Pada dasarnya jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu : Pertama, jaminan
Perorangan (Personal Guarantee) yang dasar hukumnya dapat kita lihat didalam Pasal 1820
KUHPerdata berbunyi: “Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi
kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak
memenuhi perikatannya.” Kedua, jaminan kebendaan yang terdapat didalam Pasal 1131
KUHPerdata berbunyi: “Segala barang-barang bergerak dan tidak bergerak milik debitu, baik
yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan
perorangan debitu itu.”
Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau kreditur
dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau
debitur.[1]
Dasar hukumnya Pasal 1820 KUHPerdata berbunyi: “Penanggungan ialah suatu
persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.”
Penanggungan harus dinyatakan secara tegas, bahkan agar dapat lebih memberikan
perlindungan bagi kreditor perlu dibuat dalam bentuk akta notariil. Oleh karena itu ada atau
tidaknya suatu penanggungan ini tidak dapat dikira-kira atau diasumsikan. Kedekatan
hubungan kekerabatan antara 2 orang tidak secara otomatis menimbulkan adanya
penanggungan. Perlu dibuat suatu perjanjian tersendiri yang menegaskan hal tersebut.
Contoh Jaminan Perorangan: Bank Z memberikan kredit sebesar 2 Miliar rupiah kepada PT
X berdasarkan perjanjian kredit dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Untuk menjamin atau
menanggung pelunasan utang PT X kepada Bank Z, Bank Z meminta kepada pihak ketiga
yaitu Komisaris bernama A dan Direktur bernama B untuk menjadi penjamin atau
penanggung utang PT X. Kemudian Bank Z mengadakan perjanjian penjaminan atau
penanggungan utang dengan A dan B untuk menjamin dan menanggung utang PT X jika
PT X lalai membayar utangnya.
B. JAMINAN KEBENDAAN
1. Gadai
Lembaga jaminan yang disebut Gadai diatur oleh ketentuan pasal 1150 sampai dengna
pasal 1160 KUH Perdata. Gadai merupakan lembaga jaminan yang digunakan untuk
mengikat jaminan utang yang berupa barang-barang bergerak antara lain berupa barang-
barang perhiasan (misalnya kalung emas dan gelang emas), surat berharga dan surat yang
mempunyai harga (misalnya saham dan sertifikat deposito), mesin-mesin yang tidak
terpasang secara tetap di tanah atau bangunan (misalnya genset), dan sebagainya.
Pengertian Gadai menurut pasal 1150 KUH Perdata berbunyi :
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya,
dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya; dengan
kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus
didahulukan.”
Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan jaminan kebendaan kepada krediturnya
sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur mempunyai hak menagih pelunasan piutangnya
atas benda yang diikat dengan Gadai tersebut.
Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferen kepada
kreditur sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur tersebut akan memperoleh pembayaran
didahulukan atas piutangnya dari hasil pencairan (penjualan) benda yang diikat dengna
Gadai dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.
benda yang di jadikan jaminan dalam gadai adalah benda bergerak yang terdiri dari benda
berwujud dan benda bergerak yang tidak berwujud (berupa hak untuk mendapatkan
pembayaran uang misalnya surat-surat piutang).
2. Hipotik
Lembaga Hipotik pada saat ini hanya digunakan untuk mengikat jaminan utang yang berupa
kapal laut berukuran bobot 20 m3 atau lebih sesuai dengan ketentuan Pasal 1162 sampai
dengan Pasal 1232 KUHPerdata, pasal 314 KUH Dagang dan Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran. Hipotik menurut pasal 1162 KUH Perdata adalah “suatu hak
kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya
bagi pelunasan suatu perikatan.” Dalam hipotek yang menjadi objek adalah kapal dengan isi
20 m3.
Pengikatan kapal laut melalui Hipotik memberikan kepastian hukum bagi kreditur sesuai
dengan dibuatnya akta dan sertifikat Hipotik yang dalam praktek pelaksanaannya adalah
berupa Akta Hipotik berdasarkan perjanjian pinjaman dan Akta Kuasa Memasang Hipotik.
3. Hak Tanggungan
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Pemberiannya merupakan ikutan
dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang
yang dijamin pelunasannya.
Pengaturan mengenai hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan
Tanah serta peraturan-peraturan pelaksananya. Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah , pengertian Hak tanggungan
adalah sebagai berikut:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitandengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yangdibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untukpelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-
kreditor lain.”
Pemberian hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan menurut pasal 4 angka (1) dan
pasal 27 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah yakni
sebagai berikut:
Pasal 4 angka (1)berbunyi:
Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
1. Hak Milik;
2. Hak Guna Usaha;
3. Hak Guna Bangunan.
Pasal 27 berbunyi : “Ketentuan Undang-Undang ini berlaku juga terhadap pembebanan
hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.”
Ternyata barang jaminan kebendaan itu tidak hanya Gadai seperti yang biasa kita lakukan
saat terdesak kondisi keuangan tidak baik. Dengan lebih mengetahui hukum dan jenis
jaminan ini, selain menambah pengetahuan kita mengenai jaminan, kita juga akan tahu bila
aset atau barang berharga kita mendapatkan tambahan dana tanpa harus kehilangan aset
tersebut. Salam Yuridis.id.
4. Fidusia
Semula bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perundang-undangan melainkan
berkembang atas dasar yurisprudensi, di Indonesia baru diatur dalam undang-undang pada
tahun 1999 dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan
Fidusia.
Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga Gadai, oleh karena itu yang menjadi objek
jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 42 tahun
1999 tersebut, “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Adapun pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan yang diwajibkan atau diharuskan
dilakukan dengan akta autentik adalah:
a. Akta Hipotek kapal untuk pembebanan perjanjian jaminan hipotek atas kapal yang dibuat
oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal.
b. Surat kuasa membebankan hipotek (SKMH) yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.
c. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh notaris atau
pejabat pembuat akta tanah.
d. Akta pemberian hak tanggungan (APHT) yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah.
e. Akta jaminan Fidusia (AJF) yang dibuat oleh notaris.