Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PERBANDINGAN LEMBAGA HUKUM PAND (GADAI) DAN JAMINAN


FIDUSIA”

BERNADINO MARION KALAWAY

19010000041

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
penyertaan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbandingan
Lembaga Hukum Pand (Gadai) Dan Jaminan Fidusia” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Jaminan 1, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mambantu dalam
proses penyusunan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Saya menyadari, makalah yang disusun ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya saya selaku penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca.

Malang, 26 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

JUDUL ................................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 7
1. Pengertian Hukum Tentang Pand (Gadai) Dengan Jaminan Fidusia .................................. 7
2. Saat Lahirnya Hak Dan Kewajiban Dalam Hubungan Hukum Pand (Gadai) Dan
Jaminan Fidusia......................................................................................................................... 8
3. Ciri-Ciri : Pand (Gadai) Dan Jaminan Fidusia ...................................................................... 9
4. Pelaksanaan Eksekusi Benda Jaminan Dalam Hubungan Hukum Pand (Gadai) Dan
Jaminan Fidusia....................................................................................................................... 11
5. Berakhirnya Hubungan Hukum Pand (Gadai) Dan Jaminan Fidusia............................... 13
BAB III................................................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 16
B. Saran ......................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi
pada umumnya karena dalam pemberian pinjaman modal dari lembaga keuangan
(baik bank maupun bukan bank) mensyaratkan adanya suatu jaminan, yang harus
dipenuhi kreditur jika ingin mendapatkan pinjaman/tambahan modal (berupa
kredit) tersebut baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Bagi pihak
debitur bentuk jaminan yang baik adalah bentuk jaminan yang tidak akan
melumpuhkan kegiatan usahanya sehari-hari, sedangkan bagi kreditur jaminan
yang baik adalah jaminan yang dapat memberikan rasa aman dan kepastian
hukum bahwa kredit yang diberikan dapat diperoleh kembali tepat pada
waktunya.
Salah satu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di
Indonesia adalah lembaga jaminan fidusia. Jaminan fidusia merupakan jaminan
kepercayaan yang berasal dari adanya suatu hubungan perasaan antara manusia yang
satu dengan manusia lainnya yang mana mereka merasa aman, sehingga tumbuh rasa
percaya terhadap teman interaksinya tersebut, untuk selanjutnya memberikan harta
benda mereka sebagai jaminan kepada tempat mereka berhutang. Fidusia jaman
romawi disebut juga Fidusia Cum Creditore, artinya adalah penyerahan sebagai
jaminan saja bukan peralihan kepemilikan.
Fidusia yang berarti penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan
memberikan kedudukan kepada debitur untuk tetap menguasai barang jaminan,
walaupun hanya sebagai peminjam pakai untuk sementara waktu atau tidak lagi
sebagai pemilik. Lembaga Jaminan Fidusia telah diakui eksistensinva dengan
adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 42 tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, yang telah diundangkan pada tanggal 30 September 1999.
Fidusia tidak ada diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan
lahir dari pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa segala sesuatu
perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku
sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Artinya setiap orang
diperbolehkan membuat perjanjian apa saja baik yang sudah diatur dalam undang-
undang maupun belum diatur dalam undang-undang, sehingga banyak muncul
perjanjian-perjanjian dalam bentuk baru yang menggambarkan maksud dan
kehendak masyarakat yang selalu dinamis. Pemberian jaminan fidusia ini merupakan
perjanjian yang bersifat accessoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan
dalam penjelasan Pasal 6-huruf b Undang-undang No. 42 Tahun 1999 dan harus dibuat
dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai akta Jaminan Fidusia. Pasal 11 jo Pasal
13.
Dalam pendaftaran jaminan fidusia ada suatu keharusan untuk
mencantumkan benda-benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Hal tersebut
sangat penting dilakukan karena benda-benda tersebutlah yang dapat dijual untuk
mendapatkan pembayaran pinjaman. Obyek jaminan perlu dipahami karena hak
jaminan fidusia merupakan hak kebendaan yang melekat pada obyek fidusia dan
akan tetap mengikuti obyeknya di tangan siapapun benda tersebut berada (droit de
suite) selama jaminan fidusia tersebut belum dihapuskan/dicoret. Menafsirkan,
bahwa yang harus didaftar adalah benda dan ikatan jaminan sekalian, akan sangat
menguntungkan. Dengan demikian, ikatan jaminan dan janji-janji fidusia menjadi
terdaftar dan yang demikian bisa menjadi milik penerima fidusia, sedangkan
terhadap penerima fidusia perlindungan hukum yang diberikan lewat perjanjian
jaminan fidusia sesuai mengikat pihak ketiga.
Dalam suatu perjanjian penjaminan, biasanya memang antara kreditur dan
debitur disepakati janji-janji tertentu, yang pada umumnya dimaksudkan untuk
memberikan suatu posisi yang kuat bagi kreditur dan nantinya sesudah
didaftarkan dimaksudkan untuk juga mengikat pihak ketiga. Oleh karena itu dapat
ditafsirkan disini bahwa pendaftaran meliputi, baik pendaftaran benda maupun
ikatan jaminannya, maka semua janji yang termuat dalam akta jaminan fidusia
(yang dalam Pasal 13 ayat (2) b dicatat dalam buku daftar Kantor Pendaftaran
Fidusia) dan mengikat pihak ketiga.
Deskripsi di atas terlihat bahwa para pihak dalam perjanjian jaminan
fidusia, baik penerima fidusia maupun pemberi fidusia menurut undang-undang
jaminan fidusia sama-sama diberikan perlindungan hukum, bagi pemberi
perlindungan berupa adanya hak pakai atas benda jaminan, dan wanprestasi
pemberi jaminan tidak akan menyebabkan benda jaminan dengan UUJF adalah
diberikannya hak preferent atas piutangnya, dan berlakunya asas droit de suite
atas benda jaminan, bagi pihak ketiga asas publisitas dalam perjanjian jaminan
fidusia akan memberikan informasi terhadap benda-benda yang difidusiakan.
Namun menurut Pasal 11 UUJF dijelaskan bahwa dengan perjanjian
fidusia secara akta notariil tidaklah cukup, tetapi harus didaftarkan, akta notariil
merupakan akta otentik yang dibuat oleh Notaris, dalam perjanjian fidusia akta
notariil tanpa pendaftaran tidak memberikan hak preferent bagi penerima fidusia,
demikian juga tidak ada pengaturan yang tegas dalam UUJF mengenai siapa yang
harus mengeksekusi benda jaminan fidusia, padahal benda jaminan fidusia
merupakan benda bergerak yang sangat riskan perpindahannya, akibatnya 5
penerima fidusia dalam penerapan di lapangan sulit melaksanakan asas droit de
suite.
Berdasarkan latar belakang di atas sehingga penulis membuat makalah dengan
judul ”PERBANDINGAN LEMBAGA HUKUM PAND (GADAI) DAN
JAMINAN FIDUSIA”.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana perbandingan Lembaga hukum Pand (Gadai) dan jaminan fidusia?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui perbandingan Lembaga hukum Pand (Gadai) dan jaminan
fidusia.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Tentang Pand (Gadai) Dengan Jaminan Fidusia


Menurut Undang-Undang, fidusia adalah Pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sementara jika mengacu
pada batasan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fidusia adalah
pengikatan barang bergerak yang berfungsi sebagai jaminan kredit. Penguasaan barang
bergerak dilakukan oleh debitur, tapi kepemilikan barang itu diserahkan kepada
kreditur atas dasar kepercayaan. Jaminan fidusia adalah istilah dari bahasa Latin, yakni
fiduciarius yang berarti kepercayaan. Selain itu, fidusia juga diambil dari bahasa
Belanda, fiduciaire eigendoms overdracht (FEO) yang berarti penyerahan hak milik
berdasarkan kepercayaan. Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya,
fidusia adalah jaminan dimana terhadap benda jaminan hanya terjadi penyerahan hak
kepemilikan tetapi secara fisik benda tersebut masih dalam penguasaan debitor,
sedangkan hak tanggungan merupakan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 U.U.F. tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia
adalah benda bergerak, dan benda tetap (tidak bergerak) khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Dalam Jaminan Fidusia nasabah atau
debitur disebut sebagai Pemberi Fidusia, sedangkan Perusahaan Pembiayaan / Kreditur
disebut sebagai Penerima Fidusia. Dalam Jaminan Fidusia nasabah atau debitur disebut
sebagai Pemberi Fidusia, sedangkan Perusahaan Pembiayaan / Kreditur disebut sebagai
Penerima Fidusia. Fungsi jaminan fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian
kredit adalah sebagai saran pengaman dalam pemberian kredit apabila terjadi
wanprestasi oleh nasabah atau debitur atau apabila nasabah atau debitur tersebut tidak
dapat salah satu ketentuan yang diperjanjikan sesuai dengan wktu yang ditentukan
Tata cara pendaftaran jaminan fidusia adalah dengan cara melakukan
permohonan pendaftaran disertai starat- syarat hyang telah ditetapkan ke kantor
jaminan fidusia dengan membayar biaya pendaftaran, setelah itu dibuatkan sertifikat
jaminan fidusia.Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan
di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftaran ini dilakukan untuk memenuhi
asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya
mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. Peraturan mengenai dasar hukum
fidusia diatur pada Undang-Undang No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Dengan penjelasan bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak,
baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Akibat hukum tidak
didaftarkannya jaminan fidusia menyebabkan kreditur tidak memiliki hak yang
didahulukan atau hak preference dan tidak memiliki hak eksekutorial untuk
mengeksekusi langsung barang jaminan yang ada dalam penguasaan debitur, perjanjian
dengan jaminan Fidusia tersebut hanyalah berupa Akta dibawah tangan .
Tanggung jawab debitur terhadap objek jaminan fidusia yang musnah atau
hilang jika objek jaminan fidusia tersebut hilang secara murni, maka debitur wajib
melaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya melaporkan kepada pihak
asuransi. Beberapa alasan yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia diatur dalam
ketentuan Pasal 16 ayat (1) PP Fidusia yang menentukan bahwa hapusnya jaminan
fidusia dapat disebabkan karena 3 (tiga) hal, yaitu karena hapusnya utang yang dijamin
dengan fidusia, karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia atau
Pasal 25 ayat (3) UUJF, menjelaskan bahwa yang berkewajiban untuk melakukan
penghapusan jaminan fidusia adalah penerima fidusia, bukan pemberi fidusia.
Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pembuatan akta Jaminan Fidusia.

2. Saat Lahirnya Hak Dan Kewajiban Dalam Hubungan Hukum Pand (Gadai) Dan
Jaminan Fidusia
Gadai terjadi apabila debitur atau pemberi gadai menyerahkan bendabergerak
sebagai jaminan kepada si kreditur atau pemegang gadai dan kreditur diberi kekuasaan
untuk mengambil pelunasan dengan menjual barang jaminan ituapabila debitur
wanprestasi.
a. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai : Menerima uang gadai dari penerima gadai.
Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah
dilunasinya. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk
melunasi hutang-hutangnya.
b. Kewajiban Pemegang Gadai : Bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan
barang gadai karena kelalaiannya, memberitahukan kepada pemberi gadai apabila
barang gadai itu dijual dan bertanggungjawab terhadap hasil penjualan barang gadai
tersebut.
Dalam perjanjian gadai yang penting adalah bahwa benda yang dijamin
haruslah dilepaskan dari kekuasaan si pemberi gadai dan diserahkan kepada pemegang
gadai, hal ini yang disebut syarat inbezitstelling. Pengertian gadai diatur dalam Pasal
1150 KUH Perdata, yang berbunyi: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya,
sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan piutangnya dan Hak penerima gadai atau pemegang gadai
adalah:
1. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
2. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda yang digadaikan (hak
rentetie) selama pemberi gadai belum melunasi utang pokok maupun bunga dan
biaya-biaya utang lainnya.

Pada islam gadai seperti pada haramkan, sebab si pemberi hutang selain mengambil
bunga jua mengambil keuntungan pada penjualan sepeda itu. Nabi Muhammad SAW
bersabda yang merupakan “dari Ibrahim mengatakan, Rasul SAW bersabda: seluruh
pinjaman yang menarik manfaat adalah riba”(HR. Ibnu Abi Syaibah). Gadai adalah
salah satu alternatif untuk mendapat dana cepat dengan menjadikan barang bergerak
sebagai jaminan atas suatu pinjaman agar dapat dicairkan kepada perusahaan
pembiayaan atau lembaga keuangan.

3. Ciri-Ciri : Pand (Gadai) Dan Jaminan Fidusia


Jaminan fidusia memiliki ciri-ciri yang diantaranya:
✓ Memberikan hak yang didahulukan kepada kreditor
✓ Memungkinkan kepada pemberi jaminan fidusia agar tetap menguasai objek
jaminan utang
✓ Memberi kepastian hukum
✓ Mudah dieksekusi
✓ Memberi hak kebendaan.

Yang harus tercantum di dalam akta Jaminan Fidusia sekurang-kurangnya memuat :

Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;


✓ Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
✓ Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
✓ Nilai penjaminan; dan
✓ Nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau
kepada kuasa atau wakil dan Penerima Fidusia tersebut. Yang dimaksud dengan kuasa
dalam hal ini yakni orang yang diberi perintah khusus atas penerima fidusia dalam
mewakilkan kepentingan penerima fidusia. Sedangkan yang dimaksud dengan wakil
ialah orang yang secara hukum dianggap mewakili penerima fidusia didalam
penerimaan jaminan fidusia tersebut.
Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :
Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh
Penerima Fidusia.
Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima
Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan;
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan
Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak. (Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1
(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia
kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua)
surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan)

Jaminan Fidusia dapat hapus karena hal-hal sebagai berikut :


✓ Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
✓ Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
✓ Musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Ketentuan Pidana mengenai fidusia diatur di dalam pasal 35, yakni:
“Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau
dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut
diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah).” (pasal 35)

4. Pelaksanaan Eksekusi Benda Jaminan Dalam Hubungan Hukum Pand (Gadai) Dan
Jaminan Fidusia
Eksekusi gadai sifatnya sederhana, tidak perlu campur tangan juru sita atau
pengadilan. Kreditur dapat mengajukan permohonan eksekusi gadai untuk menjual
dengan cara selain lelang. Kreditur dapat menuntut kepada hakim agar benda gadainya
dijual dengan cara selain lelang. Kreditur dapat menuntut kepada hakim agar benda
gadainya dijual dengan cara selain lelang. Atau, kreditur dapat meminta kepada hakim
agar ia diperkenankan memiliki benda gadai untuk suatu harga yang ditentukan hakim
untuk kemudian diperhitungkan dengan utang debitur.
Kata ‘menuntut di muka hakim (vorderen), menurutnya tidak mungkin
diterjemahkan dengan menggugat. Jikalau kreditur harus memulai dengan menggugat,
maka hal ini bukanlah eksekusi sederhana padahal itulah maksud penyusun
KUHPerdata. Satrio juga menekankan bahwa hak kreditur untuk menuntut penjualan
selain lelang bersifat melekat dengan hak gadai itu sendiri yang telah dimiliki setiap
pemegang gadai. Lebih jauh, hak itu sifatnya imperatif dan tidak dapat disimpangi
dalam perjanjian gadai.
Pada waktu Belanda melakukan perubahan perundang-undangan, kata vorderen
(menuntut) diganti dengan op verzoek (atas permohonan). Saya harus mengakui bahwa
Indonesia tidak mengikuti perubahan itu, tapi yang namanya undang-undang tidak jatuh
dari langit. Dia merupakan perbaikan pelaksanaan lebih lanjut, kristalisasi daripada
yurisprudensi. Dari sana, saya melihat kata vorderen bukan diartikan menggugat
debitur begitu paparnya.

Pasal 1155 (1) KUHPerdata

Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau
pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang
ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak
ada ketentuan tentang jangwa waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang
gadainya di hadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan
persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan
biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu.

Pasal 1156 (1) KUHPerdata


Dalam segala hal, bila debitur atau pemberi gadai lalai untuk melakukan
kewajibannya, maka debitur dapat menuntut lewat pengadilan agar barang gadai itu
dijual untuk melunasi utangnya beserta bunga dan biayanya, menurut cara yang akan
ditentukan oleh hakim, atau agar hakim mengizinkan barang gadai itu tetap berada pada
kreditur untuk menutup suatu jumlah yang akan ditentukan oleh hakim dalam suatu
keputusan, sampai sebesar utang beserta bunga dan biayanya. Pendapat senada
diungkapkan oleh Maria Elisabeth Elijana. Mantan hakim pengadilan tinggi yang juga
dosen Unika Atmajaya ini berpandangan bahwa kalimat menuntut di muka hakim
dalam Pasal 1156 KUH Perdata diartikan dengan mengajukan permohonan bukan
gugatan.
Ia merujuk pendapat Prof. Wiryono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum
Perdata tentang Hak Atas Benda dan Prof Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok
Hukum Perdata. Kedua tokoh yang dijadikan resensi dari pendapatnya ini pernah
menjabat sebagai Ketua MA, sehingga tidak perlu disangsikan lagi keahliannya.
Rujukan penting lainnya adalah pendapat Mahkamah Agung sendiri dalam Buku
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I MARI terbitan
Agustus 1993 yang hingga kini masih berlaku. Di situ disebutkan bahwa kreditur
pemegang gadai dalam mempergunakan Pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata, maka
cukup mohon izin hakim. Jadi jelas, kalau mohon ijin hakim itu bukan gugatan, begitu
ujarnya.
Ditambahkannya, jika kreditur pemegang gadai harus menggugat terlebih
dahulu kepada hakim, maka kedudukan kreditur pemegang gadai turun kedudukannya
menjadi kreditur konkuren. Belum lagi waktu dan biaya yang harus dikeluarkan dari
tingkat pertama hingga kasasi.
Menurutnya, hal ini tidak sejalan dengan nafas dari Pasal 1155 KUH Perdata yang
memberikan pelaksanaan eksekusi yang sederhana bagi kreditur pemegang gadai.
Dalam praktek perbankan, pelaksanaan eksekusi gadai masih menimbulkan
pemahaman berbeda. Salah satu simpang siur eksekusi gadai terletak pada interpretasi
kalimat menuntut di muka hakim dalam Pasal 1156 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPerdata).
Seharusnya ketentuan itu diartikan sebagai pengajuan permohonan dan bukan
gugatan. Demikian pendapat J. Satrio Dalam seminar Aspek Hukum Jaminan Dalam
Corporate Financing oleh Perbankan di Indonesia yang digelar Jurnal Hukum &
Pembangunan di Kampus FHUI Depok (17/7). Notaris/PPAT yang telah menulis 19
buku bidang hukum ini terlebih dahulu memaparkan konsep parate eksekusi dalam
Pasal 1155 KUHPerdata.
Menurutnya, pada dasarnya, kreditur pemegang berdasarkan undang-undang
memiliki kewenangan parate eksekusi atas benda gadai. Parate eksekusi sangat
sederhana, pelaksanaannya tak perlu melibatkan juru sita dan tanpa campur tangan
pengadilan dan bahkan juga tanpa perlu titel eksekutorial. Doktrin menggambarkannya
seperti orang yang menjual harta miliknya sendiri begitu tutur Satrio.
Satrio menambahkan ketentuan ini sifatnya menambahkan (aanvullend).
Karenanya, bisa saja para pihak sepakat mengenyampingkan hak parate eksekusi ini.
Lebih lanjut, urainya, pembentuk undang-undang beranggapan melalui lelang akan
diperoleh harga pasar yaitu harga yang berlaku di masyarakat. Namun, jika benda gadai
tidak mempunyai harga pasar dan sulit mendapatkan pembeli atau harga yang pantas
dalam lelang, KUHPerdata memberi dua opsi.

5. Berakhirnya Hubungan Hukum Pand (Gadai) Dan Jaminan Fidusia


Beberapa alasan yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia diatur dalam
ketentuan Pasal 16 ayat (1) PP Fidusia yang menentukan bahwa hapusnya jaminan
fidusia dapat disebabkan karena 3 (tiga) hal, yaitu karena hapusnya utang yang dijamin
dengan fidusia, karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.

Pasal 25 ayat (3) UUJF, menjelaskan bahwa yang berkewajiban untuk


melakukan penghapusan jaminan fidusia adalah penerima fidusia, bukan pemberi
fidusia.

Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:


1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2. Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
3. Musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

Hal-Hal Berikut Dapat Mengakibatkan Perjanjian Anda Berakhir Pembayaran.

✓ Penawaran pembayaran tunai, dengan diikuti adanya penyimpanan atau


penitipan.
✓ Pembaharuan utang (Novasi)
✓ Perjumpaan utang atau kompensasi.
✓ Percampuran utang.
✓ Pembebasan utang.
✓ Musnahnya barang yang terutang.
✓ Pembatalan.

Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan


fidusia melarang untuk melakukan fidusia ulang, namun dalam praktek ada bank
yang melakukan hal tersebut. Pemberi fidusia baru bisa mengfidusiakan kembali
bendanya setelah benda tersebut dilakukan penghapusan fidusia.

Fidusia ulang adalah atas benda yang sama yang telah dibebankan fidusia,
dibebankan fidusia sekali lagi. Telah jelas dalam Pasal 17 Undang-Undang Jaminan
Fidusia melarang pemberi fidusia untuk melakukan fidusia uulang terhadap objek
jaminan yang sudah terdaftar.

ISI FORM PENGHAPUSAN

Pilih “Jenis Penghapusan” Jaminan fidusia yang akan dilakukan.

Data baru. Masukkan “Nomor Sertifikat Pendaftaran” ketika mendaftarkan jaminan


fidusia. Masukkan “Tanggal Sertifikat Fidusia” ketika mendaftarkan jaminan
fidusia. Masukkan “Nama Notaris” yang melakukan proses Pendaftaran.

Data Lama.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan “pihak yang berwenang” untuk


membantu dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, yakni pengadilan
negeri sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia).
Kontrak perjanjian atau perikatan dikatakan berakhir ketika apa yang menjadi
tujuan akad telah tercapai, terutama setelah masing masing pihak melaksanakan hak
dan kewajibannya.

Pengaturan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah
dalam suatu perjanjian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia adalah debitur tetap bertanggungjawab mengembalikan
pinjaman kredit walaupun benda jaminan fidusia tersebut Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka cara-cara eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yaitu:
pelaksanaan titel eksekutorial; menjual atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum; penjualan di bawah tangan.

Pemerintah perlu campur tangan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap


kreditor khususnya kreditor tanpa jaminan (konkuren). Kreditor tanpa jaminan
harus dilindungi oleh Undang-Undang.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Fidusia adalah pengikatan barang bergerak yang berfungsi sebagai jaminan
kredit. Penguasaan barang bergerak dilakukan oleh debitur, tapi kepemilikan barang itu
diserahkan kepada kreditur atas dasar kepercayaan. Tata cara pendaftaran jaminan
fidusia adalah dengan cara melakukan permohonan pendaftaran disertai starat- syarat
hyang telah ditetapkan ke kantor jaminan fidusia. Tata cara pendaftaran jaminan fidusia
adalah dengan cara melakukan permohonan pendaftaran disertai starat- syarat hyang
telah ditetapkan ke kantor jaminan fidusia dengan membayar biaya pendaftaran, setelah
itu dibuatkan sertifikat jaminan fidusia.Pendaftaran benda yang dibebani dengan
jaminan fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftaran ini
dilakukan untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian
terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.

B. Saran
Berkaitan dengan fidusia, perlindungan hukum oleh negara perlu diberikan
karena terkait dengan penguasaan barang dalam fidusia yang dikuasai oleh debitur.
Supaya kreditur tidak dirugikan dan merasa aman dan nyaman, maka negara
memberikan sarana untuk melindungi warganya dengan ketentuan setiap perjanjian
fidusia wajib untuk didaftarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Hukum Jaminan, Undang-Undang, dan Jenis-Jenisnya

T2_322015018_BAB I.pdf

Jaminan Fidusia : Cek Pengertian, Dasar Hukum dan Contohnya

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&
ved=2ahUKEwji65zin_36AhWp9zgGHfBSBcEQFnoECA0QAQ&url=https%3A%2F%2Foj
s.unud.ac.id%2Findex.php%2Fkerthasemaya%2Farticle%2Fdownload%2F19553%2F12964
%2F&usg=AOvVaw3OnE_8fr3fwTyy0YIKY4LP

https://pn-lembata.go.id/page/content/588/akibat-hukum-perjanjian-jaminan-fidusia-terhadap-
benda-yang-dijaminkan

https://www.hukumonline.com/berita/a/eksekusi-gadai-cukup-dengan-permohonan--
hol15164

https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/443.pdf

T2_322015018_BAB III.pdf (uksw.edu)

Anda mungkin juga menyukai