Anda di halaman 1dari 16

PELAKSANAAN KONTRAK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah: Hukum Kontrak Bisnis Syariah

Dosen Pengampu: Mohammad Jamaludin,S.Hi.,M.H.

Disusun Oleh:

Bella Yolanda Safitri

Nim: 1902130039

Nur Nova Dilla

Nim: 1902130029

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Fakultas Syariah

Prodi Hukum Ekonomi Syariah

2021
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Waata’ala, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam kami curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. semoga kita bisa bersama dengan beliau di
akhirat kelak.
Ungkapan terimakasih juga penulis haturkan kepada dosen pengajar
khususnya Bapak Mohammad Jamaludin,S.Hi.,M.H. selaku dosen pengampu
mata kuliah Hukum Kontrak Bisnis Syariah yang telah membimbing dan
memberi semangat sehingga pada akhirnya bisa menjadikan tim penulis sedikit
demi sedikit memperluas wawasan pengetahuan tim penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pelaksanaan Kontrak”, meskipun
jika ditinjau lebih jauh makalah ini belum sempurna untuk dikatakan sebagai
makalah yang baik, dan tim penulis menyadari bahwa kami bukanlah manusia
yang tercipta dalam kesempurnaan. Namun, tim penulis akan tetap berusaha untuk
menjadi lebih baik lagi dengan terus belajar.

Akhir kata, kesempurnaan itu hanya milik Allah, dan tim penulis berusaha
dengan sebaik-baiknya. Namun, masih terdapat kekurangan. Tim penulis
mengharap kritik dan saran dari pembaca yang yang dapat membangun agar
makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.

Palangka Raya, 22 Maret 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................2

B. Rumusan Masalah.......................................................................................2

C. Tujuan Penulisan........................................................................................3

D. Metode Penulisan........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Pengertian Prestasi.....................................................................................3

B. Pengertian Wanprestasi.............................................................................6

C. Pembelaan Debitur yang dituduh Wanprestasi.....................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................11

A. Kesimpulan................................................................................................12

B. Saran..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era reformasi ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dalam


kerjasama di bidang jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin
banyak mengikatkan dirinya dengan masyarakat lainnya, sehingga timbul
perjanjian salah satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa
menyewa banyak di gunakan oleh para pihak pada umumnya, karena dengan
adanya perjanjian sewa menyewa ini dapat membantu para pihak, baik itu dari
pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan. Penyewa mendapatkan
keuntungan dari benda yang disewanya sedangkan yang menyewakan akan
memperoleh keuntungan dari harga sewa yang telah diberikan oleh pihak
penyewa.

Secara yuridis pengertian perjanjian diatur dalam buku ketiga tentang


perikatan. Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.1 Sewa menyewa merupakan perbuatan perdata yang
dapat dilakukan oleh suatu subyek hukum (orang dan badan hukum).
Perjanjian sewa menyewa di atur dalam Pasal 1548-1600 KUHPerdata.
Pengertian sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya
kenikmatan suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran
suatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi
pembayaranya.2

1
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 94
2
R. Subekti dan R, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk.
Ketiga puluh empat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 381.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian prestasi?
2. Apa pengertian wanprestasi?
3. Apa saja Pembelaan Debitur yang dituduh Wanprestasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan prestasi.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan wanprestasi.
3. Untuk mengetahui pembelaan debitur yang dituduh wanprestasi.

D. Metode Penulisan
Adapun Metode Penulisan Yang Digunakan Dalam Makalah Ini Yaitu Dengan
Mencari Referensi Keperpustakaan (Library Research) Online Dan Beberapa
Jurnal Digital Sebagai Referensi Yang Ada Kaitannya Atau Hubungannya
Dengan Pembuatan Makalah Ini Dan Disimpulkan Dalam Makalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Prestasi

Prestasi atau dalam hukum kontrak dikenal juga dalam istilah Inggris sebagai
performance adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan
menurut tata cara yang telah disepakati bersama (term and condition).Macam-
macam prestasi adalah yang diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata.3

Pada beberapa kondisi tertentu, seseorang yang telah tidak melaksanakan


prestasinya sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan dalam kontrak, maka pada
umumnya (dengan beberapa perkecualian) tidak dengan sendirinya dia dianggap
telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak telah ditentukan lain dalam kontrak
atau undang-undang maka wanprestasinya di debitur resmi terjadi setelah debitur
dinyatakan lalai oleh kreditur, yaitu dikeluarkannya "akta lalai" oleh pihak
kreditur. Hal ini diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata "Si berutang adalah lalai,
apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah
dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa
si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah
ditentukan".

Dalam hal wanprestasi yang terjadi adalah berupa tidak sempurna memenuhi
prestasi, maka dalam ilmu hukum kontrak dikenal suatu doktrin yang disebut
"Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial (Substantial Performance)" yang
mengajarkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi berupa tidak sempurna
memenuhi prestasi, namun pihak tersebut telah melaksanakan prestasinya secara
substantial maka pihak lain tersebut harus juga melaksanakan prestasinya secara
sempurna (Substantial Performance).

3
Nanda Amalia, Hukum Perikatan, ( Aceh: Unimal Press, 2012). Hlm 7

4
a. Macam-Macam Prestasi

Kreditur berhak atas sesuatu yang wajib diberikan oleh debitur disebut
"prestasi". Sesuatu itu terdiri atas memberikan, melakukan, atau tidak melakukan.
Hal ini diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu".
Jadi, berdasarkan ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata maka prestasi itu dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu,
dan tidak berbuat sesuatu.

Adanya perikatan untuk memberikan sesuatu dimaksudkan kewa jiban dari


debitur untuk menyerahkan kepemilikan, penguasaan atau kenikmatan dari suatu
benda. Misalnya penyerahan hak milik atas benda tetap dan gerak, pemberian
sejumlah uang, memberikan benda untuk dipakai (menyewa). Perikatan untuk
tidak berbuat atau melakukan sesuatu misalnya, A membuat perjanjian dengan B
untuk membeli rumah di suatu kompleks tertentu, mereka sepakat membuat pagar
batas bersama yang tingginya tidak melebihi 1,5 m. Kecuali itu, perikatan untuk
tidak berbuat sesuatu dapat digolong kan sebagai perikatan dengan prestasi
negatif. Misalnya seorang debitur telah mengikat dirinya untuk tidak mendirikan
suatu perusahaan yang bersaing dengan perusahaan yang dimiliki kreditur.

a. Sahnya Perikatan dalam Kaitannya dengan Prestasi

Untuk keabsahan dari suatu perikatan yang dikaitkan dengan prestasi, harus
memenuhi syarat sebagai berikut.

1) Prestasi itu harus dapat ditentukan (bepaalbaar). Dalam hal ini prestasi harus
dapat ditentukan, tetapi syarat ini hanya penting untuk perikatan yang

5
dilahirkan dari persetujuan. Suatu perikatan tidak absah bilamana prestasinya
sama sekali tidak dapat ditentukan. Misalnya, perikatan untuk membangun
sebuah rumah tanpa kete rangan lebih lanjut. Dalam menentukan prestasi tidak
harus seketika itu, bisa juga ukan kemudian, misalnya dalam jual beli, harga
nya dapat ditentukan pada saat penyerahan barang.
2) Prestasi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, keter tiban umum
dan kesusilaan yang baik. Syarat ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1335
KUH Perdata: "suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena
sesuatu sebab yang palsu, atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan". Prestasi
yang bertentangan dengan suatu sebab terlarang diatur dalam Pasal 1337 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa: "suatu sebab adalah terlarang oleh undang-
undang, atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum".

3) Tidak dapat disyaratkan bahwa prestasi dapat dijalankan atau di penuhi.


Prestasi itu memang dengan sendirinya dapat dijalankan atau dipenuhi, namun
untuk prestasi tertentu tidak mungkin karena, misalnya, pengangkutan dengan
kapal laut ke Manado dalam waktu 2 hari. Dalam hal ini dapat dikatakan
dilarang memperjanjikan suatu prestasi yang tak mungkin dapat dijalankan
atau dipenuhi.
4) Tidak dapat disyaratkan bahwa prestasi harus dapat dinilai dengan uang.
Sebagian ahli hukum berpendapat demikian karena pertim bangannya, bila
debitur ingkar maka ia dapat dikenakan ganti keru gian berupa uang.
Belakangan ada ahli hukum berpendapat tidak selamanya ganti kerugian itu
berupa uang, bisa juga dengan sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis.

6
B. Pengertian Wanprestasi
a. Pengertian

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban


sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur.4 Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik karena
disengaja maupun tidak disengaja5

Pada umumnya hak dan kewajiban yang lahir dari perikatan dipenuhi oleh
pihak-pihak baik debitur maupun kreditur. Akan tetapi dalam praktik kadang-
kadang debitur tidak mematuhi apa yang menjadi kewajibannya dan inilah yang
disebut dengan "wanprestasi". Perkataan wanprestasi berasal i bahasa Belanda
yang berarti "prestasi buruk" bekti, 1967: 45). Selain itu, perkataan wanprestasi
sering juga dipadankan pada kata lalai atau alpa, ingkar janji, atau melanggar
perjanjian, bila saja debitur melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh
dilakukan.

b. Bentuk Wanprestasi
1) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat pada waktunya. Dengan perikataan
lain, terlambat melakukan prestasi, artinya meskipun prestasi itu
dilaksanakan atau diberikan, tetapi tidak sesuai dengan waktu penyerahan
dalam perikatan. Prestasi yang demikian itu disebut juga kelalaian.
2) Tidak memenuhi prestasi, artinya prestasi itu tidak hanya terlambat, tetapi
juga tidak bisa lagi dijalankan. Hal semacam ini disebabkan karena:
a. pemenuhan Prestasi tidak mungkin lagi dilaksanakan karena barangnya
telah musnah;
b. prestasi kemudian sudah tidak berguna lagi, karena saat penye rahan
mempunyai arti yang sangat penting. Misalnya, pesanan gaun pengantin

4
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: 2008) h.180
5
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta:Rajawali Pers, 2007),h. 74

7
untuk dipakai pada waktu perkawinan, apabila tidak diserahkan pada
waktu sebelum perkawinan, maka penye rahan kemudian tidak
mempunyai arti lagi.
3) Memenuhi prestasi tidak sempurna, artinya prestasi diberikan, tetapi tidak
sebagaimana mestinya. Misalnya, prestasi mengenai penyerahan satu truk
kacang kedelai berkualitas nomor 1, namun yang diserahkan adalah
kacang kedelai yang berkualitas nomor 2.

Perlu dijelaskan di sini tentang "tidak dapat atau tidak sempurna me


menuhi suatu perikatan tidak selamanya merupakan suatu wanprestasi",
kecuali memenuhi dua unsur yaitu adanya peringatan (aanmaning atau somasi)
dan unsur jika prestasi tidak dapat dilaksanakan karena adanya overmacht.

c. Akibat Wanprestasi

Apabila seorang debitur wanprestasi, maka akibatnya adalah:

1) kreditur tetap berhak atas pemenuhan perikatan, jika hal itu masih
dimungkinkan;
2) kreditur juga mempunyai hak atas ganti kerugian baik bersamaan dengan
pemenuhan prestasi maupun sebagai gantinya pemenuhan prestasi;
3) sesudah adanya wanprestasi, maka overmacht tidak mempunyai kekuatan
untuk membebaskan debitur;
4) pada perikatan yang lahir dari kontrak timbal balik, maka wanpres tasi dari
pihak pertama memberi hak kepada pihak lain untuk minta pembatalan
kontrak oleh Hakim, sehingga penggugat dibebaskan dari kewajibannya.
Dalam gugatan pembatalan kontrak ini dapat juga dimintakan ganti
kerugian.

d. Sanksi Bagi Debitur yang Wanprestasi

Kreditur yang menderita kerugian karena debiturnya wanprestasi dapat


memilih berbagai kemungkinan, antara lain:

1. kreditur dapat minta pelaksanaan perjanjian, walaupun terlambat;

8
2. kreditur dapat minta ganti rugi, yaitu kerugian karena debitur tidak
berprestasi, berprestasi tapi tidak tepat waktu, atau berprestasi yang tidak
sempurna;
3. kreditur dapat minta pelaksanaan perjanjian disertai ganti kerugian sebagai
akibat lambatnya pelaksanaan perjanjian;
4. dalam perjanjian yang bertimbal balik, kelalaian satu pihak mem beri hak
kepada pihak lawannya untuk minta kepada Hakim agar perjanjian
dibatalkan disertai ganti kerugian. Hak ini diberikan oleh Pasal 1266 KUH
Perdata yang menetapkan tiap perjanjian bilateral selalu dianggap telah
dibuat dengan syarat bahwa kelalaian satu pihak akan mengakibatkan
pembatalan perjanjian akan tetapi pembatalan mana harus dimintakan
kepada Hakim.

Dalam hal tersebut menurut Subekti (2010: 148), bukanlah kela laian
debitur yang menyebabkan batalnya, tetapi putusan Hakim yang mem
batalkan perjanjian itu sehingga putusan Hakim itu bersifat constitutif dan
declaratoir. Selanjutnya Subekti menjelaskan bahwa Hakim mempunyai suatu
kekuasaan discretioner, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi
debitur. Apabila dianggapnya terlalu kecil, Hakim berwenang untuk menolak
pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang diminta telah dikabulkan.

e. Unsur-Unsur Ganti Rugi

Mengenai ganti rugi yang dapat dituntut, undang-undang (Pasal 1248 KUH
Perdata) menyebutkan unsur-unsurnya berupa:

1) biaya (kosten) segala pengeluaran (biaya) yang nyata-nyata sudah dikeluarkan,


misalnya biaya cetak iklan, sewa gedung, dan lain-lain;
2) rugi (schadein) ialah kerugian karena kerusakan barang milik kreditur akibat
kelalaian debiturnya, misalnya ayam yang dibeli mengandung penyakit
menular, sehingga ayam milik pembeli atau kreditur mati karenanya;
3) halnya keuntungan (interessen) ialah kerugian yang berupa hilang nya
keuntungan yang diharapkan. Misalnya, dalam jual beli jika barang itu sudah

9
mendapat tawaran yang lebih tinggi dari modal, kemudian pembeli (debitur)
lalai (batal membelinya), maka kelebih an dari modal itu yang dituntut oleh
penjual atau kreditur.

Dalam hal ini, tidak semua kerugian dapat dimintakan penggantian. Undang-
undang mengadakan penetapan pembatasan dengan dapat di kira-kirakan pada
waktu janji dibuat (te voozien) dan sungguh-sungguh dapat dianggap sebagai
akibat langsung dari kelalaian debitur saja. Kecuali itu, ada kelalaian seorang
kreditur, yaitu kelalaian berpiu tang atau moracreditoris. Misalnya, A telah
menjual suatu partai barang franco gudang kepada B sehingga B harus mengambil
sendiri ke gudang hingga melampaui waktu yang ditentukan maka A rugi karena
ia terpaksa terus membayar sewa gudang. Dalam hal ini B melakukan
moracreditoris atau lalai sebagai seorang berpiutang (kreditur).

Menurut Subekti (2010: 151), perkataan ini tidak tepat karena se orang
berutang yang dapat melalaikan kewajiban. Dalam hal ini B pihak yang berhak
terhadap penyerahan barang, tetapi mengenai penerima (pengambilan dari
gudang), ia adalah seorang yang berkewajiban untuk mengambil sendiri
karenanya sebagai orang yang memikul kewajiban, ia diancam dengan sanksi bila
ia melalaikan kewajibannya, seperti seorang berutang pada umumnya, maka jika
ada alasan ia dapat dihukum meng ganti kerugian kepada penjual (A).

C. Pembelaan Debitur yang dituduh Wanprestasi

Adapun alasan yang Anda bisa gunakan untuk membela diri bila dituduh atau
dinyatakan wanprestasi, sebagai berikut:

1. Mengajukan adanya keadaan memaksa (overmacht).

Menurut Pasal 1245 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer) dalam
keadaan memaksa atau overmacht debitur tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban karena keadaan ingkar janji timbul di luar kemauan atau
kemampuan debitur (Pasal 1244 KUHPer).

Selengkapnya Pasal 1245 KUHPer berbunyi:

10
"tidaklah biaya ganti rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan
memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan
memberikan atau membuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang
sama telah melakukan perbuatan yang terlarang".

2. Mengajukan bahwa kreditor sendiri sebelumnya telah lalai (exeptio non


adimpleti cintractus).

Menurut Riduan Syahrani, “Exceptio non adimpleti contractus adalah


tangkisan yang menyatakan bahwa ia (debitur) tidak melaksanakan perjanjian
sebagaimana mestinya justru karena kreditur sendiri tidak melaksanakan
perjanjian itu sebagaimana mestinya. Bilamana debitur selaku tergugat dapat
membuktikan kebenaran tangkisannya maka ia tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban apa-apa atas tidak dilaksanakannya perjanjian itu".

Selanjutnya J Satrio berpendapat prinsip exceptio non adimpleti contractus


adalah suatu tangkisan, yang menyatakan bahwa kreditor sendiri belum
berprestasi dan karenanya kreditor tidak patut untuk menuntut debitor berprestasi.
Tangkisan ini dikemukakan untuk melawan tuntutan kreditor akan pemenuhan
perjanjian. Sudah bisa diduga, bahwa tangkisan ini hanya berlaku untuk perjanjian
timbal balik saja.

Adapun prinsip exceptio non adimpleti contractus ini diatur dalam Pasal
1478 KUHPerdata menyebutkan bahwa: "si penjual tidak diwajibkan
menyerahkan barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedangkan si
penjual tidak telah mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya".

3. Mengajukan pembelaan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk


menuntut ganti rugi (rechsverwerking).

Secara prinsip, yang dimaksud pihak kreditur melepaskan haknya atas


tuntutannya kepada pihak debitur adalah bahwa pihak kreditur telah mengetahui
bahwa ketika pihak debitur mengembalikan barang yang diperjanjikan, pihak
kreditur telah mengetahui bahwa waktu pengembalian barang sudah terlambat
selama seminggu. Akan tetapi atas keterlambatan tersebut pihak kreditur tidak

11
mengajukan keberatan ataupun sanksi maka terhadap debitur yang terlambat
mengembalikan barang, dapat diartikan bahwa pihak kreditur telah melepaskan
haknya untuk menuntut si debitur yang sudah jelas wanprestasi.

Melepaskan hak juga bisa dikaitkan dengan daluwarsa untuk menuntut yang
mengakibatkan hapusnya hak disatu pihak atau diperolehnya hak dipihak lain. Hal
ini sering terjadi dalam kasus kepemilikan tanah ataupun harta benda. Hal ini
diantaranya diatur dalam Pasal1963 KUH Perdata menyatakan: "segala tuntutan
hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus
karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang
menunjukan akan adanya daluwarsa itu tidak usah".

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Prestasi atau dalam hukum kontrak dikenal juga dalam istilah Inggris
sebagai performance adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah
diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama (term and
condition).Macam-macam prestasi adalah yang diatur dalam Pasal 1234 KUH
Perdata. Sedangkan wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara kreditur dengan debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya
janji dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja.

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih terdapat banyak


kekurangan yang masih perlu diperbaiki kedepannya, oleh karena itu tim
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar
pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Miru, 2007. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: Rajawali Pers.

Purwahid Patrik, 1994 Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung.


R. Subekti dan R, 2004. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk. Ketiga puluh empat, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Salim HS, 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta.
Nanda Amalia, 2012. Hukum Perikatan, Aceh: Unimal Press.

14

Anda mungkin juga menyukai