Anda di halaman 1dari 5

HAK TANGGUNGAN

Nama Anggota:

1. Ardhian Yodha W. (022122042)


2. Sandy Galuh K. (022122043)
3. Deni Setiawan (022122044)
4. Rien Tanesa (022122049)
5. Anggraeni Dwi O. (022122054)
6. Teti Supiyanti (022122068)

A. Pengertian
1. Menurut Buku
“Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah seba-gaimana yang dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya."
2. Menurut Para Ahli
Prof. Budi Harsono mengartikan hak tanggungan adalah:
"Penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kredi-tur untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan di-
gunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari
hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur
kepadanya" (Budi Harsono, 1999: 24).
Esensi dari definisi hak tanggungan yang disajikan oleh Budi Harsono adalah pada
penguasaan hak atas tanah. (Penguasaan hak atas tanah merupakan wewenang untuk
menguasai hak atas tanah. Penguasaan hak atas tanah oleh kreditur bukan untuk
menguasai secara fisik, namun untuk menjualnya jika debitur cedera janji.

B. Jenis-Jenis Tanggungan
Jenis tanggungan menurut hukum dapat merujuk pada kewajiban-kewajiban
hukum yang harus dipenuhi oleh seseorang atau badan hukum. Berikut ini beberapa
contoh jenis tanggungan menurut hukum:
1. Tanggungan jaminan: Kewajiban untuk memberikan jaminan atau agunan atas
suatu pinjaman atau kredit sehingga pemberi pinjaman memiliki jaminan atas
hutang yang dibuat.
2. Tanggungan hipotek: Hak tanggungan atas suatu properti atau bangunan yang
dimiliki oleh seseorang sebagai jaminan atas pinjaman yang diambil untuk
membeli properti atau bangunan tersebut.
3. Tanggungan fidusia: Bentuk keamanan yang digunakan dalam pinjaman dengan
menyimpan dokumen atau instrumen syariah sebagai jaminan atas pinjaman yang
diberikan.
4. Tanggungan hak tanggungan: Kewajiban untuk memenuhi ketentuan-ketentuan
legal yang berkaitan dengan jaminan atas suatu properti, termasuk kewajiban
menyimpan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan jaminan tersebut.
5. Tanggungan fiduciary: Kewajiban untuk mengelola, memelihara, dan melindungi
aset atau kepentingan orang lain dengan itikad baik dan kejujuran. Misalnya,
tanggungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup.
6. Tanggungan waris: Kewajiban untuk menyelesaikan warisan dari seseorang yang
telah meninggal dan membagikan properti atau harta milik yang ditinggalkan
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Setiap negara dapat memiliki definisi dan tindakan hukum yang berbeda-beda
terkait dengan jenis tanggungan di atas. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk
mempelajari dan memahami hukum yang berlaku dalam wilayah tempat tinggal
atau operasi merek

C. Asas-Asas Hak Tanggungan


Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dikenal
beberapa asas hak tanggungan. Asas-asas itu disajikan berikut ini.
1. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan
(Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
2. Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1)) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
3. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996);
4. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan
ada di kemudian hari (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).
Dengan syarat diperjanjikan secara tegas;
6. Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accessoir) (Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
7. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat (1))
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
8. Dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996);
9. Mengikut objek dalam tangan siapa pun objek itu berada (Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996);
10. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;
11. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996);
12. Wajib didaftarkan (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
13. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;
14. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996);

D. Subjek Hak Tanggungan


Subjek hukum dalam pembebanan hak tang-gungan adalah pemberi hak
tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan dapat perorangan
atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap objek hak tanggungan. Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau
badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.

E. Objek Hak Tanggungan


Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang, tetapi
hak atas tanah yang dapat dijadikan ja-minan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;
2. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat
publisitas;
3. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cedera janji
benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum; dan
4. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang (Budi Harsono, 1996: 5).

F. Jenis Hak yang Bisa Digunakan Sebagai Jaminan


Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang. Ada lima
jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan, yaitu:
1. Hak milik; hak untuk menimati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan
untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya dan
tidak mengganggu hak orang lain.
2. Hak Guna Usaha; hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan
suatu barang tak bergerak milik orang lain dengan kewajiban untuk membayar
upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya.
3. Hak Guna Bangunan; hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 3 tahun.
4. Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas negara; hak untuk menggunakan atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah segala sesuatu asal tidak bertentengan dengan
jiwa dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 UUPA)
5. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada.

G. Pendaftaran Hak Tanggungan


Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 14 UU
Nomor 4 Tahun 1996. Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh PPAT wajib
didaftarkan. Secara sistematis, tata cara pendaftaran dikemukakan berikut ini:
1. Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan.
2. PPAT dalam waktu 7 hari setelah ditandatangani pemberian hak tanggungan wajib
mengirimkan aka PHT dan warkah lainnya kepada kantor BPN.
3. Kantor Pertanahan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya
dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek. Hak Tanggungan serta
menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
4. Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Jika
hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal
hari kerja berikutnya.
5. Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan dibuatkan
(Pasal 13 UU Nomor 4 Tahun 1999).
6. Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan. Sertifikat Hak
Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa". Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan. Sertifikat Hak Tanggungan
diberikan kepada pemegang Hak Tanggungan. Apabila diperhatikan prosedur
pendaftaran di atas, tampaklah bahwa momentum lahirnya pembebanan Hak
Tanggungan atas tanah adalah pada saat hari buku tanah Hak Tanggungan
dibuatkan di Kantor Pertanahan.

H. Hapusnya Hak Tanggungan


Mi. Sudikno Mertokusumo, mengemukakan 6 (enam) cara ber-akhirya atau
hapusnya hak tanggungan. Keenam cara tersebut disajikan berikut ini.
1. Dilunasinya hutang atau dipenuhinya prestasi secara sukarela oleh debitur. Di sini
tidak terjadi cedera janji atau sengketa.
2. Debitur tidak memenuhi tepat pada waktu, yang berakibat debitur akan ditegur
oleh kreditur untuk memenuhi pres-simr tasinya. Teguran ini tidak jarang
disambut dengan dipenuhi-ail nya prestasi oleh debitur dengan sukarela, sehingga
dengan demikian utang debitur lunas dan perjanjian utang piutang berakhir.
3. Debitur cedera janji. Dengan adanya cedera janji tersebut, maka kreditur dapat
mengadakan parate executie dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tapa
melibatkan pengadilan. Utang dilunasi dari hasil penjualan lelang ter-sebut.
Dengan demikian, perjanjian utang piutang berakhir.
4. Debitur cedera janji, maka kreditur dapat mengajukan serti-fikat hak tanggungan
ke pengadilan untuk dieksekusi berda-sarkan Pasal 224 HIR yang dikuti
pelelangan umum. Dengan dilunasi utang dari hasil penjualan lelang, maka
perjanjian utang piutang berakhir. Di sini tidak terjadi gugatan.
5. Debitur cedera janji dan tetap tidak mau memenuhi prestasi maka debitur digugat
oleh kreditur, yang kemudian dikuti oleh putusan pengadilan yang memenangkan
kreditur (kalau terbukt!). Futusan tersebut dapat dieksekusi secara sukarela seperti
yang terjadi pada cara yang kedua dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur tapa
pelelangan umum dan dengan demikian perjanjian utang plutang berakhir.
6. Debitur tidak mau melaksanakan putusan pengadilan yang mengalahkannya dan
menghukum melunasi utangnya maka putusan pengadilan dieksekusi secara paksa
dengan pele-langan umum yang hasinya digunakan untuk melunasi hutang
debitur, dan mengakibatkan perjanjian utans piutang berakhir (Soedikno
Mertokusumo, 1996: 8-9).

I. Sebab Hapusnya Hak Tanggungan


Ada empat sebab hapusnya hak tanggungan, yaitu:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan;
2. Dilepaskan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan;
3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan pe-ringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri;
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

Anda mungkin juga menyukai