Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM B ISNIS DAN REGULASI

“HUKUM JAMINAN”

DOSEN PENGAMPU:

DEWI PEBRIYANI S.E, M.Si

ANGGOTA KELOMPOK:

FA’IZAH BAHIRAH TUQA 22043092

ISMI KHAIRUNNISA 22043107

HANIFA KHAIRANNISA 22043104

AGUNG TRI WARDANA 22043148

HAMDAN SUHUD 22043103

PRODI S1 AKUTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2022/2023


DAFTAR ISI
Kata pengantar..........................................................................................................

Daftar isi...................................................................................................................

Bab I pendahuluan

a. Latar belakang.......................................................................................................

b. Rumusan masalah..................................................................................................

c. Tujuan……............................................................................................................

Bab II pembahasan

A. Pengertian Hukum Jaminan……………………………....................................................

B. Jenis-jenis Hukum Jaminan………………………………................................................

C. Lembaga Jaminan Di Indonesia………..............................................................................

Bab III Penutup

A.Kesimpulan……………………………………………………………….……….………

B.Saran………………………………………………………………………………………

Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
Pertama – tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan ridho kepada Allah
SWT. Karena tanpa rahmat dan ridho-Nya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada ibu DEWI PEBRIYANI S,E, M.Si.
selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Bisnis dan Regulasi. Kami ucapkan juga
terimakasih kepada teman – teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan
data – data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang
”Hukum Jaminan”, makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.

Maka dari itu kami memohon saran dan kritik dari teman teman maupun dosen. Demi
tercapainya makalah yang sempurna.

Padang, 9 Desember 2022


BAB I

PENDAHULUAN

a.Latar Belakang
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zakerheidsstelling,
atau zakerheidsrechten. Lembaga jaminan diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Terjadinya peningkatan kebutuhan masyarakat dalam arus niaga harus diimbangi dengan
pengaturan yang jelas dan lengkap mengenai lembaga penjamin. Pembinaan hukum terhadap
bidang hukum jaminan adalah sebagai konsekuensi logis dan merupakan tanggung jawab dari
pembinaan hukum untuk mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan,
perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan.
Selain itu, adapun Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria yang berbunyi, ”Sesungguhnya telah ditentukan adanya suatu lembaga hak jaminan yang
kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah dan lembaga hak jaminan tersebut atau disebut
Hak Tanggungan sesuai pasal 51.

b.Rumusan Masalah
1. Apa itu Hukum Jaminan
2. Apa saja jenis-jenis Hukum Jaminan
3. Apa saja Lembaga jaminan di Indonesia
4. Apa itu Hak Tanggungan, Gadai dan Fidusia

c.Tujuan
Mengetahui dengan jelas apa itu Hukum jaminan, jenis-jenis hukum jaminan dan fungsi dari
hukum jaminan serta mengetahui Lembaga jaminan yang ada di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Jaminan


Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-
kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam
kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Pada intinya
hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan antara pemberi
jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu
utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu)

B. Jenis-Jenis Hukum Jaminan


1. Jaminan Perorangan (Personal Guarantee).

Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau kreditur
dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban kewajiban si
berhutang(Debitur) Dasar hukumnya adalah Pasal 1820 KUHPerdata berbunyi:
“Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi
perikatannya.”

2. Jaminan Kebendaan

Jaminan Kebendaan adalah suatu tindakan berupa suatu perjaminan yang dilakukan oleh
si berpiutang(kreditur) terhadap debitornya,atau antara siberpiutang dengan seorang pihak
ketiga guna memenuhi kewajiban dari si berutang (debitur).

3. Jaminan Umum

Menurut Pasal 1131 KUH Perdata, “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak
maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Pasal tersebut
menjelaskan mengenai jaminan umum. Jaminan umum memberikan kedudukan yang
konkuren pada kreditor. Jaminan umum memberikan hak yang sama pada setiap kreditor
untuk mendapatkan pelunasan utang dari debitor.

4. Jaminan Kusus

Jaminan khusus adalah jaminan yang lahir dari perjanjian. Agar seorang kreditor
mempunyai kedudukan yang lebih baik dibandingkan kreditur konkuren, utang kreditor
dapat diikat dengan hak jaminan yang bersifat khusus, sehingga kreditornya memiliki hak
preferensi dalam pelunasan piutangnya.

C. Lembaga Jaminan Di Indonesia


1. Hak Tanggungan
a. Pengertian
“Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,yang dimaksud dengan hak
tanggungan adalah hak jaminan yang yang dibebankan pada hak atas
tanah.Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan dasar pokok agraria.
Hak Tanggungan adalah hak yang dibebankan pada hak atas tanah beserta
benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah. Sejak Undang-Undang
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria mulai berlaku
Sesungguhnya telah ditentukan bahwa akan diatur mengenai hak tanggungan
sebagai hak yang memberikan jaminan atas tanah dan benda-benda yang berada
diatasnya.
b. Ciri-ciri Hak Tanggungan
 Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului
kepada pemegangnya.(Pasal 1 angka 1 dan pasal 20 ayat (1) Undang Undang
Hak Tanggungan.
 Hak Tanggungan selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam siapapun objek
itu berada (Pasal 7 Undang Undang Hak Tanggungan).
 Hak Tanggungan memenuhi asas spesialitas dan publitas ,sehingga dapat
mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang
berkepentingan.
c. Asas Hak Tanggungan
1. Hak tanggungan bersifat memaksa.
Pembebanan hak tanggungan sebagai sebuah jaminan atas tanah tidak bersifat
memaksa, namun setelah hak tanggungan ada, maka segala ketentuan dalam
UUHT wajib dilaksanakan. Pengingkaran atas ketentuan UUHT dapat
menyebabkan HT tidak berlaku.
2. Hak tanggungan dapat beralih atau dipindahkan.
Hak tanggungan merupakan perjanjian assesoir yang mengikuti perjanjian
pokok utang piutang. Dan apabila piutang yang dijamian dengan HT tersebut
beralih, maka HT juga akan ikut beralih.

3. Hak tanggungan bersifat individualiteit.


Pasal 15 UUHT menentukan bahwa atas suatu objek HT dapat dibebani dengan
lebih dari satu HT untuk menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Masing-
masing HT tersebut berdiri sendiri. Eksekusi atau hapusnya HT yang satu tidak
berpengaruh terhadap HT lainnya.
4. Hak tanggungan bersifat menyeluruh (totaliteit).
Pada prinsipnya HT diberikan secara keseluruhan. Yaitu HT diberikan dengan
segala ikutannya, yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan bidang tanah
yang dijamin dengan HT. Maka eksekusi HT atas bidang tanah tersebut juga
meliputi segala ikutannya, yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan
bidang tanah yang dijaminkan atau diagunkan dengan HT tersebut.
5. Hak tanggungan tidak dapat dipisah-pisahkan (onsplitbaarheid).
Pembebanan HT akan dilakukan terhadap bidang tanah tertentu beserta segala
apa yang melakat diatasnya.
6. Hak tanggungan berjenjang (ada prioritas yang satu atas yang lainnya).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa atas satu bidang tanah dapat
dikenakan beberapa HT. Atas hak-hak tanggungan tersebut ditentukan peringkat
berdasarkan pendaftarannya. Apabila pendaftaran dilakukan secara bersamaan,
maka peringkat HT ditentukan berdasar saat pembuatan APHT.
7. Hak tanggungan harus diumumkan (asas publisitas).
Pendaftaran yang dilakukan merupakan pemenuhan syarat publisitas,
sebagaimana disyaratkan dalam hukum kebendaan.
8. Hak tanggungan mengikuti bendanya (droit de suite).
Artinya ketangan siapapun benda yang dimiliki beralih, pemilik dengan hak
kebendaan tersebut berhak untuk menuntutnya kembali, dengan atau tanpa
disertai dengan ganti rugi.
9. Hak tanggungan bersifat mendahulu (droit de preference)
HT memberikan kedudukan istimewakepada kreditornya. Yaitu sebagai kreditor
preferen yang memberikan kedudukan istimewa untuk mendapatkan pelunasan
piutangnya terdahulu daripada kreditor lainnya. Hak tanggungan hanya
semataditujukan bagi pelunasan utang dengan cara menjual (sendiri) bidang
tanah yang dijaminkan dengan HT tersebut dan memperoleh pelunasan dari
penjualan tersebut hingga sejumlah nilai HT atau nilai piutang kreditor.
10. Hak tanggungan sebagai jura in re aliena (yang terbatas)
Hak tanggungan ini hanya bersifat perjanjian assesoir, yang merupakan
perjanjian tambahan/ ikutan dari perjanjian pokok utang piutang. Sifatnya
terbatas pada hal tersebut sebagai suatu bentuk jaminan
d. Objek Hak Tanggungan
Menurut Pasal 4 Undang Undang Hak tanggungan
bahwa hak atas tanah dapat dibebani hak tanggungan
adalah:
1) Hak Guna Usaha
2) Hak guna bangunan
3) Hak pakai atas tanah negara
4) Hak pakai atas tanah milik
5) Hat atas tanah berikut bangunan,tanaman,dan hasil karya yang telah ada
6) Rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun
e. Proses Pembebanan Hak Tanggungan
1. Didahului Dengan Perjanjian Utang Piutang
Untuk membebankan hak tanggungan terhadap suatu tanah/objek yang menjadi
jaminan maka harus didahului dengan adanya Perjanjian utang piutang antara
debitur dan kreditur. Perjanjian utang piutang tersebut bisa dibuat dengan akta
notaris bisa juga hanya dengan akta dibawah tangan (tanpa akta notaris);
2. Dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan
Setelah dibuat perjanjian utang piutang, baru kemudian harus dibuat Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Pada umumnya APHT berisi nama dan identitas pemegang dan pemberi hak
tanggungan (jaminan), nilai jaminan, jenis objek yang dijadikan jaminan oleh si
debitur, misalnya tanah atau bangunan atau objek lainnya, dan lain sebagainya.
Sehingga jelas objek yang menjadi jaminan di dalam utang-piutang tersebut;

3. Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan


Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang sudah dibuat ditandatangani, PPAT wajib mendaftarkan akta
tersebut kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Maksud
pendaftaran pembebanan Hak Tanggungan tersebut adalah untuk dibuatkan Buku
Tanah Hak Tanggungan dan mencatatkan dalam Buku Tanah hak atas tanah yang
menjadi objek hak tanggungan/jaminan serta menyalin catatan tersebut pada
sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan(APHT) dan Janji–Janji yang terkandung
di dalamya
Menurut Pasal 11 ayat (1)Akta Pemberian Hak Tanggungan ini wajib
memuat hal-hal berikut :
 nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
 domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, danapabila di
antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya haruspula
dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal
domisilipilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta
Pemberian HakTanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
 penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminsebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
 nilai tanggungan;
 uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan

Janji yang dimaksud terdapat dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Hak
Tanggungan, yaitu :

1. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan


untukmenyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau
mengubah jangka waktusewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali
dengan persetujuan tertulislebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untukmengubah
bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali denganpersetujuan
tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
3. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang HakTanggungan untuk
mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan KetuaPengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggunganapabila
debitor sungguh-sungguh cidera janji;
4. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang HakTanggungan untuk
menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk
pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau
dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak
dipenuhi atau dilanggarnya
5. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hakuntuk
menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera
janji

g. Hapusnya Hak Tanggungan


Hak Tanggungan dapat di hapus dengan alasan sebagai berikut dimuat dalam
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan :
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
2. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri;
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
h. Eksekusi Hak Tanggungan
Ciri Khusus hak Tanggungan sebagai Hak jaminan atas tanah adalah mudah dan
pasti pelaksanaan eksekusinya. Eksekusi Hak Tanggungan adalah apabila debitur
cedera janji maka objek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut
tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan yang berlaku dan
pemegang hak tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya
untuk pelunasan hutang dengan hak mendahului dari kreditur lainnya. Eksekusi
Hak Tanggungan ini terdapat dalam Pasal 21 ayat (1).
2. GADAI
a. Pengertian
Menurut Pasal 1150 KUH Perdata Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang
yang berutang atau atau oleh seorang lain atas namanya. Jaminan Gadai dilakukan
oleh lembaga pengadaian. Pegadaian adalah Suatu lembaga keuangan bukan bank
yang memberikan kredit kepada masyarakat yang corak khusus yang telah dikenal
di indonesia sejak tahun 1950. Mengenai Gadai di atur dalam Pasal 1150 sampai
dengan pasal 1161.
b. Tahapan Terjadinya Gadai
1. Tahap Pertama
Perjanjian pinjaman uang dengan janji sanggup untuk memberikan benda
bergerak sebagai jaminannya, bersifat konsesuil dan obligator.
a. Tahap Kedua
Penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai.
c. Kegiatan Usaha Pegadaian
 Melayani jasa titipan barang

Jasa titipan barang adalah jasa yang diberikan pegadaian kepada masyarakat
yang ingin menitipkan barang-barang berharganya. Jasa ini diberikan untuk
memberikan rasa aman kepada pemiliknya, terutama bagi orang-orang yang
akan meninggalkan rumah dalam kurun waktu yang lama.

 Memberikan kredit

Kredit diberikan terutama bagi karyawan yang memiliki penghasilan tetap.


Pembayaran pinjaman dilakukan dengan memotong gaji peminjam secara
bulanan.

 Ikut serta dalam usaha tertentu bekerja sama dengan pihak ketiga

Misalnya dalam hal pembangunan perkantoran atau pembangunan lainnya


dengan sistem Build, Operate, and Transfer (BOT).
3. FIDUSIA

Fidusia dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah “Penyerahan Hak Milik
Secara Kepercayaan”. Dalam terminologi Belanda istilah lengkapnya berupa Fiduciare
Eigendom Overdracht, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Fiduciary
Transfer of Ownership.

Pada fidusia, berbeda dengan gadai, yang diserahkan sebagai jaminan kepada kreditur
adalah hak milik sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, sehingga yang terjadi
adalah penyerahan secara constitutum possessorium.

Pendaftaran Jaminan Fidusia dimaksudkan untuk memberikan kepastiaan hukum bagi


para pihak, baik bagi Pemberi Fidusia maupun Penerima Fidusia, sehingga memberikan
perlindungan hukum terhadap kreditor atau Penerima Fidusia serta pihak ketiga lainnya.
Mengingat betapa pentingnya fungsi pendaftaran bagi suatu Jaminan Fidusia, maka
UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia kemudian mengaturnya
dan mewajibkan setiap Jaminan Fidusia untuk didaftarkan pada pejabat berwenang.

Kewajiban pendaftaran Jaminan Fidusia ke instansi yang berwenang merupakan salah


satu perwujudan dari asas publisitas sehingga kreditur dan khalayak ramai dapat
mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan utang tersebut. Berdasarkan
Pasal 37 ayat (2) dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia dibentuk Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup tugas
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan wilayah kerja mencakup seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia. Pendaftaran Jaminan Fidusia secara manual di
Kantor Pendaftaran Fidusia pada penerapannya memiliki beberapa kendala, antara lain
tidak tercapainya pelayanan one day service mengingat permohonan yang masuk sangat
banyak melampaui kemampuan sumber daya manusia dan sarana yang ada. Pendaftaran
Jaminan Fidusia secara manual juga membutuhkan biaya yang cukup mahal apabila
calon pendaftaran harus datang secara langsung ke Kantor Pendaftaran Fidusia.

Perlu diciptakan pola pelayanan pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik (online
system) untuk mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena itu dikeluarkan Surat
Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor AHU-06.OT.03.01
Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia
Secara Elektronik (Online System) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015
yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Pendaftaran
jaminan fidusia secara elektronik diberlakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
pelayanan sehingga lebih mudah, cepat, dan murah. Pendaftaran jaminan fidusia secara
online system memberikan kewenangan kepada Notaris untuk dapat bertindak sebagai
Penerima Kuasa dari Pemohon pendaftar fidusia sehingga tidak perlu repot untuk
datang secara langsung ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia di wilayah kerjanya. Namun, pembubuhan tanda tangan secara elektronik oleh
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia pada Sertifikat
Jaminan Fidusia menimbulkan ketidakpastian mengenai tanggung jawab hukum apabila
terjadi kesalahan pengisian data dalam dokumen elektronik dilakukan melalui online
system oleh Notaris.

Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dibebani pula
tanggung jawab atas perbuatan sehubungan dengan pekerjaanya 6 dalam pelaksanaan
kewenangannya tersebut. Pendaftaran yang dilakukan di kantor Notaris memerlukan
koneksi internet yang lancar karena koneksi yang terganggu akan mempengaruhi
kelancaran penyimpanan data. Tidak tersedianya database untuk mengecek obyek
fidusia yang telah didaftarkan menjadi kendala pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia
secara online. Kendala tersebut mempengaruhi pertanggungjawaban Notaris secara
hukum sesuai dengan batasan kewenangan yang diberikan kepadanya.

Pemberlakuan pendaftaran jaminan fidusia yang diharapkan dapat membawa


kemudahan dan semakin menjangkau kebutuhan masyarakat harus diimbangi tentang
kejelasan tanggung jawab hukum dari pihak Pejabat yang berwenang dalam proses
pendaftaran tersebut. Kesalahan data yang dapat muncul patut diperhitungkan demi
tegaknya kepastian hukum bagi seluruh pihak dalam pendaftaran jaminan fidusia.
Notaris dalam melayani kepentingan masyarakat harus melaksanakan kewenangannya
secara profesional serta tunduk pada kode etik dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

a. Syarat-syarat Sahnya Peralihan dan Pemberian Hak Dalam Fidusia


Menurut munir fuady dilakukan melalui 3 fase yg dikenal dengan “constitutum
Possessorium” yg terdiri dari 3 fase yaitu :
1. Fase perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir dapat berupa perjanjian pinjam
uang dengan jaminan fidusia antara pemberi fidusia (debitor) dengan penerima
fidusia (kreditor).
2. Fase perjanjian kebendaan. Perjanjiaan kebendaan berupa penyerahan hak milik
dari debitor kepada kreditor yang dilakukan secara constitutum possessorium
atau penyerahan hak milik tanpa menyerahkan fisik benda.
3. Fase perjanjian pinjam pakai. Dalam fase ini dilakukan perjanjian pinjam pakai,
dimana benda yang menjadi objek fidusia yang hak miliknya telah berpindah
kepada kreditor dapat dipinjampakaikan kepada debitor. Ini berarti setelah diikat
dengan jaminan fidusia maka benda yang menjadi objek Fidusia secara fisik
tetap dikuasai debitor.
b. Prinsip-prinsip Fidusia
 Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan
saja,bukan sebagai pemilik yang sebenarnya
 Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada
wan prestasi dari piihak debitur
 Apabila utang sudag dilunasi, maka objek jaminan fidusia mestidikembalikan
kepada pihak pemberi fidusia
 Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah utangnya,maka
sisa hasil penjualan harus diberikan kepada pemberi fidusia
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hukum jaminan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur
ketentuan mengenai jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi
kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi. Dalam
kehidupan sehari-hari kita juga sudah sering mendengar istilah jaminan.
Perlindungan hukum preventif yang diberikan oleh salah satu asas hukum jaminan
dan pendapat hukum tersebut di atas masih tidak cukup untuk memberi
perlindungan terhadap debitur. Dikatakan belum cukup karena jika dilihat lebih
jauh, didalam Undang-Undang Jaminan Fidusia terdapat Pasal 28 yang
memungkinkan terjadinya fidusia ulang terhadap satu obyek jaminan fidusia.
Dengan adanya ketentuan Pasal 28, penulis menafsirkan bahwa kreditur dalam
jaminan fidusia untuk menjaminkan obyek fidusia kepada pihak lain. Hal ini
menyebabkan timbulnya kebingungan dalam menafsirkan pasal tersebut karena
adanya asas hukum yang melarang kreditur untuk menjaminkan obyek jaminan
fidusia.

B. SARAN
Lembaga jaminan yang sudah ada di Indonesia sudah cukup baik dan
cakupannya sudah sangat luas dengan adanya undang-undang jaminan fidusia
yang dapat digunakan untuk menjaminkan segala kebendaan yang tidak dapat
dibebankan gadai, hipotik, dan hak tanggungan. Karenanya tidak diperlukan
lembaga jaminan khusus untuk membebankan jaminan terhadap Konosemen.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa penulisan makalah ini belum sempurna, maka
dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim Yutisial- Hukum Jaminan- September 18, 2017
G Widjaja – 2000 – library.stik-ptik.ac.id
M Yasir – SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 2016 – core.ic.id
HT Kamello, MS SH -2022 – books.google.com
H Poesoko – 2006 – repository.unair.ac.id
HM Arba, M SH, DA Mulada, MH SH – 2021 – books google.com

Anda mungkin juga menyukai