank). Namun
tanah yang menjadi objek sengketa (sertifikat hak milik atas nama tergugat) telah
dijaminkan terlebih dahulu oleh Tergugat ke Bank sehingga Bank menjadi kreditur
separatis yang memiliki hak untuk mengeksekusi apabila Tergugat cidera janji. Apakah
tanah yang sudah dijaminkan ke Bank ini bisa dieksekusi oleh Pengadilan atas gugatan
penggugat?

Rumusan masalah:

1. Apakah Tergugat berhak untuk membebankan objek sengketa?


2. Siapakah pihak yang berhak mendapatkan objek sengketa apabila terjadi 2 pemilikan
atas objek tanah, bank sebagai penerima hak tanggungan (kreditur separatis) ataukah
Penggugat yang memiliki sengketa lain yang memohon kepada pengadilan untuk diletakan
sita jaminan atas objek yang sama?
3. Bagaimana apabila Penggugat memiliki hak atas objek tanah sengketa tersebut?
4. Bagaimana keberlakuan hak tanggungan atas tanah yang bersengketa dengan perkara
lain?

Analisa:

1. Mengenai berhak atau tidak nya Tergugat untuk membebankan objek sengketa, dalam
Pasal 8 UUHT diatur sebagai berikut:

(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badanhukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyekHak
Tanggungan yang bersangkutan.
(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek HakTanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi HakTanggungan pada saat
pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.

2. Menurut hukum, seharusnya pihak yang berhak mendapatkan tanah tersebut tentu
Bank. Mengacu pada putusan Mahkamah Agung No. 394K/Pdt/1984, barang-barang yang
sudah dijadikan jaminan utang tidak dapat dikenakan sita jaminan. Berdasarkan pendapat
Mahkamah Agung pula, atas tanah yang sudah dijadikan jaminan tidak dapat diletakkan
sita jaminan maupun sita eksekusi. Dengan demikian, kreditor pemegang jaminan memiliki
hak didahulukan atas tanah tersebut.

3. Apabila penggugat merasa berhak atas tanah sebagai objek sengketa yang diajukan
dalam gugatan, yang bersamaan dengan itu dijadikan pula jaminan terhadap Bank, maka
Penggugat dapat memperjuangkan hak nya di Pengadilan dengan meminta pembatalan
hak tanggungan yang berada di atas tanah tersebut atas dasar jaminan kebendaan (hak
tanggungan) yang diajukan oleh Tergugat tidak sah karena pemberi hak tanggungan tidak
berdasarkan persetujuan pihak lain nya yang berhak atas tanah yang dijaminkan tersebut.

4. Pada dasarnya dalam UUHT hanya mengatur bahwa hak tanggungan tetap mengikuti
objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada (Pasal 7 UUHT) atau dengan kata
lain, asas droit de suite. Tujuan hak tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang
kuat bagi kreditor yang menjadi pemegang hak tanggungan itu untuk didahulukan dari
kreditor-kreditor lain (kreditor separatis: kreditor pemegang jaminan kebendaan yang salah
satunya adalah hak tanggungan) dan terhadap kreditor separatis diberikan hak untuk
melakukan eksekusi objek jaminan. Bila terhadap hak tanggungan itu dimungkinkan sita
oleh pengadilan, berarti pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang
diutamakan dari kreditor pemegang hak tanggungan. Jadi, pada intinya harus didahulukan
adalah kreditor separatis, atau kreditor penerima hak tanggungan karena memegang
jaminan kebendaan menurut undang-undang. Sehingga, keberlakuan hak tanggungan atas
tanah yang memiliki sengketa dengan perkara lain pun tetap diutamakan karena bagi
kreditur diberikan hak didahulukan.

Atas kasus diatas, solusi untuk urgensi atas tanah sebagai jaminan hutang yang
memiliki sengketa dengan perkara lain, terhadap pihak pemilik tanah sebagai jaminan
hutang seharusnya dapat memahami seluk beluk tanah yang dimiliki nya, baik secara
kepemilikan, status tanah (apakah sedang dalam sengketa atau tidak) agar tidak terjadi
tumpang tindih sehingga kedudukan pihak yang berhak atas tanah juga transparan. Ada
baiknya apabila sebelum menjadikan suatu tanah sebagia jaminan hutang, perlu
diperhatikan baik penerima hak tanggungan ataupun pemberi hak tanggungan mengenai
kepemilikan objek. Banyak terjadi di sertifikat hanya tercantum 1 (satu) orang namun
dibelakang nya terdapat beberapa orang yang ‘merasa’ memiliki pula atas tanah yang
sudah di agunkan sehingga muncul perkara dan sengketa baru.

Anda mungkin juga menyukai