Anda di halaman 1dari 100

KEPAILITAN DAN

PENUNDAAN
PEMBAYARAN
LATAR BELAKANG
 Pada prinsipnya, Pengaturan masalah kepailitan
merupakan suatu perwujudan dari pasal 1131 dan
pasal 1132 KUH Perdata.
 Pasal 1131 : Segala kebendaan si berutang, baik yang
bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perorangan.
 Pasal 1132: Kebendaan tersebut menjadi jaminan
bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan
padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu besar
kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di
antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah
untuk didahulukan.
 Jadi pada rumusan pasal 1131 KUH Perdata, menunjukan
bahwa setiap tindakan yang dilakukan seseorang dalam
lapangan harta menunjukan bahwa setiap tindakan yang
dilakukan seseorang dalam lapangan harta kekayaan
selalu akan membawa akibat terhadap harta
kekayaannya ,baik yang bersifat menambah jumlah harta
kekayaan (kredit), maupun yang nantinya akan mengurangi
jumlah harta kekyaaan (debit).

( Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 2-3.)


 Adapun pasal 1132 KUH Perdata menentukan
bahwa setiap pihak atau kreditor yang berhak atas
pemenuhan perikatan, haruslah mendapatkan
pemenuhan perikatan dari harta kekayaan pihak
yang berkewajban (debitur) tersebut secara:
- Pari passu, yaitu secara bersama-sama memperoleh
pelunasan, tanpa ada yang didahulukan
- Pro rata atau proporsional, yang dihitung
berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing
dibandingkan terhadap piutang mereka secara
keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan
debitur tersebut.

( Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 2-3.)


 Dengan begitu Undang-undang Kepailitan diperlukan
untuk :
1. Untuk menghindari perebutan harta debitor
apabila dalam waktu yang sama ada beberapa
kreditor yang menagih piutangnya dari debitor
2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang
hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya
dengan cara menjual barang milik debitor tanpa
memperhatikan kepentingan debitor atau para
kreditor lainnya
3. Untuk menghindari adanya kecurangan-
kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang
kreditor atau debitor sendiri, atau adanya perbuatan
curang dari debitor untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan
tanggung jawabnya terhadap para kreditor.
Hubungan antara hutang dengan
kepailitan dan penundaan pembayaran

 Pengertian Utang Menurut UUK-PKPU Pasal 1 angka 6


UUK-PKPU “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan
atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam
mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik
secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian
hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan
bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.”
 kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas.
 PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur
maupun kreditur dalam hal debitur atau kreditur menilai
debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi
melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah
jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar
tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada
kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak
perlu dipailitkan (lihat Pasal 22 UU Kepailitan Pasal 228
ayat [5] UU Kepailitan).
Sejarah kepailitan dan penundaan
pembayaran di negara lain dan Indonesia

 Dalam sejarah berlakunya peraturan kepailitan di


Indonesia, dapat dipilah menjadi 3 masa yakni: masa
sebelum Faillisement Verordening berlaku, masa
berlakunya Faililisements Verordening itu sendiri dan
masa berlakunya UU Kepailitan yang sekarang ini
1. Sebelum Berlakunya Faillisement Verordening
Sebelum Faillisement Verorodening ini berlaku hukum
kepailitan itu diatur dalam 2 tempat yaitu:

1. Wet Book Koophandel (WVK) buku ketiga yang berjudul


“Van de voorzieningen in geval van onvormogen van
kooplieden ( peraturan tentang ketidak mampuan
pedagang). Peraturan ini adalah peraturan kepailitan bagi
pedagang
2. Reglement op de Rechtsvoordering (RV), buku ketiga bab
ketujuh dengan judul “Van den staat von knneljk
onvermogen atau tentang keadaan nyata- nyata tidak
mampu. Akan tetapi ternayata dalam pelaksanaannya,
kedua aturan tersebut justru menimbulkan banyak kesulitan
antara lain adalah:
a. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam
pelaksanaannya
b. Biaya tinggi
c. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya
kepailitan
d. Perlu waktu yang cukup lama
Dengan begitu dibuatlah aturan baru yaitu Faillisement
Verordening, untuk menggantikan 2 peraturan kepailitan
tersebut.
 2. Masa berlakunya Faillisement Verordening
Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya
berlaku bagi golongan Eropa,golongan Cina, dan
golongan Timur Asing.Bagi golongan Indonesia asli
dapat saja menggunakan Faillisement Verordening ini
dengan cara melakukan penundukan diri.Dalam
masa ini untuk kepailitan berlaku Faillisement
Verordening 1950-217 yang berlaku bagi semua
orang yaitu baik bagi pedagang maupun bukan
pedagang, baik perseorangan maupun badan hukum.
Jalanya sejarah peraturan kepailitan di
Indonesia ini adalah sejalan dengan apa yang
terajadi di negara Belanda dengan melalui azas
kokordansi (pasal 131 IS), yakni dimulai dengan
berlakunya “code de commerce (tahun 1811-1838)
kemudian pada tahun 1893 diganti dengan Faillismentswet
1893 yang berlaku pada 1 September 1896.

3. Masa berlakunya Undang-undang Kepailitan No. tahun


1998
Pengaruh gejolak moneter yang terjadi di beberapa
negara di Asia termasuk di Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan
yang sangat besar terhadap perekonomian Nasional
terutama kemampuan dunia usaha dalam
mengembangkan usahanya.Terlebih lagi pengusaha
memiliki kewajiban memenuhi pembayaran mereka
kepada kreditur.Maka penyelesaian masalah utang
heruslah dilakukan secara cepat dan efektif.
Secara umum prosedur yang diatur dalam
Faillisement Verordening tersebut masih
baik.Namum karena selama ini jarang dimanfaatkan
mekanisme yang diatur didalamnya menjadi
semakin kurang teruji,beberapa infra struktur yang
mendukung mekanisme tersebut juga menjadi
kurang terlatih. Sementara seiring dengan
berjalannya waktu, kehidupan perekonomian
berlangsung pesat maka wajarlah bahkan sudah
semakin mendesak untuk menyediakan sarana
hukum yang memadai yakni yang cepat,
adil,terbuka dan efektif guna menyelesaikan utang
piutang perusahaan yang besar penyelesaiannya
terhadap kehidupan perekonomian Nasional.
Maka kemudian, dilaksanakanlah penyempurnaan
atas peraturan kepailitan atau Faillisement
Verordening melalui PERPU No.1 than 1998
tentang perubahan Undangundang tentang
kepailitan pada tanggal 22 April 1998 dan sebagai
konsekwensi lebih lanjut dari PERPU ini
ditingkatkan menjadi undang-undang Republik
Indonesia No.4 tahun 1998 tentang penetapan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang
kepailitan yang telah disahkan dan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 9 September tahun 1998
yang tertuang dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia (LRNI) tahun 1998 No.135.
Maka sejak tanggal Undang-undang tersebut
disahkan berlakulah UU kepailitan yang pada
prinsipnya isinya masih merupakan tambal sulam
saja dari aturan sebelumnya yaitu peraturan
kepailitan atau Faillisement Verordening.

( Hartini Rahayu, Hukum Kepailitan, (Malang: Bayu Media, 2003), hlm. 7-9.)
KREDITOR
Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan.Secara umum,terdapat 3 macam kreditor yang
dikenal dalam KUH Perdata, yaitu sebagai berikut:
a. Kreditor Konkuren
Kreditor Konkruen adalah para kreditor dengan hak
dari pari passu dan pro rata,artinya para kreditor
secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa
ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan
pada besarnya piuttang masing-masing dibandingkan
terhadap piutang mereka secara keseluruhan terhadap
seluruh harta kekayaan debitur tersebut.Dengan
demikian, para kreditor konkuren mempunyai
kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta
debitur tanpa ada yang didahulukan.
b. Kreditor Preferen
(yang diistimewakan) yaitu kreditor yang oleh
undang-undang,sematamata karena sifat
piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih
dahulu.Kreditor preferen merupakan kreditor yang
mempunyai hak istimewah, yaitu suatu hak yang
oleh undang-undang diberikan kepada seorang
berpiutang sehingga tingkatnnya lebih tinggi
daripada orang berpiutang lainnya,semata-mata
berdasarkan sifat piutangnya(pasal 1134 KUH
Perdata).
Menurut pasal 1139 piutang-piutang yang diistemawakan
terhadap benda-benda tertentu antara lain:
1.Biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan
barang bergerak atau barang tak bergerak sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan
atau penguasaan. Biaya ini dibayar dengan hasil penjualan
barang tersebut, lebih dahulu daripada segala utang lain
yang mempunyai hak didahulukan, bahkan lebih dahulu
daripada gadai hipotek;
2.uang sewa barang tetap, biaya perbaikan yang menjadi
kewajiban penyewa serta segala sesuatu yang
berhubungan dengan pemenuhan perjanjian sewa
penyewa itu ;
3.harga pembelian benda-benda bergerak yang belum
dibayar;
4.biaya untuk menyelamatkan suatu barang;
5.biaya pengerjaan suatu barang yang masih harus dibayar
kepada pekerjanya;
6. apa yang diserahkan kepada seorang tamu rumah
penginapan oleh pengusaha rumah penginapan sebagai
pengusaha rumah penginapan;
7.upah pengangkutan dan biaya tambahan lain;
8.apa yang masih harus dibayar kepada seorang tukang batu,
tukang kayu dan tukang lain karena pembangunan,
penambahan dan perbaikan barangbarang tak bergerak,
asalkan piutang itu tidak lebih lama dari tiga tahun, dan hak
milik atas persil yang bersangkutan masih tetap ada pada si
debitur;
9.penggantian dan pembayaran yang dipikul oleh pegawai
yang memangku jabatan umum karena kelalaian,
kesalahan, pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan
dalam melaksanakan tugasnya.
Adapun pasal 1149 KUH Perdata menentukan bahwa
piutang-piutang yang diistimewakan atas semua benda
bergerak dan tidak bergerak pada umumnya yaitu sebagai
berikut:
1. biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan
barang sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan
mengenai pemilikan atau penguasaan, dan penyelamatan
harta benda; ini didahulukan daripada gadai dan hipotek;
2. biaya penguburan, tanpa mengurangi wewenang Hakim
untuk menguranginya, bila biaya itu berlebihan;
3. segala biaya pengobatan terakhir;
4. upah para buruh dari tahun yang lampau dan apa yang
masih harus dibayar untuk tahun berjalan, serta jumlah
kenaikan upah menurut Pasal 160 : jumlah pengeluaran
buruh yang dikeluarkan/dilakukan untuk majikan; jumlah
yang masih harus dibayar oleh majikan kepada buruh
berdasarkan Pasal 1602 v alinea keempat Kitab Undang-
undang Hukum Perdata ini atau Pasal 7 ayat (3)
"Peraturan Perburuhan Di Perusahaan Perkebunan"; jumlah
yang masih harus dibayar oleh majikan pada akhir
hubungan kerja berdasarkan Pasal 1603 s bis kepada
buruh; jumlah yang masih harus dibayar majikan kepada
keluarga seorang buruh karena kematian buruh tersebut
berdasarkan Pasal 13 ayat (4) "Peraturan Perburuhan Di
Perusahaan Perkebunan"; apa yang berdasarkan "Peraturan
Kecelakaan 1939" atau "Peraturan Kecelakaan Anak Buah
Kapal 1940" masih harus dibayar kepada buruh atau anak
buah kapal itu atau ahli waris mereka beserta tagihan utang
berdasarkan "Peraturan tentang Pemulangan Buruh yang
diterima atau dikerahkan di Luar Negeri";
5. piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan, yang
dilakukan kepada debitur dan keluarganya selama enam
bulan terakhir;
6. piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun
terakhir;
7. piutang anak-anak yang masih di bawah umur atau dalam
pengampuan wali atau pengampuan mereka berkenaan
dengan pengurusan mereka

C. Kreditor Separatis
Yaitu kreditor pemegang hak jaminan kebendaan in rem,
yang dalam KUH Perdata disebut dengan nama gadai dan
hipotek.Pada saat ini system hukum jaminan di Indonesia
mengenal 4 macam jaminan,antara lain:
• Hipotek
Hipotek diatur dalam pasal 1162-1232 bab XXI KUH
Perdata,yang pada saat ini hanya diberlakukan untuk kapal
laut yang berukuran minimal 20m^3 dan sudah terdaftar di
Syahbandar serta pesawat terbang.
 “Terhadapkapal-kapaldemikian yang terdaftar di Syahbandar,
olehpasal 31 KUHD
selanjutnyadiperlakukansebagaikebendaann yang
tidakbergerak, danolehsebabitu pula peminjaman yang
dapatdiletakkandiatasnya pun
hanyadalambentukhipotek.Adapunbagikapal-kapal yang
tidakterdaftardianggapsebagaikebendaan yang
bergerak,yangterhadapnyaberlakuketentuanpasal 1977 KUH
Perdata yang berlakubagibenda-bendabergerak yang
tidakberupabungamaupunpiutang yang
tidakharusdibayarkepadapembawa.Dengandemikian,
berartiterhadapkapallautdenganukurankurangdari 20isikotor
yang tidakdidaftarkandapatdigadaikan.
• Gadai
Gadaidiaturdalampasal 1150- 1160 bab XX KUH Perdata
yang diberlakukanterhadapbenda-bendabergerak.Dalam
system jaminangadai,seorangpemberigadai (debitur)
wajibmelepaskanpenguasaanatasbenda yang
• Hak Tanggungan
Hak tanggungan diatur dalam Undang- undang No.4 tahun
1996 tentang hak taggungan atas tanah beserta benda-
benda yang berkaitan dengann tana, yang merupakan
jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan
yang melekat di atas tanah.
• Fidusia
Hak Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 Tahun 1999
tentang jaminan Fidusia, yang objek jaminannya berupa
benda-benda yang tidak dapat dijaminkan dengan
gadai,hipotek,dan hak tanggungan.

( Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 5-13)


PENGERTIAN PAILIT
Kepailitan secara etimologis berasal dari kata “pailit” . Istilah pailit berasal
dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda sebagai kata
benda dan sebagai kata sifat. Istilah Faiyit sendiri berasal dari bahasa
Perancis yaitu Faillite yang berarti pemogokan atau kemacetan
pembayaran.7 Pada negara yang berbahasa Inggris pailit dan kepailitan
menggunakan istilah bankrupt dan bankruptcy. Pailit adalah suatu
keadaan dimana seorang Debitor tidak membayar utang-utangnya yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih..Dalam pasal 1 butir 1 UU No. 37
tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
utang mendefinisikan utang sebagai berikut:”kepailitan adalah sita umum
atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas”

( Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 1-2)


DASAR HUKUM KEPAILITAN
Semula lembaga hukum kepailitan diatur Undang-undang
tentang kepailitan dalam Faillssement Verordening Staatsblad
1950:217 Juncto Staatsblad 1960:348. Perkembangan
perekonomian dan perdagangan serta pengaruh
Golbalisasi,serta modal yang dimiliki oleh para pengusaha
umumnya berupa pinjaman yang berasal dari berbagai
sumber, Undang-undang tersebut telah menimbulkan banyak
kesulitan dalam penyelesaian utang piutang. Penyelesaian
utang-piutang juga bertambah rumit sejak terjadinya berbagai
krisis keuangan yang merembet secara global dan
memberikan pengaruh tidak menguntungkan terhadap
perekonomian nasional. Kondisi tidak menguntungkan ini
telah menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha
dalam menyelesaikan utang- piutang untuk meneruskan
kegiatannya.
Undang-undang tentang kepailitan (Faillssement
Verordening Staatsblad 1950:217 Juncto Staatsblad
1960:348), sebab itu telah diubah dengan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (PERPU) Nomor 1
Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang
tentang kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi
undang-undang berdasarkan undang-undang nomor 4
Tahun 1998.
Perubahan tersebut juga ternyata belum memenuhi
perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat,
sehingga pada tahun 2004 pemerintah mempernaikinya lagi
dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
kepailitan dan penundaan kewajiban permbayaran utang
(Undang-undang kepailitan dan KPU), dan juga adapun BW
seccara umum khususnya pasal 1131 dengan 1134.
PIHAK DALAM KEPAILITAN
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (biasa disebut “UU Kepailitan“),
Kepailitan adalah Sita umum atas semua kekayaan Debitur
Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas.
Jika melihat definisi tersebut maka terdapat beberapa pihak
yang terlibat dalam suatu proses Kepailitan, yaitu Kreditor,
Debitor, Debitor Pailit, Kurator dan Hakim Pengawas.
1. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di
muka pengadilan.
2. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena
perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannya dapat
ditagih di muka pengadilan.
3. Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit
dengan Putusan Pengadilan.
4. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang
Perorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk
mengurus dan membereskan harta Debitur Pailit di
bawah pengawasan Hakim Pengawas.
TUJUAN HUKUM KEPAILITAN
Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian
antara para kreditor atas kekayaan debitur oleh kurator.
Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan
terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama
sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua
kreditor sesuai dengan hak masingmasing. Lembaga
kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang
memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur
dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar.
Tujuan dari Undang-Undang kepailitan adalah untuk
meningkatkan upaya pengembalian kekayaan, memberikan
perlakukan baik yang seimbang antara kreditor dan yang
dapat diperkirakan sebelumnya kepada kreditor serta
memberikan kesempatan yang praktis untuk reorganisasi
perusahaan yang masih dapat ditolong, pelayanan bagi
kepentingan sosial, untuk memenuhi baik kepentingan
kurator, maupun debitur dan lain-lain. Dalam UU Kepailitan
disamping diatur masalah kepailitan, juga diatur masalah
penundaan pembayaran. Beberapa karakteristik khusus dari
UU kepailitan mencakup: kepailitan sebagai sitaan secara
umum menurut hukum, perlakuan yang sama terhadap
kreditor tanpa ada deskriminasi, hak yang sama dari para
kreditor 17 kecuali terhadap kreditor yang mempunyai hak
jaminan atau memiliki prioritas.
ASAS-ASAS KEPAILITAN
Lembaga kepailitan merupakan lembaga huukum yang
mempunyai fungsi penting,sebagai realisasi dari dua pasal
penting dalam KUH Perdata yakni pasal 1131 dan 1132
mengenai tanggng jawab debitur terhadap hutang-
hutangnya.
Menurut pasal 1131: Segala kebendaan si berutang, baik
yyang bergerak maupun yyang tak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru aka nada dikemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan.
Menurut pasal 1132 : Kebendaan tersebut menjadi jaminan
bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan
padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-
bagi menurut keseimbangan, yaitu besar kecilnya piutang
masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang
itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Kedua pasal tersebut memberikan jaminan kepastian kepada
kreditur bahwa kewajiban debitur akan tetap dipenuhi dengan
jaminan darri kekayaan debitur baik yang sudah ada maupun
yang masih aka nada dikemudian hari.Pasal 1131 dan 1132
KUHD ini merupakan perwujudan adanya asas jaminan
kepastian pembayaran atas transaksi yang telah diadakan.

Jadi pada dasarnya, asas yang terkandung di dalam pasal


1131 dan 1132 KUH Perdata ini adalah bahwa undang-undang
mengatur tentang hak menagih bagi kreditur atau kreditur-
krediturnya terhadap transaksinya dengan debitur.Dengan
demikian pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata merupakan dasar
hukum dari kepailitan.

( Hartini Rahayu, Hukum Kepailitan, (Malang: Bayu Media, 2003), hlm. 10-11.)
PIHAK YANG DAPAT DINYATAKAN PAILIT
Untuk dapat dinyatakan pailit, seorang debitur harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
A. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur
Syarat bahwa debitur harus mempunyai minimal dua
kreditor, Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa
hukum kepailitan merupakan realisasi dari pasal 1132
KUH Perdata.Dengan adanya pranata hukum
kepeilitan,diharapkan pelunasan hutang debitur kepada
Kreditor-kreditor (lebih dari satu kreditor) dapat
dilakukan secara seimbang dan adil.
B. Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih
Syarat bahwa utang harus telah jatuh waktu dan dapat
ditagih menunjukan bahwa kreditor sudah mempunyai
hak untuk menuntut debitur untuk memenuhi
prestasinya.
Dengan demekian jelas bahwa hutang yang lahirr
dari perikatan alamiah tidak dapat dimajukan untuk
permohonan pernyataan pailit.

C. Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan


seorang atau lebih krediturrnya

( Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 5-11.)


PIHAK YANG MENGAJUKAN KEPAILITAN
Syarat pemohon pailit,sesuai dengan ketentuan pasal 2 UU
Kepailitan, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit
adalah sebagai berikut:
A.Debitur sendiri (pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan)
Undang-undang memungkinkan seorang debitur untuk
mengajukan permohonan pernyataan pailit atas dirinya
sendiri.Jika debitur masih terikat dalam pernikahan yang
sah, permohonannya hanya dapat diajukan atas
persetujuan suami atau istri yang menjadi pasangannya
(pasal 4 ayat 1 UU Kepailitan).
B.Seorang Kreditor atau lebih (pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan)
Sesuai dengan penjelasan pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan,
kreditor yang dapat menajukan permohonan pailit terhadap
debiturnya adalah kreditor konkuren,kreditor preferen,
ataupun kreditor separatis.
C.Kejaksaan (pasal 2 ayat 2 UU Kepailitan)
Permohonan pailit terhadap debitur juga dapat diajukan oleh
kejaksaan demi kepentingan umum.Pengertian kepentingan
umum adalah kepentingan bangsa dan negara atau
kepentingan masyarakat luas,misalnya:
1.Debitur melarikan diri
2.Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan
3.Debiturr memiliki utang kepada BUMN
4.Debitur tidak beriktikad baik atau tidak kooperatif dalam
menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh
waktu; atau
5.Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan
kepentingan umum.
Kemudian pasal 2 ayat 2PP No.17 Tahun 2000 tersebut
menyatakan bahwa kejaksaan dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit dengan alas an kepentingan
umum, apabila:
a.Debitur mempunyai dua atau lebih kreditor dan
tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih
b.Tidak ada pihak yang mengajukan permohonan
peryataan pailit
D. Bank Indonesia (pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan)
Permohonan pailit terhadap bank hanya dapat diajukan
oleh Bank Indonesia berdasarkan penilaian kondisi
keuangan dan kondisi perbankan secara
keseluruhan.Bank Indonesia diatur dalam Undang-
undang nomor 3 Tahun 2004.
Tujuan bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah dengan cara melaksanakan kebijakan
moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan
harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di
bidang Perekonomian (pasal 7 ayat 1 dan 2 UU BI).
Untuk mencapai tujuan tersebut, BI mempunyai tugas
(pasal 8 UU BI) antara lain:
1.Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
2.Mengatur dan menjaga kelancaran system
pembayaran
3.Mengatur dan mengawasi Bank

E. Badan pengawas pasar modal (Bapepam) (pasal 2 ayat 4


UU Kepailitan)
Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan
efek,bursa efek, lembaga kliring dan peminjaman,lembaga
penyimpanan dan penyelesaian,hanya dapat diajukan oleh
Bapepam.
Menurut pasal 3 ayat 1 UUPM menyatakan bahwa
pembinaan, pengaturran,dan pengawasan sehari-hari
kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas
Pasar Modal yang disebut Bapepam.

F. Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat 5 UU Kepailitan)


Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan
Asuransi,perusahaan reasuransi, dan pensiun,atau
BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik
hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan, dengan
maksud untuk membangun tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap usaha-usaha tersebut.

( Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 12-22.)


PERNYATAAN PERMOHONAN PAIILIT TERHADAP
PERSEKUTUAN YANG TIDAK BERBADAN HUKUM
1. Persekutuan Firma
Persekutuan Firma diatur dalam pasal 16-35
KUHD.Menurut pasal 16 KUHD definisi dari firma sebagai
berikut: “Persekutuan firma adalah tiap-tiap persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan
di bawah satu nama bersama”.
Pasal 18 KUHD menyatakan bahwa dalam persekutuan
firma adalah tiap-tiap sekutu secara tanggung meni bahwa
tanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala
perikatan diri persekutuan.Dari pasal 12788 dan pasal 1280
KUH Perdata, dapat diketahui terdapat 2 macam perikatan
tanggung menanggung (tanggung renteng) antara lain:
1. Tanggung menanggung yang bersifat aktif
2. Tanggung menangnggung yang bersifat pasif
2. Persekutuan Komanditer (CV)
CV diatur dalam pasal 19- 21 KUD.Dalam pasal 19 KUHD pengertian
firma sebagai berikut: “ Persekutuan secara melepas uang yang juga
dinamakan persekutuan komanditer,didirikan antara satu orang atau
beberapa sekutu yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab
untuk seluruhnya pada pihak satu, dan orang atau lebih sebagai pelepas
uang pada pihak lain”.
Dari bunyi pasal 19 KUHD tersebut, dapat diketahui bahwa pada
dasarnya persekutuan komanditer juga merupakan suatu persekutuan
firma yang mana didalamnya terdapat sekutu pelepas uang.Dalam
persekutuan komanditer terdapat 2 macam sekutu yaitu sekutu firma dan
sekutu kkomanditer.Sekutu komanditer hanya bertanggung jawab artas
sejumlah uang yang telah dimasukkannya kedalam persekutuan (Pasal 20
KUHD). Dengan demikian sekutu komanditer tidak diperbolehkan unyuk
melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama CV
dan sekutu komanditer tersebut hanya bertanggung jawab sebatas
sejumlah uang yang telah dimasukkannya ke dalam persekutuan.
Pada dasarnya bahwa baik Fa maupun CV merupakan
suatu persekutuan yang memiliki harta kekayaan
persekutuan yang tidak dipisahkan dari harta kekayaan
pribadi sekutu.Hal ini merupakan tanda bahwa Fa maupun
CV merupakan suatu persekutuan yang tidak berbadan
hukum,dalam arti Fa maupun CV bukanlah suatu Subjek
hukum.Dengan demikian ,Fa maupun CV tidak memiliki
kecakapan maupun kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum untuk dan atas nama CV.Sehubungan
bahwa Fa maupun CV bukanlah suatu badan hukum(subjek
hukum) maka mengakibatkan Fa maupun CV tidak memiliki
kapasitas untuk dijatuhkan pailit.Hal ini karena yang dapat
dipailitkan adalah hanya subjek hukum,baik pribadi kodrati
atau personalijke maupun badan hhukum atau
rechtpersoon.
SYARAT PERNYATAAN PAILIT
menurut pasal 2 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan
adalah:
1. ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang
yang dapat ditagih di muka pengadilan "Kreditor" di sini
mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun
kreditor preferen;
2. ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Artinya adalah kewajiban untuk membayar utang yang
telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena
percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh
instansi yang berwenang, maupun karena putusan
pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase
3. kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan
adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih)
dapat dibuktikan secara sederhana.

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan


Pengadilan Niaga apabila ketiga persyaratan tersebut di
atas terpenuhi. Namun, apabila salah satu persyaratan di
atas tidak terpenuhi maka permohonan pernyataan pailit
akan ditolak.
PROSEDUR PENGAJUAN PAILIT
Untuk mengajukan permohonan pengajuan pailit, pengadilan yang
berwenang adalah Pengadilan Niaga dalam lingkup Peradilan Umum.

Prosedur permohonal pailit dalam Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004


tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Kepailitan (“UU
37/2004”) adalah sebagai berikut:

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan


melalui Panitera. (Pasal 6 ayat 2).
2. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua
Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan, pengadilan menetapkan hari sidang.
3. Sidang pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (pasal 6).
PROSEDUR PENGAJUAN PAILIT
4. Pengadilan wajib memanggil Debitor jika permohonan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan,
Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8).
5. Pengadilan dapat memanggil Kreditor jika pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat
keraguan bahwa persyaratan pailit telah dipenuhi (Pasal 8).

6. Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lama 7 hari
sebelum persidangan pertama diselenggarakan (Pasal 8 ayat 2).

7. Putusan Pengadilan atas permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta terbukti
bahwa persyaratan pailit telah terpenuhi dan putusan tersebut harus diucapkan paling lambat 60
(enam puluh) hari setelah didaftarkan (Pasal 8).
8. Putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut harus memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut berikut pendapat dari majelis hakim dan
harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, sekalipun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum (Pasal 8 ayat 7).
UPAYA HUKUM TERHADAP
PAILIT
• Upaya Hukum yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk
Kasasi ( Pasal 11 UU Kepailitan dan PKPU)

• Tidak dikenal Upaya Banding dalam Kepailitan

• Putusan atas Permohonan Pailit yang telah inkracht


dapat diajukan melalui Peninjauan kembali (PK) kepada
Mahkamah Agung
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN
Akibat hukum yang diakibatkan dengan adanya putusan pernyataan pailit
oleh pengadilan niaga diantaranya sebagai berikut:

 Berlakunya Sita Umum atas Seluruh Harta Debitor


Kepailitan terhadap debitor merupakan peletakkan sitaan umum terhadap
seluruh aset debitor. Karena apabila terdapat sitaan-sitaan lain terhadap
aset yang dimiliki oleh kreditor, maka harus dianggap gugur demi hukum.
Sitaan umum berlaku terhadap seluruh harta debitor, yakni harta yang telah
ada saat adanya pernyataan pailit dan harta yang diperoleh debitor selama
berada dalam keadaan pailit tersebut.

Debitor pailit tidak lagi memiliki hak atas harta kekayaannya sampai dengan
pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator selesai. Debitor pailit
demi hukum akan kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai
kekayaannya yang termasuk ke dalam aset pailit sejak diucapkannya
putusan pernyataan pailit.
PENGURUSAN HARTA PAILIT
 Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan)
khusunya dalam Pasal 26 Ayat (1) dikatakan, tuntutan mengenai
hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan
oleh atau terhadap kurator.

 Dalam UU Kepailitan jelas disebutkan, bahwa yang dimaksud


dengan Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang
perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan
membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini (Pasal 1 Angka 5).
Artinya, Balai Harta Peninggalan atau kurator lain yang ditunjuk
pengadilan, yang akan melaksanakan tugasnya di bawah
pengawasan hakim pengawas yang telah ditetapkan pengadilan.
TUGAS KURATOR
1. Tugas Administratif
Dalam kapasitas administratif-nya, kurator bertugas untuk
mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan,
misalnya melakukan pengumuman (Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan
dan PKPU); mengundang rapat-rapat kreditur (Pasal 82 UU Kepailitan
dan PKPU); mengamankan harta kekayaan debitur pailit (Pasal 98 UU
Kepailitan dan PKPU); melakukan inventarisasi harta pailit (Pasal 100
ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU); serta membuat laporan rutin
kepada hakim pengawas (Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

Dalam menjalankan kapasitas administratifnya, kurator memiliki


kewenangan untuk melakukan penyegelan, bila perlu (Pasal 99 ayat
(1) UUKepailitan).
Sutan Remy Sjahdeini. 2016. Sejarah, Asas,
dan Teori Hukum Kepailitan. Jakarta:
2. Tugas Mengurus/Mengelola Harta Pailit
Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 UU Kepailitan dan PKPU, sejak
putusan pailit diucapkan semua wewenang debitur untuk menguasai
dan mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai
pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan debitur dari bank
yang bersangkutan beralih kepada kurator.[10]

3. Tugas Melakukan Penjualan-Pemberesan


Tugas yang paling utama bagi kurator adalah melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal
putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan
kasasi atau peninjauan kembali.[11] Maksudnya pemberesan di sini
adalah penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang.[12]

Sutan Remy Sjahdeini. 2016. Sejarah, Asas, dan Teori Hukum


Kepailitan. Jakarta:
RAPAT KREDITOR
 Rapat Kreditor merupakan forum resmi bagi para Kreditor untuk
memutuskan berbagai hal yang berkaitan dengan kepailitan atau
PKPU yang terjadi. Rapat tersebut dipimpin oleh seorang hakim
pengawas.
 Hal hal yang dibahas didalam Rapat Kreditor, antara lain
1. Usul untuk mengajukan perpanjangan waktu PKPU menjadi 270 hari;
2. Usul untuk pemecatan atau penggantian kurator;
3. Usul untuk pembubaran atau penggantian panitia kreditor sementara (yang
telah ditunjuk oleh Pengadilan sebelumnya) dan menggantinya dengan
panitia kreditor tetap.
4. Usul untuk menyetujui rencana perdamaian;
5. Cara untuk menjual harta atau aset debitor dalam perkara kepailitan.

Fuady, Munir, 1998, Hukum Pailit Dalam


Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
PERDAMAIAN DALAM PAILIT
 Rencana Perdamaian adalah perjanjian antara debitor dan para kreditornya
mengenai penyesuaian jumlah piutang (yang diajukan Kreditor) dengan jumlah
utang yang diajukan debitor, dalam rangka menghindari terjadinya likuidasi.
Perjanjanjian perdamaian dapat diajukan dalam perkara kepailitan maupun
perkara PKPU. Perjanjian tersebut harus disetujui oleh para kreditor konkuren
dengan melakukan pemungutan suara dalam rapat kreditor, dan untuk beberapa
kriteria juga harus disetujui oleh Pengadilan. Jika disetujui, maka akan mengikat
seluruh Kreditor konkuren. Jika Kreditor atau Pengadilan menolak rencana
perdamaian, maka Debitor akan dilikuidasi.
ISI RENCANA PERDAMAIAN
 Pada waktu membicarakan perdamaian hendaknya Debitor dan Kreditor memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Perlu diperhatikan besarnya harta pailit.
Kreditor tidak boleh menerima kurang dari nilai harta pailit. Jika jumlah yang diusulkan Debitor
dalam perdamaian kurang dari nilai harta pailit, maka Kreditor akan menerima sejumlah uang
yang kurang dari harta pailit, dan harta pailit Debitor lebih besar dari jumlah yang disetujui dalam
Rapat perdamaian untuk dibayarkan kepada Kreditor, maka Pengadilan Niaga tidak dapat
mensahkan perdamaian dan wajib menolaknya [Pasal 159 ayat (2) huruf a Undang2 37/2004].

2. Jika masih mungkin, sebelum Debitor dinyatakan pailit, dilakukan restrukturisasi utang
Debitor, agar Kreditor dapat menerima pembayaran tagihan yang lebih besar daripada jika
Debitor dinyatakan pailit.
Restrukturisasi utang dapat dilakukan antara lain, dengan cara:
a) menjadwalkan kembali tanggal pembayaran kewajiban Debitor (rescheduling);
b) menurunkan suku bunga, denda, ganti rugi, dan biaya-biaya lainnya;
c) pengurangan utang pokok; dan/atau
d) tagihan Kreditor dijadikan (dikonversi) modal dalam usaha Debitor.

3. Jika prospek usaha Debitor masih baik, maka kepada Debitor dapat diberikan waktu untuk
meneruskan usahanya agar Debitor dapat membayar utangnya.
CARA MENGAJUKAN DAN MEMBICARAKAN
RENCANA PERDAMAIAN SERTA MEMUTUSKANNYA

 Debitor Pailit yang mengajukan rencana perdamaian harus menyediakan


rencana tersebut di Kepaniteraan Pengadilan Niaga agar dapat dilihat oleh
setiap orang yang berkepentingan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum
Rapat Pencocokan (verifikasi) Piutang diselenggarakan (Pasal 145)
 Jika Rapat Verifikasi sudah diselenggarakan, dan Debitor Pailit tidak
mengajukan perdamaian, maka harta pailit menjadi insolven (tidak mampu
membayar utang).(pasal 178)
 Rencana perdamaian wajib dibicarakan dan diputuskan segera setelah
selesainya verifikasi piutang, kecuali ditunda oleh Hakim Pengawas,
berdasarkan alasan antara lain: mayoritas Kreditor menghendaki
penundaan Rapat atau rencana perdamaian tidak disediakan di
Kepaniteraan Pengadilan tepat pada waktunya
 Dalam Rapat Kreditor, Kurator dan Panitia Kreditor wajib memberikan
pendapat tertulis atas rencana perdamaian yang diajukan Debitor Pailit
tersebut (Pasal 146)
KREDITOR YANG MEMILIKI SUARA DALAM
RAPAT KREDITOR MENGENAI PERDAMAIAN
 Kreditor yang berhak mengeluarkan suara dalam Rapat Kreditor
yang membicarakan dan memutus perdamaian dalam Kepailitan
hanyalah Kreditor Konkuren.

 Kreditor yang dijamin dan yang diistimewakan tidak berhak


mengeluarkan suara dalam Rapat Kreditor yang membicarakan
perdamaian, kecuali jika mereka telah melepaskan haknya untuk
didahulukan sebelum diadakan pemungutan suara.

 Dengan pelepasan hak sebagai Kreditor yang didahulukan, mereka


menjadi Kreditor Konkuren dan tetap menjadi Kreditor Konkuren
meskipun perdamaian tidak diterima (Pasal 149 Undang2 37/2004)
PERSETUJUAN PERENCANAAN
PERDAMAIAN

 Rencana perdamaian diterima Rapat jika disetujui dalam Rapat Kreditor,


oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Kreditor Konkuren yang hadir
dalam Rapat dan yang hak tagihnya diakui atau yang untuk sementara
diakui oleh Rapat, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah semua piutang konkuren yang diakui atau yang untuk sementara
diakui dari Kreditor Konkuren atau kuasanya yang hadir dalam Rapat
tersebut (Pasal 151 Undang2 37/2004).

 Kreditor Konkuren dan kuasa Kreditor Konkuren yang ingin menentukan


diterimanya/ditolaknya rencana perdamaian harus hadir di Rapat.
HOMOGLASI

Menurut vide Pasal 216 UU No. 37 Tahun 2004 suatu perdamaian


disetujui oleh para kreditor konkuren menurut jumlah suara yang
ditentukan dalam undang- undang, masih perlu disahkan oleh pengadilan
niaga.
Acara pengesahan ini disebut dengan istilah ratifikasi dan sidang
pengesahan tersebut disebut dengan homologasi.

Ketentuan mengenai homologasi:


 Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari
setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan
suara;
 Sidang pengadilan untuk membahas pengesahan perdamaian
dilakukan terbuka untuk umum;
 Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7
hari setelah sidang yang bersangkutan.
PENGADILAN MENOLAK
PENGESAHAN PERDAMAIAN

Dalam sidang homologasi tersebut, pengadilan niaga dapat


menolak pengesahan suatu perdamaian jika ada alasan
untuk itu. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Harta pailit, termasuk hak retensi sangat jauh melebihi


jumlah yang dijanjikan dalam perdamaian.
2. Pemenuhan perdamaian tidak cukup terjamin.
3. Perdamaian telah tercapai karena penipuan, kolusi
dengan seorang kreditor atau lebih, atau penggunaan
cara-cara lain yang tidak jujur, tanpa melihat apakah
debitor pailit turut melakukannya atau tidak.

(Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004).


AKIBAT HUKUM

1. Perdamaian dalam Kepailitan yang telah disahkan oleh putusan Pengadilan


yang telah berkekuatan hukum tetap berlaku bagi semua Kreditor yang tidak
mempunyai hak untuk didahulukan tanpa pengecualian, baik telah
mengajukan diri dalam Kepailitan maupun tidak (Pasal 162 Undang2 37/2004
yang sudah diuraikan di atas).
2. Kepailitan berakhir jika putusan pengesahan perdamaian telah berkekuatan
hukum tetap [Pasal 166 ayat (1) Undang2 37/2004].
3. Kurator wajib mengumumkan perdamaian yang telah berkekuatan hukum
tetap dalam Berita Negara RI dan minimum 2 surat kabar harian yang
ditetapkan Hakim Pengawas [Pasal 166 ayat (2) Undang2 37/2004].
4. Kurator wajib memberikan pertanggung jawaban kepada Debitor di hadapan
Hakim Pengawas dan Kurator wajib mengembalikan kepada Debitor semua
benda yang termasuk harta pailit [Pasal 167 ayat (1) dan (2) Undang2
37/2004].
5. Debitor wajib menyerahkan langsung kepada Kurator jumlah uang yang
menjadi hak Kreditor yang diistimewakan yang telah dicocokan dan diakui,
serta biaya Kepailitan [Pasal 168 ayat (1) Undang2 37/2004].
AKIBAT HUKUM
6. Sebelum Debitor memenuhi kewajiban tersebut di atas, Kurator wajib menahan
uang dan benda lainnya dari harta pailit [Pasal 168 ayat (2) Undang2
37/2004].Selanjutnya jika setelah lewat 30 hari sejak putusan pengesahan
perdamaian berkekuatan hukum tetap, Debitor tetap tidak membayar
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam butir 5 di atas, maka Kurator
membayar piutang Kreditor yang diistimewakan serta biaya Kepailitan tersebut
[Pasal 168 ayat (3) Undang2 37/2004].
7. Besarnya bagian yang wajib diserahkan kepada masing-masing Kreditor
berdasarkan hak istimewa dan biaya Kepailitan tersebut ditetapkan Hakim
Pengawas dalam hal tidak ada kesepakatan untuk pembagian tersebut antara
Debitor, Kurator dan para Kreditor.
8. Putusan pengesahan perdamaian yang berkekuatan hukum tetap merupakan
alas hak yang dapat dijalankan terhadap Debitor dan pihak yang menanggung
(guarantor) dalam pelaksanaan perdamaian atas piutang yang telah diakui.
9. Meskipun sudah ada perdamaian, Kreditor tetap memiliki hak untuk menagih
penanggung dan sesama Debitor.
PEMBATALAN PERDAMAIAN

 Jika Debitor tidak melaksanakan perdamaian, Kreditor dapat


menuntut pembatalan perdamaian yang telah disahkan. Pengadilan
berwenang untuk memberikan satu kali kelonggaran kepada
Debitor untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 hari setelah
putusan pemberian kelonggaran diucapkan.

 Pembatalan perdamaian berakibat proses Kepailitan dibuka


kembali.

 Jika Kepailitan dibuka kembali, tidak dapat lagi ditawarkan suatu


perdamaian.
PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN (PKPU)

 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam pasal


222 sampai dengan pasal 294 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adapun
PKPU ini sangat berkaitan erat dengan ketidakmampuan membayar
(insolvensi) debitur terhadap hutang-hutangnya kepada pihak kreditor.

 Dalam Pasal 222, penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh


debitor yang memiliki lebih dari satu kreditor. Penundaan ini diberikan jika debitor
tidak dapat membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat
ditagih dengan maksud mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.

 Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diajukan kepada


pengadilan niaga dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya.
Permohonan tersebut harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang,
dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya.
Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut
perpanjangannya ditetapkan pengadilan berdasarkan:

1. Persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkruen yang haknya


diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh
tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor
konkruen atau kuasanya yang hadir dalam sidang tsb

2. Persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditor tentang hak suara kreditor


yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang
hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan
kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tsb.

Selama penundaan kewajiban pembayaran, debitor tanpa persetujuan


pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau
kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Bila debitor melanggar
ketentuan tsb, pengurus berhak melakukan segala sesuatu yang
diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan
DASAR HUKUM

 PKPU diatur pada BAB II UU Kepailitan,


tepatnya pasal 212 sampai pasal 279
Undang-Undang Kepailitan.
MAKSUD DAN TUJUAN PKPU

 Maksud debitor memohon PKPU adalah untuk mengajukan rencana


perdamaian;

 Rencana perdamaian yang dimaksud adalah rencana perdamaian


yang memuat tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang
kepada kreditor;

 Pasal 222 ayat (2) UUK-PKPU: “Debitor yang tidak dapat atau
memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-
utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan
maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.”
MAKSUD DAN TUJUAN PKPU

 Tujuan Permohonan PKP adalah


untuk menghindari kepailitan dan
memberikan kesempatan kepada
debitor melanjutkan usahanya, tanpa
ada desakan untuk melunasi utang-
utangnya Menyehatkan kegiatan
usaha debitor
JENIS JENIS PKPU

Jenis-jenis PKPU Berdasarkan sifatnya, PKPU dapat


dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

1. PKPU sementara Merupakan PKPU yang


penetapannya dilakukan sebelum sidang dimulai, dan
harus dikabulkan oleh pengadilan setelah pendaftaran
dilakukan.
2. PKPU tetap Merupakan PKPU yang ditetapkan setelah
sidang berdasarkan persetujuan dari para kreditor.
PIHAK YANG MENGAJUKAN
PENUNDAAN PEMBAYARAN

Pihak-pihak yang dapat mengajukan PKPU berdasarkan


Undang-undang adalah sebagai berikut:
a. Debitor;
b. Kreditor;
c. Bank Indonesia, Bapepam, dan Menteri Keuangan
apabila debitornya masing- masing sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3), (4), dan (5) UU
KPKPU.
PROSES PENGAJUAN PKPU
1. PKPU SEMENTARA
 PKPU sementara diberikan oleh Majelis Hakim pengadilan niaga kepada
debitor selama 45 hari. PKPU ini diatur dalam Pasal 225 ayat (4) UUK-
PKPU berikut ini: “Segera setelah putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus
wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat
atau melalui kurir untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan
paling lama hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak putusan
penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.”

  Apabila pada sidang pemeriksaan PKPU Sementara diselenggarakan,


debitor tidak hadir, maka debitor dinyatakan pailit pada saat itu juga atau
paling lambat keesokan harinya ;  Sebaliknya jika debitor hadir dengan
mengajukan rencana perdamaian sementara serta memohon Penetapan
PKPU Tetap dan diterima kreditur, maka oleh Majelis Hakim
diberikan PKPU Tetap kepada debitor paling lama 270 hari.
2. PKPU TETAP
PKPU tetap diberikan oleh Majelis Hakim pengadilan niaga kepada
debitor selama 270 hari. PKPU ini diatur dalam Pasal 228 ayat (6)
UUK-PKPU berikut ini: “Apabila penundaan kewajiban pembayaran
utang tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, penundaan
tersebut berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus
tujuh puluh) hari setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran
utang sementara diucapkan.”

Apabila kreditor belum memberikan suara mengenai rencana


perdamaian sementara pada permohonan Penetapan PKPU Tetap,
maka kreditor harus menentukan pemberian atau penolakan PKPU
Tetap dengan mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian
pada sidang selanjutnya (Pasal 228 ayat (4) UUK-PKPU).  Dalam hal
PKPU Tetap tidak dapat ditetapkan Pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam (Pasal 228 ayat (4) UUK-PKPU), dalam jangka waktu yang telah
ditentukan PKPU Sementara, maka debitor dinyatakan pailit (Pasal 228
ayat (5) UUK-PKPU)
AKIBAT HUKUM
 Debitor Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
kehilangan Independensinya. Dalam proses Penundaan Kewajiban
Pernbayaran Utang (PKPU) Debitor masih tetap mempunyai
wewenang untuk mengurus terhadap harta pailit, dimana usaha
Debitor tetap berjalan. Tetapi dalam hal bertindak menyangkut
dengan kepengurusan atau pemindahan hak atas harta kekayaan
Debitor tidak lagi indenpenden sebelum adanya Penundaan
Kewajiban Pernbayaran Utang (PKPU), sebab dalam bertindak
tersebut pihak Debitor harus selalu didampingi oleh Pengurus.

 Apabila Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


Berakhir, Debitor langsung Pailit. Apabila tidak terjadi perdamaian
(akkord) atau karena Debitor melakukan hal‑hal yang merugikan
terhadap perusahaan
 Debitor Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Tidak
dapat dipaksa untuk membayar utang dan segala pelaksanaan
eksekusi ditangguhkan. Sebagaimana yang disyaratkan dalam
ketentuan Pasal 242 ayat (1) bahwa selama berlangsungnya
penundaan pembayaran utang, maka Debitor Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) tidak dapat dipaksakan untuk membayar
utang‑utangnya dan segala tindakan eksekusi yang telah dimulai
guna mendapatkan pelunasan utang tersebut, harus ditangguhkan.

 Sitaan berakhir dan diangkat. Apabila kita melihat hakekat dari


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang bukan
merupakan sitaan umum seperti halnya dengan kepailitan, maka
dengan terjadinya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, semua
sitaan yang telah terpasang segera berakhir.
PERBEDAAN ANTARA KEPAILITAN DENGAN
PENUNDAAN PEMBAYARAN
KEPAILITAN PKPU
• Upaya Hukum yang dapat Tidak dapat diajukan upaya
dilakukan adalah Kasasi dan hukum (Pasal 235 ayat 1 UU
Peninjauan Kembali atas Kepailitan dan PKPU)
Putusan Pailit yang telah
memperoleh kekuatan
hukum tetap. (Pasal 11 dan
14 UU Kepailitan dan PKPU)

Pengurusan Harta Kepailitan Pengurusan Harta dilakukan


dilakukan oleh Kurator oleh Pengurus

Sejak ada putusan pernyataan pailit maka Dalam PKPU debitor masih
debitor kehilangan seluruh haknya untuk diperkenankan untuk mengurus harta
mengurus dan menguasai semua selama mendapat persetujuan pengurus.
kekayaannya termasuk atas harta pailit
Tidak ada jangka waktu penyelesaian Dalam PKPU, PKPU dan
Kepailitan di Pengadilan Niaga perpanjangannya tidak lebih dari 270 hari.
APA PERBEDAAN PAILIT DAN
LIKUIDASI?
 Likuidasi perusahaan dalam bahasa inggris adalah
winding up atau liquidation

 Yang dimaksud dengan likuidasi perusahaan


adalah suatu tindakan untuk membubarkan,
menutupdan menghentikan semua kegiatan dari suatu
perusahaan dan membereskannya serta membagi-
bagikan aktiva tersebut kepada pihak kreditur dan
pemegang saham.
 Dalam peraturan perundang-undangan kita, istilah likuidasi digunakan,
antara lain, dalam;

 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


(UUPT) yaitu dalam Bab XI tentang Pembubaran, Likuidasi, dan
Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan (pasal 142 – pasal 152).
Dalam UUPT likuidasi dilakukan sehubungan dengan pembubaran
perseroan yang terjadi karena sebab-sebab yang diatur dalam pasal 142
ayat (1). Salah satu sebab terjadi pembubaran perseroan adalah karena
harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana diatur dalam UU tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (pasal 142 ayat [1] huruf e).
Selanjutnya, dalam pasal 143 ayat (1) diatur bahwa pembubaran
Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan
hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban
likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.Dalam penjelasan pasal
143 ayat (1) ditegaskan antara lain bahwapernyataan pailit tidak
mengubah status Perseroan yang telah dibubarkan dan karena itu
Perseroan harus dilikuidasi.
 aturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin
Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank (Perpres No. 25 Tahun
1999). Pasal 1 angka 4 Perpres No. 25 Tahun 1999menyebutkan
bahwa likuidasi bank adalah:
 “Tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai
akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan
hukum bank”
 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa likuidasi dilakukan
dalam rangka pembubaran badan hukum. Sedangkan kepailitan,
tidak dilakukan dalam rangka pembubaran badan hukum, dan tidak
berakibat pada bubarnya badan hukum yang dipailitkan
tersebut.
CONTOH PERKARA KEPAILITAN DALAM
KLASIFIKASI PKPU

PT. Citra Jimbaran Indah Hotel yang sampai


pada tingkat upaya hokum terakir
(peninjauan kembali) oleh MA tidak diputus
pailit tetapi putusan nya masuk dalam
klasifikasi Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU)
Mengenai perkara kepailitan ini selengkapnya secara
ringkas adalah sebagai berikut :
 Para pihak dalam perkara kepailitan adalah:
 PT. Citra Jimbaran Indah Hotel (pemohon peninjauan
kembali/termohon kasasi/termohon pailit/debitur)
 Sang Young Engineering & Construction Co. Ltd
(Termohon peninjauan kembali/ pemohon kasasi/
pemohon pailit/ kreditur)
Duduk perkaranya, pada pokoknya adalah
 Tentang adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih tetapi tidak dapat dibayar oleh termohon (PT. Citra
Jimbaran Indah Hotel) kepada pemohon (Sang Young
Engineering & Construction Co. Ltd) sejumlah US
$5.979.863.06 (lima juta Sembilan ratus tujuh puluh
Sembilan ribu delapan ratus enam puluh tiga dolar
amerika serikat dan enam sen) yang terdiri dari utang
pokok dan bunga
 Utang kepada kreditur lainya
 Dan seterusnya
 Berdasarkan hal tesebut pemohon mengajukan permohona pailit
atas PT. Citra Jimbara n Indah Hotel dan permohonan tersebut
DITOLAK oleh pengadilan negeri negeri Jakarta pusat pada tanggal
26 juni 1999. No 41/Pailit 1999/PN Niaga/Jkt.PsT, dan menghukum
pemohon membayar biaya perkara.

 Dasar pertimbangan penolakna pengadilan niaga antara lain adalah


Karena pertimbangan penolakan pernyataan pailit adalah bukan
suatu hubungan hukum pinjam meminjam uang maka permohonan
pernyataan pailit dari pemohon harus ditolak, yang perlu
dipertimbangkan adalah kreditur lain selain pemohon.
Pihak yang kalah yaitu Sang Young Engineering & Construction Co. Ltd
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI dengan alasan/ keberatan yang
ditulis dalam memori kasasi yang pada pokoknya antara lain:

 Pengadilan niaga telah salah menerapkan hukum tentang “hubungan hukum”


dan “utang” sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 UU nomer 4 tahun
1998
 Pengadilan niaga telah salah menerapkan hukum tentang “bunga”
 Pengadilan niaga telah salah menerapkan hukum tentang adanya 2 kreditur
dimana dalam perkara ini selain pemohon yang menjadi kreditur dari
termohon, juga PT. Bank Negara Indonesia (PT. BNI) dan PT. Bank Bumi Daya
(PT. BBD)

Berdasarkan putusan mahkamah agaung RI dalam tingkat kasasi pada tanggal 14


september 1999 NO027/K/N/1999 maka permohonan pailit DIKABULKAN. Dan
membatalkan putusan pengadilan niaga Jakarta pusat serta semua biaya perkara
kepailitan pada pengadilan niaga dan tingkat kasasi dibebankan pada harta
kepailitan. Dengan kata lain PT. Citra Jimbaran Indah Hotel pailit.
 Oleh karna itu kemudian PT Citra Jimbaran Indah Hotel mengajukan
upaya hukum terakhir yakni peninjauan kembali ke mahkamah
agung RI.
 Pada tingkatan peninjauan kembali ini mahkamah agung RI
mengadili: MENGABULKAN permohonan peninjauan kembali dari
pemohon peninjauan kembali: PT. Citra Jimbaran Indah Hotel dan
membatalkan putuskan mahkamah agung RI tanggal 14 september
199 NO 027/K/N/1999 dan putusan pengadilan niaga Jakarta pusat
tanggal 26 juni 1999 NO 41/Paili/1999/PN. Niaga jkt.pst serta
mengadili kembali MENOLAK permohonan pailit dari pemohon
( Sang Young Engineering & Construction Co. Lt) dan menghukum
termohon peninjauan kembali untuk membayar semua biaya perkara
pada pengadilan niaga pada tingkat kasasi dalam peninjauan
kembali
Putusan Pengadilan Niaga
NOMOR:OS/PKPU/2006/PN.NIAGA.JKT.PST.JO
Nomor:13/PAILIT/2006/PN.NIAGA.JKT.PST

 (Kasus PT Indah Raya Widya Plywood Industries Melawan PT BNI


Persero Tbk)
 PT. Indah Raya Widya Plywood Industries mengajukan
permohonan kredit kepada PT. Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk pengajuan permohonan kredit tersebut itupun disetujui oleh PT.
BNI (persero) Tbk, dimana bentuk pinjaman kredit terbagi
dalam 2 bentuk mata uang, yaitu hutang dalam bentuk rupiah dan
US Dollar. Perjanjian kredit dalam bentuk rupiah pertama kali
dibuat pada tanggal 3 Februari 1994 dengan fasilitas pinjaman
maksimal sebesar Rp. 2.300.000.000,- dan telah diubah dalam
perjanjian kredit terakhir yaitu pada tanggal 28 Juli 2000.
Perjanjian kredit dalam bentuk US Dollar dilakukan pada tanggal 24
Desember 1987 dengan fasilitas pinjaman maksimum sebesar Rp.
4.200.000.000,- dan terakhir diubah didalam perjanjian kredit tanggal 5
April 1993. Perjanjian ini kemudian diswitching (dialihkan) menjadi
fasilitas offshore loan dalam mata uang US Dollar yang kemudian
dituangkan ke dalam perjanjian kredit tanggal 12 Oktober 1993 dengan
fasilitas pinjaman maksimum sebesar US $ 1.990.000,00 dan terakhir
diubah dalam perjanjian kredit tanggal 25 Maret 1998. Kemudian
berdasar Surat Bank BNI No. KPS/3/117/R tertanggal 13 Maret 1998,
diputuskan melakukan perubahan cabang penyelenggara rekening yang
semula ada pada PT. BNI (Persero) Tbk Kantor Cabang Singapore
menjadi PT BNI (Persero) Tbk Kantor Cabang Grand Cayma
Island. Oleh karenanya perjanjian kredit dalam bentuk US Dollar
tersebut didudukan lagi dalam perjanjian yang terakhir diubah dalam
perjanjian kredit tertanggal 28 Juli 2000.
Oleh karena sampai dengan tanggal di atas, termohon belum
membayar lunas hutangnya, maka diajukan permohonan pailit yang
didaftarkan tanggal 29 Maret 2006. Dari pengajuan permohonan
pailit tersebut, pihak termohon pailit mengajukan permohonan
PKPU tertanggal 28 April 2006 di kepaniteraan Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat. Atas permohonan tersebut, dikabulkan PKPU
sementara tertanggal 4 Mei 2006. Bahwa setelah dikabulkan PKPU
sementara termohon maka pada tanggal 17 Mei 2006 dilaksanakan
rapat kreditor pertama, dan pada tanggal 24 Mei 2006 dilaksanakan
verifikasi utang piutang yang menghasilkan Daftar Kreditan
Sementara. Dari rapat tersebut, pihak termohon melakukan bantahan
terhadap PT. BNI (Persero) Tbk mengenai jumlah piutang yang
masih ada perselisihan, serta penentuan keikutsertaan PT. BNI
(Persero) Tbk didalam menentukan batasan jumlah suara,
sehingga menuntut pihak termohon, pelaksanaan rapat
pembahasan atas rencana perdamaian tersebut dianggap tidak sah
dan cacat hukum.
Melihat pada laporan Hakim Pengawas tertanggal 16 Juni 2006, dapat
diketahui bahwa pada saat Rapat Pemungutan Suara/Voting atas
Rencana Perdamaian Debitor (dalam PKPU) yang diselenggarakan
tanggal 14 Juni 2006, diperoleh hasil bahwa semua kreditor yang
hadir di dalam rapat tersebut, 100% menyatakan menolak rencana
perdamaian yang diajukan oleh debitor. Hak inipun juga turut
diamani oleh pihak pengurus melalui pertimbangan hukumnya.
Dengan merujuk pada Pasal 289 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004, maka hakim pengawas wajib segera melaporkan pada
pengadilan yang memeriksa, menangani dan memutus perkara ini.
Pada pasal tersebut dapat dibaca dan diketahui bahwa apabila
rencana perdamaian ditolak maka dalam hal demikian Pengadilan
harus menyatakan debitor pailit setelah pengadilan menerima
pemberitahuan penolakan dari Hakim Pengawas
PUTUSAN PENGADILAN
 Terhadap pengajuan Permohonan Pailit tersebut,
telah dijatuhkan putusan dengan putusan Nomor :
OS/PKPU/2006/PN.Niaga, Jkt.Pst.Jo Nomor :
13/Pailit/2006/PN. Niaga. Jkt.Pst. Dari putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut telah
menjatuhkan bahwa Termohon Pailit (PT. Indah Raya
Widya Plywood Industries) pailit dengan segala akibat
hukumnya.
PERTIMBANGAN HUKUM
Pertimbangan hukum dalam menjatuhkan putusan pailit terhadap Termohon pailit
adalah sebagai berikut:
1. Bahwa benar termohon pailit memiliki dua kreditor atau lebih (Cansursus
Creditorum), yaitu diantaranya :
2. Koperasi Karyawan Bumi Jaya, yang beralamat di Palembang
3. Utang terhadap karyawan, yang dalam hal ini diwakili oleh MR. Soki, SH,Cs
4. Bahwa benar dari adanya beberapa kreditur, jelas terdapat satu utang yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih yaitu utang pihak Termohon pailit
terhadap Pemohon Pailit yang jatuh tempo pada tanggal 29 Desember
2000.
5. Bahwa pihak pemohon selaku kreditor telah memiliki iktikad baik terhadap
Termohon Pailit dengan melakukan beberapa kali negoisasi untuk tetap
menjamin terlaksananya/berjalannya operasional usaha Termohon Pailit.
6. Bahwa pada Rapat Pemungutan Suara/Voting atas Rencana Perdamaian
Debitor (dalam PKPU) yang diselenggarakan tanggal 14 Juni 2006,
diperoleh hasil bahwa semua kreditor yang hadir di dalam rapat tersebut,
100% menyatakan menolak rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor.
ANALISIS
Penerapan Asas Pembuktian Sederhana dalam Penjatuhan
Putusan pada Perkara Permohonan Kepailitan PT. Indah Raya
Widya Plywood.

 Dalam penyelesaian suatu kasus kepailitan, dianut suatu asas


pembuktian sederhana. Pada dasarnya pembuktian sederhana
terkait dengan permohonan pailit telah diatur menurut Pasal 8 ayat
(4) UU KPKPU yang menyebutkan bahwa:
 
 “Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara seerhana bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit sebagaomana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
telah terpenuhi.”
Dalam pembuktian sederhana terdapat 3 (tiga) hal yang
harus dibuktikan yaitu:

1. Kebenaran adanya dua kreditor atau lebih yang


mempunyai hubungan hukum dengan debitor;
2. Kebenaran adanya minimal salah salah satu utang
yang belum dibayar lunas, serta;
3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Untuk membuktikan adanya utang yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih Pengadilan Niaga mendasarkan pada
ketentuan pasal 1 ayat 1 UUKPKPU, yang menyatakan
bahwa debitor dapat dinyatakan pailit apabila telah terbukti
bahwa debitor tersebut mempunyai paling tidak satu kreditor
yang tagihannya telah jatuh tempo dan dapat ditagih, juga
mempunyai minimal satu kreditor lainnya. Dari definisi
mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang, maka apabila kita melihat posisi
kasus pada para pihak yang bersengketa, maka
pengajuan permohonan pailit yang diajukan Pemohon Pailit
Kreditor. Dalam hal ini adalah PT. BNI (Persero) Tbk
adalah sudah terpenuhi syarat-syaratnya.
Di dalam pengajuan permohonan pailit yang diajukan pemohon pailit tersebut,
dapat diketahui bahwa termohon pailit memiliki dua kreditor atau lebih
(Cansursus Creditorum), yaitu diantaranya :
 
1. Koperasi Karyawan Bumi Jaya, yang beralamat di Palembang
2. Utang terhadap karyawan, yang dalam hal ini diwakili oleh MR. Soki,
SH,Cs
3. Dari adanya beberapa kreditur, jelas terdapat satu utang yang telah
jatuh tempo dan dapat ditagih yaitu utang pihak Termohon pailit
terhadap Pemohon Pailit yang jatuh tempo pada tanggal 29 Desember
2000. Syarat terhadap pengajuan Permohonan Pailit itupun juga
terpenuhi dikarenakan syarat pemohon pailit diajukan oleh PT. BNI
(Persero) Tbk yang berkedudukan sebagai kreditor dari Termohon Pailit.

Sebagaimana telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, permohonan pailit


kepada PT. Indah Raya Widya Plywood berdasarkan keputusan Pengadilan
Niaga yang diajukan oleh PT BNI (Persero) Tbk secara sederhana telah
terpenuhi dalam pasal 2 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 sehingga asas
pembuktian sederhana dalam perkara ini telah terpenuhi.
Akibat Hukum terhadap Penolakan Perdamaian dalam
Penjatuhan Putusan pada Perkara Kepailitan PT. Indah
Raya Widya Plywood.

 Melihat pada putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengenai


sengketa ini, dapat diketahui didalam pertimbangan Pemohon Pailit,
bahwa pihak pemohon selaku kreditur justru memiliki iktikad baik
terhadap Termohon Pailit dengan melakukan beberapa kali negoisasi
untuk tetap menjamin terlaksananya/berjalannya operasional usaha
Termohon Pailit. Berkenaan dengan adanya pengajuan penundaan
kewajiban pembayaran utang yang kemudian dikabulkan menjadi
penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara memang seharusnya
dikabulkan meskipun telah diajukan permohonan pailit. Dikabulkannya
permohonan PKPU ditengah-tengah permohonan pailit disebabkan hal
tersebut untuk menjamin keberlangsungan kegiatan usaha debitor
(Termohon Pailit).[26] Di dalam PKPU sementara ini, jangka waktunya
berlangsung sejak putusan PKPU sementara diucapkan dan sampai
dengan tanggal sidang yang akan diselenggarakan mengenai Rencana
Perdamaian yang dihadiri oleh Hakim Pengawas, Pengurus, Debitur, dan
Kreditur.
Mengacu pada putusan permasalahan ini, sebelum dilakukannya rapat
mengenai Rencana Perdamaian, setelah rapat kreditor dan rapat
mengenai Rencana Verifikasi utang piutang. Di dalam Rapat Verifikasi
utang piutang tersebut masih terdapat sengketa diantara termohon
pailit dan pemohon pailit dikarenakan masih adanya selisih besaran
utang. Oleh karenanya menurut pihak termohon pailit, pelaksanaan
voting terhadap rencana perdamaian tidak dapat dianggap sah.
Akan tetapi dengan mengacu pada pasal 280 Undang-Undang
Kepailitan, Hakim Pengawas menentukan kreditor-kreditor mana
sajakah yang tagihannya dapat dibantah dan ikut serta dalam
pemungutan suara. Di dalam Rapat Rencana Perdamaian Tersebut
Hakim Pengawas telah menentukan bahwa PT. BNI (Persero) Tbk
selaku pemohon pailit telah ditetapkan hak suaranya selaku
kreditor, dan di dalam berita acara rapat tersebut, masing-masing
pihak telah menyetujui, berarti sesungguhnya dalam hal ini voting
adalah sah karena pihak debitor juga menyetujui berita acara rapat
tersebut.
Melihat pada laporan Hakim Pengawas tertanggal 16 Juni 2006, dapat
diketahui bahwa pada saat Rapat Pemungutan Suara/Voting atas
Rencana Perdamaian Debitor (dalam PKPU) yang diselenggarakan
tanggal 14 Juni 2006, diperoleh hasil bahwa semua kreditor
yang hadir di dalam rapat tersebut, 100% menyatakan menolak
rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor. Hak inipun juga
turut diamani oleh pihak pengurus melalui pertimbangan
hukumnya. Dengan merujuk pada Pasal 289 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004, maka hakim pengawas wajib segera
melaporkan pada pengadilan yang memeriksa, menangani dan
memutus perkara ini. Pada pasal tersebut dapat dibaca dan
diketahui bahwa apabila rencana perdamaian ditolak maka dalam hal
demikian Pengadilan harus menyatakan debitor pailit setelah
pengadilan menerima pemberitahuan penolakan dari Hakim
Pengawas.
Hal ini pula dianggap telah sesuai dengan Pasal 230 ayat (1)
Undang-undang Kepailitan dikarenakan didalam Pasal tersebut
menjelaskan bahwa kreditor yang tidak menyetujui pemberian PKPU
tetap atau perpanjangan sudah diberikan tetapi sampai batas
waktu belum tercapai rencana perdamaian, maka pengurus wajib
memberitahu hal ini melalui hakim pengawas kepada pengadilan
yang harus menyatakan debitor pailit paling lambat pada hari
berikutnya. Rencana perdamaian dibahas oleh debitor dan para kreditor
pada saat rapat kreditor, selanjutnya para kreditor melakukan
pemungutan suara (voting) terhadap rencana perdamaian tersebut.
Apabila melalui voting rencana perdamaian tersebut ditolak oleh para
kreditor, maka hakim pengawas memberitahukan penolakan dengan
cara menyerahkan kepada Pengadilan Niaga salinan rencana
perdamaian. Akibat hukum yang timbul terhadap penolakan perdamaian
yaitu proses pailit dilanjutkan kembali dan perdamaian tidak dapat
ditawarkan kembali dan hal tersebut berdampak kepada semua Kreditor,
Debitor dan semua orang yang bersangkutan dengan perkara kepailitan
terseut.
 Fuady, Munir. Dr., S.H., M.H., LL.M., Hukum Pailit Dalam Teori dan
Praktek,
 Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
 Jono, S.H., Hukum Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, 2008
 Sjahdeini, Sutan Remy. Prof.,Dr.,SH, Hukum Kepailitan Memahami
Undang-
 Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta : PT
Pustaka Utama Grafiti, 2009.
 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
  

Anda mungkin juga menyukai