Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum acara Mahkamah syariah dan Eksyar
Di susun oleh :
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Syariah dan Eksyar,
dengan judul: "Hak Tanggungan".
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Kesimpulan..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................10
ii
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut bendabenda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur-
kreditur lain. Untuk memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan
hukum, maka pembebanan jaminan Hak Tanggungan ini wajib didaftarkan di Kantor
Pertanahan, guna memenuhi unsur publisitas atas barang jaminan, dan mempermudah
pihak ketiga mengontrol apabila terjadi pengalihan benda jaminan.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok
Agraria (selanjutnya disebut UUPA), telah menyediakan lembaga hak jaminan atas
tanah yang diberi nama Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51,
yakni “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, yang disebut dalam Pasal 25, Pasal 33, Pasal 39 diatur dengan
Undang-Undang”. Ketentuan pasal tersebut di atas mengandung 3 dasar pokok
berkenaan dengan pengaturan hak-hak jaminan atas tanah, yaitu:
a. hak jaminan di negara kita diberi nama “Hak Tanggungan” yaitu suatu bentuk
lembaga jaminan baru untuk menggantikan berbagai lembaga jaminan yang ada
dan diakui menurut ketentuan yang berlaku di negara sekarang seperti hipotik,
creditverband, gadai, fidusia, dan lain-lain.
b. lembaga jaminan yang diberi nama “Hak Tanggungan” ini hanya dapat
dibebankan kepada Hak Milik (Pasal 25), Hak Guna Usaha (Pasal 33), dan Hak
Guna Bangunan (Pasal 39).
c. mengenai apa yang dinamakan “Hak Tanggungan” itu akan diatur dengan suatu
undang-undang tersendiri dalam artian akan ada suatu UndangUndang tentang
Hak Tanggungan. AP. Parlindungan mengemukakan: “salah satu tujuan
diundangkan Undang-Undang Hak Tanggungan adalah melaksanakan perintah
yang tegas dari Pasal 51 UUPA sehingga meniadakan penafsiran yang macam-
macam tentang pranata jaminan, dan sekaligus melaksanakan unifikasi yang
1
dikembangkan UUPA, yaitu pranata Hak Tanggungan sebagai pranata jaminan
hutang dengan tanah sebagai jaminan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hak Tanggungan?
2. Bagaimana Asas-Asas Hak Tanggungan?
3. Bagaimana Subjek dan Objek Hak Tanggungan?
4. Bagaimana Prosedur Hak Tanggungan?
5. Bagaimana Eksekusi Hak Tanggungan yang menjadi kewenangan PA/MS?
6. Bagaimana Tatacara Eksekusi Hak Tanggungan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hak Tanggungan
2. Untuk Mengetahui Asas-Asas Hak Tanggungan
3. Untuk Mengatahui Subjek dan Objek Hak Tanggungan
4. Untuk Mengetahui Prosedur Hak Tanggungan
5. Untuk Mengetahui Eksekusi Hak Tanggungan Yang menjadi Kewenangan
PA/MS
6. Untuk Mengetahui Tatacara Eksekusi Hak Tanggungan.
2
BAB II
Pembahasan
3
1. Bersifat Memaksa
Pembebanan Hak Tanggungan sebagai sebuah jaminan atas tanah tidak bersifat
memaksa, namun setelah hak tanggungan ada, maka segala ketentuan dalam
UUHT wajib dilaksanakan. Pengingkaran atas ketentuan UUHT dapat
menyebabkan HT tidak berlaku.
3. Bersifat Individualiteit
Pasal 15 UUHT menentukan bahwa atas suatu objek HT dapat dibebani dengan
lebih dari satu HT untuk menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Masing-
masing HT tersebut berdiri sendiri. Eksekusi atau hapusnya HT yang satu tidak
berpengaruh terhadap HT lainnya.
4. Bersifat Menyeluruh
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa atas satu bidang tanah dapat
dikenakan beberapa HT. Atas hak-hak tanggungan tersebut ditentukan peringkat
berdasarkan pendaftarannya. Apabila pendaftaran dilakukan secara bersamaan,
maka peringkat HT ditentukan berdasar saat pembuatan APHT.
7. Publisitas (diumumkan)
4
Pendaftaran yang dilakukan merupakan pemenuhan syarat publisitas,
sebagaimana disyaratkan dalam hukum kebendaan.
Artinya ketangan siapapun benda yang dimiliki beralih, pemilik dengan hak
kebendaan tersebut berhak untuk menuntutnya kembali, dengan atau tanpa
disertai dengan ganti rugi.
Subjek Hak Tanggungan diatur dalam dalam pasal 8 dan pasal 9 UUHT, yang
mana disana disebutkan bahwa subjek Hak Tanggungan adalah
1. Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang perorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek
hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan itu dilakukan.
2. Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang perorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan pelunasan atas pihutang yang
diberikan.
Subjek hak tanggungan selain warga negara Indonesia, dengan ditetapkannya hak
pakai atas tanah negara sebagai objek hak tanggungan, bagi warga negara asing
juga dimungkinkan untuk dapat menjadi subjek hak tanggungan, apabila
memenuhi syarat-syarat.
5
1. Sudah tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu,
2. Mempunyai usaha di Indonesia,
3. Kredit itu digunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Republik
Indonesia.
Menurut pasal 4 ayat (1) Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan menyebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak
tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Dalam
pasal 4 ayat (1) juga disebutkan bahwa objek hak tanggungan dapat berupa:
1. Hak pakai atas tanah Negara. Hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan
yang berlaku wajib di daftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan
dibebani dengan hak tanggungan.
2. Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berdiri diatas tanah
Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Banugnan, dan Hak Pakai yang diberikan
oleh Negara (Pasal 27 jo Undangundang Nomor 16 tahun 1985 Tentang Rumah
Susun) juga dimasukkan dalam objek Hak Tanggungan. Bahkan secara tradisional
dari Hukum Adat memungkinkan bangunan yang ada diatasnya pada suatu saat
diangkat atau dipindahkan dari tanah tersebut.
D. Prosedur Pemberian Hak Tanggungan
1. Menyambangi PPAT/notaris untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT)
2. Setelah APHT rampung, mengajukan permohonan pendaftaran ke badan
pertanahan dengan mengisi formulir yang telah disediakan
3. Membayar biaya pemasangan hak tanggungan dan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) sesuai Surat Perintah Setor (SPS) di kantor pertanahan.
E. Eksekusi Hak Tanggungan yang Menjadi Kewenangan PA/MS
Sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 49 ayat (1) UU No.7 tahun 1989 yang
kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 bahwa “Pengadilan
Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah”.
Dari sini kita tahu bahwa Pengadilan Agama memiliki wewenang untuk
menerima, memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa perbankan syari’ah.
6
Maksud menyelesai sengketa yaitu Pengadilan Agama berwenang melaksanakan
eksekusi secara paksa bila yang kalah dalam putusan tidak melaksanakan isi putusan
dengan suka rela atau terjadi wanprestasi. Mahkamah Agung Republik Indonesia
telah mengatur pedoman eksekusi hak tanggungan di dalam bukunya1,
F. Tatacara Eksekusi Hak Tanggungan
1. Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak
Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.”
2. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak
Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan
suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak
Tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).
3. Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan, dan sebagai
bukti adanya hak tanggungan, kantor pendaftaran tanah menerbitkan sertifikat hak
tanggungan yang memuat irah-irah demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha
esa (pasal 13 ayat (i), pasal 14 ayat (1) dan (2) undang-undang no. 4 tahun 1996).
4. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila
debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat
Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak
7
tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi
akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
5. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak
Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika dengan demikian itu akan
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2)
Undang-undang No.4 Tahun 1996).
6. Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1
(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak
Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-
dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/
atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal
20 ayat (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
7. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau
akta PPAT, dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada
membebankan Hak Tanggungan;
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta
identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi
Hak Tanggungan;
8. Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang
berkekuatan hukum yang tetap.
9. Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani
dengan Hak tanggungan.
10. Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang
hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani
tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan
bebas dan semua beban, kepada pembeli lelang.
11. Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11) HIR.
12. Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan
sendiri berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun
1996 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas
permohonan pemegang hak tanggungan pertama, Janji ini hanya berlaku untuk
8
pemegang Hak tanggungan pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama
telah membuat janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat (2) j
UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada Hak tanggungan
lain-¬lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua Hak tanggungan
yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar
itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh
pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut
dengan beban-beban hak tanggungan yang belum terbayar. Terlelang tetap harus
meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan
dikeluarkan dengan paksa.
13. Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang
tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat
ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang
diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang
Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor
Lelang Negara.
14. Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali dengan berselang lima
belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek
yang akan dilelang (Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg).
9
BAB III
Penutupan
A. Kesimpulan
Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang dengan hak
mendahului, dengan objek (jaminannya) berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria , Adapun Subjek Hak Tanggungan diatur dalam dalam pasal 8 dan pasal 9
UUHT, Menurut pasal 4 ayat (1) Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan menyebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan
adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan.
Undang-Undang Hak Tanggungan dengan Undang-Undang Pokok Agraria,
yang terjadi dalam Pasal 18 UndangUndang Hak Tanggungan tentang hapusnya hak
tanggungan ditafsirkan menggunakan Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-
Undang Pokok Agraria. Maka, hal ini menyebabkan Undang-Undang Hak
Tanggungan menjadi tidak konkret, karena UUHT tidak mampu mengatur
permasalahan yang terjadi dikehidupan masyarakat sebagai sebagai peraturan yang
lebih khusus (Specialis).
10
Daftar Pustaka
11