Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
yang sebelumnya belum dikenal sama sekali, baik dalam Hukum Adat maupun dalam KUH
Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada
Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan amanat Pasal 51 UUPA tersebut, pada Tanggal 9 April 1996 telah diundangkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT). Dalam Pasal 29 UUHT ditentukan bahwa
dengan berlakunya UUHT, ketentuan mengenai Credietverband dan ketentuan mengenai
Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai pembebanan
Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi dengan diundangkannya UUHT tersebut maka Hak
Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah
Nasional yang tertulis. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHT yang dimaksud dengan Hak
Tanggungan adalah :
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Obyek Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 4 UUHT, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
Salah satu ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang
tertentu yaitu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Tanggungan


Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual
melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang -lain.
Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang
Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha,
dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan menurut sifatnya
dapat dipindahtangankan. Oleh karena itu dalam Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang
harus diatur dengan undang-undang adalah Hak Tanggungan atas Hak Milik, Hak Guna Usaha,
dan Hak Guna Bangunan

UUPA pada tahun 1960 memerintahkan untuk jaminan Hak atas Tanah diikat dengan Hak
Tanggungan. Kemudian lahirlah UUHT pada tahun 1996 sebagai wujud realisasi dari perintah
UUPA tersebut, dan UUHT secara terang menyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah satu-
satunya lembaga jaminan atas tanah.

Per definisi, hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan
hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut,
dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas
dinyatakan di dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan.

Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
benda yang Berkaitan dengan Tanah.

B. Subyek Hukum Hak Tanggungan


Mengenai subjek hak tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT, yaitu : 1
Pasal 8
(1)Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan.
(2)Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat
pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
Pasal 9
Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak yang berpiutang.
Dari ketentuan dua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subjek hukum dalam
hak tanggungan adalah subjek hukum yang terkait dengan perjanjian pemberi hak tanggungan.
Di dalam suatu perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu: 2
1. Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yng menjaminkan objek hak
tanggungan (debitur);
2. Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima hak tanggungan
sebagai jaminan dari pihutang yang diberikannya.

Dalam pasal 8 dan pasal 9 UUHT memuat ketentuan mengenai subjek hak tanggungan, yaitu
sebagai berikut:
a. Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untukmelakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan pada saat
pendaftaran hak tanggungan itu dilakukan
b. Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang peroranganatau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan pelunasan atas pihutang yang diberikan.

Subjek hak tanggungan selain warga negara Indonesia, dengan. ditetapkannya hak pakai atas
tanah negara sebagai objek hak tanggungan, bagi warga negara asing juga dimungkinkan untuk
dapat menjadi subjek hak tanggungan, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sudha tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu.
b. Mempunyai usaha di Indonesia.
c. Kredit itu digunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Republik Indonesia.

C. Objek Hak Tanggungan


Menurut pasal 4 ayat (1) Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
menyebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah : 3
a. Hak Milik.
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
Hak atas tanah seperti ini merupakan hak-hak yang sudah dikenal dan diatur di dalam Undang-
undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960. Namun selain hak-hak tersebut, ternyata dalam pasal 4
ayat (2) UUHT ini memperluas hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang selain
hak-hak atas tanah sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) UUHT, objek hak tanggungan
dapat juga berupa :
a. Hak pakai atas tanah Negara. Hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang
berlaku wajib di daftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan dibebani
dengan hak tanggungan.
b. Begitu pula dengan Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berdiri
diatas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Banugnan, dan Hak Pakai yang
diberikan oleh Negara (Pasal 27 jo Undangundang Nomor 16 tahun 1985 Tentang Rumah
Susun) juga dimasukkan dalam objek Hak Tanggungan. Bahkan secara tradisional dari
Hukum Adat memungkinkan bangunan yang ada diatasnya pada suatu saat diangkat atau
dipindahkan dari tanah tersebut.

UUHT menetapkan bahwa hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani
hak tanggungan. UUHT tidak menyebutkan secara rinci hak guna bangunan yang mana yang
dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak guna bangunan menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan ada tiga macam, yaitu :
a. Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara.
b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.
c. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.
Dari tiga macam Hak Guna Bangunan tersebut seharusnya
UUHT menetapkan bahwa hanya Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara dan Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak
tanggungan, sedangkan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik tidak dapat dijadikan jaminan
hutang dengan dibebani hak tanggungan dikarenakan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
meskipun wajib didaftarkan akan tetapi tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain.

D. Berakhirnya Hak Tanggungan


Hak tanggungan akan mengalami suatu proses berakhir, yang sama dengan hak-hak atas tanah
yang lainnya ketentuan hapusnya Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 18 UUHT yang
menyatakan bahwa :
Ayat (1) :
Hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut : a) hapusnya utang yang dijamin dengan
Hak Tanggungan; b) dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; c)
pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan negeri; d)
hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Ayat (2) :
Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian
pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang Hak
Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
Ayat (3) :
Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang
dibebani Hak Tanggungan tersebut
agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan.
Ayat (4)
Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang di beban Hak Tanggungan
tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
Sementara itu, "hapusnya hak tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan Ketua Pengadilan Negeri",4 pembelian objek
Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri
maupun dalam jual beli sukarela dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda
yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga
pembelian sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUHT.

E. Pengaturan Hak tanggungan selain dalam UUPA no 5 tahun 1960


a. Pengaturan Hak Tanggungan diatur juga dalam UU no.4 tahun 1996 / UUHT tentang Hak
Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
b. Peraturan Pemmerintahan Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.
c. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan
pelaksanaan Peraturan Pemerintahan no. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Sebelum berlakunya Peraturan Menteri 3/1997 terdapat pengaturan dalam Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN :
a. Nomor 3 tahun 1996 tentang Bentuk surat kuasa membebankan Hak Tanggungan, Akta
pemberian Hak Tanggungan, Buku-tanah Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak
Tanggungan.
b. Nomor 4 tahun 1996 tentang penetapan batas waktu penggunaan surat kuasa
membebankan Hak Tanggungan untuk menjamin pelunasan kredit-kredit tertentu.
c. Nomor 5 tahun 1996 tentang pendaftaran Hak Tanggungan.
d. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN tanggal 26 Mei 1996 Nomor 630.1-1826
tentang pembuatan buku-tanah dan sertifikat Hak Tanggungan

Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan


ketentuan dalam Pasal 14, dinyatakan dalm Pasal 26 UUHT, Bahwa peraturan mengenai
eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini (UUHT), berlaku
terhadap eksekusi Hak Tanggungan, yaitu Pasal 224 Reglemen Indonesia yang di-Baharui (S.
1941-44) dan Pasal 258 Recht Reglement Buiten Gewesten (S. 1927-227).

Anda mungkin juga menyukai