Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM PERDATA

Disusun oleh :

Fuad anwar al azhari

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal sebagai
refrensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa yang
telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua.Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan
dengan pengangkatan judul makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan
kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang
tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.

Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang
membacanya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.
Amin.

Bandung, 24 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN:

1.1 . Latar Belakang.................................................................... 1

1.2 . Rumusan Masalah............................................................... 1

1.3 . Tujuan................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN:

2.1 . Gadai Dalam Hukum Perdata Positif.................................. 3

BAB III PENUTUP:

3.1 . Kesimpulan......................................................................... 9

3.2 . Saran.................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam   pemenuhan   kebutuhan   hidup   masyarakat   perlu   dana maupun modal.
Misalnya untuk membuka suatu lapangan usaha  tidak hanya  dibutuhkan  bakat  dan 
kemauan keras  untuk berusaha,  tetapi juga  diperlukan  adanya  modal  dalam  bentuk uang 
tunai.  Hal  itulah yang menjadi potensi perlu adanya lembaga perkreditan yang
menyediakan dana pinjaman. Untuk mendapatkan modal usaha melalui  kredit masyarakat 
membutuhkan adanya  sarana  dan prasarana. Maka  pemerintah memberikan sarana berupa
lembaga perbankkan dan lembaga non  perbankan.
Salah satu lembaga perbankan yang menyediakan kredit adalah pegadaian. Pegadaian
merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha intinya
adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Lembaga
pegadaian menawarkan peminjaman dengan sistem gadai. Jadi masyarakat tidak perlu takut
kehilangan barang-barangnya. Lembaga pegadaian memiliki kemudahan antara lain
prosedur dan syarat-syarat administrasi yang mudah dan sederhana, dimana nasabah cukup
memberikan keterangan-keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan
kredit, waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunga relatif rendah. Hal ini
sesuai dengan motto dari pegadaian itu sendiri yaitu : “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”.
Masalah jaminan utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian utang-
piutang, yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna
menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati
sebelumnya diantara kreditur dan debitur. Adanya perjanjian gadai tersebut, maka
diperlukan juga adanya barang sesuai jaminan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari gadai dan unsur-unsurnya?
2. Apa yang menjadi objek dan subjek gadai?
3. Apa saja  yang menjadi   hak-hak dan  kewajiban pemegang gadai dan hapusnya gadai
tersebut?

1
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan gadai secara hukum maupun agama
2. Menjelaskan tentang subjek dan objek gadai

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gadai Dalam Hukum Perdata Positif


A. Pengertian Gadai
Gadai dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan Rahn. Kata rahn itu sendiri
secara etimologis berarti tanggung jawab, sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa
Jalla "Tiap-tiap diri itu bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. " (Al-
Mudatsir: 38)
Demikian juga sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Jiwa seorang mukmin itu
tergantung pada hutangnya sehingga dilunasi. " (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Baihaqi,
Hakim. Hakim mengatakan, dengan syarat Bukhari dan Muslim)
Sedangkan menurut syari’at, rahn berarti menilai suatu barang dengan harga tertentu atas
suatu hutang, yang dimungkinkan pembayaran hutang itu dengan mengambil sebagian
dari barang tersebut.
Gadai ialah suatu yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh  seorang  yang  lain atas
namanya  dan yang  memberikan  kekuasaan kepada piutang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang
lainnya, dengan kekecualian hanya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan   untuk   menyelamatkannya   setelah   barang   itu   digadaikan, biaya-biaya
mana  yang  harus  didahulukan.   Hak  gadai  diadakan  untuk mencegah  debitur untuk
mengubah  barang yang digadaikan,  yang mana akan merugikan bagi pihak pemegang
gadai.
Sedangkan dalam KUHper tentang gadai dalam pasal 1150, menjelaskan bahwa
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya,
dan yang memberi wewenang kepada  kreditur  untuk  mengambil  pelunasan
piutangnya  dan barang  itu dengan   mendahalui   kreditur-kreditur   lain   dengan
pengecualian   biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai

3
pemilikan atau  penguasaan  dan biaya  penyelamatan  barang  itu yang  dikeluarkan
setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan.
Hak  gadai   yang   definisinya   diberikan,   adalah  sebuah   hak  atas benda bergerak
milik orang lain, yang maksudnya bukanlah untuk memberikan kepada orang yang
berhak gadai itu (disebut : penerima gadai atau pemegang gadai) manfaat dari benda
tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan kepadanya suatu jaminan tertentu bagi
pelunasan suatu piutang (yang bersifat apapun juga) dan itu ialah jaminan yang lebih
kuat dari pada jaminan yang memilikinya.

B. Hukum Gadai
Sebagaimana halnya dengan jual beli, gadai diperbolehkan, karena segala sesuatu
yang boleh dijual boleh juga digadaikan. Dalil yang melandasinya telah ditetapkan dalam
Al-Qur’an, Al-Sunnah dan ijma’. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah befirman:
"Dan jika kalian dalam perjalanan (dan bermu ’amalah tidak secara tunai) sedang kalian
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tangggungan yang
dipegang. " (Al-Baqarah: 283) Ayat tersebut di atas bermakna bahwa Allah Subahanahu
wa Ta’ala memerintahkan orang yang melakukan suatu transaksi dengan orang lain,
sedang bersamanya tidak ada juru tulis, maka hendaklah dia memberikan suatu barang
sebagai jaminan (gadai) kepada orang yang memberikan hutang kepadanya supaya
merasa tenang dalam melepaskan uangnya tersebut. Selanjutnya hendaklah peminjam
menjaga uang atau barang-barang hutangan itu agar tidak hilang atau dihamburkan tanpa
ada manfaat. Sedangkan dalam hadits lain disebutkan, "Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallampernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi, (bernama Abu
Syahm) dengan tiga puluh sha’ gandum untuk keluarganya. " (Muttafaqun ‘Alaih)
Dalam hadits di atas terdapat pengertian yang membolehkan mu’amalah dengan ahlul
kitab. Dan para ulama telah melakukan ijma’ yang membolehkan gadai.
C. Dasar Hukum Gadai
Dasar hukum gadai terdapat pada Kitap Undang Undang Hukum Perdata,
pasal 1150 sampai pasal 1160
D. Rukun dan Syarat Gadai
Adapun   yang  menjadi  rukun  dan  syarat  gadai  menurut   hukum  positif adalah :

4
1) Rukun gadai antara lain:
a) Adanya  orang  yang  melakukan  perjanjian  yaitu  :penggadai  dan
penerima gadai.
b) Adanya barang jaminan.
c) Ada perjanjian, baik melalui lisan maupun tulisan.
d) Adanya utang.
2) Syarat gadai antara lain:
a) Syarat yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu kreditur dan debitur tidak
saling  merugikan.
b) Syarat yang berkaitan  dengan yang menggadaikan  dan penerima
gadai, yaitu   kedua belah pihak yang berjanji masing-masing dari
mereka sudah dewasa dan berakal.
3) Syarat yang berkaitan dengan benda yang digadaikan, yaitu:
a) Penggadai punya hak kuasa atas benda yang digadaikan.
b) Benda gadai bukan benda yang mudah rusak.
c) Benda gadai dapat diambil manfaatnya.
d) Syarat yang berkaitan  dengan perjanjian  yaitu tidak di syaratkan apa-
apa,  oleh karenanya  bentuk perjanjian  gadai itu dapat bebas tidak
terikat oleh suatu bentuk yang tertentu artinya perjanjian bisa diadakan
secara tertulis ataupun secara lisan saja, dan yang secara tertulis itu bisa
diadakan dengan akte notaris, bisa juga diadakan dengan akte dibawah
tangan saja.
e) Syarat  yang  berkaitan  dengan  hutang-piutang,  yaitu  hutangnya
keadaan tetap, keadaan pasti dan keadaan jelas.10
Sedangkan    dalam    KUHper    pasal    1320,    syarat-syarat    dalam melakukan  perjanjian
antara lain :
a) Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Maksudnya bahwa kedua belah pihak yang mengadaikan perjanjian mempunyai
kemauan bebas tanpa ada paksaan dari pihak lain untuk mengikatkan  dirinya, dan
kemauan tersebut harus dinyatakan.

5
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Maksudnya  adalah  kedua  belah  pihak  harus  cakap  hukum dalam melakukan
perjanjian, jadi telah mencapai umur 21 tahun lebih atau telah kawin terlebih dahulu
sebeum mencapai umur 21 tahun.
c) Mengenai suatu hal tertentu.
Menurut pasal 1131 BW, yang menjelaskan bahwa segala kebendaan milik yang
berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang akan baru ada dikemudian hari, menjadi jaminan hutangnya. Tetapi jaminan secara
umum   ini   kurang   bisa   memuaskan,   sehingga   diperlukan barang tertentu sebagai
jaminan.
d) Mengenai suatu sebab yang sah (halal).
Bahwa dalam suatu perjanjian harus ada tujuan yaitu apa yang dimaksudkan
kedua belah pihak mengadakan perjanjian.Dalam hal barang jaminan, barang yang
digadaikan  itu harus dilepaskan atau berada diluar kekuasaan pemberi gadai.
Barang   tersebut   harus   berada   dalam   kekuasaan   pemegang gadai. Penyerahan
kekuasaan ini menurut undang-undang dianggap sebagai syarat mutlak untuk lahirnya
perjanjian gadai. Perlu  kiranya  dijelaskan  bahwa  undang-undang   mengizinkan barang
tanggungan   itu ditaruh  dibawah  kekuasaan  pihak ketiga  atas persetujuan kedua
belah pihak yang berkepentingan (pasal 1152 ayat 1). Jadi    sebetulnya    yang    
dikehendaki     undang-undang     adalah berpindahnya barang tersebut dari kekuasaan
pemberi gadai.  Bahwa ada ketentuan dalam pasal 1152  ayat  2 bahwa gadai tidak sah
jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan pemberi gadai.
E. Subjek Perjanjian Gadai
Perjanjian timbul, disebabkan oleh adanya hubungan hukum kesepakatan antara
dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya  harus ada dua
orang tertentu, masing-masing  orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu
orang menjadi pihak kreditur dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur. Kreditur   
dan   debitur    itulah   yang   menjadi   subjek   perjanjian, kreditur mempunyai hak atas
prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi.

6
Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari:

a) Individu sebagai persoon yang bersangkutan


1) Natuurlijke Persoon atau manusia tertentu.
2) Rechts Persoon at au badan hukum
F. Barang yang Dijadikan Jaminan
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam suatu perjanjian,  obyek  yang 
diperjanjikan  tersebut  harus  memenuhi  syarat- syarat sebagai berikut :
a) Barang    tersebut    dapat    diperjual-belikan    (bernilai),    sebagaimana dijelaskan
pada pasal 1332 yang berbunyi : “bahwa hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan saja yang    dapat menjadi objek dari suatu perjanjian”.
b) Barang tersebut harus tertentu, dalam pasal 1333 menjelaskan : “bahwa suatu
perjanjian harus mempunyai  pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya”.
Adapun barang yang dapat dijadikan jaminan yaitu semua benda yang berwujud atau
tidak berwujud yang ada dibawah kekuasaan peminjam (debitur) yaitu :
1) benda berharga yang berwujud antara lain yakni, seperti mobil, sepeda motor,
rumah, tanah, perhiasan, dll.
2) Benda  berharga  yang  tak  berwujud  antara  lain  yakni,  seperti  surat utang
(obigasi),   surat   efek   (saham-saham),   surat   akte   dan   surat berharga
lainnya.
G. Sebab-Sebab di Hapusnya Gadai
Yang menjadi sebab hapusnya gadai :
1) Karena hapusnya perjanjian peminjaman uang.
2) Karena perintah pengembalian benda  yang  digadaikan lantaran  penyalahgunaan dari
pemegang gadai.
3) Karena  benda  yang  digadaikan  dike mbalikan  dengan  kemauan sendiri oleh
pemegang gadai ke pada pemberi gadai
4) Karena  pemegang gadai  lantaran sesuatu  sebab menjadi  pemili k benda yang
digadaikan.
5) Karena dieksekusi oleh pemegang gadai.

7
6) Karena lenyapnya benda yang digadaikan.
7) Karena hilangnya benda yang digadaikan.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari makalah di atas dapat kita simpulkan bahwa gadai adalah tanggung jawab
karena adanya unsur-unsur timbulnya hak debitur yang disebabkan karena adanya
perikatan utang piutang dank arena adanya penyerahan benda bergerak baik berwujud
mapun tiak berwujud sebagai jaminan yang diberikan oleh kreditur.
Obyek   dari   gadai   adalah   benda   bergerak   berwujud   dan   tidak berwujud 
dan  yang  menjadi  subyek  dari  hak  gadai adalah  penerima hak   gadai  (debitur)  dan 
pemberi  hak   gadai  (kreditur),  dan  secara hukum orang yang  tidak cakap  dalam 
perbuatan  hukum tentu  saja tidak bisa melakukan hubungan hukum gadai.
Untuk menjaminnya  agar  gadai  bisa  dilaksanakan  secara  benar, sehingga tidak
terjadi sengketa di kemudian hari tentu saja si peneri ma gadai  harus   memahami dan  
melaksanakan  kewajibannya, dan sipemberi gadai harus juga mengerti apa yang manjadi
hak si penerima gadai.
3.2 SARAN
Jadi lebih mengerti tentang apa itu yang dimaksud dengan gadai dan penjelasan
lainnya seperti pengertian gadai dari segi sisi hukum atau dilihat dari segi sisi agama,
syarat-syarat gadai, subjek objek gadai dan juga dijelaskan bahwa ada sebab-sebab
dihapuskannya gadai. Jadi gadai itu di perbolehkan dari agama maupun dari segi hukum.

9
DAFTAR PUSTAKA
H.Riduan  Syahrani,  S.H.,  Seluk-Beluk  Dan  Asas-Asas Hukum Perdata, Cet. 1-Bandung :
Alumni, 2006
Prof.  R.  Subekti,  S.H.  dan   R.  Tjitrosudibio,  Kitab  Undang- Undang Hukum Perdata
(KUHPerd), - Cet. 38-Jakarta : Pradnya Paramita, 2007
http://pegadaian.co.id
http://id.wikipedia.org/wiki /Pegadaian
http://www.pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/allsub/972/pengertian-gadai-hukum-gadai-
dan-rukunnya.html./%5B13-01-2017

10

Anda mungkin juga menyukai