BUSINESS LEGACY
A. Kepailitan
Istilah kepailitan secara etimologi, kepailitan berasal dari kata pailit. Istilah pailit
berasal dari bahasa Belanda disebut “Failliet” sebagai arti ganti yaitu sebagai
kata benda dan kata sifat sedangkan istilah pailit sendiri berasal dari Perancis
yang dikenal dengan istilah “Failliete” yang berarti pemogokkan atau emacetan
pembayaran. Demikian juga istilah bangkrut dan bankrupt, yang sama artinya
dengan istilah pailit berasal dari kata bahasa Italia banca rotta yang berarti
meja yang patah. Dalam abad ke-16 meja yang patah merupakan simbol atau
lambang bagi peminjam uang yang insolven.
Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitor untuk
kepentingan semua kreditornya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan
debitor oleh Kurator kepada semua Kreditor dengan memperhatikan hak-hak
mereka masing-masing. Melalui sita jaminan tersebut dihindari dan diakhiri sita
dan eksekusi oleh para Kreditor secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, para
kreditor harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorium) sesuai
dengan asas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Sita
umum tersebut juga mencakup kekayaan debitor yang berada di luar negeri,
sekalipun dalam pelaksanaannya dianut asas teritorialitas sehubungan dengan
prinsip kedaulatan negara. Sehubungan dengan kepailitan perlu dikemukakan
di sini bahwa kepailitan hanya menyangkut kekayaan debitor, status pribadi
debitor tidak terpengaruh olehnya. Debitor tidak berada di bawah pengampuan
(curatele).
1/19
1. Sumber Hukum Kepailitan
1. KUHPerdata Pasal 1131, Pasal 1132, Pasal 1133 dan Pasal 1134;
2/19
menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah
seorang kreditor atau debitor sendiri.
b. Pernyataan Pailit
3/19
tempo/waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditornya.
e. Paritas Creditorum
4/19
dan Ps.1132 KUHPerdata). Kendati demikian prinsip paritas creditorum
tidak berlaku terhadap kreditur yang mempunyai hak jaminan khusus
(Jaminan atas hak tanggungan, hipotik, maupun gadai) dan para
kreditur yang menikmati suatu hak prioritas menurut peraturan hukum
(seperti halnya pihak pajak yang berwenang atau para karyawan)
sebagai diatur Pasal 1133 KUHPerdata.
f. Penetapan
g. Actio Pauliana
5/19
h. Pencocokan Piutang (Verifikasi) dan Likuidasi.
Jika kreditur asal telah meninggal dunia, maka para pemegang hak
(waris) yang berhak harus menerangkan di bawah sumpah bahwa
mereka dengan itikad baik percaya bahwa piutang itu masih ada dan
belum dilunasi. Sumpah tersebut di atas dilakukan kreditur sendiri,
tapi juga dapat dilakukan oleh seorang wakil khusus dikuasakan untuk
itu, baik seketika dalam rapat tersebut maupun pada hari kemudian
yang ditentukan Hakim Pengawas. Kuasa untuk itu boleh diberikan di
bawah tangan atau berupa akte otentik
6/19
b. Piutang-piutang yang diakui dengan syarat, bahwa piutang tersebut
diakui kebenarannya oleh Kurator atau BHP (Balai Harta Peninggalan)
maupun kreditur, tetapi masih diperlukan syarat tambahan
d. Piutang yang tidak dapat ditetapkan apakah akan didapat suatu hak
dan pencocokan utang secara pro memori (Pasal 124 ayat 2 Undang-
Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran Utang).
Contohnya:
Dasar hukum bagi praktek ini dapat dilihat pada Pasal 98, yang menyatakan
bahwa dengan persetujuan hakim pengawas, kurator dapat, menjual
kekayaan harta kepailitan, sepanjang diperlukan untuk menutupi biaya
kepailitan atau Bila penahanan atas kekayaan harta kepailitan akan
menyebabkan kerusakan pada kekayaan kepailitan.
7/19
4. Syarat-Syarat Kepailitan
a. Adanya utang;
d. Adanya debitor;
e. Adanya kreditor:
3) Kreditor Konkuren;
a. Orang perorangan: pria dan wanita; menikah atau belum menikah. Jadi
pemohon adalah debitur perorangan yang telah menikah, maka
8/19
permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau
isterinya, kecuali tidak ada percampuran harta;
d. Harta warisan.
Dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 pada Pasal 222 ayat (2), bahwa
Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih., dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh
atau sebagian utang kepada Kreditor.
9/19
melanjutkan pembayaran utang yang sudah jatuh tempo, untuk memohon
penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan
rencana perdamaian yang meliputi tawaran pemayaran seluruh atau sebagian
utang kepada Kreditor.
Secara prinsip ada dua pola PKPU, yakni pertama, PKPU yang merupakan
tangkisan bagi Debitor terhadap permohonan kepailitan yang diajukan oleh
Kreditornya. Kedua, PKPU atas inisiatif sendiri Debitor yang memperkirakan
tidak mampu membayar utang-utang kepada kreditor.
Mengacu pada Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban pembayaran Utang, Debitor
dapat memohon ke Pengadilan Niaga untuk diterima penundaan kewajiban
pembayaran utang, apabila Debitor berada dalam keadaan tidak dapat atau
diperkirakan tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utang, dengan
maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditor.
10/19
a. Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada ketua Pengadilan
Niaga setempat, yang ditandatangani oleh debitur dan penasihat
hukumnya;
Dalam hal permohoan diajukan oleh Debitor, pengadilan dalam waktu paling
lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus
mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan
harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dan Hakim Pengadilan serta
mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus bersama dengan Debitor mengurus
harta Debitor. Sedangkan dalam hal permohonan diajukan oleh kreditor,
Pengadilan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal
didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang sementara danharus menunjuk
Hakim Pengawas dari hakim Pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih
pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor.
PKPU diatur dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang No.
37 Tahun 2004 tentang Kepailtan dan penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. PKPU berkaitan erat dengan ketidakmampuan membayar (insolvensi)
11/19
dari Debitor terhadap utang-utagnya kepada Kreditur, PKPU dapat diajukan
oleh:
a. Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau Debitor yang
tidak dapat atau memperkirakan tidak dapat melanjutkan membayar
utangutangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat
memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau
seluruhnya kepada Kreditor.
b. Kreditor, Kreditor yang dimaksud dalam hal ini adalah kreditor konkuren
atau kreditor preferen (kreditor yang didahulukan). Kreditor yang
memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat
memohon agar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih,
dapat memohon agar kepada Debitor diberi PKPU, untuk
memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.
12/19
bergerak di bidang kepentingan public, permohonan PKPU hanya
dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
PKPU dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: PKPU yang bersifat
sementara dan PKPU yang bersifat tetap.
Dalam Pasal 228 ayat (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, diberikan batasan
waktu yang cukup ketat mengenai jangka waktu PKPU dimana total jangka
waktu PKPU sementara dan PKPU tetap serta berikut perpanjangannya tidak
boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah PKPU sementara
diucapkan. Apabila jangka waktu PKPU sementara berakhir karena Kreditor
tidak menyetujui pemberian PKPU tetap atau perpanjangannya tidak
diberikan, tetapi sampai dengan batas waktu 270 hari terhitung sejak PKPU
sementara diucapkan, belum tercapai persetujuan terhadap rencana
perdamaian, maka pengurus pada hari berakhirnya waktu tersebut wajib
memberitahukan hal itu melalui Hakim Pengawas kepada pengadilan dan
Pengadilan demi hukum harus menyatakan Debitor pailit paling lambat pada
hari berikutnya. Pengurus wajib mengumumkan hal tersebut dalam surat
kabar harian dimana permohonan PKPU sementara sebelumnya diucapkan.
Mengacu pada Pasal 229 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
pemberian PKPU tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan
berdasarkan :
13/19
b. Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya
dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotk, atau
hak jaminan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau
kuasanya yang dalam sidang tersebut.
Ketentuan ini berlaku pula terhadap eksekusi dan sitaan yang telah dimulai
atas benda yang tidak dibebani, sekalipun eksekusi dan sitaan tersebut
berkenaan dengan tagihan Kreditor yang dijamin dengan Gadai, Jaminan
14/19
Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotek, Hak Jaminan atas Kebandaan Lainnya
atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan
tertentu berdasarkan undangundang.
Pasal 224 ayat (4), pasal 265 dan Pasal 266 Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban Pembayaran Utang dapat
diketahui bahwa rencana perdamaian dalam rangka PKPU dapat diajukan
pada saat-saat sebagai berikut:
15/19
utang dan rencana perdamaian pula disampaikan kepada Hakim pengawas
dan pengurus serta ahli apabila ada segera setelah rencana perdamaian.
Segera setelah Penitera menerima rencana perdamaian Pengadilan Niaga
atau Hakim Pengawas harus menentukan:
Jika perdamaian disetujui oleh para kreditor, sebagaimana dalam Pasal 281
perdamaian hanya dapat diterima apabila memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
16/19
b. Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya
dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, hak Tanggungan, Hipotik, atau
Hak Jaminan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh taguhan dari Kreditor
tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Setelah rencana perdamaian diterima oleh para Kreditor dan disahkan oleh
Pengadilan Niaga. Berdasarkan pada Pasal 228 Undang-Undang No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang dimana PKPU dinyatakan berakhir pada saat putusan tentang
pengesahan perdamaian dan memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagaimana dalam Pengurus wajib mengumumkan mengenai berakhirnya
PKPU tetap tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam paling
sedikit dua surat kabar harian.
a. Pencabutan PKPU.
b. Pengakhiran PKPU.
17/19
1) Debitor bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan
terhadap hartanya, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran
utang.
18/19
UndangUndang No. 3 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa PKPU dapat berakhir pada saat
putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan
pengurus wajib mengumumkan pengakhiran tersebut dalam Berita Negara
Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 227 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang.
19/19