1
Sutan Remy Sjahdeini, Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Hak Tanggungan: Asas Asas,
Ketentuan Ketentuan Pokok dan Masalah Yang dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian
Mengenai Undang Undang Hak Tanggungan). Bandung: Alumni. 2002, hal. 6
2
Ahmad Yani & Gunawan W, Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.2002, hal. 1
3
3
Ibid, hal. 2
4
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka penulis akan
mengemukakan pokok permasalahan yaitu Bagaimana kedudukan kreditor
(separatis) pemegang hak jaminan kebendaan dalam kepailitan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang ?
D. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang
hendak dicapai, dan suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah antara lain sebagai
berikut :
6
1. Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui kedudukan kreditor pemegang hak jaminan kebendaan
terkait dengan masa penangguhan eksekusi.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman penulis di
bidang Hukum Perdata khususnya Hukum Kepailitan dan Hukum
Jaminan.
b. Memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar Magister
Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
E. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan akan memberikan manfaat yang
berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya
dan Hukum Perdata pada khususnya.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi dan
literatur dalam dunia kepustakaan tentang kedudukan kreditor
pemegang hak jaminan kebendaan berdasarkan Undang-undang
kepailitan.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-
penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah sekaligus mengetahui kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
7
F. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan
a. Pengertian
Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang
berhubungan dengan pailit. Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau
Bankrupt adalah the state or condition of a person (individual,
partnership, corporation, municipality) who is unable to pay is debt as
they are, or become due. The term includes a person against whom an
involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary
petition, or who has been adjudged a bankrupt.
Black’s Law Dictionary mengartikan pengertian pailit
dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang
(debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.
Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata
untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara suka rela oleh debitor
sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor), suatu
permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan4.
Menurut Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit
yang pengurusan dan pemberesan dilakukan oleh kurator di
bawah pengawasan hakim pengawas sebagai mana diatur dalam
Undang-Undang ini”.
Istilah kepailitan yang digunakan di Indonesia berasal dari kata
pailit yang bersumber dari bahasa Belanda yaitu failliet yang berarti
4
Ibid, hal. 12
8
5
Sutan Remy, 2002. Memahami Failissements Verordening Juncto Undang-Undang No.
4 Tahun 1998. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.2002, HAL. 39-40
6
Adi Sulistiyono. “Hukum Kepailitan” Bahan Perkuliahan. Disampaikan pada
perkuliahan Hukum Kepailitan pada semester Ganjil 2009/2010 di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, 2010, hal. 9
10
2) Adanya minimal satu utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
Utang menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban
Pembayaran Utang meyatakan bahwa:
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat
dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung
maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen,
yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan
yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan debitur”.
Pengertian utang dalam pernyataan kepailitan harus telah
jatuh tempo atau jatuh waktu dan dapat ditagih. Utang yang
telah jatuh waktu ialah utang yang dengan lampaunya waktu
penjadwalan yang ditentukan di dalam perjanjian kredit itu,
menjadi jatuh waktu dan karena itu pula kreditor berhak
menagihnya8.
7
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit. Hal. 63
8
Ibid, hal. 68
12
9
Ibid, hal. 69
13
15) Putusan kasasi sudah harus jatuh paling lama 60 (enam puluh)
hari sejak permohonan kasasi didaftarkan.
16) Penyampaian putusan kepada pihak yang berkepentingan selama
3 (tiga) hari sejak putusan kasasi dijatuhkan.
17) Apabila hendak melakukan Peninjauan Kembali (PK) sesuai
dengan ketentuan prosedur pengajuan kasasi (Pasal 14 Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang).
f. Akibat Kepailitan
Secara umum suatu pernyataan kepailitan memiliki akibat :
1) Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitor pada saat
pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh
selama kepailitan.
2) Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak
tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
3) Kepailitan hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri
pribadi debitur pailit.
4) Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan
semua para kreditor dan debitor. Hakim pengawas memimpin
dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
5) Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit
harus diajukan oleh atau terhadap kurator.
6) Segala perbutan debitor yang dilakukan sebelum dinyatakan
pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan tersebut secara
sadar dilakukan debitor untuk merugikan kreditor, maka dapat
dibatalkan oleh kurator atau kreditor.
7) Hibah dapat dibatalkan sepanjang merugikan harta kepailitan
(boedel pailit).
8) Perikatan selama kepailitan yang dilakukan oleh debitor, apabila
perikatan tersebut menguntungkan bisa diteruskan. Namun
apabila perikatan tersebut merugikan, maka kerugian
sepenuhnya ditanggung oleh debitor secara pribadi, atau
perikatan tersebut dapat dimintakan pembatalan.
9) Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam suatu persatuan
harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta tersebut10.
10
Adi Sulistiyono, Op. Cit. hal. 29
16
11
Sutan Remy, Op. Cit. hal. 115
17
12
Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya
Bakti.1998, hal. 109
18
13
Sri Soedewi Masjcoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia: Pokok Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty, 2007, hal. 76)
19
17
Ibid, hal. 22
18
Ibid, hal. 23
22
19
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit. hal. 68
20
Salim, Op. Cit. hal. 33
24
21
Ibid, hal. 36
22
Ibid, hal. 37-38
25
2) Fidusia
a) Pengertian
Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu
fiducie, sedangkan dalam bahasa inggris disebut fiduciary
transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Dalam
pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia dapat dijumpai pengertian
Fidusia, yaitu “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda tersebut”23.
Dikenal juga mengenai istilah jaminan fidusia, yaitu
terdapat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dapat dijumpai
pengertian Fidusia, “Jaminan Fidusia adalah hak jaminan
atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak bewujud danbenda tidak bergerak khususnya
Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada
dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi
pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap
kreditor lainnya”.
Unsur- unsur jaminan fidusia
1) Adanya hak jaminan,
2) Adanya objek, yaitu benda bergerak baik berujud
maupun yang tidak berujud dan benda tidak bergerak,
khusunya bangunan yang tidak dibebani hak
tanggungan. Ini berkaitan dengan pembebanan jaminan
rumah susun,
23
Ibid, hal. 55
26
3) Hak Tanggungan
a) Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggungan
diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Dalam
24
Ibid, hal. 57
25
Ibid, hal. 64
27
a) Pengertian
Pengertian hipotek dapat dilihat dalam Pasal 1162
Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Hipotek adalah
“suatu hak kebendaaan atas benda-benda tak bergerak,
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan
bagi suatu perikatan”.
Vollmar mengartikan hipotek adalah “sebuah hak
kebendaan atas benda-benda tak bergerak tidak bermaksud
untuk memberikan orang yang berhak (pemegang hipotek)
sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud
memberikan jaminan belaka bagi pelunasan hutang
dengan dilebih dahulukan”26
b) Dasar Hukum
1) Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata,
2) Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 Kitab Undang
Undang Hukum Dagang,
3) Artikel 1208 sampai dengan Artikel 1268 NBW
Belanda,
4) Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992
tentang Pelayaran.
26
Ibid, hal. 195-196
29
27
Ibid, hal. 200
30
28
Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit.
Analisis Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: Dimensi 2004, hal. 93
31
29
J. Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan pada Umumnya. Bandung: Alumni, 1999, hal.
60
30
Sudikno Mertodikusumo, Hukum Acara Perdata, Yogjakarta: Liberty, 1988, hal 167
31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta: UI-Press, 1986, hal. 127-128
32
yang lebih atas derajatnya. Putusan pengadilan berada pada urutan paling
bawah, dan di atasnya undang-undang dan kebiasaan, diatasnya lagi
konstitusi dan yang paling atas disebutnya grundnorm. Selanjutnya Hans
Kelsen berpendapat bahwa putusan pengadilan adalah suatu tindakan
penerapan norma umum, dan dalam waktu yang bersamaan adalah
pembentukan norma khusus, dan norma khusus tidak hanya mengikat bagi
kasus tertentu yang ditanganinya, akan tetapi dapat melahirkan suatu
norma yang umum pada kasus-kasus serupa yang mungkin harus diputus
oleh pengadilan pada masa mendatang. Sebagaimana dijelaskan oleh Hans
Kelsen: Putusan pengadilan dapat juga melahirkan suatu norma umum.
Putusan pengadilan bisa memiliki kekuatan mengikat bukan hanya bagi
kasus tertentu yang ditanganinya saja melainkan juga bagi kasus- kasus
serupa yang mungkin harus diputus oleh pengadilan. Suatu putusan
pengadilan bisa memiliki karakter sebagai yurisprudensi, yaitu putusan
yang mengikat bagi putusan mendatang dari semua kasus yang sama.
Namun demikian, suatu putusan dapat memiliki karakter sebagai
yurisprudensi hanya jika putusan itu bukan merupakan penerapan suatu
norma umum dari hukum substantif yang telah ada sebelumnya, hanya jika
pengadilan bertindak sebagai pembuat peraturan 34.
6. Kerangka Pemikiran
Wanprestasi
Undang Undang
No37 Tahun 2004
Putusan
PailitPengadilan
Niaga
HukumPailit
36
Jaminan
JaminanKebendaan JaminanPerorangan
Kedudukan
KreditorPemegang
JaminanKebendaan
Gambar. 1
Kerangka Pemikiran
Keterangan
Penyelesaian hutang terkait dengan suatu perjanjian kredit antara
pihak kreditor maupun pihak debitor telah selesai jika pihak debitor mampu
memenuhi semua kewajibannya kepada pihak kreditor. Bila pihak debitor
tidak memiliki harta atau aset yang cukup maka dapat melalui jalur
pengadilan berdasarkan peraturan kepailitan yaitu Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang dengan cara melakukan permohonan pailit yang dilakukan oleh para
kreditor kepada Pengadilan Niaga di daerah wilayah hukumnya. Pengajuan
37
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu
hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi36.
Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian
dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yakni peneliti harus lebih
dahulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan yang berisi (system dan
ilmunya) dan metodologi penelitian disiplin ilmu tersebut 37.Didalam penelitian
hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan dalam suatu
penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta
temuan-temuannya tidak terjebak dalam relevansi dan aktualitasnya38 .
Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk
mencapai suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis
yang dihadapi. Akan tetapi, dengan mengadakan klarifikasi yang berdasarkan
pada pengalaman, dapat ditentukan teratur dan terpikirnya alur yang runtut
dan baik untuk mencapai maksud 39
. Penelitian merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara
metodologis, sistematis, dan konsisten 40. Penelitian dapat diartikan pula suatu
usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu
36
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
2008, hal. 35
37
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Gramedia, 2006.
hal.26
38
Ibid, hal. 28
39
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah. Yogyakarta: Transito, Yogyakarta,
1990, hal. 131
40
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 42
39
1. Hukum adalah asas kebenaran dalam keadilan yang bersifat kodrati dan
berlaku universal
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan
hukum nasional
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dan
tersistematisasi sebagai judge made low
4. Hukum adalah pola-pola prilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai
variable sosial yang empiris
5. Hukum adalah menifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial
sebagaimana tampak dalam interaksi antara mereka.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan
penulisan hukum ini adalah penelitian normative atau penelitian hukum
kepustakaan. Penelitian hukum normatif menurut Johnny Ibrahim adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya47.
Penelitian hukum normatif memilki definisi yang sama dengan
penelitian hukum doctrinal (doctrinal research) yaitu penelitian berdasarkan
bahan-bahan hukum (library based) yang fokusnya pada membaca dan
mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder48 .
2. Sifat Penelitian
46
Setiono, Pemahaman terhadap Metode Penelitian Hukum, (Diktad). Surakarta:
Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana UNS 2002, hal. 5
47
Johnny Ibrahim, Op. Cit. hal. 57
48
Ibid, hal. 44
41
Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum
itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif dan
terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari
tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep
hukum, dan norma-norma hukum. Sifat preskriptif keilmuan hukum ini
merupakan sesuatu yang subtansial di dalam ilmu hukum49.
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, didalam penelitian hukum terdapat
beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam
penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical
approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan
konseptual (conceptual approach)50. Dari kelima pendekatan penelitian
hukum tersebut, penulis akan menggunakan pendekatan undang-undang
(statue approach).
Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan
menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani, untuk menelaah unsur filosofis adanya suatu
peraturan perundang-undanag tertentu yang kemudian dapat disimpulkan
ada atau tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu
hukum yang ditangani51. Dalam hal ini yaitu Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum yang
dilakukan oleh penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri
dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
49
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. hal. 22
50
Ibid, hal. 93
51
Ibid, hal. 93
42
52
Ib id, hal. 141
43
H. Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan selama 3 (tiga) bulan yang akan
dimulai bulan Juni 2014 sampai dengan Agustus 2014, dengan rincian
sebagai berikut :
BAGAN JADWAL PENELITIAN
Bulan
No Kegiatan Juni 2014 Juli 2014 Agust 2014
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I
Persiapan Penelitian
1. Literatur
2. Proposal
3. Seminar
4. Perijinan
44
5. Questioner
II Pelaksanaan Penelitian
1. Pengumpulan Data
2. Analisis Data
3. Pembuatan Laporan
Penyusunan Thesis
III Revisi dan Penggandaan Thesis
45
DAFTAR PUSTAKA
Salim Hs. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Setiono, 2002, Pemahaman terhadap Metode Penelitian Hukum, (Diktad).
Surakarta: Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana UNS
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. 2007. Hukum Jaminan Di Indonesia: Pokok
Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta:
Liberty.
Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Hak Tanggungan: Asas Asas, Ketentuan Ketentuan
Pokok dan Masalah Yang dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian
Mengenai Undang Undang Hak Tanggungan). Bandung: Alumni.
. 2002. Memahami Failissements Verordening Juncto Undang-
Undang No. 4 Tahun 1998. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4443.
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168 Tamabahan
Lembaran Negara Nomor 3889.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3632.