Anda di halaman 1dari 19

LEMBAGA JAMINANAN KEBENDAAN GADAI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Jaminan

Dosen Pengampu : Insan Pribadi S.H., M.H.

Disusun Oleh :

1. Wahyu khoirurrohman (33020190012)


2. Hikmaturrosyiddah Fattah (33020190056)
3. Lutfiana Khoiriyah ``(33020190060)

FAKULTAS SYARIAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalammualaikum .wr.wb

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan kita
nikmat dan karunian-Nya yang tak terhingga sehingga kita dapat menyelesaikan
makalah Hukum Jaminan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam senantiasa
tercurah kepada junjungan kita Baginda Nabi Agung Muhammasd Saw, yang telah
memberikan syafaatnya kepada kita semua.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang “Lembaga Jaminan


Kebendaan Gadai, Pengertian, Dasar Hukum , Subyek, Obyek”. Makalah ini kami
susun dengan maksimal dan dari berbagai referensi agar dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Insan Pribadi
S.H.,M.H. yang telah membimbing dan memberikan ilmunya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Terlepas dari semua itu kami sadar bahwa makalah ini masih belum mencapai
kata sempurna,maka dari itu segala kritik dan saran kami harapkan dari pembaca
agar nantinya makalah ini selesai dengan baik. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum.wr.wb

Salatiga, 12 April 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4

A. Latar Belakang ..................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 5

A. Pengertian Gadai .................................................................................. 6


B. Dasar Hukum Gadai ............................................................................. 7
C. Subyek Gadai ....................................................................................... 12
D. Obyek Gadai......................................................................................... 13
E. Contoh Kasus ....................................................................................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 18

A. Kesimpulan .......................................................................................... 18
B. Saran ..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu hak kebendaan yang memberikan jaminan adalah gadai
(pand). Gadai sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
pendanaan secara tunai untuk meningkatkan perekonomiannya. Gadai
hanya diperuntukan untuk benda-benda yang bergerak, dimana objek gadai
yang akan dijamin diserahkan ke pemegang gadai oleh pemberi gadai.
Pinjaman gadai ini hanya diperuntukan bagi usaha kecil dan
menengah, yang modal usahanya tidak terlalu besar. Bagi pengusaha besar
yang memerlukan biaya besar, tidak cocok untuk meminjam uang pada
lembaga gadai, tetapi mereka dapat mengajukan permohonan pada lembaga
perbankan dengan jaminan hak tanggungan dan fidusia (Salim HS, 2014 :
50).
Suatu masyarakat di negara manapun juga selalu terdapat di satu
pihak suatu golongan manusia yang mempunyai bakat dan kemauan keras
untuk berusaha, tetapi tidak atau tidak cukup memiliki modal yang
diperlukan untuk merealisasikan daya ciptanya dan dilain pihak suatu
golongan manusia yang boleh dikatakan berenang dalam harta kekayaanya
yang melimpah -limpah, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk
memanfaatkan dan memperbesar kekayaanya itu. Jalan yang biasanya
ditempuh ialah bahwa orang yang termasuk dalam golongan pertama itu
mencari diantara orang-orang yang termasuk dalam golongan kedua yang
mau meminjaminya uang yang diperlukan, atau dengan istilah teknis yang
mau memberikan kredit kepadanya. Untuk memperoleh uang yang
dibutuhkan itu dapat pula ia pergi ke sebuah bank.
Gadai ialah suatu hak yang diperoleh kreditu atau suatu barang
bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas
Namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan
kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dar barang tersebut lebih

4
dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memlihara benda itu.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Gadai?
b. Apa dasar hukum gadai?
c. Apa subyek gadai?
d. Apa obyek gadai?
e. Apa contoh kasus gadai?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian gadai.
b. Untuk mengetahui dasar hukum gadai.
c. Untuk mengetahui subyek gadai.
d. Untuk mengetahui obyek gadai.
e. Untuk megetahui kasus gadai.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gadai
Pengertian gadai tercantum dalam Pasal 1150 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah: Suatu hak yang diperoleh
kreditor atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitor
atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi
wewenang kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya dari
barang itu dengan mendahului kreditor-kreditor lain, dengan pengecualian
biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai
pemilikan atau penguasaan dan biaya penyelamatan barang itu, yang
dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai yang harus
didahulukan.1
Dari pengertian gadai seperti yang dijabarkan dalam pasal tersebut
di atas terlihat bahwa objek gadai menurut Undang-undang ialah benda
bergerak. Barang yang digadaikan diserahkan kepada penerima gadai atau
kreditor.
Dalam praktek perbankan, menurut Sentosa Sembiring dinyatakan
sebagai berikut: Dapat dilihat pula, bahwa gadai terhadap barang bergerak
telah berkembang tidak hanya benda berwujud tetapi juga tidak berwujud
seperti saham, sebagaimana dikemukakan dalam surat keputusan direksi
Bank Indonesia Nomor: 24/32/Kep/Dir,Tanggal 12 Agustus 1991 tentang
Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit Dengan Agunan Saham.2
Pengertian gadai menurut Mariam Darus Badrul zaman sebagai
berikut: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang
atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan

1
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, RajagrafindoPersada, Jakarta,
2012, h. 33-34.
2
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan edisi revisi, Mandar Maju,Bandung, 2000, h.
219-220.

6
kepada si piutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut
secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya dengan
kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-
biaya mana yang harus didahulukan.3
Dari definisi-definisi gadai tersebut di atas, terkandung adanya
beberapa unsur pokok, yaitu:
a. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atau barang
gadai kepada kreditor pemegang gadai;
b. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitor atau orang lain atas
nama debitor;
c. Barang yang menjadi objek gadai hanya barang bergerak, baik
bertubuh maupun tidak bertubuh;
d. Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari
barang gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.

B. Dasar Hukum Gadai

Dasar hukum pelaksanaan gadai dapat dilihat pada pasal 1150-


1160 KUH Perdata. Pada KUH Perdata Pasal 1150 dasar hukum gadai
sama seperti pengertian gadai itu sendiri yaitu sebagai berikut :

“Gadai adalah suatu hak yang dapat diperoleh seorang berpiutang


atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang
yang berutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan
kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutnag
lainnya, dengan kekecualian biaya yang melelang barang tersebut dan
biaya yang dikeluarkan untukmenyelamatkan setelah barang

3
Badrul Zaman, Bab-Bab Tentang Kreditverband Gadai dan Fiducia,Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1991, h. 102.

7
itudigadaikan, biaya-biaya mana harusdidahulukan.”4

Dasar hukum gadai terdapat pada KUHPerdata, Pasal 1150 sampai


Pasal 1160.
a. Pasal 1150 KUHPerdata, yang berisi:
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditor, atau oleh
kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi
wewenang kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya
dan barang itu dengan mendahului kreditor-kreditor lain; dengan
pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas
tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai
gadai dan yang harus didahulukan”.
b. Pasal 1151 KUHPerdata, yang berisi:
“Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan
untuk membuktikan perjanjian pokoknya”.
c. Pasal 1152 KUHPerdata, yang berisi:
“Hak gadai atas barang bergerak yang berwujud dan atas piutang
bawa timbul dengan cara menyerahkan gadai itu kepada kekuasaan
kreditor atau orang yang memberikan gadai atau yang dikembalikan
atas kehendak kreditor”.Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari
kekuasaan pemegang gadai. Namun bila barang itu hilang, atau
diambil dari kekuasaannya, maka ia berhak untuk menuntutnya
kembali menurut Pasal 1977 alinea kedua, dan bila gadai itu telah
kembali, maka hak gadai itu dianggap tidak pernah hilang. Hal tidak
adanya wewenang pemberi gadai untuk bertindak bebas atas barang
itu, tidak dapat di pertanggungjawabkan kepada kreditor, tanpa
mengurangi hak orang yang telah kehilangan atau kecurigaan barang
itu untuk menuntutnya kembali.

4
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdatah, (Jakarta: Pradnya Paramita,
2008), hlm. 28.

8
d. Pasal 1152 bis KUHPerdata, yang berisi :
“Untuk melahirkan hak gadai atas surat tunjuk, selain penyerahan
endosemennya, juga dipersyaratkan penyerahan suratnya”.
e. Pasal 1153 KUHPerdata, yang berisi :
“Hak gadai atas barang bergerak yang tak berwujud, kecuali surat
tunjuk dan surat bawa lahir dengan pemberitahuan mengenai
penggadaian itu kepada orang yang kepadanya hak gadai itu harus
dilaksanakan. Orang ini dapat menuntut bukti tertulis mengenai
pemberitahuan itu, dan mengenai izin dan pemberian gadainya”.
f. Pasal 1154 KUHPerdata, yang berisi :
“Dalam hal debitor atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-
kewajiban, kreditor tidak diperkenankan mengalihkan barang yang
digadaikan itu menjadi miliknya”. Segala persyaratan perjanjian yang
bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal.
g. Pasal 1155 KUHPerdata, yang berisi:
“Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika
debitor atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah
lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan
peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak adaketentuan
tentang jangka waktu yang pasti, kreditor berhak untuk menjual
barang gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan- kebiasaan
setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku,dengan tujuan
agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan
hasil penjualan itu”.Bila gadai itu terdiri dan barang dagangan atau
dan efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa, maka
penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan
perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu.
h. Pasal 1156 KUHPerdata, yang berisi:
“Dalam segala hal, bila debitor atau pemberi gadai Ialai untuk
melakukan kewajibannya, maka debitor dapat menuntut lewat
pengadilan agar barang gadai itu dijual untuk melunasi utangnya

9
beserta bunga dan biayanya, menurut cara yang akan ditentukan oleh
Hakim dalam suatu keputusan, sampai sebesar utang beserta bunga
dan biayanya”.Tentang penandatanganan barang gadai yang
dimaksud dalam pasal ini dan pasal yang lampau,kreditor wajib untuk
memberitahukannya kepada pemberi gadai,selambat-lambatnya pada
hari berikutnya bila setiap hari ada hubungan pos atau telegram, atau
jika tidak begitu halnya dengan pos yang berangkat pertama. Berita
dengan telegrap atau dengan surat tercatat dianggap sebagai berita
yang pantas.
i. Pasal 1157 KUHPerdata, yang berisi:
“Kreditor bertanggungjawab atas kerugian atau susutnya barang
gadai itu, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya”. Di pihak lain
debitor wajib mengganti kepada kreditor itu biaya yang berguna dan
perlu dikeluarkan olehreditor itu untuk penyelamatan barang gadai
itu.
j. Pasal 1158 KUHPerdata, yang berisi:
“Bila suatu piutang digadaikan, dan piutang ini menghasilkan
bunga, maka kreditor boleh memperhitungkan bunga itu dengan
bunga yang terutang kepadanya. Bila utang yang dijamin dengan
piutang yang digadaikan itu tidak menghasilkan bunga, maka bunga
yang diterima pemegang gadai itu dikurangkan dari jumlah pokok
utang”.
h. Pasal 1159 KUHPerdata, yang berisi:
“Selama pemegang gadai itu tidak menyalahgunakan barang yang
diberikan kepadanya sebagai gadai, debitor tidak berwenang untuk
menuntut kembali barang itu sebelum ía membayar penuh, baik
jumlah utang pokok maupun bunga dan biaya utang yang dijamin
dengan gadai itu, beserta biaya yang dikeluarkan untukpenyelamatan
barang gadai itu”. Bila antara kreditor dan debitor terjadi utang kedua,
yang diadakan antara mereka berdua setelah saat pemberian gadai dan
dapat ditagih sebelum pembayaran utang yang pertama atau pada hari

10
pembayaran itu sendiri, maka kreditor tidak wajib untuk melepaskan
barang gadai itu sebelum ia menerima pembayaran penuh kedua
utang itu, walaupun tidak diadakan perjanjian untuk mengikatkan
barang gadai itu bagi pembayaran utang yang kedua.
i. Pasal 1160 KUHPerdata, yang berisi
“Gadai itu tidak dapat dibagi-bagi, meskipun utang itu dapat dibagi
antara para ahli waris debitor atau para ahli waris kreditor. Ahli waris
debitor yang telah membayar bagiannya tidak dapat menuntut
kembali bagiannya dalam barang gadai itu, sebelum utang itu dilunasi
sepenuhnya. Di lain pihak, ahli waris kreditor yang telah menerima
bagiannya dan piutang itu, tidak boleh mengembalikan barang gadai
itu atas kerugian sesama ahli warisnya yang belum menerima
pembayaran”.
Menyangkut perjanjian gadai ini dalam syariat islam dihukumkan jaiz
atau yang dibolehkan, baik menurut Al-Qur’an, sunnah maupun ijma’
ulama.

Dasar hukum tentang kebolehan ini dapat dilihat dalam ketentuan


Al-Qur’an Q.S. al-Baqarah ayat 283:

َ‫ضةٌ ۗفَا ِْن ا َ ِمن‬ َ ‫ع ٰلى‬


َ ‫سفَ ٍر َّولَ ْم ت َِجد ُْوا َكا ِتبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ْقب ُْو‬ َ ‫َوا ِْن ُك ْنت ُ ْم‬
َ ‫ش َهادَ ۗة‬
َّ ‫ّٰللا َربَّهٗ ۗ َو َل تَ ْكت ُ ُموا ال‬
َ‫ق ه‬ ِ َّ‫ضا فَ ْلي َُؤ ِد الَّذِى اؤْ ت ُ ِمنَ ا َ َما َنتَهٗ َو ْل َيت‬ ً ‫ض ُك ْم َب ْع‬ ُ ‫َب ْع‬
َ َ‫ّٰللاُ ِب َما تَ ْع َملُ ْون‬
‫ع ِل ْي ٌم‬ ‫َو َم ْن َّي ْكت ُ ْم َها فَ ِا َّنهٗ ٓٗ ٰا ِث ٌم قَ ْلبُهٗ ۗ َو ه‬

Yang Artinya: “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang
dipegang. Tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya)
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Rabbnya. Dan janganlah kamu
menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya,

11
sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (Q.S. al-Baqarah ayat 283).5

Dari kalimat “hendaklah ada barang tanggungan” dapat diartikan


sebagai “gadai”.6

Sedangkan dalam sunah Rasulullah SAW dapat diketemukan dalam


ketentuan hadits yang diriwayatkan oleh bukhari dari Aisyah r.a berkata:

” Bercerita pada kami Qutaibah bercerita pada kami Jarir dari al-
A’masy dari Ibrahim dari al-Aswad dari,Aisyah RA berkata : “Rasulullah
SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau
menggadaikan kepadanya baju besi beliau”.7

Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama


juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih atau
bertentangan pendapat.

C. Subyek Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak yaitu: pemeberi gadai (pandgever)
dan penerima gadai (pandmener) yaitu orang atau badan hukum yang
memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada
penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepdanya atau pihak
ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai yaitu
a. Orang atau badan hukum
b. Memberikan jaminan berupa benda bergerak
c. Kepada penerima gadai
d. Adanya pinjaman uang
e. Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum
yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV, Al-wa‟ah, 1997), hal. 60
6
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), hal. 141
7
Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Semarang: Toha Putra, 2008), Jilid III, hal.167

12
yang diberikan kepada pemberi gadai (pandnemer). Di
Indonesia badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola
Lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian.8
D. Obyek Gadai
Gadai terjadi dengan adanya penyerahan benda gadai kepada kreditur
sebagai pemegang gadai. Dan benda jaminan berada dalam kekeuasaan
pemegang gadai. Jika benda jaminan telah keluar dari kekuasaan kreditur,
maka secara tidak langsung hutang debitur lunas.
Adanya perjanjian gadai tersebut, maka diperlukan juga adanya barang
sebagai jaminan. Jaminan yang digunakan dalam gadai yaitu seluruh barang
bergerak, yang terdiri dari:
a. Benda bergerak berwujud yaitu benda yang dapat dipindah-
pindahkan. Misalnya; televisi, emasa dll.
b. Benda bergerak yang tidak berwujud. Misalnya; piutang atas
bawa, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan
atas piutang. 9

Yang dimaksut dengan benda bergerak termasuk baik benda


berwujud maupun tidak berwujud misalnya surat-surat berharga atas tunjuk,
yakni pembayaran dapat dilakukan kepada orang yang disebut didalam surat
itu atau kepada orang yang ditunjuk oleh orang itu (untuk surat-surat
berhaga, apabila diadakan gadai masih peru penyumbatan dalam surat itu
bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai) disamping itu edossement
diperlukan juga dilakukan penyerahan surat-surat berharga.10

E. Contoh Kasus
Putusan Maahkamah Agung (MA) Nomor: 480 K/Pdt. Sus/2012,
mengenaai sengketa antara kreditur dengan debitur atas eksekusi lelang

8
Ashibily, “Hukum Jaminan” (Bengkulu: MIH Unihaz, 2018). Hal. 42
9
Dermina Dalimunthe, “objek Gadai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)” Jurnal
Yurisprudentia Vol. 4, No. 1, Juni 2018. Hal. 58-59
10
Dwi Tatak Subagiyo, “Hukum Jaminan Dalam Prespektif Undang-Undang Jaminan Fidusia”
(Surabaya: UWKS Press, 2018) Hal. 157

13
objek jaminan gadai. Awalnya Martha Sitorus (debitur) yang bertempat
tinggal di jalan Matahari II No. 140 blok 5, Kelurahan Helvetia, Kecamatan
Medan Helvetia, Kota Medan mendatangi PERUM Pegadaian kator wilayah
I (kreditur) yang berkedudukan di jalan Pegadaian No. 112 Medan, untuk
mengajukan kredit gadai. Singkat cerita, Martha Sitorus mendapat fasilitas
kredit gadai dengan Surat Nukti Kredit (SBK) Nomor 03763 dan Nomor
03765 dengan jumlah pinjaman kurang lebih sebesar Rp. 9.700.000,-
(Sembilan juta tujuh ratus ribu rupiah) dari PERUM pegadian Kantor
wilayah I Kota Medan, dengan objek jaminan gadainya berupa: Rante Tura
Mancur, Gelang Kaki model Gelombang, Cincin Elisabeth Mata Berlisn,
dsn Liontin labu Mata Berlian.
Kredit gadai yang disalurkan oleh Kreditur ke Debitur telah jatuh lelang
pada tanggal 20 juli 2009 dengan SBK Nomor 03763 dan Nomor 03765,
namun sampai dengan tanggal jatuh lelang, Debitur tidak pernah dating
untuk melunasi kredit gadai atau memperpanjang jangka waktu kredit gadai.
Dengan kejadian tersebut, kreditur beritikad baik untuk melakukan
penundan lelang agar debitur dapat melunasi kredit gadai atau
memperpanjang waktu kredit gadai, sehingga lelang dilaksanakan tanggal 6
Agustus 2009 yang disertai dengan melakukan pemebritahuan lelang
melalui telepon dan mengirim surat pemebritahuan lelang ke alamat tempat
tinggal debitur pada tanggal 23 Juli 2009 yang diterima oleh saudari Jenny
Pada Tanggal 24 Juli 2009. Bahwa sampai dengan tanggal jatuh lelang
6Agusutus 2009, debitur masih juga tidak dating untuk melunasi kredit
gadai atau memperpanjang jangka waktu kredit gadai. Agar hubungan baik
antara kreditur dengan debitur tetap terjaga, kreditur beritikad baik untuk
memberikan kesempatan kepada kreditur dengan menunda pelaksanaan
lelang tanggal 6 Agustus 2009, sehingga lelang dilaksanakan tanggal 28
Agustus 2009. Tetapi sampai jatuh lelang tanggal 28 Agustus 2009, debitur
tidak dating untuk melunasi kredit gadai atau memperpanjang jangka waktu
kredit gadai. Sehingga kreditur melaksanakan lelang terhadap objek
jaminan gadai milik debitur pada tanggal 28 Agustus 2009.

14
Pihak debitur keberatan atas lelang objek jaminan gadai miliknya,
karena debitur beranggapan bahwa tidak pernah diberitahukan oleh kreditur
mengenai informasi tanggal lelangnya, sehingga debitur merasa telah ditipu
oleh kreditur. Akhirnya debitur membawa perkara ini ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Medan. Setelah itu BPSK
menyatakan kreditur tidak mempunyai itikad baik dalam melakuakan
kegiatan usahanya yaitu tidak memberikan informasi yang jelas dan jujur
kepada debitur. Sebaliknya kreditur menganggap bahwa debiturl;ah yang
tidak memiliki itkad baik untuk melunasi kredit gadai atau memperpanjang
waktu kredit gadai miliknya. Atas putusan BPSK tersebut, kreditur
melakukian guagtan ke Pengadilan Negeri Medan, tetapi putusan
Pengadilan Negeri Medan menyatakan menolak gugatan kreditur,
selanjutbnya kreditur melakukan kasai dan putusan MA menyatakan
menolak permohonan pemohon kasasi. Tetapi dalam putusan MA tersebut,
terdapat perbedaan pendapat bahwa Pengadilan Negeri Medan tidak
memberikan pertimbangan yang cukup dalam memutus perkara tersebut,
yakni tidak memebrikan pertimbangan tentang lelang yang telah dilakukan
kreditur terhadap barang perhiasan yang dijadikan jaminan oleh debitur
dalam hubugan pegang gadai anatar kreditur dengan debitur.
Berdasarkan ringkasan uraian kasus posisi diatas yang diteliti oleh
peneliti tentang putusan Mahkamah Agung Nomor 480 K/Pdt/2012. Peneliti
meneukan fakta-fakta hukum antar lain:
1. Bahwa, Martha Sitorus (debitur) yang bertmpat tinggal di jalan
Matahari II No. 140 Blok 5, Kelurahan Helvetia, Kecamatan
Medan Helvetia, Kota Medan mendatangi PERUM Pegadaian
Kantor wilayah I (kreditur) yang berkedudukan di jalan Pegadaian
No. 112 Medan, untuk mengajukan kredit gadai
2. Bahwa, Martha Sitorus sepakat untuk melakuikan perjanjian gadai
dengan PERUM Pegadaian kantor wolayah I yang berkedudukan
Di jalam Pegadian No. 112 Medan, dengan jaminan gadai berupa

15
Rante Tua Mancur, Gelang kaki Model Gelombang, Cincin
Elishabet Mata Berlian, dan Liontin Labu Mata Berlian
3. Bahwa, Martha Sitorus sepakat untuk gadai perhiasan-perhiasnnya
dengan nominal Rp. 9.700.00,- (Sembilan juta tujuh ratus ribu
rupiah) dengan Surat Bukti Kredit (SBK) nomor 03763 da Nomor
03765.
4. Bahwa, kreditur memberikan informasi ke debitur, tentang kredit
gadai yang disalurkan oleh Kreditur ke Debitur telah jatuh tempo
pada tanggal 20 Juli 2009 deng SBK Nomor 03763 dan Nomor
03765. Namun debitur tiak pernah dating untuk melunasi kredit
gadai atau memperpanjang jangka waktu kredit gadai
5. Bahwa, kreditur beritikad baik untuk melakukan penundaan lelang,
dengan maksud agar debitur dapat melunasi kredit gadai dan
memperpanjang waktu kredit gadai, sehingga lelang dilaksanakan
tanggal 6 Agustus 2009, yang disertai dengan melakukan
pemberitahuan lelang melalui telepon dan mengeirim surat
pemberitahuan lelang ke alamat tinggal pada tanggal 23 Juli 2009,
yang diterima oleh saudari Jenny pada Tanggal 24 Juli 2009.
6. Bahwa sampai dengan tanggal jatuh lelang 6Agusutus 2009,
debitur masih juga tidak dating untuk melunasi kredit gadai atau
memperpanjang jangka waktu kredit gadai.
7. Bahwa, kreditur beritikad baik untuk memberikan kesempatan
kepada kreditur dengan menunda pelaksanaan lelang tanggal 6
Agustus 2009, sehingga lelang dilaksanakan tanggal 28 Agustus
2009.
8. Bahwa, debitur tidak dating lagi untuk munasi kredit gadai atau
memperpanjang jangka kredit gadai, sampai jatuh lelang tanggal
28 Agustus 2009
9. Bahwa, kreditur telah beritikad baik dengan menunda lelang
sampai tiga kali dengan pemberitahuan lelang ke debituir sebelum
dilaksanakan, tetapi debitur tidak ada itikad baik untuk melunasi

16
kredit gadi atau memperpanjang jangka waktu kredit gadai.
Sehingga dengan terpaksa kreditur melaksanakan lelang terhadpa
objek jaminan gadai milik debitur pada tanggal 28 Agustus 2009
10. Bahwa, berdasarkan uraian fakta hukum yang dikemukana oleh
peneliti, maka peneliti berpendapat bahwa sunjek yang bersengketa
adalah kreditur dan debitur, bukan konsumen dan pelaku
usaha/penjual
11. Bahwa, perjanjian yang dilakukan ini sifatnya minajm-meminjam
uang, buakn jual beli barang atau jasa
12. Bahwa, Tindakan kreditur yang melakukan lelang terhadap objek
jaminan milik debitur, telah sesuai sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 1155 KUHPer.

Sehingga pendapat peneliti tentang peran Badan Penyelesaian Sengketa


Konsumen (BPSK) adalah sebagai pengadilan khusu konsumen yang
berwenang menangani dan menyelasaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha/penjual. Oleh karena itu, BPSk tidak berwenang untuk
membatlkan eksekusi objek jaminan gadai yang dilakukan oleh kreditur dan
debitur, bukan konsumen dan pelaku usaha/penjual.11

11
Adek Rezki Gozali dan Dipo W. Hariyono “Eksekusi Objek Jmanian Gadai Yang Melibatkan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen” Jurnal Mimbar Keadilan, Vol. 14 No. 28. Agustus
2018. Hal. 155-157

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jaminan dapat dibedakan dalam jaminan umum dan jaminan khusus.
Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mencerminkan suatu
jaminan umum. Sedangkan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata disamping sebagai kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yang menegaskan persamaan kedudukan
para kreditur, juga memungkinkan diadakannya suatu jaminan.
Dasar hukum pelaksanaan gadai dapat dilihat pada pasal 1150-1160
KUH Perdata. Pada KUH Perdata Pasal 1150 dasar hukum gadai sama
seperti pengertian gadai itu sendiri.
Subjek gadai terdiri atas dua pihak yaitu: pemeberi gadai
(pandgever) dan penerima gadai (pandmener) yaitu orang atau badan
hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku
gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepdanya
atau pihak ketiga.
Gadai terjadi dengan adanya penyerahan benda gadai kepada
kreditur sebagai pemegang gadai. Dalam obyek gadai ada barang bergerak
berwujud dan barang bergerak tidak berwujud.
B. Saran
Dalam pembelajaran ini adalah untuk memberikan pemahaman
kepada mahasiswa mengenai Lembaga jaminan kebendaan gadai. Oleh
karena itu, setelah mempelajari materi ini, sebagai tujuan instruksional
khususnya, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan istilah dan pengertian
gadai, dasar hukum gadai, subjek dan objek gadai. Tentunya saran dan kritik
sangat dibutuhkan guna menyempurnakan materi yang telah kami rangkum.

18
DAFTAR PUSTAKA

Salim HS, 2 0 1 2 , Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,


Jakarta, Rajagrafindo Persada.
Sentosa Sembiring, 2 0 0 0 , Hukum Perbankan edisi revisi,
B a n d u n g , Mandar Maju.
Badrul Zaman, 1991, Bab-Bab Tentang Kreditverband Gadai dan
Fiducia, Bandung, Citra Aditya Bakti.
Subekti dan Tjitrosudibio, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdatah, Jakarta: Pradnya Paramita.
Departemen Agama RI, 1997, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Semarang: CV, Al-wa‟ah.
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, 2004, Hukum
Perjanjian dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika.
Imam Bukhari, 2008, Shahih al-Bukhari, Semarang: Toha Putra.
Ashibily, 2018, “Hukum Jaminan” Bengkulu: MIH Unihaz, 2018.
Dermina Dalimunthe, 2018, “objek Gadai dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (BW)” Jurnal Yurisprudentia Vol. 4, No. 1.
Dwi Tatak Subagiyo, 2018, “Hukum Jaminan Dalam Prespektif
Undang-Undang Jaminan Fidusia”, Surabaya: UWKS Press.
Adek Rezki Gozali dan Dipo W. Hariyono, 2018, “Eksekusi Objek
Jmanian Gadai Yang Melibatkan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen” Jurnal Mimbar Keadilan, Vol. 14 No. 28.

19

Anda mungkin juga menyukai