PENDAHULUAN
Krisis moneter dan perbankan yang melanda Indonesia pada tahun 1997
memakan biaya fiskal yang amat mahal, yaitu mencapai 51% dari PDB. Krisis
tersebut telah menimbulkan kesadaran akan pentingnya stabilitas pasar keuangan dan
meredam krisis, sebenarnya merupakan interaksi dari beberapa risiko yang harus
piutang yang timbul di masyarakat. Dalam dunia usaha, masalah utang piutang
timbul karena suatu perjanjian, pajak dan sebagainya yang dapat menimbulkan di satu
pihak adalah kewajiban untuk membayar utang dan dilain pihak timbul hak untuk
mendapatkan pembayaran utang tersebut dan pada beberapa kasus banyak pihak yang
dalam suatu perusahaan tidak berjalan dengan baik, dan tidak dapat membayar
1
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hlm. 11.
1
2
dan “bangkrut” artinya menderita kerugian besar hinggga jatuh (perusahaan, toko,
dan sebagainya). Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, bankrupt artinya
bangkrut, pailit dan bankruptcy artinya kebangkrutan, kepailitan. Dalam Pasal 1 butir
Utang diberikan definisi “Kepailitan” sebagai berikut. “Kepailitan” adalah sita umum
atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar
dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitur, dimana debitur
tersebut kepada para krediturnya. Sehingga, bila ketidak mampuan untuk membayar
kewajiban yang jatuh tempo tersebut disadari oleh debitur, maka langkah untuk
for self bankruptcy) menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau penetapan
status pailit oleh pengadilan terhadap debitur tersebut bila kemudian ditemukan bukti
bahwa debitur tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih (involuntary petition for bankruptcy).3
(Peraturan Kepailitan), kemudian diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang
2
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana,
Jakarta, 2008, hlm. 2.
3
Ibid.
3
dengan banyaknya putusan Pengadilan Niaga yang kontroversial seperti dalam kasus
lain-lain maka timbul niat untuk merevisi undang-undang tersebut. Akhirnya, pada
Kepailitan).4
kreditur yang memiliki piutang untuk mendapatkan haknya dari kewajiban yang ada
pada debitur yang memiliki utang. Maka dengan adanya Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat
menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan
memberikan solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti
dua fungsi sekaligus, yaitu: pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan
kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang dan tetap bertanggung
jawab terhadap semua utang-utangnya. Kedua, kepailitan sebagai lembaga yang juga
lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep
yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 1
ayat (7) yaitu: “Pengadilan adalah pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan
umum”.
5
Adrian Sutedi, Op Cit. hlm. 10.
6
Ibid.
5
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
Adapun asas yang terkandung dalam kedua pasal diatas adalah, bahwa: 7
3. Tidak ada nomor urut dari para kreditur yang didasarkan atas saat
7
Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1974, hlm.
7
6
kreditur yang ingin didahulukan dalam pembagian utang yang terdapat pada harta
kekayaan debitur pailit sehingga terjadi tuntutan yang tidak berdasarkan hukum yang
berlaku, baik itu kepada debitur maupun kepada kurator yang mengurus harta
kreditur yang menuntut kepada kurator untuk didahulukan haknya agar dapat
mendapatkan harta kekayaan debitur pailit dengan dasar perikatan yang terjadi
sebelum debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, sedangkan kreditur tersebut
oleh hakim dalam putusannya tidak termasuk ke dalam kreditur yang bisa
Kepailitan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka secara aktual
dan menarik untuk diangkat sebagai skripsi dengan judul “PEMBAGIAN HARTA
Pailit/2015)”.
B. Identifikasi Masalah
Utang?
C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian
Utang.
D. Kegunaan Penelitian
8
diharapkan mempunyai manfaat ganda, baik manfaat praktis maupun manfaat teoritis
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
pemberesan harta pailit sebagai pelunasan atas utang yang terdapat pada
debitur pailit untuk selanjutnya dibagikan kepada para kreditur yang memiliki
E. Kerangka Pemikiran
Dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar
hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukan dalam kepailitan,
Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk
debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka
masing-masing.9
Jika seorang debitur hanya mempunyai satu kreditur dan debitur tidak
membayar utangnya dengan sukarela, kreditur akan menggugat debitur secara perdata
ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi sumber
pelunasan utangnya kepada kreditur tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitur
banyak kreditur dan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk membayar lunas semua
kreditur, semua kreditur akan berlomba dengan segala cara, baik halal maupun yang
tidak, untuk mendapatkan pelunasan tagihan terlebih dahulu. Kreditur yang datang
belakangan mungkin sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran karena harta debitur
sudah habis. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan kreditur.10
Fred B.G. Tumbuan menyatakan, bahwa melalui sita dan eksekusi oleh para
kreditur secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, para kreditur harus bertindak secara
8
Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan
Harta Pailit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 2.
9
Fred B.G. Tumbuan, “Pokok-pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana
diubah oleh PERPU No. 1/1998” dalam Penyelesaian Utang-Piutang melalui Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Rudy A. Lontoh, Ed., Alumni, Bandung, 2001, hlm. 125.
10
Imran Nating, Op Cit. hlm. 3.
10
menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan
dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing. Karena
sebagaimana telah dipaparkan pada awal tulisan ini, bahwa kepailitan ada demi untuk
menjamin para kreditur untuk memperoleh hak-haknya atas harta debitur pailit. 12
memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti
dua fungsi sekaligus. Pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada
kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab
kepailitan baik sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep
yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan
1132 KUHPerdata.13
11
Fred B.G. Tumbuan, Op Cit. hlm. 125.
12
Imran Nating, Op Cit. hlm. 9.
13
Ibid, hlm. 10
11
Putusan Pernyataan Pailit terhadap debitur membawa dampak besar bagi para
sebagaimana mereka mendapatkan hak-haknya atas harta debitur pailit. Siapa yang
akan mengurus pembagian harta debitur pailit kepada para kreditur berdasarkan hak
masing-masing.
Warren adalah siapa yang berhak dan bagaimana membagi harta debitur pailit.
Terhadap pernyataan ini, di Indonesia telah diatur bahwa yang berhak melakukan itu
adalah Balai Harta Peninggalan dan kurator. Hanya saja inti pernyataan ini adalah
pembagian harta debitur pailit kepada kreditur-kreditur yang memiliki hak yang
1. Kekayaan debitur pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum
14
Ibid, hlm. 11.
15
Ibid. hlm. 40.
12
3. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai
kekayaan yang termasuk harta pailit, sejak hari putusan pailit diucapkan
(Pasal 22 UUK)
tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta
5. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para
6. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus
perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitur sendiri selama kepailitan
UUK).
dengan hak gadai, jaminan fiducia, hak tanggungan atau hipotek dapat
Ayat (1) UUK). Pihak kreditur yang berhak menahan barang kepunyaan
13
ayat (1) UUK, dan pihak ketiga untuk menuntut haratanya yang berada
untuk 90 hari setelah putusan pailit diucapkan (Pasal 56A Ayat (1) UUK).
maka pihak dengan siapa debitur tersebut membuat perjanjian dapat minta
tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan atau pihak
meminta kurator menyediakan jaminan untuk itu. Hal tersebut diatas, tidak
16
Ibid, hlm. 42.
14
mengajukan diri sebagai kreditur konkuren. Hal ini karena pasar barang
tersebut.
(tiga) bulan sebelumnya selalu dianggap cukup. Untuk jangka waktu sewa
berakhir jangka waktu yang telah dibayar. Sejak putusan pernyataan pailit
debitur, ia tetap dapat melaksanakan hukum kekayaan yang lain, seperti hak-hak yang
timbul dari kekuasaan orang tua (ouderlijke macht). Pengurusan benda benda
atau perpisahaan ranjang dan meja, diwujudkan oleh dan padanya. Dengan kata lain,
pengurusan dan pengalihan harta benda yang telah ada. Apabila menyangkut harta
benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum
menerima harta benda yang akan diperolehnya itu, namun yang diperolehnya itu
tindakan tidak mempengaruhi harta kekayaan yang telah disita. Dengan pernyataan
pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus
itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataan itu sendiri.18
17
Ibid, hlm. 44.
18
Ibid.
16
yang dapat berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dengan
demikian, debitur kehilangan hak menguasai harta yang masuk dalam kepailitan, hak
atas harta kekayaan yang berada diluar kepailitan. Tentang harta pailit dalam Pasal 19
kekayaan harta debitur, yang ada pada saat pernyataan pailit diucapkan serta semua
harta kekayaan yang yang diperolehnya selama kepailitan. Kendali telah ditegaskan
bahwa dengan dijatuhkannya putusan kepailitan harta kekayaan debitur pailit akan
diurus dan dikuasai oleh kurator, namun tidak semua kekayaan debitur pailit
diserahkan ke kurator. Ada beberapa harta yang dengan tegas dikecualikan dari
kepailitan yaitu:19
6. Hak cipta;
(debitur);
19
Ibid, hlm. 45.
17
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
melalui suatu proses analisis dengan menggunakan peraturan hukum, dan proses
2. Metode Pendekatan
pustaka.
3. Tahap Penelitian
buku-buku teks, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum yang berhubungan
dengan topik yang dibahas dalam skripsi ini, dokumen, diktat dosen, serta
terhadap data primer maupun data sekunder, yaitu kamus-kamus tentang ilmu
skripsi ini.
Studi Kepustakaan, alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
Metode analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
informasi baru dari simpulan hasil penelitian dan data yang diperoleh kemudian
G. Lokasi Penelitian
Jawa Barat.
A. Pengertian Kepailitan
dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu, orang yang mogok atau macet atau
berhenti membayar utangnya didalam bahasa Prancis disebut lefailli. Untuk arti yang
sama dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah failliet. Sedangkan didalam bahasa
Inggris dikenal istilah “to fail”, dan didalam bahasa Latin dipergunakan istilah
“fallire” Pailit, didalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan
“Pengutang yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas pelaporan
sendiri maupun atas permohonan seorang penagih atau lebih, dengan putusan
Pailit atau yang lebih dikenal dengan kata bankrupt dalam masyarakat luas,
memiliki arti yang orsinil yaitu seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan
20
21
dengan pailit atau bankrupt antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan
dengan pailit atau bankrupt itu adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitur
agar dicapainya perdamaian antara debitur dan para kreditur atau agar harta tersebut
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang Pasal 1 ayat (1) yaitu:
“Kepailitan adalah sitaan umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang
B. Syarat-syarat Kepailitan
21
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2014, hlm. 7.
22
bila permohonan kepailitan tidak memenuhi syarat, maka permohonan tersebut tidak
akan dikabulkan oleh pengadilan niaga. Dan syarat-syarat kepailitan tersebut ialah
sebagai berikut:22
1. Pailit ditetapkan apabila debitur yang mempunyai dua kreditur atau lebih
tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo
apa yang dimaksud dengan utang. Dengan demikian para pihak yang
4. Syarat utang harus telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pasal 2 ayat (1)
menyatukan syarat utang yang telah jatuh tempo dan utang yang telah
dapat ditagih.
5. Syarat cukup satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Bunyi Pasal
Tahun 1998 dan faillissementsverordening Stb. 1905 No. 217 jo. S. 1906
No. 348. Bunyi Pasal 1 ayat (1) Fv adalah: Setiap debitur yang tidak
22
Adrian Sutedi, Op Cit. hlm. 31.
23
dapat diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa debitur yang
6. Debitur harus dalam keadaan insolvent, yaitu tidak membayar lebih dari
pembuktian tentang keadaan debitur yang “berhenti membayar” itu cukup dilakukan
secara sederhana (sumier), artinya pengadilan dalam memeriksa perkara kepailitan itu
tidak perlu terikat dengan sistem pembuktian dan alat-alat bukti yang ditentukan
permohonan kepailitan, maka tentunya sangat diharapkan sikap yang aktif dari hakim
untuk sedapat mungkin mendengar secara seksama kedua belah pihak (debitur dan
Undang Kepailitan
23
Zainal Asikin, Op Cit. hlm. 30.
24
penyelesaian sengketa kepailitan itu sendiri, dan beberapa prinsip yang ada dalam
menentukan bahwa para kreditur mempunyai hak yang sama terhadap semua
harta benda debitur. Apabila debitur tidak dapat membayar utangnya, maka
mengandung makna bahwa semua kekayaan debitur baik yang berupa barang
bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah
antara lain dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 21 UUK. Pasal 1
ayat (1) UUK menyatakan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua
undang-undang ini. Pasal 2 ayat (1) UUK menyatakan bahwa debitur yang
mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
pailit diucapkan serta segala suatu yang diperoleh selama kepailitan. Pasal-
pasal tersebut ini merupakan jabaran lebih lanjut dari pasal 1131 dan 1132
proporsional antara mereka, kecuali jika antara para kreditur itu ada yang
cara sesuai dengan proporsinya (pond-pond gewijs) dan bukan dengan cara
sama rata.26
dalam Undang-Undang Kepailitan, antara lain, Pasal 189 ayat (4) dan (5) serta
Penjelasan Pasal 176 huruf a UUK. Pasal 189 ayat (4) UUK menyatakan
25
Ibid, hlm. 70.
26
Ibid, hlm. 29.
26
pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan
segaimana dimaksud dalam Pasal 55, dapat dilakukan dari hasil penjualan
benda terhadap mana mereka mempunyai hak istimewa atau yang diagunkan
yaitu:28
1) Kreditur separatis;
2) Kreditur preferen;
3) Kreditur konkuren.
Tahun 2004 dalam Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa debitur yang
mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
27
Ibid, hlm. 75.
28
Ibid, hlm. 32.
27
permohonan satu atau lebih krediturnya. Dalam pasal ini juga makna kreditur
kreditur konkuren.29
4. Prinsip Utang
menentukan, oleh karena tanpa adanya tanpa adanya utang tidaklah mungkin
perkara kepailitan akan bisa diperiksa. Tanpa adanya utang tersebut maka
pranata hukum untuk melakukan likuidasi aet debitur untuk membayar utang-
adalah untuk memastikan bahwa utang yang telah dibayar akan tetapi, belum
mengajukan kepailitan.31
29
Ibid, hlm. 75.
30
Ibid, hlm. 34.
31
Hadi Shubhan, Op Cit. hlm. 92.
28
menagih klaimnya terhadap debitur atau harta debitur. Pada hukum kepailitan
modern prinsip ini dimanifestasikan dalam bentuk antara lain likuidasi aset.
utang dari debitur harus dibayar dengan harta yang dimiliki oleh debitur
secara sesegera mungkin untuk menghindari itikad buruk dari debitur dengan
Sebagai suatu alat untuk pengembalian utang-utang dari debitur dengan cara
pemberesan.33
32
Ibid, hlm. 38.
33
Ibid, hlm. 41.
29
meteriil untuk suatu subjek hukum dapat dipailitkan serta mengarah pada
hakikat dari suatu kepailitan sebagai debt collection tool. Prinsip yang
terkandung dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (1) UUK sangat
utang yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih yang belum dibayar lunas
syarat lain selain dua hal tersebut, termasuk tidak mensyaratkan suatu keadaan
insolven dimana harta kekayaan debitur (aktiva) jauh lebih kecil dari utang-
utang yang dimiliki (pasiva) yang biasanya diukur dengan suatu incolvency
kepailitan.34
paritas creditorium dan prinsip pari passu prorata parte, serta pembagian
Dalam perkembangannya prinsip debt pooling ini lebih luas konsepnya dari
34
Ibid, hlm. 81.
30
sekadar melakukan distribusi aset pailit terhadap para krediturnya secara pari
pailit harus dibagi diantara krediturnya. Penjabaran sistem ini akan berkaitan
dengan kelembagaan yang terlibat dalam proses kepailitan mulai dari lembaga
sifat yang melekat didalam proses kepailitan, baik itu yang juga merupakan
hukum acara yang spesifik kendatipun merupakan varian dari hukum acara
perdata biasa.36
yang dalam UUK diatur dalam Pasal 1 angka 7 dan Pasal 306 yang isinya:
Pasal 1 angka 7
35
Ibid, hlm. 41.
36
Ibid, hlm. 43.
31
umum”
Pasal 306
Hukum acara yang digunakan dalam UUK sendiri diatur dalam Pasal 3
hukum Debitur”.
mengadili perkara yang termasuk “hal-hal lain” adalah sama dengan Hukum
Prinsip debt pooling selain lembaga dan hukum acara terdapat pula
dalam Pasal 302 ayat (3) UUK, Kurator yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka
5 UUK dan dalam BAB II Bagian Ketiga Paragraf 2, dan adapun proses-
32
proses dalam persidangan yang diatur lebih dalam UUK mengenai prinsip
kepailitan berbeda dengan upaya hukum yang diatur dalam hukum acara
perdata biasa. Jika upaya hukum dalam hukum acara perdata diatur bertingkat,
yakni, upaya hukum banding, upaya hukum kasasi, dan upaya hukum
peninjauan kembali (sebagai upaya hukum luar biasa), maka dalam hukum
acara kepailitan upaya hukum yang dikenal adalah upaya hukum kasasi dan
upaya hukum peninjaun kembali dan tidak dikenal upaya hukum banding.
Upaya hukum kasasi diatur dalam Pasal 11 sampai dengan pasal 13 UUK dan
upaya hukum peninjauan kembali diatur dalam Pasal 14 serta Bab IV tentang
Peninjauan Kembali dari Pasal 295 sampai 298 UUK. Dalam UUK sendiri
salah satu alasan diadakannya kasasi atau peninjauan kembali ada dalam Pasal
peninjauan kembali”. 37
pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator dalam
UUK diatur dalam Bab II Bagian Ketiga tentang Pengurusan Harta Pailit dan
Kurator, dilanjutkan dengan pengumuman yang diatur dalam Pasal 202 ayat
37
Ibid, hlm. 127.
33
(2) dan rapat kreditur diatur dalam Bab II Bagian Ketiga Paragraf 4 tentang
harta pailit atas wewenang kurator atas persetujuan kreditur yang diatur dalam
Pasal 104 UUK, setelah itu dilanjutkan dengan rapat verifikasi (pencocokan
undang untuk pihak pailit kepada pihak krediturnya yang diatur dalam Bab II
Bagian Keenam tetang perdamaian, jika tidak terjadi suatu perdamaian sampai
dihomologasi dan tahap ini akan dilakukan suatu pemberesan terhadap harta
pembayaran utang yang diatur dalam Bab III UUK. Proses-proses dan
terhadap debitur saja atau hanya sebagai sarana tekanan (pressie middle), akan
tetapi bisa bermakna sebaliknya, yakni, merupakan pranata hukum yang dapat
digunakan sebagai alat untuk meringankan beban yang harus ditanggung oleh
usaha baru tanpa dibebani utang-utang lama, rehibilitasi terhadap debitur jika
dan ternyata harta pailit tersebut tidak dapat menutup seluruh piutang kreditur.
pemberesan terhadap seluruh harta pailit.39 Dalam arti lain prinsip debt
38
Ibid, hlm. 43.
39
Ibid, hlm. 156.
35
pailit suatu pengadilan di suatu negara, maka putusan pailit tersebut berlaku
terhadap semua harta debitur baik yang berada didalam negeri di tempat
putusan pailit dijatuhkan maupun terhadap harta debitur yang berada diluar
negeri. Prinsip ini menekankan aspek internasional dari kepailitan atau yang
umum dapat dikatakan bahwa kebanyakan sistem hukum yang dianut oleh
putusan pengadilan asing. Kecenderungan ini tidak saja berlaku pada negara-
negara yang menganut sistem civil law tetapi berlaku juga bagi negara-negara
pengadilan asing terkait erat dengan konsep kedaulatan negara. Sebuah negara
yang memiliki kedaulatan tidak akan mengakui instuisi atau lembaga yang
dapat secara langsung dilaksanakan dalam wilayah negara lain. Hal ini juga
36
tersebut, berlaku juga pada putusan pailit oleh pengadilan asing. Putusan pailit
suatu pengadilan dari suatu negara tidak dapat diakui dan oleh karenanya
tidak akan dapat dieksekusi oleh pengadilan negara lain. Kenyataan ini pada
satu segi dapat menjadi kebuntuan terhadap para pelaku usaha yang melintas
kepailitan lintas batas (cross border insolvency). Hanya ada tiga pasal yang
dimuat dalam BAB II bagian kesepuluh, yakni Pasal 212-214 UUK, yang
lagi, maka ketiga pasal tersebut tidak representative dengan judul bagian
Aspek yang menyangkut para subjek atau pemain-pemain utama dalam suatu
menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah satu dari pihak
berikut ini:42
publik.
41
Munir Fuady, Op Cit. hlm. 35.
42
Ibid, hlm. 35.
38
pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur
yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu
3. Hakim Niaga
hakim tunggal), baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi.44
4. Hakim Pengawas
43
Ibid, hlm. 36.
44
Ibid.
39
5. Kurator
dalam suatu proses perkara pailit. Dan karena peranannya yang besar dan
tugasnya yang berat, tidak sembarangan orang dapat menjadi pihak kurator.
Karena itu, persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi kurator ini
6. Panitia Kreditur
Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang disebut
panitia kreditur. Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang
segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Ada dua macam panitia
45
Ibid, hlm. 38.
40
sementara.
(tetap) atau membentuk panitia kreditur (tetap) jika tidak diangkat panitia
46
Ibid.
BAB III
A. Kasus Posisi
Pihak-pihak dalam perkara ini yaitu Direktur Utama Nixon Marsati Foni yang
Wermasaubun, S.H., & kawan (Advokat) sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat
melawan Tim Kurator PT EUROGATE Indonesia (dalam Pailit) yang diwakili oleh
Charlie Simanjuntak, S.H., dan Wahyudin S.H. yang memberikan kuasa kepada Hj.
Tutut Rokhayatun, S.H., M.H., & kawan (Advokat) sebagai Termohon Kasasi I
gugatan lain-lain terhadap para Termohon Kasasi dahulu sebagai para Tergugat di
depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada
informasi bahwa Direksi PT Eurogate Indonesia ketika itu, hendak menjual stock sisa
bahan baku berupa kain (fabrics), barang jadi (garment) serta accessories lainnya
seperti benang, kancing, tali, karet-karet dan juga mesin-mesin produksi beserta
41
42
1. Sisa stock bahan baku (kain), sebanyak: 530.131 yards = 192.737 kgs =
kgs = 12.792 rolls; dan Cibinong sebanyak: 87.806 yard = 33.629 kgs
=2.237 rolls.
3. Barang jadi (garment), sebanyak: 27.974 pieces = 697 carton, yang berada
Jumlah total uang yang telah dibayarkan dan telah diterima oleh Direksi PT
Eurogate Indonesia ketika itu incasu Tergugat II, adalah sebesar Rp4.150.000.000,00
(empat miliar seratus lima puluh juta rupiah). Namun, Penggugat tidak/belum
menerima barang yang bayar dengan jumlah uang tersebut dengan alasan barang-
barang yang dimaksudkan dalam perjanjian tersebut di atas, berupa mesin dan bahan
baku pakaian, accecories garment milik Tergugat/PT Eurogate Indonesia, yang masih
43
terikat dengan kewajiban pajak pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai, sehingga
jawab lagi karena PT Eurogate Indonesia telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sehingga barang-barang tersebut dalam
bukti pembayaran, yang inti dari surat tersebut adalah meminta kepada Tergugat I
agar dapat mengeluarkan barang-barang yang telah dibeli dan dibayar oleh
Penggugat, namun belum menerima barang-barang tersebut, dan pada saat yang sama
saat itu Penggugat juga menerima surat dari Tergugat I dengan Nomor: 005/Tim
penetapan, dari pengakuan Tergugat II pada rapat verifikasi tersebut, oleh Tergugat I
permohonan (kasasi), yang intinya penetapan tersebut tidak berdasar menurut hukum
karena Penggugat telah lebih dulu membeli barang-barang objek sengketa dimaksud
dari Tergugat II sebelum Tergugat II dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga pada
44
termasuk dalam harta Pailit atau tidak patut untuk dimasukkan sebagai harta pailit
yang harus dibereskan karena telah beralih menjadi hak milik Penggugat sebelum
terjadinya Putusan Pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Juli 2014; sehingga tidak layak menurut hukum untuk Penggugat dimasukkan selaku
Kreditur Konkuren oleh Pihak Tergugat I. Pada dasarnya terjadinya jual-beli antara
penjual dan pembeli adalah pada saat terjadinya persesuaian kehendak dan
pernyataan antara mereka tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum
diserahkan maupun harganya belum dibayar lunas (Vide, Pasal 1458 KUHPerdata).
yang pada intinya menyatakan bahwa penyerahan barang telah diatur dalam
perjanjian yang dilakukan Penggugat dan Tergugat I, bahwa dalam Pasal 2 perjanjian
atau pengeluaran barang dimaksud akan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari
Direktorat Bea dan Cukai cq. Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai
Bogor; dan atau waktunya disesuaikan dengan proses mendapat persetujuan dari
Direktoral Jenderal Bea dan Cukai“. Sampai dengan saat ini terdapat fakta hukum
terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
tagihan dari Direktorat Jenderal Pajak Bea dan Cukai kepada Tim Kurator. Dan
Direktorat Jenderal Pajak Bea dan Cukai masih melakukan penyitaan terhadap
Sukabumi.
Pembayaran Utang (PKPU) atau sampai proses kepailitan telah mendapat persetujuan
dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mengeluarkan barang-barang yang
tertanggal 10 April 2013 yang dibuat oleh Penggugat dengan Tergugat II masih
tersebut diperkuat lagi oleh adanya tagihan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
sebesar Rp2.860.413.000,00 (dua miliar delapan ratus enam puluh juta empat ratus
tiga belas ribu rupiah) yang telah diajukan kepada Tim Kurator tertanggal 8
Eurogate Indonesia (Dalam Pailit) karena telah dibeli oleh Penggugat, namun ternyata
pada poin 3 huruf a, b, c, dan d gugatan sebagai Harta Pailit PT Eurogate Indonesia
merupakan kewenangan dari Tergugat I sendiri atau di luar kekuasaan Tergugat II.
bahan baku berupa barang-barang sebagaimana tersebut pada poin 3 huruf a, b, c, dan
dari Penggugat, namun hanya sekadar mengetahui bahwa jumlah uang yang telah
dibayarkan oleh Penggugat adalah sebesar Rp2.700.000,00 (dua miliar tujuh ratus
mengetahuinya, karena dalam kesepakatan jual beli dan cara pembayaran dilakukan
secara langsung oleh Mr. Franz Roller selaku Direktur Utama PT Eurogate Indonesia.
K/Pdt.Sus-Pailit/2015
dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal
47
17 Maret 2015 dan kontra memori tanggal 25 Maret 2015, dihubungkan dengan
pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan bahwa berdasar
tanggal 10 April 2014. Bahwa sesuai isi perjanjian tersebut, disebutkan pengiriman
pengurusan administrasi, dan mendapat persetujuan dari Direktorat Bea dan Cukai.
berupa mesin dan bahan baku pakaian, accecories garment milik Tergugat/PT
Eurogate Indonesia, yang masih terikat dengan kewajiban pajak pada Direktorat
menjadi harta pailit, dan Penggugat ditetapkan sebagai kreditur konkuren. Bahwa
berdasarkan hal tersebut, maka penetapan sangat beralasan dan bukan merupakan
tidak dijamin dengan hak tanggungan, hak gadai atau hipotek fidusia maupun kreditur
kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya
(Persona Standi in ludicio) Pasal 24 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
itu akan beralih ketangan kurator, dan kurator akan bertindak selaku pengampu.47
Bahwa berdasarkan pembuktian tersebut putusan Judex Facti telah tepat dan
harus dipertahankan.
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 01/Pdt.Sus-
kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT MARS BINTANG TIMOR tersebut
harus ditolak.
ditolak, Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam
Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009,
C. Putusan Hakim
Putusan Hakim terhadap perkara ini yaitu amar putusannya antara lain sebagai
berikut:
MENGADILI
TIMOR, tersebut;
dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
Mahkamah Agung pada hari Kamis tanggal 3 September 2015 oleh H. Mahdi
Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Nurul Elmiyah, S.,H., M.H., dan H.
putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh
Ketua dengan dihadiri oleh Anggota-Anggota tersebut dan dibantu oleh Rita Elsy,
UTANG
Kepada Kreditur
kekayaan debitur maupun terhadap debitur pailit itu sendiri, seperti hak untuk
mengurus harta kekayaan yang beralih ke tangan kurator ataupun bahkan untuk
melakukan segala upaya hukum yang berdampak terhadap harta kekayaan debitur
berbuat bebas terhadap kekayaannya yang termasuk dalam kepailitan dan hak untuk
pailit.49 Akibatnya, jatuhlah sita umum atas semua harta kekayaan Debitur dan sejak
saat itu pula semua sita yang dilakukan sebelumnya (jika ada) akan menjadi gugur.
48
Edward Manik, Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Mandar Maju, Bandung, 2012, hlm. 106.
49
Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang,
Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 8.
50
51
Dikatakan sita umum karena sifat tersebut bukan untuk kepentingan seseorang
atau beberapa orang Kreditur, melainkan untuk semua Kreditur. Hal lain yang perlu
di mengerti yaitu bahwa kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan harta
benda pribadi.50 Artinya Debitur tetap cakap melakukan perbuatan hukum diluar harta
umum terhadap seluruh aset debitur. Karena sitaan yang lain jika ada harus dianggap
gugur karena hukum. Dalam Pasal 21 UUKPKPU, sitaan umum tersebut berlaku
Sitaan Umum ini bertujuan untuk mengamankan harta kekayaan debitur dari
mulai dapat terjadinya penyelewengan harta oleh debitur dan sampai perebutan harta
kepailitan itu sendiri, yang dimana harta ini sebenarnya merupakan suatu jaminan
ini dibagi harta pailit secara pro rata, yakni sesuai dengan perimbangan piutang
50
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2008, hlm. 7.
52
mereka masing-masing, yang diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata yang mengatakan
sebagai berikut:
Adapun yang dimaksud Kreditur Konkuren adalah para Kreditur dengan hak
pari passu dan pro rata (diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata), artinya para Kreditur
tersebut.51
yaitu Direktur Utama Nixon Marsati Foni yang mewakili PT MARS BINTANG
TIMOR yang memberikan kuasa kepada Junus Wermasaubun, S.H., & kawan
EUROGATE Indonesia (dalam Pailit) yang diwakili oleh Charlie Simanjuntak, S.H.,
dan Wahyudin S.H. yang memberikan kuasa kepada Hj. Tutut Rokhayatun, S.H.,
M.H., & kawan (Advokat) sebagai Termohon Kasasi I dahulu Tergugat I dan Ny.
Putusan utang piutang ini berawal dari suatu perjanjian jual beli barang
selaku pembeli. Dalam hal jual beli ini pihak pembeli telah melakukan pelunasan
pembayaran kepada pihak penjual jumlah total uang yang telah dibayarkan dan telah
diterima oleh Direksi PT Eurogate Indonesia ketika itu incasu Tergugat II, adalah
sebesar Rp4.150.000.000,00 (empat miliar seratus lima puluh juta rupiah), tetapi
pihak penjual belum sempat menyerahkan barang objek jual beli tersebut yang masih
terikat dengan kewajiban pajak pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai, sehingga
lagi karena PT Eurogate Indonesia telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga pada
dari hubungan hukum dan perbuatan hukum. Di mana hubungan hukum tersebut
hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, di mana hukum meletakkan
“hak” pada satu pihak dan melekatkan “kewajiban” pada pihak lainnya. Sehingga
perikatan dapat diartikan atau dirumuskan sebagai suatu hubungan hukum yang
terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan
yang mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
54
prestasi itu.52 Dan jika salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi itu maka
terjadilah utang piutang yang dimana pembayarannya bila telah jatuh tempo dapat
diajukan permohonan kepailitan pada Pengadilan Niaga dan ini merupakan suatu
pihak kreditur ingin supaya debitur melaksanakan janjinya, yaitu dengan segera atau
pada suatu waktu yang disebut dalam pemberitahuan itu. Faktor “waktu” adalah
penting dalam hal perjanjian, terutama dikalangan bisnis. Pada umumnya dapat
dikatakan, bahwa dalam suatu perjanjian kedua belah pihak ada keinginan supaya
selekas mungkin tujuan dari perjanjian terlaksana, yaitu pihak kreditur supaya lekas
merasakan kenikmatan yang terletak pada pelaksanaan janji, sedang pihak debitur
supaya lekas terlepas dari suatu ikatan, yang dampaknya akan sedikit menekan
memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur
seratus lima puluh juta rupiah) sebagai pembayaran terhadap barang yang dimaksud
52
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1997, hlm. 2.
53
Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 15.
55
miliar tujuh ratus juta rupiah). Disinilah berlaku asas keseimbangan, yaitu dari satu
dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur, dilain pihak terdapat ketentuan
yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
PT Eurogate Indonesia telah dinyatakan pailit ini diatur dalam Pasal 24 ayat (1)
UUKPKPU, Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan
pailit diucapkan. Penguasaan dan pengurusan itu berpindah tangan kepada kurator
yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) yaitu “Kurator berwenang melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit
kembali”.
Setelah merasa dirugikan karena tidak menerima haknya yaitu barang dari
objek perjanjian jual beli yang belum diserahkan dan/atau terutang maka pihak PT
Mars Bintang Timor mengajukan gugatan dan karena ditolak lalu mengajukan
permohonan kasasi yang pada intinya bahwa kurator tidak berhak untuk menyatakan
bahwa barang yang telah dibeli oleh Penggugat yang telah dilunasi pembayarannya
dimasukkan dalam harta pailit oleh karena itu kurator tidak layak menurut hukum
56
dimaksud dalam putusan ke dalam harta pailit sebenarnya telah dijelaskan dalam
diserahkannya barang kepada Pemohon kasasi selaku pembeli karena adanya suatu
perjanjian yang dibuat oleh Pemohon kasasi selaku pembeli dan Termohon II selaku
tersebut dan mendapatkan persetujuan penyerahan dari Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
tersebut dalam harta pailit dengan alasan karena putusan pernyataan pailit oleh
Pengadilan Niaga (tingkat pertama) merupakan putusan serta merta (dapat dijalankan
terlebih dahulu, walaupun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum
(Pasal 8 ayat (7) UUKPKPU)). Dengan demikian kurator sudah mulai bekerja sejak
saat jatuhnya putusan pailit (tingkat pertama) walaupun terjadi upaya hukum. Apabila
putusan pernyataan pailit dibatalkan di tingkat kasasi, maka segala tindakan kurator
sebelum diketahuinya putusan kasasi tetap dianggap sah dan mengikat. Hal ini diatur
dalam Pasal 16 ayat (2) UUKPKPU. Selain putusan Pengadilan Niaga tentang
pernyataan pailit yang bersifat serta merta dan putusan-putusan lainnya dari
Pengadilan Niaga mengenai kepailitan, putusan hakim pengawas juga bersifat serta
57
Pasal 92 UUKPKPU.
Mengenai pajak barang tersebut posisi negara terkait utang pajak diatur dalam
Pasal 21 Ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Pelaksanaannya, yaitu
mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan
dilelang di muka umum. Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang
pajak dilunasi", Posisi tersebut juga dipertegas didalam Pasal 21 Ayat (3a) UU KUP,
yakni: "Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator,
likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang
membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada
pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk
membayar utang pajak wajib pajak tersebut". Termasuk dalam hal ini penjelasan yang
ada di dalam Pasal 19 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas
barang-barang milik penanggung pajak yang akan dijual kecuali terhadap biaya
perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan atau barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk
oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Hasil penjualan barang-barang milik
penanggung pajak terlebih dahulu untuk membayar biaya-biaya tersebut di atas dan
58
yang menyatakan Penggugat sebagai kreditur konkuren ini sudah diatur dalam
UUKPKPU Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) yang menyatakan bahwa:
Pasal 36
(1) Dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian
timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan
(2) Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
pada ayat (1) dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditur
konkuren.
Mars Bintang Timor sebagai kreditur konkuren sesungguhnya telah sesuai dengan
aturan hukum.
menyimpang dengan tegas-tegas. Hal yang demikian ini antara lain kita jumpai
bilamana salah satu pihak dalam perjanjian timbal balik itu memenuhi prestasinya
diserahkan, tetapi harganya belum dibayar sebelum kepailitan dijatuhkan, maka balai
demikian itu lebih baik bagi budel. Dalam hal yang belum berprestasi itu si debitur
sendiri yang sekarang jatuh pailit itu, maka pihak lawan dapat tampil/maju dalam
rapat verifikasi atau menuntut pemecahan perjanjian dengan ganti kerugian. Jadi
dapat disimpulkan bahwa apabila salah satu pihak sudah berprestasi sepenuhnya,
membereskan harta pailit, termasuk juga utang-utang debitur pailit. Debitur pailit
sama (Pasal 144 UUKPKPU). Rencana perdamaian yang ditawarkan debitur pailit
tersebut dimasukkan paling lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan piutang
(Pasal 145 UUKPKPU). Apabila pada rapat kreditur tersebut ternyata debitur pailit
tidak memajukan penawaran perdamaian, maka demi hukum harta pailit dalam
54
Siti Soemarti Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Seksi
Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Balaksumur, Yogyakarta, 1981, hlm. 25.
60
kreditur, dalam arti tidak diterima karena tidak disetujui oleh lebih dari setengah
kreditur konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau sementara
diakui yang mewakili paling sedikit dua atau pertiga dari jumlah seluruh piutang
kreditur konkuren yang diakui atau sementara diakui (Pasal 151 UUKPKPU), maka
harta pailit demi hukum dalam keadaan tidak membayar (Pasal 178 ayat (1)
karena disetujui oleh para kreditur konkuren, akan tetapi pengesahan akan
dalam perdamaian.
tidak jujur, tak perduli apakah debitur pailit turut melakukan atau tidak
atau pemberesan harta pailit, termasuk tagihan atau utang para kreditur. Kurator
berdasarkan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUKPKPU, dalam
tugasnya kepada hakim pengawas (Pasal 143 ayat (1) UUKPKPU). Laporan kurator
55
Adrian Sutedi, Op Cit, hlm. 55.
61
tersebut berupa daftar piutang yang sementara diakui atau dibantah yang telah
jumlah piutang dan utang debitur pailit, nama dan tempat tinggal beserta jumlah
piutangnya. Sedang catatan harta pailit yang dibuatnya dilaporkan setelah rapat
verifikasi berakhir (Pasal 143 ayat (1) UUKPKPU). Dalam prakteknya pembagian
aset pada umumnya dilakukan dengan penjualan aset tanpa perlu memperoleh
persetujuan atau bantuan debitur dimana diatur dalam Pasal 184 UUKPKPU, dalam
memperhatikan harga jual aset tersebut dengan mengambil harga yang paling tinggi
dibagikan secara proporsional dalam bentuk uang tunai kepada kreditur. Menurut
Pembagian aset merupakan suatu proses yang paling penting dalam kepailitan,
karena hal ini menyangkut pengembalian atas kewajiban debitur pailit terhadap
debitur kepada kreditur atau yang berhak lainnya, maka harus berdasarkan dalam
pailit, seperti harta yang bukan harta pailit harus dikeluarkan terlebih dahulu yaitu
sebagai berikut:
daftar pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada hakim pengawas. Pasal 189
ayat (1) UUKPKPU. Kurator membuat daftar pembagian yang berisi jumlah uang
yang diterima dan yang dikeluarkan, termasuk didalamnya upah kurator, nama-nama
akan dilakukan terhadap tagihan-tagihan itu atau bagian yang wajib diterimakan
kepada kreditur.
adalah:56
Pengawas.
dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang wajib diberikan kepada
Kreditur.
56
Edward Manik, Op Cit. hlm. 172.
63
gadai, jaminan fidusia atau hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas
secara sendiri-sendiri.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rincian penerimaan dan pengeluaran
termasuk didalamnya upah kurator, nama kredior, jumlah yang dicocokkan dari tiap-
tiap piutang, dan bagian yang wajib ditrimakan kepada kreditur. Sementara itu, Pasal
189 ayat (3) UUKPKPU menentukan bahwa besarnya bagian dari masing-masing
kreditur konkuren ditentukan oleh hakim pengawas. Tentu saja penentuan tersebut
harus dilakukan oleh hakim pengawas sesuai dengan ketentuan Pasal 1132
jaminan tersebut.
Bila jumlah hasil penjualan benda kurang dari seluruh tagihan para kreditur
preferen tersebut, maka untuk kekurangannya kreditur preferen tersebut harus diberi
presentase seperti halnya kepada para kreditur konkuren. Demikian menurut Pasal
189 ayat (5). Dengan kata lain, setelah kreditur preferen tersebut telah memperoleh
pelunasan atas tagihannya dari hasil penjualan benda tersebut ternyata masih terdapat
sisa tagihan yang belum lunas karena nilai atau harga jual benda tersebut tidak cukup
untuk dapat melunasi seluruh jumlah tagihannya, maka untuk sisa tagihan yang
belum lunas itu kreditur preferen itu masih berhak memperoleh bagian dari harta
pailit debitur yang tidak dibebani dengan hak istimewa atau hak jaminan namun
dimaksud dalam Pasal 190 UUKPKPU, kreditur yang piutangnya diterima dengan
bersyarat maka besarnya jumlah bagian kreditur tersebut dalam daftar pembagian
berdasarkan presentase dari jumlah seluruh piutang. Dalam prakteknya bahwa hal ini
sering menimbulkan pembagian yang tidak adil khususnya bagi kreditur konkuren,
mengingat sisa dari aset yang dibagikan umumnya tidak begitu besar dan telah
65
Daftar pembagian tersebut dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali dengan
kreditur selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu
daftar tersebut disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam surat kabar harian
pembagian harta berdasarkan urutannya (tanpa ada kreditur separatis dan kreditur
lain yang dapat muncul diluar putusan ini) yaitu sebagai berikut:
paling tinggi, tetapi dibawah posisi utang dengan hak jaminan (kreditur
diatur dalam Pasal 18 ayat (5) UUKPKPU. Cara pemotongan dari ongkos-
ongkos kepailitan ini dibebankan kepada setiap benda yang merupakan bagian
harta pailit (Pasal 191 UUKPKPU). Karena itu, dilihat terlebih dahulu
Untuk fee kurator sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan
Jasa Bagi Kurator dan Pengurus besaran tarif bagi kurator ini diatur dalam
Pasal 2
dihitung dari presentase nilai utang yang harus dibayar oleh Debitur.
Catatan: dalam lampiran peraturan ini dijelaskan pula jika nilai utang
presentasenya 5% (lima per seratus) dan jika nilai utang lebih tinggi lagi
peraturan ini.
5
×50.000 .000 .000 = 2.500.000.000
100
utang.
Catatan: dalam lampiran peraturan ini dijelaskan pula jika nilai utang
presentasenya 8% (delapan per seratus) dan jika nilai utang lebih tinggi
67
8
×50.000 .000 .000 = 4.000.000.000
100
(3) Besarnya Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
(4) Tarif jam kerja terpakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling
tidak boleh melebihi nilai presentase tertentu dari nilai harta pailit.
Imbalan kurator ditentukan pada saat rapat kreditur dan juga perlu
kurator yang semua itu diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator
dan Pengurus. Selain fee kurator bisa juga ada tagihan lain seperti akuntan,
Negara terkait utang pajak yang diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) UU
pajak dilunasi". Diketahui bahwa tagihan dari Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai sebesar Rp2.860.413.000,00 (dua miliar delapan ratus enam puluh juta
empat ratus tiga belas ribu rupiah) yang telah diajukan kepada Tim Kurator,
Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau likuidasi, maka
kreditur, likuidator atau orang, atau badan yang ditugasi untuk melakukan
Pajak, kurator dilarang membagikan harta wajib pajak, tetapi larangan ini
tidak berlaku jika kurator membayar biaya pailit (karena pembayarannya tidak
terelakkan) dan juga tidak berlaku terhadap utang harta pailit lainnya.
Posisi tagihan pajak atau hutang pajak ini diatur dalam Pasal 21 ayat
PPSP diatur bahwa hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak
Selain itu ditegaskan juga adanya hak mendahului dari Kas Negara
dan lain-lain badan umum yang dibentuk pemerintah diatur dalam Pasal 1137
“Hak dari Kas Negara, Kantor lelang dan lain-lain badan umum yang
dibentuk oleh Pemerintah untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan
hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam
berbagai undang-undang khusus yang mengatur mengenai hal-hal itu.
Hal-hal yang sama mengenai persatuan-persatuan atau perkumpulan-
perkumpulan yang berhak atau kemudian akan mendapat hak untuk
memungut bea, diatur dalam peraturan-peraturan yang sudah ada atau
diadakan tentang hal itu.”
70
secara pro rata (sebanding) dan jumlah tagihan yang diakui. Jumlah total
uang yang telah dibayarkan dan telah diterima oleh Direksi PT Eurogate
(empat miliar seratus lima puluh juta rupiah) sedangkan pihak PT Eurogat
menerima sebesar Rp2.700.000,00 (dua miliar tujuh ratus juta rupiah), yang
yang telah dicantumkan diatas, dan barang tersebut telah dimasukkan pada
Perbedaan pengakuan oleh kreditur dan debitur atas suatu utang ini
disertai dengan surat bukti atau salinannya, dan suatu pernyataan ada atau
tidaknya kreditur mempunyai suatu hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau hak untuk
Pasal 116 ayat (1) dan ayat (2) UUKPKPU dalam hal pembuktian ini peran
71
kreditur dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitur
penagihan yang diterima. Selain itu kurator berhak meminta kepada kreditur
catatan dan surat bukti asli. Dengan begitu akan diketahui seberapa besar
PT Mars Bintang Timor memiliki bukti atas utang itu kurator dapat
untuk pembagiannya yaitu dari tagihan-tagihan yang muncul dan perhitungan untuk
ongkos-ongkos kepailitan (hanya fee kurator saja dan belum ongkos kepailitan lain
yang dapat muncul dari proses kepailitan itu sendiri). Dihitung dalam hal berakhirnya
kepailitan pada tahap pemberesan fee kurator presentasenya 8% (delapan per seratus)
dari nilai utang yang kurang dari Rp50.000.000.000;- (lima puluh miliar rupiah,
diketahui nilai utang dalam putusan ini yaitu Rp2.860.413.000,00 (dua miliar delapan
ratus enam puluh juta empat ratus tiga belas ribu rupiah) ditambah utang kepada
kreditur konkuren (PT Mars Bintang Timor) jika yang diakui dalam pencocokkan
Rp4.150.000.000,00 (empat miliar seratus lima puluh juta rupiah), dengan demikian
perhitungannya yaitu:
8
×7.010 .413 .000= 560.833.040
100
Jadi fee kurator jika nilai utang PT Eurogat Indonesia seperti perhitungan
tersebut yaitu sebesar Rp560.833.040,00 (lima ratus enam puluh juta delapan ratus
tiga puluh tiga ribu empat puluh rupiah). Catatan bahwa nilai ini belum dengan
kreditur lain yang mungkin muncul di luar putusan ini, perhitungannya hanya ongkos
fee kurator belum lagi jka ada ongkos lain yang mungkin muncul dalam kepailitan
dan perhitungannya akan berbeda sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi
debitur yang nantinya akan jadi patokan, jumlah nilai aset debitur yang akan
berpengaruh pada pembagian kepada setiap para krediturnya seperti adanya kreditur
terkait utang pajak) dan setelah dibagikan pada kreditur yang didahulukan sisanya
baru akan dibagikan kepada kreditur konkuren (PT Mars Bintang Timor) secara pro
Selain kreditur preferen dan kreditur konkuren akan ada kreditur separatis
jika memang debitur memiliki utang yang dijamin dengan gadai, hipotek dan jaminan
lainnya. Kreditur separatis ini dapat mengeksekusi sendiri aset yang merupakan
73
kreditur separatis lebih tinggi dari ha-hak terdahulu lainnya, kecuali undang-undang
Pada prinsipnya aset baru dibagi-bagi kepada kreditur setelah seluruh aset
debitur terjual dan menjadi cash, yakni apabila cash (uang tunai) sudah cukup tesedia
membagi hasil penjualan harta pailit yang sudah ada terlebih dahulu secara
proporsional asalkan hal tersebut dipandang baik oleh kurator. Dalam hal telah
tersedianya cukup uang tunai, apabila kurator belum juga melakukan pembayaran
pembagian, dapat diberikan pembayaran suatu jumlah yang diambil lebih dahulu dari
uang yang masih ada, seimbang dengan apa yang telah diterima oleh kreditur lain
yang diakui. Dalam hal kreditur mempunyai hak untuk didahulukan, mereka
kehilangan hak tersebut terhadap hasil penjualan benda yang bersangkutan, apabila
hasil tersebut dalam suatu daftar pembagian yang lebih dahulu telah diperuntukkan
Menurut Pasal 198 ayat (1) UUKPKPU, tidak diberikan pembagian yang
diperuntukkan bagi kreditur yang piutangnya diakui sementara, selama belum ada
putusan mengenai piutangnya yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
74
adanya putusan yang pasti berdasarkan putusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan tetap, tidak akan menerima pembagian dari harta pailit selama putusan
hakim yang telah berkekuatan hukum tetap itu belum ada. Dalam hal kreditur terbukti
(menurut putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap) tidak
mempunyai piutang apapun atau piutangnya kurang (lebih kecil) dari uang yang
yang semula diperuntukkan baginya itu, baik seluruh ataupun sebagian, menjadi
keuntungan (diberikan kepada) kreditur lainnya, demikian menurut Pasal 198 ayat (2)
UUKPKPU. Berapa besar pitang yang hakim yang telah berkekuatan hukum tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (1) tersebut. Dengan demikian
pembagian hasil penjualan harta pailit, dilakukan berdasarkan urutan prioritas dimana
kreditur yang kedudukannya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih dulu dari
kreditur lain yang kedudukannya lebih rendah dan antara kreditur yang memiliki
maka kepailitan akan berakhir, kurator akan mengusulkan agar kepailitan tersebut
dicabut kembali. Usulan oleh kurator ini diatur dalam Pasal 18 UUKPKPU.
Keputusan mencabut kepailitan ini dibuat dalam bentuk ketetapan hakim dan
diputuskan dalam siding yang terbuka untuk umum. Jika kepailitan dibayar lunas,
maka kepailitanpun berakhir, ini diatur dalam Pasal 202 ayat (1) UUKPKPU.
75
debitur mengenai piutang yang belum dibayar, Pasal 204 UUKPKPU. Dengan
utang-utang debitur pada kreditur-krediturnya maka debitur atau ahli warisnya berhak
rehabilitasi ini harus diumumkan paling sedikit dalam 2 surat kabar, dan dalam
jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah permohonan rehabilitasi kreditur dapat
mengajukan keberatan karena adanya utang yang belum dibayarkan dan diajukan
jangka waktu 60 (enam puluh) hari tersebut, terlepas dari diajukan atau tidaknya
sidang yang terbuka untuk umum dan dicatat dalam daftar umum sebagaimana dalam
Pasal 20 UUKPKPU dan atas putusan tersebut tidak terbuka upaya hukum apapun.
Pasal 221.
BAB V
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan pada Bab IV atas pokok-
pencocokkan piutang yang bilamana dalam tahap ini tidak ada upaya
perdamaian atau perdamaian itu ditolak para kreditur dan atau diterima
tetapi ditolak hakim demi hukum harta pailit berada dalam keadaan
aset dan hasilnya dibagikan secara proporsional dalam bentuk uang tunai
76
77
dicocokkan.
kreditur ini kedudukannya lebih tinggi dari pada hak istimewa (kreditur
Kreditur dengan hak pari passu pro rata (diatur dalam Pasal 1132
B. SARAN
undang lain untuk dijelaskan kembali dalam UUKPKPU agar para kreditur
menurut penulis belum sempurna, masih ada yang diambil dari Undang-
kesulitan bagi para kurator untuk menentukan perhitungan jumlah harta yang
harus dibagikan kepada para krediturnya, untuk itu penulis menyarankan agar