Anda di halaman 1dari 76

TINDAK PIDANA

PERBANKAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN
SEBAGAI BAGIAN DARI TINDAK
PIDANA DI BIDANG EKONOMI
WHITE COLLAR CRIME
TINDAK PIDANA YANG MEMPUNYAI
MOTIF EKONOMI DAN LAZIMNYA
DILAKUKAN OLEH ORANG YANG
MEMPUNYAI KEMAMPUAN
INTELEKTUAL DAN MEMPUNYAI
POSISI PENTING DALAM MASY. ATAU
PEKERJAANNYA
TINDAK PIDANA PERBANKAN DALAM
UU PERBANKAN 7/1992 SEBAGAIMANA
DIUBAH DENGAN UU 10/1998

2 JENIS:
KEJAHATAN
PELANGGARAN
APA PERBEDAANNYA?

KEJAHATAN AKAN DIKENAKAN


ANCAMAN HUKUMAN YANG
LEBIH BERAT
DIBANDINGKAN DENGAN
PELANGGARAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN DALAM
UU PERBANKAN 7/1992 SEBAGAIMANA
DIUBAH DENGAN UU 10/1998

PASAL 51 AYAT (1): TINDAK


PIDANA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM
PASAL 46, 47, 48 (1), 49, PASAL 50, DAN
PASAL 51 A ADALAH KEJAHATAN
PASAL 51 AYAT (2): TINDAK
PIDANA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM
PASAL PASAL 48 AYAT (2) ADALAH
PELANGGARAN
KEJAHATAN PERBANKAN

PASAL 46 (1): PENGHIMPUNAN DANA DARI


MASYARAKAT DALAM BENTUK SIMPANAN
TANPA IJIN USAHA DARI BI
PASAL 47: TERKAIT DENGAN RAHASIA BANK
PASAL 48: INFORMASI / LAPORAN KEUANGAN
BANK (MEMBUAT, MEMALSUKAN, MENGHILANGKAN,
MENGUBAH, MENGABURKAN, MENYEMBUNYIKAN DLL)
PASAL 49 (2): MEMINTA ATAU MENERIMA,
MENGIZINKAN, MENYETUJUI IMBALAN, KOMISI,
UANG TAMBAHAN, PELAYANAN DLL.
PASAL 50: PIHAK TERAFILIASI
PELANGGARAN PERBANKAN

PASAL 48 (2): ANGGOTA DEWAN


KOMISARIS, DIREKSI, PEGAWAI BANK
YANG LALAI MEMBERIKAN KETERANGAN
YANG WAJIB DIPENUHI SEBAGAIMANA
DIMAKSUD..
TINDAK PIDANA PERBANKAN DI
LUAR UU PERBANKAN

KUHPIDANA BUKU II TENTANG


KEJAHATAN DAN BUKU III TENTANG
PELANGGARAN
UU 31/1999 JO. UU 20/2001 TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
UU 15/2002 JO. UU 25/2003 TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
KEJAHATAN TERHADAP
MATA UANG
PENDAHULUAN

OEANG BUKAN HANYA UANG


ORI, ADALAH OEANG, BUKTI EKSISTENSI NEGERI
DI JAMANNYA, OEANG BUKAN HARTA SEMATA
OEANG BUKAN HANYA UANG
OEANG ADALAH KOMITMEN PERJUANGAN
OEANG ADALAH BUKTI ADA PERJUANGAN
OEANG ADALAH HARGA DIRI BANGSA.
Fungsi Uang
semula hanya sebagai alat tukar,
kemudian berkembang sehingga memiliki fungsi:
sebagai ukuran umum dalam menilai sesuatu (common measure of value),
Sebagai aset likuid (liquid asset),
sebagai komponen dalam rangka pembentukan harga pasar (framework of
the market allocative system),
faktor penyebab dalam perekonomian (a causative factor in the economy),
dan
faktor pengendali kegiatan ekonomi (controller of the economy).

(Glyn Davies, A History of Money From Ancient Times to the Present Day (2002))
Fungsi Uang (Presiden SBY)
Bagi bangsa kita, mencetak uang bukan sekedar
melakukan kegiatan usaha di bidang jasa
percetakan belaka. Tetapi, kegiatan itu juga
merupakan bagian dari upaya Negara dalam
menjaga dan mempertahankan ketahanan
nasionalnya.
Uang suatu negara bukanlah sekedar alat
pembayar, tetapi juga simbol dari suatu negara
yang merdeka dan berdaulat.
Dasar Pemikiran Pengaturan Mata
Uang oleh Bank sentral

Best practice di berbagai negara: fungsi dan


tugas di bidang pengelolaan dan pengedaran
uang dilakukan oleh bank sentral.
Pencetakan dan penerbitan uang oleh suatu
negara tidak dapat semata-mata diterbitkan
begitu saja, melainkan pencetakan dan
penerbitan uang tersebut sangat terkait
dengan kebijakan moneter suatu negara.
TUJUAN DAN TUGAS BI

MENGATUR
DAN
MENETAPKAN & MENCAPAI & MENJAGA
MELAKSANAKA MEMELIHARA KELANCARA
N KEBIJAKAN KESTABILAN NILAI N SISTEM
MONETER RUPIAH PEMBAYARA
N

MENGATUR
Ps 7 dan 8
&
MENGAWASI
BANK
TUGAS MENGATUR & MENJAGA
KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN
MENGATUR & MENJAGA KELANCARAN SISTEM
PEMBAYARAN TUNAI DAN NON TUNAI .

TUNAI :
MENGEDARKAN, MENCABUT, MENARIK DAN
MEMUSNAHKAN UANG,
MENETAPKAN MACAM, HARGA, CIRI UANG YANG
AKAN DIKELUARKAN

NON TUNAI :
MENGATUR DAN MENYELENGGARAKAN KLIRING
SERTA PENYELESAIAN AKHIR TRANSAKSI
PEMBAYARAN ANTAR BANK
KEWENANGAN MENGELUARKAN
DAN MENGEDARKAN UANG

DIINDONESIA, LEMBAGA YANG MEMILIKI


KEWENANGAN UNTUK MENGELUARKAN
DAN MENGEDARKAN UANG RUPIAH
SERTA MENCABUT, MENARIK, DAN
MEMUSNAHKAN UANG DIMAKSUD DARI
PEREDARAN ADALAH BANK INDONESIA.
LEMBAGA YANG MELAKUKAN
PENCETAKAN UANG RUPIAH ADALAH
PERUM PERURI.
INDISCHE MUNTWET 1912
Dimasa pemerintahan Hindia Belanda, pernah
berlaku Indische Muntwet 1912 sebagai Undang-
Undang yang mengatur tentang mata uang.
Tetap diberlakukan pada masa awal kemerdekaan
Republik Indonesia hingga dinyatakan dicabut pada
masa berlakunya UUDS 1950, yaitu dengan UU
Darurat No. 20 Tahun 1951 tentang Penghentian
Berlakunya Indische Muntwet 1912 dan
Penetapan Peraturan Baru tentang Mata Uang,
yang lebih dikenal sebagai UU Mata Uang 1951.
UU NO. 13 TAHUN 1968
TENTANG BANK SENTRAL

Dengan UU ini maka UU tentang Mata Uang


tahun 1951 dengan tambahan dan
perubahannya dinyatakan tidak berlaku.
Sejak dicabutnya UU Mata Uang eks UUDS
1950 itu, maka sejak tahun 1968 sampai
dengan saat ini Indonesia tidak mempunyai
UU yang khusus mengatur tentang mata
uang.
DELIK KEJAHATAN TERHADAP
MATA UANG

Wetboek van Strafrecht (Stbl.1915 No.732)


yang kemudian diberlakukan atas dasar UU
No.1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik
Indonesia.
PASAL 23 B UUD 1945
(PERUBAHAN KEEMPAT)

Macam dan harga mata uang


ditetapkan dengan Undang-
undang
Hukum Positif saat ini
Perangkat hukum yang berlaku pada dewasa ini
yang mengatur tentang aspek-aspek mata uang:
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3
Tahun 2004 (UUBI) dan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
yang pada dasarnya merupakan peraturan yang
dibuat pada masa pemerintah kolonial Belanda
100 tahun yang lalu (Stbl.1915 No.732).
UU BI NO 23 TAHUN 1989 DAN
PERUBAHANNYA UU 3 TAHUN 2004

Pengaturan dalam UUBI, yaitu:

Pasal 2,
Pasal 19 s.d 23, serta
Pasal 65 dan 66,
Pasal 2

Mengatur mengenai:
satuan mata uang RI adalah Rupiah;
uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah
(legal tender);
kewajiban untuk menggunakan dan menerima
uang rupiah bagi setiap orang atau badan yang
berada di wilayah NKRI;
pengecualian penggunaan uang rupiah.
Pasal 19. s.d. 23
Mengatur mengenai kewenangan BI dalam:
menetapkan macam, harga, ciri, bahan, dan tanggal
mulai berlakunya;
mengeluarkan, mengedarkan, mencabut, menarik,
dan memusnahkan uang;
tidak memberikan penggantian atas uang yang
hilang/musnah;
memberikan penggantian dengan nilai yang sama
terhadap uang yang dicabut dari peredaran dalam
batas waktu tertentu.
UU BI 19. s.d. 23 (Lanjutan)
Pasal 65 dan 66 UUBI merumuskan bentuk
pelanggaran serta ancaman pidana dan sanksi
administratif, yaitu:
pelanggaran dengan sengaja terhadap
kewajiban penggunaan uang rupiah diancam
dengan pidana kurungan paling singkat 1
(satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan,
serta denda paling sedikit Rp 2.000.000,00
(dua juta rupiah) dan paling banyak Rp
6.000.000,00 (enam juta rupiah); dan
UU BI 19. s.d. 23 (Lanjutan)

pelanggaran karena sengaja menolak


uang rupiah diancam dengan pidana
kurungan paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda
paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
KUHP Pasal 244

KUHP dalam Bab X tentang pemalsuan mata


uang dan uang kertas pada Pasal-Pasal 244 s.d
252, mengatur delik kejahatan terhadap mata
uang dan ancaman pidana, sebagai berikut:
Pasal 244: Barangsiapa meniru atau memalsu
mata uang atau uang kertas dengan maksud
untuk mengedarkan atau menyuruh edarkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun;
KUHP Pasal 245

Pasal 245: Sengaja mengedarkan,


menyimpan, memasukkan, dan menyuruh
mengedarkan uang palsu, diancam
dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun;
KUHP Pasal 246

Pasal 246: Mengurangi nilai mata uang dengan


maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh
edarkan, diancam karena merusak uang,
diancam dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun;
KUHP Pasal 247

Pasal 247: Sengaja mengedarkan mata uang


yang dikurangi nilainya atau menyimpan atau
memasukkan dengan maksud mengedarkan
atau menyuruh edarkan, diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun;
KUHP Pasal 249

Pasal 249 (Pasal 248: dihapuskan atas dasar


Stbl. 1938 No. 593): Sengaja mengedarkan
uang yang dipalsu atau dirusak, diancam,
kecuali yang ditentukan dalam Pasal 245 dan
247, dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau denda paling banyak
tiga ratus rupiah.
KUHP Pasal 250

Pasal 250: Membuat atau mempunyai


persediaan bahan atau benda untuk meniru,
memalsu atau mengurangkan nilai mata uang,
diancam dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun atau denda paling banyak tiga
ratus rupiah;
KUHP Pasal 250 bis

Pasal 250 bis: Dalam hal pemidanaan karena salah satu


kejahatan yang diterangkan dalam bab ini, maka mata
uang palsu, dipalsu atau dirusak; uang kertas negara
atau bank yang palsu atau dipalsu; bahan-bahan atau
benda-benda yang menilik sifatnya digunakan untuk
meniru, memalsu atau mengurangkan nilai mata uang
atau uang kertas, sepanjang dipakai untuk atau menjadi
obyek dalam melakukan kejahatan, dirampas juga
apabila barang-barang itu bukan kepunyaan terpidana;
KUHP Pasal 251

Pasal 251: Dengan sengaja tanpa izin


Pemerintah, menyimpan atau memasukkan
ke Indonesia keping-keping atau lembar-
lembar perak untuk dianggap sebagai uang,
diancam dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak
sepuluh ribu rupiah;
KUHP Pasal 252

- Pasal 252: Dalam hal pemidanaan karena salah satu


kejahatan yang diterangkan dalam pasal 244-247 itu,
dapat dicabut hak-hak tersebut pada Pasal 35 No. 1
4 yaitu: (i). hak memegang jabatan pada umumnya
atau jabatan yang tertentu; (ii). hak memasuki
angkatan bersenjata; (iii). hak memilih dan dipilih
dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-
aturan umum; (iv). hak menjadi penasihat atau
pengurus menurut hukum, hak menjadi wali, wali
pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas
orang yang bukan anak sendiri.
Beberapa kelemahan delik
kejahatan terhadap mata uang
dalam KUHP
1. Unsur Delik
Delik yang diatur dalam KUHP yang mencantumkan
syarat dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh edarkan dapat melemahkan penuntutan
dalam hal uang palsu dimaksud belum diedarkan.
Seyogianya dengan terpenuhinya unsur meniru atau
memalsu uang, maka delik tersebut telah memenuhi
unsur pemalsuan uang. Sedangkan unsur mengedarkan
seyogianya adalah merupakan unsur yang
memberatkan.
Beberapa kelemahan delik kejahatan
terhadap mata uang dalam KUHP

2. Tidak fokus pada timbulnya kerugian.


Dalam kasus pemalsuan uang rupiah, seharusnya tidak
terfokus pada timbulnya kerugian setelah uang palsu tersebut
diedarkan, akan tetapi haruslah dilihat pula dari sisi yang lain,
yaitu bahwa uang rupiah adalah merupakan salah satu simbol
kenegaraan, sehingga tindakan pemalsuan uang rupiah dapat
pula dianggap sebagai kejahatan terhadap simbol negara.
Oleh karena itu, belum diedarkannya uang palsu dimaksud
seyogianya tidak dijadikan alasan yang meringankan hukuman
karena terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya.
Fokus: Pemalsuan Uang
Seharusnya, yang dijadikan fokus adalah dengan
telah selesainya perbuatan memalsukan uang
rupiah, maka kejahatan tersebut telah selesai
dilakukan.
Perbuatan mengedarkan uang palsu seharusnya
adalah delik yang berdiri sendiri (terpisah dari
perbuatan memalsukan uang), sehingga apabila
pelaku pemalsuan uang juga sekaligus
mengedarkan uang palsu tersebut, maka
hukumannya harus lebih berat.
Pelaku Kejahatan Mata Uang
Kejahatan yang sifatnya tidak berdiri sendiri namun
merupakan kejahatan yang terorganisir dengan baik,
bahkan sangat mungkin merupakan kejahatan yang
bersifat transnasional (transnational crime);
Pelaku tindak pidana di bidang mata uang pada umumnya
dilakukan oleh para residivis. Hal ini kemungkinan karena
hukuman yang dijatuhkan bagi para pelaku sangat ringan;
Pemalsuan terhadap mata uang memerlukan suatu
proses yang cukup rumit, oleh karena itu biasanya pelaku
tindak pidana pemalsuan uang tersebut dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki keahlian khusus.
Pentingnya penerapan sanksi yang
berat :

Aspek Filosofis
Aspek Sosiologis
Aspek Ekonomi
Aspek Yuridis
Aspek Politis
Aspek Filosofis

Mata uang merupakan salah satu simbol negara


dan mata uang mempunyai fungsi yang sangat
penting bagi perekonomian suatu negara, yaitu
sebagai:
alat tukar;

penyimpan nilai;
satuan hitung;
ukuran pembayaran yang tertunda
(menghitung jumlah pembayaran pinjaman).
Aspek Sosiologis

Uang suatu negara haruslah dapat diterima


oleh masyarakat sehingga ada kepercayaan
masyarakat terhadap uang dimaksud.
Aspek Ekonomi
Pada umumnya korban kejahatan mata uang adalah
masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang rendah,
misalnya pedagang kecil (warung/asongan). Apabila
masyarakat tersebut mendapat uang palsu dari pembeli, hal
tesebut tidak hanya menimbulkan kerugian sebesar jumlah
uang palsu tersebut, tetapi dapat mengancam kelangsungan
usahanya karena pedagang kecil/asongan pada umumnya
tidak memiliki simpanan uang yang cukup untuk menutupi
kerugian dimaksud.
Aspek Ekonomi-Security features uang

Bertujuan untuk menghindari pemalsuan


uang
Diperlukan teknologi tinggi dengan biaya
yang tinggi. Memerlukan keahlian dan
kecermatan yang tinggi,
Merupakan kerugian bagi negara, karena
harus meciptakan uang baru yg memiliki
security fitures berbeda
FEATURES UANG
Aspek Yuridis

Terkaitdengan hal ini perlu diperhatikan pula


konvensi internasional mengenai
pemberantasan uang palsu, yaitu International
Convention for the Suppression of
Counterfeiting Currency and Protocol (Geneva,
1929) yang telah diratifikasi dengan UU No. 6
tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi
Internasional mengenai Pemberantasan uang
Palsu beserta Protokol.
Aspek Politis

Salah satu simbol kedaulatan suatu negara


dan di dalamnya sekaligus terkandung
makna menjaga kestabilan ekonomi
nasional.
ORI pada masa mempertahankan
kemerdekaan RI
Hukuman Terhadap Pelaku

Kejahatan terhadap mata uang perlu diberikan


hukuman yang berat (setimpal) dengan
mempertimbangkan lamanya jangka waktu
beredarnya suatu emisi uang rupiah. Hukuman
bagi pemalsu uang dikaitkan dengan jangka
waktu edar suatu emisi uang agar para pemalsu
tersebut setelah menjalani hukuman tersebut
tidak dapat melakukan pemalsuan lagi terhadap
uang rupiah dengan emisi yang sama.
Hukuman Tambahan

Selain itu, pidana penjara saja tidak cukup


untuk menimbulkan efek jera, oleh karena itu
terhadap para pemalsu uang perlu
ditambahkan hukuman lain yaitu berupa
penggantian kerugian materil yang
diakibatkan oleh kejahatan tersebut. (biaya
yg dikeluarkan oleh negara (Penegak
Hukum) untuk mengungkap kasus cukup
besar)
Ketentuan Pidana
Perlu ancaman pidana yang relatif berat
(meliputi pidana penjara dan denda dengan
batas minimum dan maksimum).
Dari berbagai kasus tindak pidana di bidang
mata uang, hukuman pidana yang dijatuhkan
kepada para pelaku berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang saat ini berlaku relatif
rendah, sehingga tidak bersifat deterrent untuk
mencegah terjadinya pemalsuan uang
Paradigma baru dan ius constituendum

Perlunyaparadigma baru dalam menilai


kejahatan terhadap mata uang:
Kejahatan terhadap mata uang seharusnya tidak
dipandang semata-mata sebagai kejahatan pemalsuan
sebagaimana pemalsuan dokumen, sebab kejahatan
(pemalsuan) terhadap mata uang merupakan kejahatan
yang berdampak luas (politis, ekonomi nasional,
kepercayaan masyarakat, kemampuan ekonomi
korban)
Ius constituendum:

Perlunya Pengaturan
Mata Uang dalam
Undang-Undang
Tersendiri (UU Mata
Uang)
Perlunya UU Mata Uang
international best practice yang dikaitkan dengan kemajuan
teknologi dan konsep-konsep pemikiran ekonomi yang makin
berkembang tentang fungsi uang, negara, dan ketahanan
negara, maka diperlukan suatu UU tersendiri yang mengatur
mata uang. Sebagai contoh, Australia telah memiliki undang-
undang yang khusus mengatur mengenai tindak pidana
kejahatan mata uang yang diatur dalam Crimes Currency Act
1981.
Kejahatan terhadap mata uang, antara lain Pemalsuan uang
dengan segala dampaknya,
Aspek politis, sosiologis, ekonomi, yuridis.
Apa Yang Perlu diatur dalam UU Mata
Uang?
Materi Pokok UU Mata Uang
Macam dan Harga Mata Uang
Penggunaan Uang
Penolakan penggunaan Uang
Pengecualian Penggunaan Uang
Legal Tender
Ciri-ciri uang, desain dan bahan uang
Pengeluaran,Pengedaran dan Pencabutan Uang
Penukaran
Ketentuan Pidana
Penggunaan uang rupiah
ancaman pidana terhadap penolakan untuk
menerima Rupiah.
ancaman pidana terhadap pelanggaran atas
kewajiban untuk menggunakan Rupiah di
wilayah Republik Indonesia. (sudah diatur
dalam UU BI)
Pengecualian penggunaan uang rupiah,
tersebut diatur dalam PBI sebagaimana diatur
dalam UU Bank Indonesia saat ini.
Apa yang perlu diatur dalam UU Mata
Uang

kewajiban pencantuman harga


(quotation) dalam rupiah. Dalam UU
Bank Indonesia, kewajiban
pencantuman harga (quotation) telah
diatur namun kurang tegas.
Legal tender
Legal tender
Legal Tender
Sebagaimana currency act negara lain, pengertian
legal tender untuk uang kertas dibedakan dengan
uang logam dari sisi jumlahnya.
Uang kertas berlaku sebagai legal tender dalam
jumlah berapa pun pada setiap transaksi
pembayaran.
Sedangkan untuk uang logam, berlaku sebagai
legal tender untuk jumlah tertentu untuk setiap
pecahan. Namun demikian, pembatasan jumlah
uang logam tidak berlaku bagi setoran nasabah
kepada bank.
Pertimbangan pembedaan uang kertas
dan logam

Memberikan beban (resiko selisih kurang,


handling cost) kepada pihak yang menerima
pembayaran dalam jumlah besar apabila
dilakukan dalam uang logam.
Fungsi uang logam lebih ditujukan untuk
pengembalian.
Secara best practice di beberapa negara lain,
penggunaan uang logam sebagai legal tender
dibatasi dalam jumlah tertentu antara lain seperti
Malaysia, Thailand, Singapura, Australia, Inggris,
Kanada.
Kontra argumen

Kontra argumen membatasi jumlah uang logam sebagai


legal tender :
Bagi masyarakat berpenghasilan sangat rendah yg
banyak menggunakan uang logam (seperti pedagang
kecil di pasar tradisional, tukang parkir, kondektur
angkutan umum, dan lain-lain) akan mendapat kesulitan
untuk melakukan pembayaran dalam jumlah besar
dengan menggunakan uang logam.
Kedudukan uang logam sebagai legal tender yang
dikeluarkan oleh BI menjadi sangat terbatas
penggunaannya.
Kewajiban bank memberikan layanan penukaran
uang kepada masyarakat

Selama ini, sering ada keluhan dari warga


masyarakat mengenai menukarkan uangnya, baik
yang lusuh, rusak, robek, dsb, melalui bank-bank.
Dalam UU Mata Uang perlu diatur kewenangan
Bank Indonesia untuk mewajibkan bank melayani
kegiatan penukaran uang kepada masyarakat,
termasuk mengenakan sanksi kepada bank yang
tidak mau memberikan layanan penukaran uang
kepada masyarakat.
Ketentuan pidana dan sanksi administratif

sanksi pidana perlu disatukan dalam


RUU Mata Uang, tidak terpisah dan
diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, sehingga RUU Mata
Uang menjadi lebih komprehensif.
BANK DAN PENCEMARAN
LINGKUNGAN HIDUP

SANKSI ADMINISTRASI
SANKSI PERDATA
SANKSI PIDANA
KREDIT BANK DAN LINGKUNGAN
LATAR BELAKANG

KREDIT BERPERAN DALAM PEMBANGUNAN


TAHUN 1962 MULAI MUNCUL KESADARAN AKAN DAMPAK
YANG TIMBUL AKIBAT PEMBANGUNAN
KASUL MINIMATA DI JEPANG SEJAK 1955 DAN BARU DISADARI
BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN
ISO 14000
ECOLABELING
KREDIT HARUS BERMANFAAT UNTUK:
DEBITUR (KEMBANGKAN USAHA)
BANK (BUNGA, SOLVABILITAS DLL)
PEMERINTAH (PERTUMBUHAN EKONOMI, LAPANGAN KERJA
DLL)
MASYARAKAT LUAS (LAPANGAN KERJA, PENINGKATAN
PENGHASILAN DLL)
MENGAPA BANK HARUS MENEMPUH
KEBIJAKAN KREDIT BERWAWASAN
LINGKUNGAN?
1. PASAL 6 UU LINGKUNGAN HIDUP: TIAP ORANG BUKAN SAJA
MEMILIKI HAK, TETAPI JUGA KEWAJIBAN DALAM
MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP
2. BANK PERLU MELINDUNGI DIRI DAN KREDITNYA
1. PROYEK DARI KREDIT YANG MENCEMARI LINGKUNGAN
2. PROYEK DARI KREDIT YANG DICEMARI OLEH LINGKUNGAN
3. JAMINAN KREDIT YANG MENCEMARI LINGKUNGAN
4. JAMINAN KREDIT YANG DICEMARI LINGKUNGAN
3. APABILA DICEMARI:
1. DAPAT MEMPENGARUHI USAHA,
2. KEMAMPUAN BAYAR,
3. JIKA MENUNTUT GANTI RUGI PROSES LAMA DAN
4. BIAYA BESAR
HINDARI USAHA/PROYEK KREDIT
DARI PENCEMARAN

PENCEMARAN: MASUKNYA / DIMASUKKANNYA


MAKHLUK HIDUP, ZAT, ENERGI ATAU KOMPONEN
LAIN KE DALAM LINGKUNGAN HIDUP OLEH
KEGIATAN MANUSIA, SEHINGGA KUALITAS
LINGKUNGAN MENURUN SAMPAI TINGKAT
TERTENTU SEHINGGA FUNGSI TIDAK SESUAI
PERUNTUKANNYA
PERUBAHAN MENURUN : DAMPAK
SEHINGGA DIPERLUKAN PANDUAN UNTUK USAHA-
USAHA YANG DIPERKIRAKAN MEMILIKI DAMPAK
TERHADAP LINGKUNGAN
1. PP NOMOR 51 TAHUN 1993

KEGIATAN YANG:
EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM (SDA)
PERUBAHAN BENTUK LAHAN/BENTANG ALAM
USAHA YANG POTENSIAL MENYEBABKAN
PEMBOROSAN SDA
MEMPENGARUHI KAWASAN KONSERVASI
KEGIATAN YANG MEMPENGARUHI PERTAHANAN
NEGARA
PENERAPAN TEKNOLOGI
PENGUKURAN BESAR KECIL
DAMPAK

JUMLAH MANUSIA
LUAS AREA
LAMA BERLANGSUNG
INTENSITAS DAMPAK
KOMPONEN LAIN YANG TERKENA
2. PASAL 15 UUPLH

RENCANA USAHA/KEGIATAN YANG KEMUNGKINAN


BERDAMPAK BESAR WAJIB AMDAL
JENIS USAHA YANG WAJIB AMDAL
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
KESEHATAN
PEKERJAAN UMUM
PERTANIAN (TAMBAH LUAS MIN 50 HA)
PARPOSTEL
INDUSTRI
PERHUBUNGAN
KEHUTANAN
KREDIT BERWAWASAN LINGKUNGAN

PROSES ANALISIS:
KASUISTIS
AMAN SECARA AKTIF MAUPUN PASIF
KEMUNGKINAN PERUBAHAN
KERJASAMA (AMDAL)
PERTIMBANGAN DAYA SAING DENGAN BANK LAIN
PASAL 18 UUPLH: WAJIB AMDAL UNTUK
MEMPEROLEH IJIN MELAKUKAN USAHA DAN
KEGIATAN
PENJELASAN PASAL 8 UU NOMOR 10 TAHUN
1998
KENDALA KREDIT BERWAWASAN
LINGKUNGAN

INTERN:
PENGETAHUAN KURANG TENTANG
LINGKUNGAN
KEBIJAKAN PERKREDITAN BANK YANG TIDAK
TEGAS
EKSTERN:
PERSAINGAN
TENAGA PROFESIONAL DI LUAR BANK
2. PROSES PERJANJIAN

ADA KLAUSULA-KLAUSULA PERSYARATAN YANG DAPAT


DIMASUKKAN SEBAGAI SURAT PERSETUJUAN DENGAN
TUJUAN UNTUK KEPENTINGAN BANK DAN LINGKUNGAN
YANG AMAN
CONDITION PRECEDENT: NASABAH TELAH MENYERAHKAN
SELURUH SURAT-SURAT (AMDAL, DLL) SEBELUM DROPPING
NASABAH MEMASTIKAN LOKASI AMAN DARI PENCEMARAN
NEGATIVE COVENANT:
NASABAH TIDAK MENEMPATKAN DI PROPERTINYA ZAT-ZAT BERACUN
DAN MENCEMARI LINGKUNGAN
NASABAH TIDAK PERNAH ATAU SEDANG MELANGGAR PERATURAN
UULH
NASABAH TIDAK AKAN MEMBUANG ZAT-ZAT YANG BERBAHAYA
3. MONITORING (KREDIT DAN USAHA)

MONITORING USAHA
ADA/TIDAK PENINGKATAN OMZET
ADMINISTRASI BAIK
KEUNTUNGAN
RISIKO
MONITORING KREDIT
SESUAI/TIDAK DENGAN TUJUAN
KUALITAS KREDIT
DOKUMENTASI KREDIT

MENEMPATKAN ORANG BANK / PIHAK III DALAM PERUSAHAAN KHUSUS


TERKAIT DENGAN LINGKUNGAN
LAPORAN DARI HASIL MONITOR:
LAPORAN KEUANGAN
LAPORAN LINGKUNGAN: EPR (ENVIROMENTAL PERFORMANCE REPORT),
YAITU DOKUMEN PERUSAHAAN YANG MENYATAKAN KINERJA LINGKUNGAN
(PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN AKIBAT AKTIVITAS PERUSAHAAN,
KOMITMEN DAN TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN)
APAKAH BANK DAPAT
TERSANGKUT?

JIKA SYARAT ANALISIS TIDAK LENGKAP


(PERIJINAN)
JIKA BANK IKUT DALAM MANAJEMEN
PERUSAHAAN
LAPORAN LINGKUNGAN TIDAK
DITINDAKLANJUTI
JIKA JAMINAN DIBELI BANK DALAM RANGKA
PENYELESAIAN KREDIT
JIK BANK IKUT MEMASUKKAN MODAL
PENYERTAAN DALAM PERUSAHAAN NASABAH

Anda mungkin juga menyukai