Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI`IYAH

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH : HUKUM PENJAMINAN


HARI/TANGGAL : Senin, 22 Januari - Jumat, 26 Januari 2024
DOSEN : ADE SALAMAH, SH.,MH
SIFAT UJIAN : BUKA BUKU
=================================================================

JAWABLAH SOAL-SOAL DIBAWAH INI :

Bobot soal : 20

1. A telah menyewakan sepeda kepada B. Oleh B sepeda tersebut digadaikan kepda


C dan kemudia di curi oleh D.

Pertanyaan :

a. Apakah perjanjian gadai yang dibuat oleh B dan C tersebut sah. Jelaskan dan
sebutkan Pasalnya !

b. Sebutkan hak dan kewajiban yang dipunyai oleh C.

2. Perjanjian penanggungan bersifat accesoir, namun sifat accesoir dari perjanjian


penanggungan tersebut ada pengecualiannya. Sebutkan pengecualiannya dan
berikan contohnya !

3. Salah satu sifat gadai adalah hak jaminan yang kuat dan mudah pelaksanaan
eksekusinya. Jelaskan !

4. Bagaimanakah jika Debitor pemberi hak jaminan atas Resi Gudang wanprestasi
kepada kreditor penerima hak jaminan atas Resi Gudang ? Jelaskan !

5. Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri Lembaga Jaminan Fidusia !

############## Selamat Mengerjakan & Berdoa ################


Nama: Aulia Khoirun nisa
NIM: 1220200071

JAWAB:
1. A. Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia
yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas
dasar hukum gadai. Lembaga pegadaian menawarkan peminjaman dengan system
gadai. Jadi masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barangnya. Lembaga
pegadaian memiliki kemudahan antara lain prosedur dan syarat-syarat administrasi
yang mudah dan sederhana, di mana nasabah cukup memberikan keterangan-
keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan kredit, waktu yang
relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunga relatif rendah. Masalah jaminan
utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian utang-piutang,
yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna menjamin
dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati
sebelumnya diantara kreditur dan debitur. Adanya perjanjian gadai tersebut, maka
diperlukan juga adanya barang sebagai jaminan.
Unsur-unsur gadai :
- Gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditor
pemegang gadai.
- Penyerahan itu dilakukan oleh debitor pemberi gadai atau orang lain atas nama
debitor.
- Barang yang menjadi objek gadai adalah barang bergerak.
- Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai
lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.
hak-hak dari pemegang gadai
- Mengeksekusi benda gadai.
- Menahan benda gadai (hak retensi).
- Kompensasi.
- Mendapatkan ganti kerugian atas biaya penyelamatan benda gadai.
- Menjual benda gadai dalam kepailitan debitor.
- Hak preferensi.
- Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
- Menjual benda gadai dengan perantaraan hakim.
- Menerima bunga piutang gadai.
- Menagih piutang gadai.
perjanjian antara b dan c tetap sah karena menurut pasal 1152 ayat (4) hal tidak berkuasa
nya si pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang gadai , tidak dapat
dipertanggung jawabkan kepada si kreditor yang telah menerima barang tersebut dalam
gadai , sehingga c tetap memperoleh hak gadai

1.B . Hak jaminan gadai diatur dalam Buku II KUHPerdata, yaitu dalam Bab
keduapuluh dari pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 KUHPerdata. Pasal-pasal mana
mengatur perihal pengertian, objek, tata cara menggadaikan, dan hal lainnya berkenaan
dengan hak jaminan gadai.
Lembaga gadai menurut KUH Perdata ini masih banyak dipergunakan di dalam
praktik. Kedudukan pemegang gadai di sini lebih kuat dari pemegang fidusia, karena
benda benda jaminan berada dalam penguasaan kreditur. Dalam hal ini, kreditur
terhindar dari itikad jahat (te kwader trouw) pemberi gadai. Dalam gadai, benda jaminan
sama sekali tidak boleh berada dalam penguasaan (inbezitstelling) pemberi gadai.
hak dan kewajiban dari pemegang gadai!
· Hak-hak pemegang gadai :
- Menerima sisa hasil pendapatan penjualan benda gadai setelah dikurangi dengan
piutang pokok, bunga & biaya dari pemegang gadai.
- Menerima penggantian benda gadai apabila benda gadai hilang dari kekuasaannya
pemegang gadai.

· Kewajiban-kewajiban pemegang gadai :


- Melunasi hutangnya.
- Mengasuransikan benda gadai, jika telah diperjanjikan lebih dahulu.
- Selama piutangnya digadaikan, pemberi gadai tidak boleh melakukan penagihan
atau menerima pembayaran dari debitornya.

2. Penanggungan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).


Dalam KUHPer sendiri tidak ada ketentuan yang secara eksplisit memberikan
pengertian mengenai borgtocht atau menyebutkan bahwa borgtocht adalah
penanggungan. Mengenai penanggungan ini diatur dalam Pasal 1820 – Pasal 1850
KUHPer. Arti dari penanggungan (borgtocht) dapat kita lihat dalam Pasal 1820
KUHPer, di mana dikatakan penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak
ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan
debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.
Hal serupa juga dikatakan oleh J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan,
Hak-Hak Jaminan Pribadi: Tentang Perjanjian Penanggungan dan Perikatan Tanggung
Menanggung ,sebagaimana kami sarikan, bahwa di dalam KUHPer, penanggungan atau
borgtocht mempunyai pengaturannya dalam Pasal 1820 KUHPer dan selanjutnya.
Unsur-unsur perumusan Pasal 1820 KUHPer yang perlu mendapat perhatian adalah:
1. Penanggungan merupakan suatu perjanjian;

2. Borg adalah pihak ketiga;

3. Penanggungan diiberikan demi kepentingan kreditur;

4. Borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, kalau debitur


wanprestasi;

5. Ada perjanjian bersyarat.

Mengenai penanggungan (borgtocht), Sri Soedewi mengatakan bahwa tujuan dan isi
dari penanggungan ialah memberikan jaminan untuk dipenuhinya perutangan dalam
perjanjian pokok. Adanya penanggungan itu dikaitkan dengan perjanjian pokok,
mengabdi pada perjanjian pokok. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian
penanggungan itu bersifat accesoir.

Lebih lanjut, mengenai sifat accesoir dari penanggungan, dari beberapa ketentuan
undang-undang dapat disimpulkan bahwa penanggungan adalah bersifat accesoir, dalam
arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok , antara lain:

1. Tidak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah;

2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perutangan pokok;

3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan-tangkisan yang bersangkutan dengan


perutangan pokok;

4. Beban pembuktian yang tertuju pada si berutang dalam batas-batas tertentu


mengikat juga si penanggung;

5. Penanggungan pada umumnya akan hapus dengan hapusnya perutangan pokok.

Dalam kedudukannya sebagai perjanjian yang bersifat accesoir maka perjanjian


penanggungan, seperti halnya perjanjian-perjanjian accesoir yang lain, akan
memperoleh akibat-akibat hukum tertentu:

1. Adanya perjanjian penanggungan tergantung pada perjanjian pokok;

2. Jika perjanjian pokok itu batal maka perjanjian penanggungan ikut batal;

3. Jika perjanjian pokok itu hapus, perjanjian penanggungan ikut hapus;

4. Dengan diperalihkannya piutang pada perjanjian pokok, maka semua perjanjian-


perjanjian accesoir yang melekat pada piutang tersebut akan ikut beralih.
Akan tetapi, ada pengecualian atas sifat accesoir tersebut, yaitu orang dapat mengadakan
perjanjian penanggungan dan akan tetap sah sekalipun perjanjian pokoknya dibatalkan,
jika pembatalan tersebut sebagai akibat dari eksepsi yang hanya menyangkut diri pribadi
debitur. Misalnya, perjanjian yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa dimintakan
pembatalan, sedang perjanjian penanggungannya tetap sah.
Sedangkan ditinjau dari sifat jaminan penanggungan, Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan, S.H. menjelaskan bahwa jaminan penanggungan tergolong jaminan
yang bersifat perorangan, yaitu adanya orang pihak ketiga yang menjamin memenuhi
perutangan manakala debitur wanprestasi. Pada jaminan yang bersifat perorangan,
pemenuhan prestasi hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang tertentu, yaitu si
debitur atau penanggungnya.

Yang dapat bertindak sebagai penanggung (borg) tidak hanya orang saja, tetapi badan
hukum juga dapat bertindak sebagai penanggung. J. Satrio ,sebagaimana kami sarikan,
mengatakan bahwa pada asasnya sebenarnya tidak ada halangan untuk menerima badan
hukum sebagai pihak yang memberikan penanggungan, tetapi ada beberapa faktor
khusus yang perlu mendapat perhatian. Hal-hal yang harus diperhatikan seperti apakah
dalam anggaran dasarnya ada ketentuan yang melarang untuk menjadi penanggung,
apakah perikatan yang hendak dijamin dengan penanggungan oleh badan hukum ini
selaras dengan maksud dan tujuan badan hukum, serta perlu diperhatikan siapa yang
menurut anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan berwenang untuk mewakili
badan hukum dalam memberikan penanggungan.
3. Jaminan gadai diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(“KUHPerdata”), mulai dari Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUHPerdata. Unsur-
unsur jaminan gadai sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata
adalah sebagai berikut:
 Adanya penyerahan kekuasaan benda gadai kepada kreditur pemegang benda
gadai;
 Penyerahan kekuasaan dilakukan oleh debitur atau oleh pihak lain atas nama
debitur;
 Benda yang diserahkan atau menjadi obyek gadai berupa benda bergerak,
 Kreditur pemegang gadai berhak mendapatkan pelunasan piutang terlebih dahulu
daripada kreditur yang lain
Berdasarkan Pasal 1134 ayat (2), sifat jaminan gadai merupakan hak jaminan yang kuat
dan mudah penyitaannya karena bagai tidak terpengaruh dengan kepailitan si debitur.
Dikatakan mudah karena apabila debitur wanprestasi, pemegang gadai langsung dapat
menjual lelang tanpa melalui perantaraan hakim. Berdasarkan Pasal 1150 KUHPerdata
dan pasal-pasal lainnya maka sifat-sifat yang melekat pada gadai sehingga mudah dalam
penyitaannya adalah:

 Obyek gadai adalah kebendaan yang bergerak, baik kebendaan bergerak yang
berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud (Pasal 1150; 1153
KUHPer)
 Gadai merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang
bergerak milik seseorang (Pasal 1152 ayat 3 Juncto Pasal 528 KUHPer),
karenanya walaupun barang-barang yang digadaikan tersebut beralih atau
dialihkan kepada orang lain, barang-barang yang digadaikan tersebut tetap atau
terus mengikuti kepada siapapun obyek barang-barang yang digadaikan itu
berada (droit de suite). Apabila barang-barang yang digadaikan hilang atau
dicuri orang lain, maka kreditor pemegang gadai berhak untuk menuntut
kembali.
 Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi atau droit de
preference) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133; Pasal 1150
KUHPer)
 Kebendaan atau barang-barang yang digadaikan harus berada di bawah
penguasaan kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal 1152 KUHPer).
 Gadai bersifat accessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, seperti
perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit (Pasal
1150 KUHPer).
 Gadai mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbar), yaitu membebani
secara utuh obyek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap
bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya
sebagaian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian
kebendaan atau barang-barag digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak
gadai itu tetap membebani seluruh obyek kebendaan atau barang-barang yang
digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUHPer).

4. Secara umum, memang perjanjian hak jaminan merupakan perjanjian ikutan


(accessoir) dari suatu perjanjian utang-piutang yang menjadi perjanjian pokok. Perlu
dicatat bahwa lembaga jaminan sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan atas Pasal 51
Undang-Undang Pokok Agraria dan sekaligus sebagai pengganti lembaga hipotek
atas tanah dan creditverband. Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak
digunakan dewasa ini adalah gadai, hipotek selain tanah, dan jaminan fidusia. Dari
berbagai ketentuan jaminan tersebut, dan dengan memperhatikan sifatnya, resi
gudang tidak dapat dijadikan objek yang dapat dibebani oleh satu di antara bentuk
jaminan tersebut. Undang-Undang Sistem Resi Gudang diberlakukan untuk
menampung kebutuhan pemegang resi gudang atas ketersediaan dana melalui
lembaga jaminan tanpa harus mengubah bangunan hukum mengenai lembaga-
lembaga jaminan yang sudah ada. Dengan demikian, undang-undang ini
menciptakan lembaga hukum jaminan tersendiri di luar lembaga-lembaga jaminan
yang telah ada yang disebut “Hak Jaminan atas Resi Gudang” sebagai salah satu
sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada
para pihak yang berkepentingan. Hak Jaminan dalam undang-undang ini meliputi
pula klaim asuransi, apabia barang sebagaimana tersebut dalam resi gudang (yang
menjadi objek hak jaminan) memang diasuransikan (lihat Penjelasan Pasal 12
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006).

Perjanjian hak jaminan berupa resi gudang ini harus dilaporkan oleh bank agar dicatat di
Pusat Registrasi Resi Gudang. Pihak pengelola gudang juga harus tahu mengenai
adanya perjanjian kredit tadi. Peranan dari pengelola gudang juga sangat penting dalam
konteks ini karena ia adalah pengelola [benda] jaminan. Setiap resi gudang hanya
mungkin dijadikan jaminan untuk satu perjanjian kredit.
Menurut Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang (Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2011), pengertian dari resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang
(bergerak dan dapat diperdagangkan, seperti gabah, beras, gambir, teh, kopra,
jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, dan timah), yang
disimpan di gudang. Dokumen ini diterbitkan oleh pengelola gudang. Namun, tujuan
dari penerbitan resi gudang sebenarnya tidak sekadar menjadi bukti kepemilikan
barang. Resi gudang menjadi penting diatur karena ia merupakan salah satu
instrumen keuangan atau pembiayaan.
Jika demikian maka dapat dilakukan dengan :
- Melalui elang umum tanpa menunggu penetapan Pengadilan, untuk benda-
bendayang dinilai masih memiliki nilai ekonomi jangka panjang.
- Perkiraan kerugian yangmungkin diderita dalam jangka waktu yang panjang
- Melalui Penjualan langsung oleh pengelola gudang untuk barang-barang yang
nilaikomoditasnya berjangka pendek sehingga dimungkinkan timbul kerugian pada
jangka pendek.

5. Apabila melihat dari segi bahasanya, kata fidusia berasal dari bahasa romawi yaitu
fides, yang artinya kepercayaan.
Sementara itu, kata fidusia diambil dari bahasa Inggris, yakni transfer of ownership,
mempunyai arti hak milik yang memiliki dasar kepercayaan.
Pada intinya, jaminan fidusia adalah memberikan hak kepemilikan suatu barang, namun
nama registrasinya masih dalam kuasa pemilik benda tersebut.
Misalnya, seseorang memberikan jaminan BPKB motor saat meminjam dana kepada
kreditur, dengan demikian, hak kepemilikan benda tersebut berpindah kepada pihak
peminjam.
Namun sebenarnya, orang tersebut masih bisa menggunakan motor tersebut, tapi pihak
kreditur juga memiliki hak kepemilikan BPKP hingga utang atau cicilan selesai dilunasi.
Selain itu, fidusia juga dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Nomor 42 tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia.
Menurut UU tersebut, pengertian jaminan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa barang tersebut tetap
dalam penguasaan sang empunya.
Jika melihat pengertian jaminan fidusia, kondisi tersebut hampir sama dengan sistem gadai.
Padahal, terdapat beberapa hal yang membedakan antara keduanya, antara lain yaitu:

 Fidusia harus melalui proses pendaftaran fidusia, serta wajib menggunakan akta
notaris dalam peminjamannya.
 Sistem gadai tidak memerlukan proses pendaftaran.
 Jaminan fidusia dapat diproses bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya
atas kesepakatan perjanjian yang ada.
 Objek jaminan fidusia dapat dijual melalui proses lelang atau negosiasi,
kemudian kekuasaan akan berpindah kepada pihak penerima.
 Sistem gadai, kepemilikan barang agunan hanya digunakan sebagai jaminan agar
debitur melunasi hutang-hutangnya, maka tidak dapat digunakan.
 Sistem gadai dapat menjual barang jaminan saat pihak debitur memiliki
wanprestasi. Bisa tanpa persetujuan ketua pengadilan, atau harus melalui izin
hakim.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa UU Jaminan Fidusia adalah No. 42
tahun 1999, meliputi hak yang dimiliki oleh kreditur, larangan serta sanksinya,
yaitu:

Hak Penerima atau Kreditur Fidusia

 Penerima fidusia mempunyai hak milik atas benda yang dijadikan jaminan
fidusia. Namun, barang tersebut masih dalam penguasaan pemilik sahnya.
 Penerima fidusia dapat menjual barang jaminan, tapi tetap memerlukan
putusan dari pengadilan atau hakim dengan kekuatan hukum yang tetap.
 Penerima fidusia akan mempunyai hak kepemilikan benda yang dijadikan
sebagai objek jaminan fidusia, jika sudah melakukan eksekusi.
Larangan

 Larangan yang diberikan kepada pemberi jaminan fidusia adalah tidak boleh
melakukan pengalihan ulang terhadap benda yang sebelumnya sudah
terdaftar menjadi objek jaminan.
 Pemberi fidusia tidak boleh mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
benda yang menjadi objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari
penerimanya.
Sanksi
Dalam hal sanksi, pemberi jaminan fidusia adalah seorang yang apabila sengaja
melakukan pengalihan, penggadaian, hingga menyewakan objek jaminan fidusia
tanpa adanya persetujuan tertulis dari penerima fidusia.
Biasanya, melalui kasus tersebut akan diberi sanksi berupa penjara antara satu
hingga paling lama lima tahun, atau denda sekitar Rp10 juta sampai Rp100 juta.
Selanjutnya, setiap pemberi atau penerima jaminan fidusia adalah seseorang yang
dengan sengaja mengubah, memalsukan, atau menghilangkan isi dari perjanjian
fidusia dengan cara apapun akan tetap mendapatkan sanksi.
Sanksi yang diberikan kepada pemberi atau penerima jaminan fidusia adalah berupa
penjara paling lama 2 tahun, hingga denda sekitar Rp50 juta.

Ciri-Ciri jaminan Fidusia adalah :


a.Memberikan kedudukan yang mendahulu kepada kreditor penerima Fidusia terhadap
kreditor lainnya (Pasal 27 'UUF). Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan
terhadap kreditor lainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran
benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada kantor pendaftaran Fidusia.

b.Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada (droit
de suite) pasal 20 UUF . Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas
benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

C .Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan
memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan (pasal
6 dan pasal 11 UUF).

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29 UUF). Dalam hal debitor Cidera
janji, pemberi Fidusia wajib menyerahkan obyek Jaminan Fidusia dalam rangka
pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat dilaksanakan dengan Cara pelaksanaan titel
eksekutorial oleh penerima Fidusia

Anda mungkin juga menyukai