Anda di halaman 1dari 8

Jaminan merupakan terjemahan dari istilah 

zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitur


untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara
menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang
yang diterima debitur terhadap krediturnya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, istilah
“jaminan” berasal dari kata “jamin” yang berarti “tanggung”, sehingga jaminan dapat
diartikan sebagai tanggungan.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR
tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan
adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan
perjanjian.

Istilah jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat
diartikan sebagai tanggungan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah tanggungan atas segala
perikatan dari seseorang seperti yang ditentukan dalam Pasal 1131 KUHPerd.

jaminan dibagi menjadi dua yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi
lebih lanjut menjadi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan . Selanjutnya jaminan
kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan benda tetap. Jaminan benda bergerak
dibagi menjadi gadai dan fidusia , sedangkan jaminan benda tetap dibagi menjadi hak
tanggungan atas tanah , fidusia dan hak tanggungan bukan atas tanah . Jadi jaminan
merupakan satu sistem yang mencakup hak tanggungan atas tanah.

Jaminan umum ini dilahirkan karena undang- undang ,sehingga tidak perlu ada perjanjian
jaminan sebelumnya.Dalam jaminan yang bersifat umum , semua kreditor mempunyai
kedudukan yang sama terhadap kreditor - kreditor lain, tidak ada kreditor yang diutamakan
atau diistimewakan dari kreditor- kreditor lain. Pelunasan utangnya dibagi secara "seimbang"
berdasarkan besar kecilnya jumlah tagihan masing- masing kreditor dibandingkan dengan
jumlah keseluruhan utang debitor. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1132 KUH Perdata bahwa
kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan
padanya , hasil penjualan benda - benda itu dibagi- bagi menurut keseimbangan , yaitu
menurut besar kecilnya piutang masing- masing kecuali apabila diantara para berpiutang itu
ada alasan yang sah untuk didahulukan.

Perjanjian jaminan kebendaan selalu merupakan perbuatan memisahkan suatu bagian dari
kekayaan seorang yang bertujuan untuk menjaminkan dan menyediakannya bagi pemenuhan
kewajiban seorang debitor. Karena dalam jaminan kebendaan yang dijadikan obyek jaminan
adalah benda maka berlaku asas - asas hak jaminan kebendaan seperti dibawah ini :

1. Hak jaminan ini memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditor


pemegang hak jaminan ini terhadap para kreditor yang lainnya, adanya hak Preferen.

2. Hak jaminan ini merupakan hak accesoir terhadap perjanjian pokok yang dijamin dengan
jaminan tersebut., artinya hapusnya bergantung pada perjanjian pokoknya.

3. Benda yang menjadi obyek jaminan adalah benda bergerak maupun benda tidak bergerak .
4. Mempunyai sifat kebendaan ( real right ) segaimana diatur dalam pasal 528 KUH Perdata .
Sifat daripada Hak Kebendaan itu sendiri yaitu : Absolut yaitu dapat dipertahankan pada
setiap orang,dan Droit de suite yaitu, Hak Kebendaan mengikuti pada siapapun dia berada.

Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian jaminan antara kreditor dengan pihak ketiga .
Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif yaitu hak yang hanya dapat
dipertahankan terhadap orang tertentu yang terkait dalam perjanjian . Dalam perjanjian
jaminan perorangan , pihak ketiga bertindak sebagai penjamin dalam pemenuhan kewajiban
debitor, berarti perjanjian jaminan perorangan merupakan janji untuk memenuhi kewajiban
debitor , apabila debitor ingkar janji . Dalam jaminan perorangan tidak ada benda tertentu
yang diikat dalam jaminan , sehingga tidak jelas benda apa dan yang mana milik pihak ketiga
yang dapat dijadikan jaminan apabila debitor ingkar janji , dengan demikian para kreditor
pemegang hak jaminan perorangan hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren saja.
Apabila terjadi kepailitan pada debitor maupun penjamin ( pihak ketiga ) , akan berlaku
ketentuan jaminan secara umum yang tertera dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) merupakan suatu
persetujuan dimana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.

Penanggungan adalah jaminan yang tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda
tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan lewat pihak yang menjamin pemenuhan
perikatan yang bersangkutan.

Dalam praktik pada umumnya Penanggungan yang digunakan dalam pemberian kredit di
Indonesia terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:

o 1. Jaminan Perorangan: yang diberikan oleh suatu individu untuk menjamin pemenuhan
perikatan oleh debitur; dengan syarat  : Wajib mendapatkan persetujuan pasangan bagi pihak
yang tidak memiliki perjanjian pemisahan harta dengan pasangan (suami/istri)”

o 2. Jaminan Perusahaan/Corporate Guarantee: yang diberikan oleh suatu Perseroan, untuk


menjamin pemenuhan perikatan oleh debitur. Dengan syarat : Perseroan yang akan
memberikan Jaminan Perusahaan dengan menjaminkan lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, Direksi wajib meminta
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Jaminan Perorangan mempunyai tiga unsur utama yakni :
1.Mempunyai Hubungan langsung pada orang tertentu
2.Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu
3.Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Yang termasuk dalam jaminan perorangan, antara lain :


1. Perjanjian Penaggungan ini diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH
Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata, penanggungan ialah suatu persetujuan
dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan
debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.
A. Perjanjian Garansi
Pasal 1316 KUH Perdata amengatur tentang peranjian garansi, dimana pemberi garansi
menjamin bahwa seorang pihak ketiga akan berbuat sesuatu yang biasannya (tidak selalu)
berupa tindakan “menurut suatu perjanjian tertentu”. Seorang pemberi garansi mengikatkan
diri untuk memberi ganti rugi jika pihak ketiga yang menjamin tidak melakukan perbuatan
yang digaransinnya.

B. Perjanjian Tanggung menanggung atau tanggung renteng


Menurut Pasal 1278 KUH Perdata, dalam perikatan tanggung menanggung atau tanggung
renteng salah satu pihak atau masing-masing pihak lebih dari satu orang. Dalam perikatan ini
dikenal adagium: “satu untuk seluruhnya atau seluruhnya untuk satu”.

Sebagai contoh dapat dikemukakan antara lain, Pasal 1749 KUH Perdata yang berbunyi: Jika
beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka mereka masing-masing wajib
bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman. Demikian pula Pasal 1836
KUH Perdata, menyatakan: jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung
untuk seorang debitur yang sama dan untuk utang yang sama, maka masing-masing
penanggung terikat untuk seluruh utang itu

2.Jaminan Kebendaan

Merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, mempunyai hubungan
langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan mempunyai ciri-ciri
“kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu serta
mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan.

Subekti menyatakan bahwa suatu hak kebendaan adalah sesuatu hak yang memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.

Hak kebendaan dalam KUHPer dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:

1. Zakelijk Zekenheidsrecht, yaitu hak kebendaan yang memberikan jaminan, antara lain gadai,
hipotek, hak tanggungan, fidusia; dan
2. Zakelijk Genotsrecht, yaitu hak kebendaan yang memberikan kenikmatan, antara lain hak
milik dan bezit.

Jaminan Kebendaan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga macam :


1. Gadai, yang diatur dalam Pasal 1150 KUHPer s.d. Pasal 1160 KUHPer. Berdasarkan Pasal
1150 KUHPer, Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya,
dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan
barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan
sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus
didahulukan.

2.Fidusia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia (“UU Fidusia”) dan peraturan-peraturan pelaksananya. Fidusia bedasarkan Pasal 1
angka 1 UU Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
tetap dalam penguasaan pemilik benda, sementara jaminan fidusia memiliki pengertian
sebagai hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) yang
tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap
kreditur lainnya. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 9 UU Fidusia, fidusia juga dapat berupa
piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
Jaminan fidusia juga meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, serta
meliputi juga klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia
diasuransikan.

3.Resi Gudang, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem
Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang
serta peraturan-peraturan pelaksananya. Dalam Resi Gudang, yang dijadikan objek jaminan
adalah Resi Gudang (Pasal 1 angka 9, Pasal 4, Pasal 12 – Pasal 16 UU Resi Gudang). Resi
Gudang itu sendiri adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang
yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang (Pasal 1 angka 2 UU Resi Gudang).

Adapun jenis fasilitas atau insentif atau jaminan yang diberikan kepada penanam modal
berupa:

1. Fasilitas perpajakan sebagaimana diatur di dalam Pasal 18 UU 25/ 2007.

2. Kemudahan pelayanan atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk


memperoleh hak atas tanah, fasilitas pelayanan keimigrasian; dan fasilitas perizinan impor.

3. Hak untuk mengalihkan aset.


4. Hak transfer atau repatriasi sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 UU 25/2007.

5. Hak atas kompensasi dalam hal ada nasionalisasi.

6. Penyelesaian sengketa secara khusus (khususnya untuk penanam modal asing).

Pemerintah memberikan insentif jaminan dan keuntungan kepada investor untuk mengubah
persepsi investor atas wilayahnya agar investor memutuskan untuk berinvestasi di wilayah
tersebut. Adanya jaminan kepastian hukum dan konsistensi kebijakan atau peraturan antara
pemerintah pusat, provinsi dan daerah kabupaten atau kota.

Secondary determinant adalah faktor sekunder yang digunakan oleh investor dalam
mempertimbangkan suatu negara sebagai tujuan investasi dengan memperhatikan keuntungan
kompetitif, yaitu keunggulan yang sengaja diciptakan (created) oleh suatu negara melalui
kebijakan dan aturan hukum serta infrastruktur lainnya dengan memberikan fasilitas, insentif
dan jaminan keamanan berinvestasi.

Dalam memberikan insentif kepada investor asing, negara harus memperhatikan beberapa
prinsip sebagai berikut:

1. Quid pro quo, prinsip ini disebut juga contrepartie (Perancis) atau “compensatory
justification” atau counterpart dalam bahasa Inggris. Menurut prinsip ini, insentif itu
diberikan apabila memberi kompensasi atau manfaat timbal balik misalnya
memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah terbelakang, membantu
restrukturisasi perusahaan yang mengalami kesulitan, bermanfaat bagi riset dan
pengembangan, mengurangi polusi, atau menciptakan lapangan kerja.
2. Notification, di dalam the Agreement on Subsidies and Countervailing Measures
(SCM) yang dibuat oleh WTO, disebutkan bahwa setiap anggota WTO harus
memberitahukan insentif kepada Sekretariat WTO. Di Eropa, semua subsidi harus
diberitahukan sebelumnya kepada the European Commission (EC) dan belum dapat
dilaksanakan sampai disetujui oleh EC dengan ketentuan bahwa subsidi tersebut akan
dilarang dilaksanakan atau harus diubah jika melanggar EU law.
3. Non-Discrimination, agreement on Trade-Related Investment Measures (TRIMS)
melarang pemerintah memberikan insentif yang diskriminatif dan dengan disertasi
syarat tertentu misalnya harus ada kandungan lokal (domestic content) atau trade-
balancing rules, melarang foreign exchange balancing rules, dan membatasi impor
barang modal atau melarang ekspor.

Selain hak untuk mengalihkan aset, menurut Pasal 8 ayat (3) UU 25/2007, penanam
modal juga diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, antara
lain terhadap:

1. Modal;

2. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain;

3. Dana yang diperlukan untuk:


a. pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi, atau barang jadi;

b. penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup penanaman


modal;

4. Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal;

5. Dana untuk pembayaran kembali pinjaman;

6. Royalti atau biaya yang harus dibayar;

7. Pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan
penanaman modal;

8. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;

9. Kompensasi atas kerugian;

10. Kompensasi atas pengambilalihan;

11. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar
untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek,
dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual.

Pasal 7 UU 25/2007 memberi jaminan bahwa pemerintah tidak akan melakukan tindakan
nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan
undang-undang. Dalam hal pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau
pengambilalihan hak kepemilikan, pemerintah akan memberikan kompensasi yang
jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.

Indonesia telah meratifikasi konvensi ICSID 1958 melalui UndangUndang Nomor 5


Tahun 1968 untuk menjamin penyelesaian sengketa secara khusus antara penanaman
modal asing dan pihak Indonesia, baik oleh pemerintah sendiri maupun swasta. Arbitrase
diatur di dalam Bab IV dari ICSID Convention dan Rules of Procedure for Arbitration
Proceedings (Arbitration Rules).

Tujuan dibentuknya Free Trade Zone adalah: 1. Menjamin masuknya devisa asing
melalui pengembangan ekspor nontradisional. 2. Menciptakan lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan tenaga kerja lokal. 3. Untuk menarik modal asing termasuk
memperoleh keuntungan dari modal asing tersebut seperti alih teknologi, know how, dan
keterampilan manajemen.

Jaminan Khusus karena Ketentuan Undang-Undang

Jaminan adalah suatu benda dengan nilai ekonomis yang diberikan oleh Debitur kepada
Kreditur untuk menjamin penyelesaian kewajiban si Debitur. Dalam hukum jaminan, dikenal
adanya jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum adalah jaminan sebagaimana
dapat dipahami berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
yang berbunyi:

“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.”

Sedangkan jaminan khusus adalah jaminan kebendaan yang mensyaratkan adanya agunan
objek berupa harta bergerak maupun tidak bergerak. Jaminan khusus dibagi lagi menjadi 2
jenis, yaitu jaminan khusus karena ketentuan Undang-Undang dan jaminan khusus karena
perjanjian. Artikel ini berfokus pada jenis jaminan khusus yang pertama, yang terdiri
dari Hak Istimewa dan Hak Retensi.

Hak Istimewa atau Hak Privilege adalah hak yang didahulukan. Pasal 1134 KUHPer
menyatakan sebagai berikut:

“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang
berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-
mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tingg daripada hak
istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya.”

Hak istimewa ini dapat dibedakan lagi menjadi hak privilege umum dan khusus. KUHPer
dalam Pasal 1149 juga telah mengatur jenis-jenis piutang yang diistimewakan terhadap benda
bergerak dan tidak bergerak pada umumnya, yaitu:

1. Biaya perkara;
2. Biaya penguburan;
3. Biaya pengobatan terakhir dari Debitur yang meninggal dunia;
4. Upah buruh dari tahun lampau dan apa yang masih harus dibayar untuk tahun berjalan
5. Penyerahan bahan makanan bagi Debitur dan keluarganya selama 6 bulan terakhir;
6. Tagihan sekolah asrama; dan
7. Piutang anak belum dewasa atau berada di bawah pengampuan terhadap wali.

Dengan demikian, terhadap piutang-piutang di atas, diberlakukan hak istimewa Krediturnya


untuk didahulukan.

Hak Retensi adalah hak yang diberikan kepada Kreditur tertentu, untuk menahan benda
Debitur sampai tagihan yang berhubungan dengan benda tersebut dilunasi. Adapun dasar
hukum Hak Retensi meliputi Pasal 575 ayat (2) KUHPer, Pasal 1576 KUHper, Pasal 1364
ayat (2) KUHPer, Pasal 1616 KUHPer, Pasal 1729 KUHPer, dan Pasal 1812 KUHPer.

Bedanya hak retensi dari hak lain ialah bahwa dalam hak retensi, benda yang ditahan oleh
Kreditur itu bukan untuk dijual atau dilelang dan hasil penjualannya digunakan untuk
melunasi utang Debitur. Namun Kreditur hanya menahan benda tersebut hingga utang
Debitur kepadanya lunas. Hak menahan tersebut juga tidak termasuk hak untuk menggunakan
atau memanfaati bendanya.

Salah satu contoh hak retensi yang sering ditemukan ialah hak retensi berdasarkan Pasal 1812
KUHPer yang berbunyi:
“Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya
hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian
kuasa.”

Contoh keadaan dimana hak retensi sebagaimana di atas berlaku ialah dalam hubungan antara
advokat dengan klien. Advokat diberikan kuasa oleh klien untuk menjadi kuasa hukumnya,
melakukan pembelaan dan hal-hal lain demi kepentingan hukum klien, dengan menerima
upah. Jika kewajiban pembayaran tidak dipenuhi klien, maka advokat dapat menahan
misalnya dokumen sertifikat atau lainnya milik klien hingga tagihannya lunas. Tentunya hal
ini dengan tetap memperhatikan ketenuan Pasal 4 Angka 11 Kode Etik Profesi Advokat yang
membolehkan hak retensi sepanjang tidak menimbulkan kepentingan kerugian klien.

Anda mungkin juga menyukai