Disusun oleh
1. Siti Hidayah
2. Sigit F
3. Ayu Sekarini
November 2022
DAFTAR ISI
C. PEMBAHASAN ..................................................................................... 5
6. Hapusnya Perjanjian..................................................................... 12
PENUTUP .................................................................................................. 21
A. SARAN ....................................................................................... 21
1
A. LATAR BELAKANG
penjaminan titipan atas barang yang akan dibiayai, lebih fleksibel dibandingkan
dengan sistem pembiayaan lainnya. Sejak zaman penjajahan Belanda, Indonesia telah
menggunakan jaminan amanah sebagai bentuk jaminan yang bersumber dari ilmu
usaha pembiayaan pinjaman, atau tetap menguasai benda jaminan yang dititipkan.
Bentuk jaminan ini banyak digunakan dalam transaksi pinjam meminjam karena
proses loadingnya yang dianggap sederhana, mudah dan cepat, namun di sisi lain tidak
menjamin kepastian hukum. Hal ini disebabkan saat ini, banyak lembaga pembiayaan
pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak
menyediakan barang bergerak (seperti sepeda motor atau mesin industri) yang diminta
atas nama konsumen. Oleh karena itu, debitur tunduk kepada kreditur (kreditur) atas
dasar fidusia. Artinya debitur yang merupakan pemilik barang menjadi wali amanat
dan kreditur berada pada posisi wali amanat. Cara sederhana dari trust bond adalah
2
debitur/pihak yang memiliki barang menyerahkan pembiayaan kepada kreditur,
kemudian kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan trust bond atas barang milik
debitur, diaktakan, dan dicatat dalam daftar trust. kreditur yang menjadi wali amanat
Akibat hukum dari surat keterangan ini sama dengan putusan pengadilan yang telah
ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor
Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta
jaminan fidusia di bawah tangan. Sebenarnya akta di bawah tangan ini dapat
kerugian.
Masalah lain yang sering timbul adalah konsumen menjual atau menggadaikan
motor yang belum lunas angsurannya kepada pihak lain tanpa sepengetahuan
pembiayaan konsumen hanya sebatas itikad baik dari para pihak dalam bentuk
perjanjian tertulis sebagai dokumen yang menjadi dasar kepastian hukum. Dalam hal
ini terdapat kemungkinan salah satu pihak dalam perjanjian tidak melakukan
3
B. PERUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan urain dalam latar belakang tersebut di atas, maka dapat
4
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Perjanjian
adalah perbuatan satu orang atau lebih untuk mengikatkan diri kepada satu orang atau
umumnya berpendapat bahwa pengertian atau pembatasan yang diatur dalam Pasal
1313 KUHPerdata tidak lengkap, atau bahkan terlalu luas, dan masih banyak
Hal tersebut dapat dilihat dalam perumusan “satu orang atau lebih” kata
“mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak.
pihak.
juga pelangsungan perkawinan, janji kawin juga diatur dalam lapangan hukum
keluarga.
perjanjian, sehingga pihak-pihak mengaitkan diri itu tidak jelas untuk apa
5
(Abdul Kadir Muhammad,1992:78)
akan lebih baik apabila “sebagai satu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”
(J Satrio 1982:322).
Perjanjian adalah:”Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”
dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang.
dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanjiuntuk melaksanakan suatu hal” (Subekti, 1991 : 1). Dari peristiwa itulah,
timbul hubungan antara dua orang tersebu yang dinamakan perikatan. Dalam
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak
6
2. Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan
memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata
yaitu :
pokok dari perjanjian yang diadakan. Kata sepakat ini lahir dari kehendak yang
bebas dari kedua belah pihak, mereka menghendaki secara timbal balik. Dengan
kata sepakat maka perjanjian tidak dapat ditarik secara sepihak saja namun atas
sepakat yang dimaksud adalah perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir
pihak itu tidak akan terjadi bilamana ada kekhilafan, paksaan atau penipuan
perjanjian harus cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329 KUH Perdata
“setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika ia oleh undang-undang
hukum dalammembuat persetujuan diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata yaitu:
7
3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang
jelas atau tertentu. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit
undang.
Kata ‘causa’ berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu
causa yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong
orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri
melakukan perjanjian.
mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undang-
undang ialah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai
tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.
Syarat subjektif terdapat dalam dua syarat pertama karena melekat pada diri orang
yang menjadi subjek perjanjian, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak, sedangkan syarat objektif terdapat dalam dua
syarat yang terakhir, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut
8
3. Asas-asas Hukum Perjanjian
a. Asas Kepribadian
Asas kepribadian ini dapat kita lihat dalam pasal 1315 KUH Perdata
yang berbunyi pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama
sendiriatau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.
Maksud mengikatkan diri pada pasal 1315 KUH Perdata adalah diajukan pada
b. Asas Konsensualitas
timbul, karena itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok
dan tidak diperlukan suatu formalitas.(Subekti, 1982 : 15) Dari asas ini dapat
disimpulkan bahwa perjanjian itu cukup secara lisan saja, namun undang-
tertulis tetapi yang demikian itu merupakan suatu pengecualian. Pada umumnya
perjanjian itu adalah sah dalam arti sudah mengikat. Apabila sudah tercapai
Berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata atau suatu pengertian bahwa untuk
membuat perjanjian.
dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena
9
Para pihak yang membuat undang-undang itu telah mengikatkan dirinya
untuk memenuhi perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai
Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian. Pada dasarnya setiap orang
tidak terdapat dalam KUH Perdata dan dapat masuk dan berkembang di
Hukum perjanjian itu menganut sistem terbuka hal ini tercantum dalam
pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat
4. Macam-macam Perjanjian.
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, serdangkan pihak
Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu jangka
memberikan suatu benda pada pihak yang lainnya, pihak mana menerima
pemberian itu (Subekti, 1985:165). Perjanjian tersebut tidak dapat dicabut menurut
d. Perjanjian perdamaian.
(Subekti, 1985:172). Perjanjian ini harus dibuat secara tertulis dan tidak boleh
secara lisan
5. Akibat-akibat Perjanjian
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan untuk itu dan perjanjian itu dilaksanakan dengan itikad baik.
11
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian tidak dapat membawa rugi dan manfaat bagi pihak ketiga (selain dalam
hal yang diatur dalam pasal 1317 KUH Perdata). Sesuai pasal 1340 KUH Perdata.
yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh orang yang berpiutang, asalkan dapat
6. Hapusnya Perjanjian
a. Pembayaran.
hanya orang yang berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara
sah.
c. Pembaharuan hutang.
12
yang lama telah hapus.
berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih piutang
satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat
diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama (R. Subekti157). Menurut pasal
e. Percampuran hutang.
(R. Subekti158)
f. Pembebasan hutang.
Subekti159).
dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan
oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang
keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang
menyerahkannya.
13
h. Pembatalan perjanjian.
undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena
Pada umumnya pembatalan ini berakibat bahwa keadaan antara kedua belah
Finance)
No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan yang diikuti dengan Surat
factoring, kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan
konsumen ini sedah jelas yaitu konsumen.suatu istilah yang dipakai sebagai
lawan produsen.
14
Disamping itu besarnya biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil
adalah barang- barang keperluan yang akan dipakai oleh konsumen untuk
televisi, lemari es, mobil dan sebagainya. Karena itu, risiko dari pembiayaan ini
biaya yang relatif kecil, ini lebih aman bagi pihak pemberi biaya.
istilah Consumer finance. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit
Namun demikian pengertian kredit konsumsi secara substantif sama saja dengan
pembiayaan konsumen.
Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada
kredit dagang biasa, maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat
finance) adalah “kegiatan yang dilakukan dalam bentuk dana bagi konsumen
15
untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau
yang perlu digaris bawahi dan merupakan dasar dari kegiatan pembiayaan
konsumen, yaitu;
konsumen.
sama dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), namun ada
transaksi sewa guna usaha (leasing) berada pada lessor sedangkan pada
2) Tidak ada batasan jangka waktu pembiayaan, seperti dalam financial lease
jangka waktu pembiayaan diatur sesuai dengan obyek barang modal yang
16
dibiayai oleh lessor.
5) Kegiatan sales anda lease back dimungkinkan dalam transaksi sewa guna
KUH Perdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama. Dalam pasal 1338
KUH Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah,
17
yangdimaksud dalam pasal ini adalah
Suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan
undang-undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak
dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan tertentu dari kedua belah pihak
hukum perjanjian yang termuat dalam buku III KUH Perdata tersebut, yang juga
perjanjian yang sama sekali tidak terdapat di dalam KUH Perdata maupun
perjanjian yang harus dapat berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Apabila
dalam perjanjian terdapat hal-hal yang tidak ditentukan, hal-hal tunduk pada
ketentuan Undang-undangan.
Menurut Pasal 1319 KUH Perdata, semua perjanjian, baik yang secara
khusus bernama maupun yang tidak diketahui, tentu saja tunduk pada ketentuan
sehingga dalam hal terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, ketentuan
18
Lembaga Pembiayaan
diperbaharui dengan,
Finance)
konsumen yaitu;
konsumen atau perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha dari Menteri
Keuangan.
19
Para pihak dalam pembiayaan konsumen mempunyai hubungan yang
20
PENUTUP
A. SARAN
1. Perlu dilakukan kordinasi yang baik dan benar kepada pihak konsumen terkait Hukum
konsumen perlu diadakan evaluasi terkait dalam hal ini mengenai asas konsesual yaitu
pembuatan perjanjian secata sepihak karna adanya kedududukan posisi yang kuat dari
pihak perusahaan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Rosdakarya
Purwahit, Patrick, 1986 Asas Itikat Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang:Balai
Penerbit UNDIP.
Fuady, Munir, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra
Aditya Bakti
22