Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
“Sewa Guna Usaha (Leasing)”.

Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun makalah kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Gresik, 22 Juni 2020

1|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI................................................................................................................. 2
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang........................................................................................................ 4
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 4
II. LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Perjanjian ............................................................................................. 5
2.1.1 Syarat Sahnya Perjanjian ........................................................................ 7
2.2 Wanprestasi dan akibatnya ................................................................................... 14
2.3 Sewa Guna Usaha(Leasing) ................................................................................. 15
2.3.1 Jenis-Jenis Leasing................................................................................. 15
2.3.2 Pihak-Pihak Yang Terlibat..................................................................... 17
2.3.3 Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing)................................................. 17
2.3.4 Sangsi-sangsi Sewa Guna Usaha (Leasing)........................................... 18
2.4 PT. Sinar Mitra Sepadan Finanace........................................................................ 18
2.5 Kerangka Berfikir …………………………………………....…………………. 19
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian ……………………………………..…………………… 20
3.1.1 Metode Pendekatan …………………………………………………... 20
3.2 Jenis Penelitian…………………………………………………………………. 20
3.2.1 Tipe Penelitian …………………………………………………...…… 20
3.2.2 Lokasi Penelitian …………………………….………………………. 21
3.3 Sumber Data dan Jenis Data ………………………………………...………….. 21
3.4 Metode Pengumpulan Data …………………………………………………….. 22
3.5 Metode Pengolahan Data …………………………………………………….… 24

2|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Tanggung Jawab Lesse Dan Lessor Dalam Perjanjian Leasing …………...…... 26
4.2 Hambatan-Hambatan Dalam Perjanjian Leasing ………………………………. 28
V. PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................. 29
B. Saran....................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 31

3|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Salah satu lembaga pembiayaan yang pertama kali di perkenalkan di Indonesia


oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor : Materi Perindustrian dan Materi
Perdagangan Republik Indonesia Nomor Kep-1220/MK/IV/2/1974,
32/M/SK/2/1974.tertanggal7 Februari 1974 tentangperizinanusaha leasing di
Indonesia. Kemudianberdasarkan Surat KeputusanMenteriKeuangan RI
No.48/KMK.013/1991. Lembaga ini kemudian diberi nama resmi“SewaGuna
Usaha”.
Setelah di perkenalkan secara resmi pada tahun 1975 mulailah di dirikan
perusahaan-perusahaan leasing di Indonesia. Pada tahun 1981 kegiatan leasing di
Indonesia terjadi peningkatan yang pesat pada jumlah perusahaan leasing yang
beroperasi di Indonesia dengan berbagai bidang usaha yang menggunakan jasa
perusahaan leasing.
Pada awal perkembangan leasing dipacu oleh pemerintah dalam rangka
mendorong perkembangan dunia usaha dengan memberikan beberapa fasilitas
antara lain dengan memberikan penundaan pembayaran perpajakan , sehingga
usaha leasing berkembang dengan sangat maju dan pesat.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme perjanjian leasing pada PT. SMS?

2. Bagaimana tanggung jawab lessee dan lessor berdasarkan Perjanjian leasing?


3. Bagaimana upaya penyelesaian pada pelaksanaan perjanjian leasing di PT.
SMS?
1.3Tujuan Penulisan
1. Memperoleh gambaran lengkap, rinci, dan sistematis mengenai pelaksanaan
perjanjian lessee dan lessor di PT SMS.
2. Memperoleh gambaran lengkap, rinci, mengenai tanggung jawab lessee dan
lessor dalam pelaksanaan perjanjian leasing di
3. Memenuhi tugas mata kuliah Bank & Lembaga Keuangan

4|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Perjanjian

Untuk memahami istilah mengenai perikatan dan perjanjian terdapat beberapa


pendapat para sarjana. Adapun pendapat tersebut, antara lain:Perjanjian adalah suatu
peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.suatu perjanjian minimal harus terdapat
dua pihak, dimana kedua belah pihak saling bersepakat untuk menimbulkan suatu
akibat hokum tertentu. Perjanjian/ persetujuan batasannya diatur dalam Pasal 1313
KUH perdata yang berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Berdasarkan pada beberapa pengertian perjanjian di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian minimal harus terdapat dua pihak, dimana
kedua belah pihak saling bersepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu.
Batasan isi perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi: Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih

Dengan adanya perjanjian tersebut, maka akan timbul suatu hubungan hukum
dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya, begitu pula
sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa, perjanjian akan menimbulkan suatu perikatan,
atau dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Berdasarkan
Pasal 1233 KUHPerdata sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang.
Perikatan dan perjanjian diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata. Dari perumusan
perjanjian tersebut dapat disimpulkan unsur perjanjian sebagai berikut:

1. Adanya pihak-pihak

Pihak-pihak yang ada di dalam perjanjian ini disebut sebagai subyek


perjanjian. Subyek perjanjian dapat berupa manusia pribadi atau juga badan
hukum. Subyek perjanjian harus mampu atau mempunyai wewenang dalam
melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan dalam undang-undang.

5|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


Subyek hukum dapat dalam kedudukan pasif atau sebagai debitur atau dalam
kedudukan yang aktif atau sebagai kreditur.

2. Adanya persetujuan antara pihak-pihak

Persetujuan disini bersifat tetap, dalam arti bukan baru dalam tahap
berunding. Perundingan itu sendiri adalah merupakan tindakan-tindakan
pendahuluan untuk menuju kepada adanya persetujuan.

3. Adanya tujuan yang akan dicapai

Tujuan mengadakan perjanjian terutama guna memenuhi kebutuhan


pihakpihak dan kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi jika mengadakan
perjanjian dengan pihak lain.

4. Adanya prestasi yang akan dilangsungkan

Bila telah ada persetujuan, maka dengan sendirinya akan timbul suatu
kewajiban untuk melaksanakannya.

5. Adanya bentuk tertentu

Dalam suatu perjanjian bentuk itu sangat penting, karena ada ketentuan
undang-undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu maka perjanjian
mempunyai kekuatan mengikat sebagai bukti.

6. Adanya syarat tertentu

Mengenai syarat tertentu ini sebenarnya sebagai isi dari perjanjian,


karena dengan syarat-syarat itulah dapat diketahui adanya hak dan kewajiban
dari pihak-pihak.

Jika semua unsur yang ada tadi kita hubungkan dengan ketentuan syarat
sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata) maka dapat disimpulkan:

a. Syarat adanya persetujuan kehendak diantara pihak-pihak dapat meliputi


unsur- unsur persetujuan, syarat-syarat tertentu dan bentuk-bentuk tertentu.

b. Syarat kecakapan pihak-pihak meliputi unsur-unsur dari pihak-pihak yang


ada dalam perjanjian.

6|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


c. Adanya hal tertentu sebagai pokok perjanjian, sebagai obyek perjanjian,
baik berupa benda maupun jasa, serta obyek dapat berwujud dan tak berwujud.

d. Adanya kausa yang halal, yang mendasari perjanjian itu sendiri meliputi
unsur tujuan yang akan dicapai

2.1.1 Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian oleh hukum dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak,
maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu syarat-syarat
sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan antara para pihak yang akan
mengadakan perjanjian, harus dilakukan oleh orang yang cakap secara hukum, harus
mempunyai obyek tertentu, dan karena suatu sebab yang halal. Syarat- syarat sahnya
perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Wewenang berbuat

b. Perihal tertentu dan

c. Kuasa yang sah.

7|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


Contoh Form Syarat Dan Ketentuan Perjanjian :

8|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK


9|SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NU GRESIK
10 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
11 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
12 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
13 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
2.2 Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi atau yang disebut juga dengan istilah breach of contract adalah
tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang
dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam
kontrak yang bersangkutan.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak dari


pihak yang dirugikan, untuk menentukan pihak yang melakukan wanprestasi dalam
memberikan ganti rugi, oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak yang
dirugikan karena wanprestasi tersebut. Dalam hukum kontrak apabila terjadi
wanprestasi, maka pengaturan terhadap konsekuensi pelanggaran tersebut haruslah
dibuat seadil-adilnya, sehingga dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan.
Karena itu, pengaturan tentang kerugian dan ganti rugi menjadi salah satu sasaran
utama bahkan merupakan tujuan akhir dari hukum kontrak

Wujud prestasi yang lainnya adalah berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
Berbuat sesuatu adalah melakukan sesuatu perbuatan yang telah ditetapkan dalam
perjanjian. Sedangkan tidak berbuat sesuatu adalah tidak melakukan sesuatu
perbuatan sebagaimana juga yang telah ditetapkan dalam perjanjian, manakala para
pihak telah menunaikan prestasinya maka perjanjian tersebut akan berjalan
sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan persoalan. Namun kadangkala ditemui
bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau menolak memenuhi prestasi
sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. Hal inilah yang disebut dengan
wanprestas

Wanprestasi berarti debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau


ingkar janji, melanggar perjanjian serta melakukan sesuatu yang tidak boleh
dilakukannya, perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi
buruk. Debitur dianggap wanprestasi bila ia memenuhi syarat-syarat diatas dalam
keadaan lalai maupun dalam keadaan sengaja. Wanprestasi yang dilakukan debitur
dapat berupa empat macam:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan,

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan,

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

14 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Permasalahan tentang wanprestasi, terdapat pendapat lain mengenai


syarat-syarat terjadinya wanprestasi, yaitu:

a. Debitur sama sekali tidak berprestasi, dalam hal ini kreditur tidak perlu
menyatakan peringatan atau teguran karena hal ini percuma sebab debitur
memang tidak mampu berprestasi.

b. Debitur salah berprestasi, dalam hal ini debitur sudah beritikad baik untuk
melakukan prestasi, tetapi ia salah dalam melakukan pemenuhannya.

c. Debitur terlambat berprestasi, dalam hal ini banyak kasus yang dapat
menyamakan bahwa terlambat berprestasi dengan tidak berprestasi sama
sekali

2.3 Pengertian Leasing

Secara umum Leasing adalah suatu kegiatan pembiayaan kepada perusahaan


(badan hukum) atau perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal.Pembayaran
kembali oleh peminjam dilakukan secara berkala dan dalam jangka waktu menengah
atau panjang.Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut Lessor,sedangkan
perusahaan yang mengajukan leasing di sebut lesse. Pengertian leasing di Indonesia di
definisikan sebagai berikut :

“Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan


barang-barang modal untuk suatu jangka waktu tertentu,berdasarkan pembayaran-
pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu
leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”.Selain Lessor dan Lesse
dalam kegiatan sewa guna usaha seringkali melibatkan pihak ketiga,misalnya
pemasok (supplier) atau credit provider.

2.3.1 Jenis-Jenis Leasing

2.1.3.1 Operating lease

Operating lease adalah usaha leasing ,dimana pihak lesse hanya


membayar sewa pembiayaan (rental)sesuai perjanjian ,tanpa diikuti dengan

15 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
pemilikan (hak opsi) barang modal tersebut oleh Lessee pada akhir masa
perjanjian.

Dengan demikian karakteristik operating lease adalah sebagai berikut :

1. Operating lease biasanya dilakukan oleh pabrikan atau leveransir, karena


biasanya mereka mempunyai keahlian terhadap barang modal tersebut.

2. Barang modal dalam operating lease biasanya berupa barang yang mudah
terjual kontrak sewa gua usaha berakhir.

3. Besarnya harga sewa lebih kevil dari pada harga ditambah keuntungan yang
diharapkan lessor.

4. Segala resiko atas barang modal asuransi, pajak, kerusakan pemeliharaan


ditanggung lessor.

5. Jangka waktu kontrak sewa relative lebih pendek jika dibandingkan dengan
umur ekonomis barang modal.

6. Kontrak sewa guna usaha dapat dibatalkan sepihak oleh lessee dengan
mengembalikan barang modal kepada lessor.

7. Pada masa akhir kontrak sewa guna usaha, lessee tidak diberikan hak opsi
sehingga wajib mengembalikan barang modal kepada lessor.

2.3.1.2 Financial lease

Financial lease adalah usaha leasing,dimana selain membayar sewa


yang di tetapkan pada akhir masa kontrak pembiayaan lesse akan membeli
barang-barang modal tersebut berdasarkan sisa yang di sepakati bersama.

Dengan demikian, karakteristik dari finance lease adalah :

1. Barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak atau tidak bergerak yang
berumur maksimum sama dengan kegunaan ekonomis barang tersebut.

2. Barang modal tetap milik lessor sampai berlakunya opsi

3. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran perbulan meliputi biaya


perolehan barang ditambah biaya-biaya lain dan keuntungan yang diharapkan
lessor.

16 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
4. Jangka waktu berlakunya kontrak leasing relative panjang.

5. Resiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan asuransi ditanggung oleh


lessee

6. Kontrak sewa guna usaha tidak dapat dibatalkan sepihak oleh lessor

7. Pada masa akhir kontrak lessee diberi hak opsi untuk mengembalikan atau
membeli barang modal tersebut atau memperpanjang masa kontraknya.

2.3.2. Pihak-Pihak Yang Terlibat

1. Lessor : Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para

nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.

2. Lesse : Nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk

memperoleh barang modal yang diinginkan.

3 . Supplier :Pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai

perjanjian antara lessors dengan lesse dan dalam hal ini supplier juga
dapat bertindak sebagai lessor.

4 . Asuransi

Merupakan perusahaan yang akan menanggung risiko terhadap


perjanjian antara lessor dengan lesse.

2.3.3 Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing)

Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lesse disebut “lease


angrement”,dimana di dalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja
bersyarat antara kedua belah pihak,lessor dan lesse.

Isi kontrak yang di buat secara umum memuat antara lain :

a. Nama dan alamat lesse


b. Jenis barang modal diinginkan
c. Jumlah atau nilai barang yang di leasingkan
d. Syarat-syarat pembayaran

17 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
e. Syarat-syarat kepemilikan
f. Biaya-biaya yang dikenakan
g. Sangsi-sangsi apabila lesse ingkar janji

2.3.4 Sangsi-sangsi Sewa Guna Usaha (Leasing)


Seperti jenis pinjaman lainnya,bahwa tidak semua pinjaman berjalan mulus
atau berjalan sesuai prosedur yang ada,sekalipun sudah melalui prosedur yang
benar.Begitu pula dengan perusahaan leasing jelas tidak

2.4 PT. SINAR MITRA SEPADAN FINANACE

PT. Sinar Mitra Sepadan Finance (“Perusahaan”) merupakan salah satu


perusahaan pembiayaan skala nasional yang didirikan pada tanggal 28 November
2000. Perusahaan ini berkedudukan di Jakarta Selatan dan berkantor pusat di Agro
Plaza Lantai 16-17, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. X2-1, Kuningan Timur, Setiabudi,
Jakarta Selatan 12950.

Adapun pemegang saham Perusahaan saat ini adalah ORIX Corporation,


Jepang dan PT. Sinar Mas Multiartha, Tbk. (“SMMA”), dimana ORIX Corporation
sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 85% (delapan puluh lima persen) atas
Perusahaan.

Perusahaan telah menjadi bagian dari ORIX Corporation, Jepang yang


memiliki jaringan di 27 negara di dunia dan terdaftar di New York Stock Exchange.
Perusahaan bergerak di bidang jasa pembiayaan kendaraan bermotor roda 4 (empat)
atau lebih.

Perusahaan ini telah berkembang selama 18 tahun, memiliki 130 jaringan


(Kantor Cabang dan Kantor Selain Kantor Cabang) di seluruh Indonesia dan memiliki
lebih dari 3.000 karyawan.

Salah satu anak cabang PT Sinar Pada tahun 2019, SMMA bergabung menjadi
pemegang saham Perusahaan dan melalui grup bisnisnya, terus berkembang dengan
pesat melalui penyediaan layanan keuangan terintegrasi, termasuk asuransi,
multifinance, perbankan, sekuritas, fintech, dan layanan lainnya.

18 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
2.5 Kerangka Berfikir

Berdasarkan penelitian dan study lapangan dapat digambarkan proses bisnis


atau disebut juga alur proses pembiayaan yang terjadi di PT Sinar Mitra Sepadan
Finance Gresik yang dapat digambarkan dalam skema dibawah ini:

LESSOR LESSEE

Mekanisme Perjanjian
Leasing

Tangungg Jawab Para Pihak

Upaya Penyelesai

Dari skema tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa :

PT Sinar Mitra Sepadan Finance Gresik dalam menjalankan setiap transaksi


Sewa Guna Usaha (Leasing) dalam proses pemberian barang modal dibuatkan
perjanjian leasing antara lessor (di PT Sinar Mitra Sepadan Finance Gresik) sebagai
pemberi barang modal dan leasse (Nasabah) sebagai penerima barang modal atas

19 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
pembiyaan tersebut. Dalam masa berlangsungnya perjanjian leasing tersebut para
pihak mempunyai tanggung jawab masing-masing yang di atur dalam perjanjian.
Apabila salah satu pihak tidak memenuhi unsure – unsur perjanjian maka dilakukan
langkah-langkah upaya hukum untuk menyelesaikan permasalahan perjanjian akibat
adanya yang melakukan wanprestasi terhadap isi perjanjian.

Permasalahan tersebut menjadi objek penelitian penulis untuk menjelaskan


tanggung jawab lessee dan lessor dalam melaksanakan perjanjian leasing yang dibuat
oleh para pihak.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada


metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisa dan mengumpulkan data-
data serta keterangan- keterangan yang diperoleh guna mengetahui gambaran
mengenai tanggung jawab lessee dan lessor dalam pelaksanaan perjanjian leasing di
PT Sinar Mitra Sepadan Finance cabang Gresik Adapun langkah-langkah penelitian
yang dilakukan adalah sebagai berikut :

3.1.1 Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan


empiris. Maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian
dilanjutkan pada data primer di lapangan atau terhadap masyarakat

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif


yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai
keadaan subyek atau pun obyek sebagaimana adanya

3.2.1 Tipe Penelitian

Pada umumnya suatu penelitian sosial termasuk penelitian hukum, dapat


ditinjau dari segi dan sudut-sudut sifat, bentuk, tujuan dan penerapan serta dari sudut

20 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
disiplin ilmu Dalam penulisan ini, penulis menggunakan spesifikasi penelitian yang
bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang
sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti
sudah mendapatkan atau mempunyai gambaran yang berupa data awal tentang
permasalahan yang akan diteliti, serta dalam penelitian ini akan digambarkan
peraturan perundang-undangan mengenai tanggung jawab lessee dan lessor terhadap
praktek perjanjian leasing di PT Sinar Mitra Sepadan Finance cabang Gresik Melalui
penggambaran tersebut kemudian dilakukan analisa

3.2.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kantor PT Sinar Mitra Sepadan Finance Cabang
Gresik.
3.3 Sumber Data dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau

pihak yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti. Penelitian data

primer dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang berupa pengalaman

praktek dan pendapat tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tanggung

jawab lessee dan lessor terhadap praktek perjanjian leasing di PT Sinar Mitra

Sepada Finance cabang Gresik.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan-bahan

kepustakaan. Pengumpulan data sekunder diperoleh dengan cara studi

pustaka. Dalam hal ini dilakukan dengan mengumpulkan dan meneliti

peraturan perundang-undangan, buku-buku, serta sumber bacaan yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data-data yang berhasil diperoleh ini

dipergunakan sebagai landasan pemikiran yang bersifat teoritis Data

sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yang mencakup:

21 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

terdiri dari:

a. Undang-Undang Dasar1945;

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);

c. Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti.

2. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer,seperti:

a. Buku-buku hasil karya parasarjana;

b. Hasil-hasilpenelitian;

c. Berbagai hasil wawancara sebagai hasil penelitian penulis

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

3. Bahan Hukum Tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder,seperti:

a. Kamus;

b. Ensiklopedia;

c. Indeks kumulatif, dan lainsebagainya.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Dalam mengumpulkan data-data, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari, megkaji, dan

memahami dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan, yaitu dengan cara melakukan wawancara dengan


narasumber yang terkait dengan penelitian ini secara langsung dengan
narasumber secara langsung dengan pimpinan, dan bagian legal PT. Sinar
22 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
Mitra Sepadan Finance Cabang Gresik. Peneliti melakukan wawancara untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan dengan subjek wawancara sebagai
berikut:

a. Mahadhian Angkasa (Pimpinan Operasional Kantor PT. Sinar Mitra


Sepadan Finance Cabang Gresik).

b. Much Sabich (Pegawai Bagian Staff Legal).

23 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
Contoh Form Perjanjian Jual Beli :134edws=[,

24 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
25 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
26 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
3.5 Metode Pengolahan Data
Metode pengolahaan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Data
Pemeriksaan data yaitu pembenaran apakah data yang terkumpul
melalui studi pustaka, dan dokumen yang sudah dianggap lengkap, relevan,
jelas, tidak berlebihan, tanpakesalahan.

2. Penandaan Data
Penandaan data yaitu memberikan catatan atau tanda yang menyatakan
jenis sumber data seperti perundang-undangan, buku literatur, atau dokumen.

3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini pada PT Sinar Mitra Sepadan Finance Cabang
Gresik, beralamat di Jalan Dokter Wahidin Sudirohusodo Ruko Green Garden
Blok A5 Nomor 39 Kebomas Gresik

4. Sistematisasi Data

Sistematisasi data yaitu menyusun dan menempatkan data yang


diperoleh secara sistematis dan disesuaikan dengan kerangka masalah,
sehingga mempermudah memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan
masalah.

5. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yang


artinya menggunakan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-
kalimat (deskriptif). Analisa kualitatif yang dilakukan bertitik tolak dari
analisa empiris, yang dalam pendalamannya dilengkapi dengan analisa
normatif. Berdasarkan analisis ditarik kesimpulan secara dedukatif, yaitu cara
berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum yang kemudian
ditarik suatu kesimpulan dari penelitian lapangan mengenai tanggung jawab
lessee dan lessor pada PT Sinar Mitra Sepadan Finance Gresik secara khusus.

27 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tanggung Jawab Lesse Dan Lessor Dalam Perjanjian Leasing

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggung jawaban dalam kamus
hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas
yang menunjuk hamper semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang
bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara
actual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang
menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggung jawabkan atas suatu


kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi
juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam
pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggung
jawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek
hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggung jawaban
politik.Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukumdapat dibedakan
sebagai berikut:

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan Prinsip tanggung jawab


berdasarkan unsure kesalahan (fault liability atau liability based on fault )
adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hokum pidana dan perdata.
Pasal 1365 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal
sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya
empat unsure pokok, yaitu:

a. adanya perbuatan;

b. adanya unsure kesalahan;

c. adanya kerugian yang diderita;

d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dank erugian.

28 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan
hukum. Pengertian hokum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang
tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab Prinsip ini menyatakan


bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability
principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.

3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab Prinsip ini adalah
kebalikan dari prinsip yang kedua, prinsip praduga untuk tidak selalu
bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang
sangat terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hokum
pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin atau bagasi
tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang (konsumen)
adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku
usaha) tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya. Pihak yang
dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen.

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak (strict


liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute
liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua
terminologi di atas.

5 .Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan Prinsip tanggung jawab dengan


pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku
usaha untuk dicantumkan sebagai klausula dalam perjanjian standar yang
dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film, misalnya ditentukan, bila film
yang ingin dicuci atau dicetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan
petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh
kali harga saturol film baru.

Tanggung Jawab Lessor dalam pelaksanaan perjanjian leasing adalah


mengenai penggunaan barang leasing atau pada obyek perjanjian sewa guna usaha
(leasing), pemeliharaan barang leasing, kehilangan dan kerusakan barang leasing,
wanprestasi atau ingkar janji dari lessee, juga pembiayaan barang leasing yang
meliputi biaya asuransi, pajak, bunga, dan lain-lain.

29 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
4.2 Hambatan-Hambatan Dalam Perjanjian Leasing

Pada prinsipnya ada tiga macam penghambat dan putusnya perjanjian leasing yaitu :

1.Konsensus,

2.Wanprestasi,

3.Force Majeure.

1. Putusnya Kontrak Leasing Karena Konsensus Dalam praktek, pemutusan kontrak


leasing secara consensus ini sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan karakteristik
dari kontrak leasing dimana salah satu pihak berprestasi tunggal, dalam hal ini dari
pihak lessor. Artinya, pihak lessor cukup sekali berprestasi, yaitu menyerahkan dana
untuk pembelian barang leasing.

2. Putusnya Kontrak Leasing KarenaWanprestasi

Wanprestasi atau breach of contract merupakan salah satu sebab hingga berjalannya
kontrak menjadi terhenti. Dalam hal ini yang di maksud dengan wanprestasi adalah
salah satu pihak atau lebih tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan kontrak.

3. Putusnya Kontrak Leasing Karena Force Majeure

Walaupun hak milik belum beralih kepada lessee sebelum hak opsi beli dilaksanakan
oleh pembeli, tetapi karena lessor memang dari semula bertujuan hanya sebagai
penyandang dana, bukan pemilik, maka sudah selayaknya jika beban resiko dari suatu
leasing yang dalam keadaan force majeure dibebankan kepada lessee.Namun
demikian pengaturan tentang resiko ini tetap penting mengingat jika terjadi sesuatu
dan lain hal yang menyebabkan pihak asuransi tidak dapat atau tidak mau membayar
seluruhnya atau sebagian dari ganti kerugian jika terjadi force majeure, misalnya
dengan alasan bahwa asuransi bukan untuk “all risk” karena ada “dispute” dengan
melihat sebabnya terjadi peristiwa force majeure tersebut, oleh karena itu dalam hal
seperti ini pihak lessee-lah yang akhirnya menjadi pihak yang harus menanggung
resiko.

30 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan mengenai


“Tanggung Jawab Lessee dan Lessor dalam Pelaksanaan Perjanjian Leasing (studi di
PT. Sinar Mitra Sepadan Finanace ” maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Mekanisme perjanjian leasing pada PT. Sinar Mitra Sepadan Finanace


(Lessor) harus mengikuti tahapan-tahapan yang telah ditetapkan yaitu,
memenuhi syarat-syarat pembiayaan dan mekanisme penilaian, sehingga
mekanisme perjanjian leasing tersebut dapat dipastikan berjalan secara teratur
dan sistematis sampai dengan ditanda-tanganinya perjanjian tersebut oleh
kedua belah pihak.

Pemberian modal sewa guna usaha (leasing) kepada lessee sebagai


penerima barang modal dilakukan secara ketat yaitu dengan membuat
beberapa kesepakatan dalam perjanjian leasing yang harus dipenuhi oleh
lessee sebagai calon perusahaan penerima pinjaman pembiayaan. Pihak lessee
harus memenuhi tanggung jawab atas perjanjian leasing tersebut yaitu dengan
membayar angsuran tiap bulan kepada pihak lessor sebagai perusahaan yang
memberikan pembiayaan modal sewa guna usaha (leasing)

2. Tanggung Jawab Lessor dalam pelaksanaan perjanjian leasing adalah


mengenai penggunaan barang leasing atau pada obyek perjanjian sewa guna
usaha (leasing), pemeliharaan barang leasing, kehilangan dan kerusakan
barang leasing, wanprestasi atau ingkar janji dari lessee, juga pembiayaan
barang leasing yang meliputi biaya asuransi, pajak, bunga, dan lain-lain.

Resiko-resiko yang terjadi atas barang leasing selama masa leasing


berlangsung adalah tanggung jawab para pihak dalam memenuhi perjanjian
sewa guna usaha (leasing) dan harus dilakukan berdasarkan itikad baik dan
keadilan. Tanggung Jawab Lessee terhadap obyek perjanjian dalam praktek
perjanjian leasing adalah mengenai aturan-aturan perjanjian leasing yang telah
disepakati dan ditanda-tangani. Lessee bertanggung jawab atas pembayaran
angsuran dan kewajiban lainnya yang terhutang berdasarkan perjanjian dan
31 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
diberikan teguran apabila mengalami keterlambatan pembayaran. Seluruh
syarat dan ketentuan perjanjian leasing tersebut harus dipenuhi oleh kedua
belah pihak.

4. Upaya penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pihak lessor dalam


menyelesaikan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak lessee. Pihak lessor
memberikan teguran dan mengusahakan penyelesaian dengan melakukan pendekatan
secara kekeluargaan, selanjutnya dilakukan somasi.

Jika ternyata pihak lessee tidak mengindahkan somasi yang telah diberikan
pihak lessor tersebut, maka dengan terpaksa pihak lessor harus menempuh dengan
cara terakhir yakni, obyek leasing ditarik dari pihak lessee, cara ini ditempuh oleh
pihak lessor untuk pengamanan asset perusahaan yaitu obyek leasing tersebut.
Wanprestasi yang terjadi dalam praktek perjanjian leasing sebagian besar dilakukan
oleh pihak lessee.

B. Saran

1. Hendaknya pihak perusahaan pembiayaan harus melakukan analisa dengan cermat


terhadap latar belakang dan track record calon pihak lease dan kemampuan
membayar angsuran guna menghindari timbulnya masalah dalam proses
pelaksanaan perjanjian leasing dikemudian hari.

2. Pihak lessee hendaknya dapat mengukur kemampuannya sebelum melakukan


leasing agar tidak melakukan wanprestasi setelah permohonan leasingnya
dikabulkan

32 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K
DAFTAR PUSTAKA

Eddy P. Soekadi, 1987 Mekanisme Leasing, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Kasmir, S.E. M.M. , Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Revisi 2008

Subagyo, Sri Fatawati,Rudr Badrudin ,Bank dan Lembaga Keuangan Lainya

Dr. Kasmir ,Reisi 2014, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya

Dahara Djoko Prakoso, 1996, Leasing dan Permasalahan, Semarang: Effhar & Prize

Neni Sri Imaniyati. 2009. Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan

Kegiatan Ekonomi.

33 | S E K O L A H T I N G G I I L M U E K O N O M I N U G R E S I K

Anda mungkin juga menyukai