JATINANGOR
2021
1. Perkembangan Hipotek, Fidusia dan Hak Tanggungan.
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak berge- rak, untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan (Pasal 1162 KUH Per). 1
Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek diberlakukan sebagai jaminan yang melekat pada
seluruh benda tidak bergerak, tetapi dalam perkembangannya jaminan atas tanah sebagai
salah satu benda tidak bergerak telah diatur dalam lembaga sendiri yaitu hak tanggungan. 2
Hak tanggungan adalah jaminan yang dibebankan atas tanah, yaitu hak penguasaan
yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditur, yang memberi wewenang kepadanya
untuk menjual tanah yang secara khusus ditunjuk sebagai agunan piutangnya apabila debitur
cedera janji dan mengambil seluruh atau sebagaian hasilnya untuk pelunasan utangnya
tersebut dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lainnya. 3 Hak tanggungan /
credietverband memberikan kesempatan kepada orang-orang Bumiputera yang meminjam
uang dari Credietinstellingn (Lembaga- Lembaga Perkreditan), untuk memberikan jaminan
tanah yang mirip dengan hipotek. Adapun yang menjadi objek credietverband adalah tanah-
tanah milik adat (masyarakat pribumi).
Pengaturan mengenai hukum pertanahan di Indonesia mempunyai sejarah panjang
dan kompleks. Kompleksitas itu disebabkan oleh adanya pluralisme pengaturan hukum
perdata yang berlaku di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda. Konsekuensinya maka
muncul adanya hak atas tanah yang berbeda pengaturan dan dasar hukumnya, sehingga
muncul hak atas tanah Barat (eigendom, erfpacht, opstal, dan lain-lain) dan hak atas tanah
Adat (hak gogolan, hak yasan, bengkok, hak grant sultan, dan lain-lain). Hingga akhirnya
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok
Agraria menghapuskan stelsel hukum pertanahan di Indonesia yang bersifat dualisme
menjadi hanya ada satu hukum tanah.
Dan dengan lahirnya UUPPA menjanjikan adanya UU yang membahas hak tanggungan dan
hipotek maka pada tanggal 9 April 1996 disahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
yang membahas lebih lanjut mengenai hipotek dan hak tanggungan.4
Fidusia sebagai lembaga jaminan pada masa zaman Romawi memili obyek meliputi
baik barang bergerak dan barang tidak bergerak. Pemisahan mulai diadakan ketika orang-
1
PNH Simanjuntak, S. H. (2017). Hukum Perdata Indonesia. Kencana. Hlm 199
2
H.Salim.2011.Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers
3
Arba, H. M., SH, M., Mulada, D. A., & SH, M. (2021). Hukum Hak Tanggungan: Hak Tanggungan
Atas Tanah dan Benda-Benda Diatasnya. Sinar Grafika (Bumi Aksara). Hlm 6
4
Ibid, hlm 24
orang Rumawi mengenal gadai dan hipoteek. Obyek Fidusia dipersamakan dengan gadai
yaitu barang bergerak karena pada saat itu fidusia dianggap sebagai jalan keluar untuk
menghindari
larangan yang terdapat dalam gadai dan barang tidak bergerak untuk hipoteek5
Berkembangnya jaminan Fidusia di Indonesia menurut Marhainis ketika para
pedagang eksportir yang ingin memperluas usaha perdagangan luar negeri yang
membutuhkan modal. Menurutnya bahwa untuk pengembangan itu eksportir meminta kredit
pada bank, dan barang jaminan berupa stock barang dagangan yang meliputi pula peralatan
kantor, bengkel, toko dan lain-lainnya. Pada awalnya lembaga fidusia tidak diakui oleh
yurisprudensi sebab dianggap meragukan seperti suatu gadai yang berselimut, dan hal ini
dianggap bertentangan dengan pasal 1152 KUH perdata bahwa barang gadai harus dilepaskan
dari penguasaan si pemberi gadai dan hak gadai adalah tidak sah apabila barang gadai
dibiarkan berada dalam penguasaan si pemberi gadai. Tetapi akhirnya lembaga jaminan
fiduciair eigendom overdracht ini mendapat pengakuan berdasarkan yurisprudensi
Hoggerechtshof dengan putusan tanggal 18 Agustus 1932 terhadap peristiwa BPM lawan
Clynet yang berlaku sampai sekarang.
6
Ibid. hlm 80
DAFTAR PUSTAKA
Arba, H. M., SH, M., Mulada, D. A., & SH, M. (2021). Hukum Hak Tanggungan: Hak Tanggungan
Yasir, M. (2016). Aspek Hukum Jaminan Fidusia. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 3, 75-
92.