Anda di halaman 1dari 19

Hukum Kepailitan

A. Pengertian Kepailitan menurut undang-undang dan pendapat para sarjana

Istilah Kepailitan :
1. Kata pailit berasal dr bahasa Perancis “ failite “ : kemacetan pembayaran.
2. Dlm bhs Belanda digunakan istilah ”failliet”
3. Dlm hkm Anglo Amerika, uu nya ” Bankcruptcy Act ”.

Kepailitan/Pailit (black law): Henry Campbell: 1968:186) adalah Seseorg pedagang yg bersembunyi
atau melakukan tindakan tertt yg cenderung utk mengelabui pihak kediturnya. Pailit menurut kamus
ekonomi keuangan & perdagangan (Abdurrachman A: 1991) a/: Seseorg yg oleh suatu penga- dilan
dinyatakan bankcruptcy & yg aktivanya / warisannya telah diperuntukkan utk membayar hutang-
hutangnya. Dlm psl 1 (1) Peraturan Kepailitan atau FV (falllissement Verordening) stb. 1905 - 217 jo
1906 -348, m’nyatakan : Setiap berutang (debitur) yg ada dlm keadaan berhenti mem- bayar,baik atas
laporan sendiri maupun atas permohonan sese -org/lebih berpiutang (kreditur), dgn putusan hakim
dinyatakan dlm keadaan pailit. Kepailitan menurut UU No.4/98 psl 1(1) a/: Debitur yg have dua/ lebih
kreditur & tdk membayar sedikitnya satu utang yg telah jatuh wkt & dpt di tagih dinyatakan pailit dgn
putusan pengadilan yg berwe -nang sbgmn di maksud dlm psl 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun
atas perminta- an seorg / lebih krediturnya.

Kepailitan menurut UU No. 37 / 2004, Psl 1(1) adalah : sita umum atas semua ke kayaan
debitor pailit yg pe ngurusan & pemberesannya dilakukan oleh curator di bawah pengawasan Hakim
pengawas sbgmana diatur dlm UU ini. Pailit/Bangkrut secara umum a/ : Suatu sitaan umum
atas seluruh harta debitur agar dicapainya perdamaian antara debitur & para kreditur /agar harta tersbt dpt
di bagi2 secara adil di antara para kreditur.

Jadi Kesimpulan kepailitan a/: sita umum atas harta kekayaan debitur, baik yg ada pada wkt
pernyataan pailit maupun yg di -peroleh selama kepailitan ber- langsung utk kepentingan semua kreditur yg
pd waktu kreditur di nyatakan pailit have hutang, yg dilakukan dgn pengawasan pihak yg berwajib.

Tapi dikecualikan dr kepailitan :

a. Semua hasil pendapatan dr pe - kerjaan sendiri, gaji suatu jbtan /jasa, upah pensiun.
b. Uang yg diberikan utk meme -nuhi kewjban pemberian nafkah.
c. Sejumlah uang yg ditetapkan oleh hakim pengawas.
d. Tunjangan dr pendptan anak2- nya yg diterima o/debitur pailit.

B. Sejarah Hukum Kepailitan


1. Fase sebelum Tahun 1945
Zaman penjajahan Belanda (tahun 1602-1942)

a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Buku ketiga yang berjudul Van de
Voorzoeningen in geval van onvermogen van kooplieden (tentang peraturan ketidakmampuan
pedagang) yang diatur dalam Pasal 749 sampai dengan Pasal 910 WvK,

b. Reglement op de Rechtsvordering (Rv), Buku ke III Bab ketujuh, berjudul Van de staat van
kennelijk onvermogen (tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu membayar bagi orang yang
bukan pedagang), yang diatur dalam Pasal 899 dengan Pasal 915 Rv .

Adanya 2 (dua) peraturan ini, ternyata menimbulkan banyak kesulitan antara lain yaitu : (H.M.N
Purwostjipto)
1) Banyaknya formalitas yang ditentukan, menimbulkan banyak kesulitan dalam pelaksanaan ;
2) Biaya tinggi;
3) Pengaruh kreditur yang sedikit terhadap jalannya kepailitan;
4) Pelaksanaan kepailitan harus melalui waktu yang lama.

 Pada Tahun 1893 dibelanda terjadi perubahan karena hapusnya Buku ketiga maka Undang-
Undang Kepailitan diganti dengan Failissement verordening
 Kemudian diundangkan Faillisements verordening (Staatsblad 1905 No. 217) atau
lengkapnya disebut sebagai Verordening op het Faillisements en de Surseance van Betaling
voor Euro peanenin Nederlands Indie (Peraturan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang untuk orang-orang Eropa), yang sejalan dengan dengan ketentuan Pasal
163 Indische Staatsregeling (IS) dan diberlakukan juga di HINDIA BELANDA (Indonesia)
 Dengan berlakunya FV maka mencabut seluruh ketentuan Buku III WvK, Buku III, Bab VII
Pasal 899-915.
 Failissement verordening ini mulai berlaku bagi semua orang tanpa membedakan antara yang
pedagang dan yang bukan pedagang, baik perseorangan maupun yang badan hukum

Zaman penjajahan Jepang (Tahun 1942-1945).


Pada masa ini tidak ada peraturan kepailitan yang dibuat oleh Jepang.

Fase Kemerdekaan;

Berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Maka setelah proklamasi kemerdekaan, untuk
kepailitan berlaku Faillissement verordening S. 1905-217 jo S. 1906-348 yang dalam Bahasa
Indonesia disebut sebagai “Peraturan Kepailitan”.

2. Fase Reformasi (Tahun 1998-2004);


Bergejolaknya Krisis Moneter Revisi yang dilakukan terhadap Failissement verordening
oleh
Perpu No. 1 Tahun 1998 itu hanya bersifat sebagian dari materi Failissement verordening.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas maka ditetapkanlah Perpu Nomor 1 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan pada tanggal 22 April 1998 yang kemudian
disahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Kepailitan (UUK)
pada tanggal 9 September 1998.

Hal-hal yang mendasari perlu direvisinya Failissement verordening :


a. Pertama, tidak jelasnya timeframe yang diberikan untuk menyelesaikan kasus kepailitan.
b. Kedua, jangka waktu untuk penyelesaian utang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) juga sangat lama, yaitu memakan waktu 18 (delapan belas) bulan.
c. Ketiga, apabila pengadilan menolak PKPU, pengadilan tersebut tidak diwajibkan untuk
menetapkan debitur dalam keadaan pailit.
d. Keempat, kedudukan kreditur masih lemah. Umpamanya dalam hal pembatalan perbuatan debitur
yang merugikan kreditur, jangka waktu yang diberikan hanya selama 40 (empat puluh) hari
sebelum pailit, sedangkan dalam UU No. 4 Tahun 1998, jangka waktu tersebut diberikan sampai 1
(satu) tahun.

(Actio Pauliana adalah pembatalan segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh Debitur terhadap
harta kekayaannya melalui Pengadilan berdasarkan permohonan Kreditur (Kurator apabila dalam
Kepailitan) yang diketahui oleh Debitur perbuatan tersebut merugikan Kreditur).

3. Fase setelah tahun 2004.


Pada tanggal 18 Oktober 2004. Diundangkanya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) . Menggantikan Undang-Undang No. 4
Tahun 1998 tentang Undang-Undang Kepailitan

C. Dasar Hukum Kepailitan

1. Psl 1131 dan 1132 KUHPer


2. Psl 396 sd 400,520 KUHPid
3. UU No.40/2007 tentang PT
4. UU No.4/1996 ttg HT
5. UU No.8/1988 ttg PM
6. UU No.10 /1997 ttg Perbankan

KUHPerdata :
Pasal 1131
Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,
menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.

Pasal 1132
Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-
barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada
alasan-alasan sah untuk didahulukan.

D. TUJUAN HUKUM KEPAILITAN


1. Menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang
menagih piutangnya.
2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dg cara
menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau para Kreditor lainnya.
3. Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan2 yang dapat merugikan kepentingan para Kreditor,
atau debitor hanya menguntungkan kreditor tertentu.
4. Memberikan perlindungan kepada para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan
dengan berlakunya asas jaminan.
5. Memberikan kesempatan kepada Debitor dan kreditor untuk berunding membuat kesepakatan
restrukturisasi hutang

E. Fungsi lembaga kepailitan

 Sebagai lembaga pemberi jaminan kpd kreditornya bhw debitur tidak akan berbuat curang, dan
tetap bertanggung jawab atas semua utang-utangny kpd semua kreditur.

 Memberi jaminan perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi masal oleh
kreditur-krediturnya.

F. Asas-asas Hukum Kepailitan


Lembaga kepailitan m’rupakan lembaga hkm yg mempunyai fungsi penting, sbg realisasi dr dua psl
penting dlm KUHper yakni psl 1131 dan psl 1132 mengenai tanggung jawab debitur terhadap hutang2nya.
Psl 1131 :
sgala kebendaan siberhutang baik yg bergerak maupun yg tdk bergerak, baik yg sudah ada maupun yg baru
akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan utk segala perikatannya perseorgan.

Psl 1132 :
kebendaan tersbt menjd jaminan bersama2 bagi semua org yg mengutangkan pdnya, pendapatan penjualan
benda2 itu dibagi2 menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang msg2, kecuali apabila pr
berpiutang itu ada alasan2 yg sah utk didahulukan.

Kedua psl sbt mrpkan perwujud- an adanya asas jaminan kepasti -an pembayaran kpd krditur atas
transaksi2 yg tlah diadakan. ---- Hubungan kedua psl sbt adalah bhw kekayaan debitur (psl 1131)
mrupakan jaminan bersama bagi semua krediturnya (psl 1132) secara proporsional, kecuali bagi kreditur
dgn hak mendahului (hak preferensi). ---- Dr kedua psl tersbt, mk timbul lembaga kepailitan, yg berusaha
utk mengadakan tata yg adil mengenai pemba- yaran utang terhdp semua kreditur dgn cara seperti yg
diperintahkan oleh kedua psl tersbt. Jadi kedua psl tersbt mrupakan dasar hk kepailitan. ---- Bertolak dari
asas tersebut diatas sebagai lex generalis, maka ketentuan kepailitan mengaturnya dalam urutan yang lebih
rinci dan operasional.
Asas-Asas dalam Hukum Kepailitan :
- Keseimbangan
Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas
keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalah
gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan
yang dapat mencegah terjadinya penyalah gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang
tidak beritikad baik.

- Kelangsungan Usaha
Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif
dapat dilangsungkan.

- Keadilan
1. Bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang
berkepentingan.
2. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan pihak penagih yang
mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak
memedulikan kreditor lain.

- Integrasi
 Asas intergrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum
formil dan materiil merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum
acara perdata nasional.
 Menarik asas keseimbangan dan keadilan secara tidak langsung mengatur pencegahan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dan menyelesaikan perbuatan melawan
hukum dengan seadil-adilnya bagi para pihak yang berkepentingan.

G. Prinsip-prinsip dalam Hukum Kepailitan


Memaknai Prinsip Hukum Kepailitan :
- Prinsip hukum merupakan landasan dasar pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dan juga
sebagai dasar bagi hakim dalam memutuskan suatu putusan ketika tidak dapat merujuk pada norma
hukum positif.
- Parameter dalam mengukur norma apakah sudah pada jalur yang benar (on the right track).
- Penggunaan prinsip hukum sebagai dasar bagi hakim untuk memutuskan perkara dalam kepailitan
memperoleh legalitasnya dalam Undang-Undang Kepailitan.

Undang-Undang kepailitan secara expressis verbis menyatakan bahwa sumber hukum tidak tertulis
termasuk pula prinsip-prinsip hukum dalam kepailitan dapat dijadikan sebagai dasar hakim untuk memutus
suatu perkara. Dalam pasal 8 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memuat pula:

a. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tidak
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan
b. Pertimbangan dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis.

1. Paritas Creditorium
Prinsip paritas creditorium (kesertaan kedudukan para kreditur) menentukan bahwa para kreditur
mempunyai hak yang sama terhadap semua harta benda debitur. Filosofi dari prinsip paritas
creditorium adalah bahwa merupakan suatu ketidakadilan jika debitur memiliki harta benda sementara
utang debitur terhadap krediturnya belum terbayarkan.

2. Prorata Parte
Prinsip pari passu prorata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama
untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proposional antara mereka, kecuali jika antara
para kreditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran
tagihannya.

3. Structured Creditors
 Apabila kreditur yang memegang jaminan kebendaan disamakan dengan kreditur yang tidak
memegang jaminan kebendaan adalah sebuah ketidakadilan.
 Pada dasarnya dengan adanya jaminan tertentu sesuai dengan UU mendapatkan perlindungan
hukum dari lembaga jaminan.
 UU memberikan keistimewaan yang berupa hak preferensi dalam pelunasan piutangnya.

4. Prinsip Utang
Utang merupakan “raison d'etre” dari suatu kepailitan. ---- Dasar utama untuk mempailitkan subjek
hukum sangat penting sekali untuk dikaji lebih lanjut prinsip yang mendasari norma utang tersebut.

5. Prinsip debt collection


adalah ketentuan-ketentuan untuk melakukan pemberesan harta debitur dengan jalan melikuidasi aset
debitur tersebut.

6. Debt Pooling
Prinsip debt pooling merupakan prinsip yang mengatur bagaimana harta kekayaan pailit si debitur
dibagi diantara para krediturnya.

7. Debt Forgiveness
Implementasi dari prinsip debt forgiveness ini dalam norma hukum kepailitan adalah diberikannya
moratorium terhadap debitur atau yang dikenal dengan nama penundaan kewajiban pembayaran utang
untuk jangka waktu yang ditentukan, dikecualikannya beberapa aset debitur dalam budel pailit
diberikan status fresh staring sehingga memungkinkan debitur bisa melakukan usaha baru tanpa
dibebani utang-utang lama.

8. Prinsip Universal & Prinsip Teritorial


Prinsip universal dalam kepailitan mengandung bahwa putusan pailit dari suatu pengadilan di suatu
negara dapat berlaku terhadap semua harta debitur yang berada didalam negeri tempat putusan pailit
dijatuhkan maupun terhadap harta debitur yang berada di luar negeri. (cross border insolvency).
Prinsip teritorial dalam kepailitan berarti :
- Putusan pailit pengadilan suatu negara tidak berlaku pada negara lain.
- Putusan pailit suatu pengadilan dari suatu negara tidak dapat diakui dan juga tidak dapat
dieksekusi oleh pengadilan negara lain.

Pernyataan Kepailitan
1. Syarat-syarat untuk dinyatakan Pailit
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ke pengadilan niaga merupakan hal
yang sangat penting karena apabila permohonan pernyataan pailit tidak memenuhi syarat-syarat yang
terdapat dalam UUK-PKPU maka pengadilan niaga tidak akan mengabulkan permohonan pernyataan pailit
tersebut. Pengaturan ttg syarat kepailitan diatur secara tegas, ini semata2 utk menghindari :
a. Perebutan harta debitor bl dlm wkt yg sama ada bbrp kreditor yg menagih piutang dr debitor.
b. Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yg menuntut haknya dgn cara menjual brg milik debi tor
tanpa memperhatikan kepen tingan debitor/pr kreditor lain.

Kecurangan2 yg dilakukan oleh salah se org kreditor / debitor sendiri.

Syarat pernyataan pailit pertama kali dimuat dalam Faillissement Veroderning (FV) yang
menyatakan : Setiap berutang yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya dengan
putusan Hakim, baik atas pelaporan sendiri, baik atas permintaan seorang atau lebih para berpiutangnya,
dinyatakan dalam keadaan pailit. Dari ketentuan tersebut, terlihat adanya satu syarat untuk dapat
dikabulkannya permohonan pernyataan pailit, yaitu Debitor yang berada dalam keadaan berhenti
membayar utang-utangnya. Kelemahan ini coba dikoreksi oleh ketentuan Pasal 1 ayat (1) jo Pasal 6 ayat
(3) Undang Undang No. 4 Tahun 1998 jo Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Undang No. 37 tahun 2004,
yang menyatakan, Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU di atas maka syarat-syarat untuk mengajukan
permohonan pernyataan pailit terhadap debitor adalah sebagai berikut:

1) Syarat adanya dua kreditor atau lebih (concursus creditorium)


concursus creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131
BW. Rasio kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk
kemudian setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau
accoord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian dibagi-
bagikan hasil perolehannya kepada semua kreditor sesuai urutan tingkat kreditor yang telah
diatur oleh undang-undang. Jiks debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi
UndangUndang Kepailitan kehilangan raison d’etre-nya.

Bila debitor hanya memiliki satu kreditor, maka seluruh harta kekayaan debitor otomatis
menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian
secara pari passu pro rata parte Terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya
mempunyai satu kreditor.
Ada 3 macam kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata yaitu:
Kreditor konkuren adalah para kreditor yang memperoleh pelunasan berdasarkan pada
besarnya piutang masing-masing. Para kreditor konkuren mempunyai kedudukan yang sama
atas pelunasan utang dari harta debitor tanpa ada yang didahulukan.
Kreditor preferen adalah kreditor yang oleh undang-undang diberikan hak istimewa
untuk mendapatkan pelunasan piutang terlebih dahulu dibandingkan kreditor lainnya. Hak
istimewa ini diberikan berdasarkan sifat piutangnya yang harus didahulukan.
Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yaitu hipotek,
gadai, hak tanggungan dan fidusia. Kreditor separatis ini dipisahkan dan tidak termasuk dalam
pembagian harta debitor pailit. Kreditor ini dapat mengeksekusi sendiri haknya seolah-olah
tidak terjadi kepailitan.
2) Syarat harus adanya “UTANG”
concursus creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131
BW. Rasio kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk
kemudian setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau
accoord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian dibagi-
bagikan hasil perolehannya kepada semua kreditor sesuai urutan tingkat kreditor yang telah
diatur oleh undang-undang. Debitor tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditornya
tidak memerlukan klasifikasi apakah debitor benar-benar tidak mampu melakukan
pembayaran utang atau karena tidak mau membayar kendati debitor memiliki kemampuan.
Dalam praktik pengadilan niaga muncul beberapa kriteria debitor tidak membayar utangnya,
antara lain :
 Ketika debitor tidak membayar utang karena berhenti membayar utangnya,
 Debitor tidak membayar utang ketika debitor tidak membayar dengan seketika dan
sekaligus lunas kepada para kreditornya,
 Debitor tidak membayar utang ketika debitor berhenti melakukanpembayaran
terhadap angsuran yang telah disepakati sehingga debitordapat dikatakan tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana telah diperjanjikan,
 Debitor tidak melakukan pembayaran atas utangnya meskipun terhadap perjanjian
awal telah dilakukan amandemen. Tindakan ini menunjukkan bahwa debitor
bersikap ingkar janji kepada kreditornya.
 Debitor tidak pernah membayar utangnya yang terakhir meskipun tersebut di
dalamnya.

Berapa jumlah nilai nominal utang di dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit ?

Pasal 1 Konsep Rancangan Undang-Undang tentang Undang-Undang Kepailitan Mengatur


mengenai pailit dan kebangkrutan berlaku terhadap debitor yang sudah tidak mampu lagi
untuk membayar utang-utangnya, dan harta yang tersisa adalah hanya 25% dari seluruh
kekayaan debitor. Pembatasan jumlah nilai nominal utang di dalam pengajuan permohonan
pernyataan pailit Singapura(US $ 2,000.00 atau jumlah lain akan ditentukan di masa depan),
Hongkong (HK $ 5,000.00), Filipina (tiga orang kreditor atau lebih yang merupakan
penduduk Filipina dan memiliki tagihan terhadap debitor hingga mencapai nilai sebesar
1,000 pesos dapat mengajukan involuntary petition.), Australia , Kanada (Kreditor tidak
berjaminan atau kreditor berjaminan yang mempunyai piutang senilai CDN $ 1,000.00 dapat
mengajukan permohonan pailit dalam jangka waktu enam bulan dari saat debitor mengajukan
permohonan pailit kepada The Official Receiver.), dan Amerika Serikat (Bankruptcy Code
Amerika Serikat mensyaratkan permohonan pernyataan pailit untuk involuntary petition
dapat diajukan jika debitor memiliki tagihan utang yang tidak berjaminan (unsecured debt)
sebesar US $ 5,000.00. Tiga kreditor harus bersama-sama mengajukan permohonan pailit
apabila debitor memiliki 12 kreditor atau lebih kreditor, sebaliknya seorang kreditor dapat
mengajukan permohonan pailit sepanjang tagihannya minimal US $ 5,000.00.)

3) Syarat adanya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
Kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan,
karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau
majelis arbitrase. (Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004)
2. Syarat-syarat Pengajuan Pailit
a. Adanya Hutang
b. Minimal Satu dari Hutang Sudah Jatuh Tempo
c. Minimal Satu dari
d. Hutang Dapat di Tagih
e. Adanya Debitur & Ada Kreditur
f. Kreditur Lebih Dari Satu
g. Pernyataan Pailit dilakukan oleh Pengadilan Khusus (Pengadilan Niaga)

3. Pihak-pihak yang dinyatakan Pailit


Pasal 1 angka 3 UU Kepailitan dan Penunda Kewajiban Pembayaran Utang mendefenisikan debitur sebagai
orang yang mempunyai UTANG karena perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih
dimuka pengadilan.
a. Orang Perseorangan
b. Badan Hukum
c. Persekutuan2 yg tidak berbadan hukum.
d. Harta Peninggalan/ Harta Warisan

4. Pihak yang dapat mengajukan Pailit


a. Debitor Sendiri
Debitor mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk dirinya sendiri (Voluntary Petition) biasanya
dilakukan dengan alasan bahwa dirinya maupun kegiatan usaha yang dijalankannya tidak mampu lagi
untuk melaksanakan seluruh kewajibannya terutama dalam melakukan pembayaran utang-utangnya
terhadap para kreditornya. Dalam sejarahnya Voluntary Petition ini banyak dilakukan sebagai rekayasa
debitor yang telah membuat utang sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk tidak membayar utang
tersebut. Berkaitan dengan Voluntary Petition tersebut, Retno Wulan Sutantio mengemukakan
kemungkinan terjadinya masalah-masalah sebagai berikut:
Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor yang dilakukan dengan sengaja setelah
membuat utang kanan kiri dengan maksud untuk tidak membayar, maka permohonan tersebut akan
ditolak oleh pengadilan niaga. Perbuatan tersebut dalam bahasa Belanda disebut “knevelarij” dan
diancam dengan pidana. (Psl 396-405 KUHP/PERBUATAN MERUGIKAN PEMIUTANG ATAU
ORANG YANG MEMPUNYAI HAK)

b. Satu atau Lebih Kreditor


Ketentuan Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU menyatakan bahwa: “Kreditor adalah orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan”.
 Pada dasarnya kepailitan dapat diajukan oleh semua jenis kreditor.
 Tidak ada batasan mengenai kualifikasi kreditor yang dapat mengajukannya.
 Sepanjang kreditor tersebut dapat membuktikan secara sederhana bahwa ada lebih dari satu
utang, dan salah satunya telah jatuh waktu,
 Maka secara formil, hakim wajib menyatakan debitor pailit.

c. Kejaksaan
Jika menyangkut dgn kepentingan umum. Dalam UUK dan PKPU Terdapat beberapa kewenangan
kejaksaan dalam kepailitan.
 Pertama, Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPUjuncto Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2000, bahwa kejaksaan dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit demi kepentingan
umum.
 Kedua, Pasal 10 ayat (1) UUK dan PKPU, bahwa kejaksaan dapat mengajukan permohonan
agar pengadilan meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor
dalam perkara kepailitan.

 Ketiga, Pasal 93 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (2) UUK dan PKPU, bahwa pengadilan dengan
putusan pernyataan pailit atau setiap waktu setelah itu, atas usul hakim pengawas, permintaan
kurator, atau atas permintaan seorang kreditor atau lebih setelah mendengar hakim pengawas
dapat memerintahkan supaya debitor pailit ditahan, baik ditempatkan di rumah tahanan
maupun di rumahnya sendiri, dibawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas.
Perintah penahanan dilaksanakan oleh Kejaksaan yang ditunjuk oleh hakim pengawas.

Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau
kepentingan masyarakat luas, misalnya:

 Debitor melarikan diri;


 Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
 Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang
menghimpun dana dari masyarakat;
 Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
 Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang
piutang yang telah jatuh waktu; atau
 Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.

d. Bank Indonesia
Permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang merupakan BANK hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU. Kewenangan
Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ini tidak menghapuskan kewenangan
Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan
hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang
Perbankan yaitu keadaan suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya bila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, keadaan usahanya semakin memburuk antara lain
ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas dan rehabilitasi, serta pengelolaan
bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat.

Dengan adanya ukuran yang jelas ini, maka Bank Indonesia akan aman dalam menggunakan
kewenangannya dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga. Hadirnya
Pasal 2 ayat (3) UUK dan KPU tersebut secara ideal dimaksudkan antara lain untuk :
 Menjaga citra perbankan di mata masyarakat dan dunia, serta menghindarkan efek beruntun
terhadap keberadaan bank lainnya.
 Memaksimalkan fungsi dari Bank Indonesia dalam melakukan tugas pengawasan dan
pembinaan.
 Menghindari permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab terhadap bank, seperti pihak-pihak yang sebenarnya bukan kreditor,
ataupun pihak-pihak yang sebenarnya hanyalah untuk mempermalukan ataupun untuk
menghancurkan citra bank tersebut di dalam maupun di luar negeri, atau termasuk juga pihak-
pihak dari bank itu sendiri yang ingin melakukan penekanan terhadap para kreditornya untuk
tunduk kepada langkah yang diinginkan oleh bank ataupun grup bank tersebut dengan
ancaman akan mempailitkan bank tersebut jika para kreditornya tetap memaksa bank tersebut
untuk membayar utang-utangnya.

CONTOH : Perkara yang berkaitan dengan diajukannya permohonan pernyataan pailit terhadap
bank adalah perkara Bank IFI sebagai pemohon pailit terhadap Bank Danamon sebagai termohon
pailit. Dalam perkara tersebut, pengadilan niaga menolak untuk memeriksa dan memutuskan
permohonan pernyataan pailit tersebut karena tidak diajukan melalui Bank Indonesia. Hal ini
berarti, selama Bank Indonesia tidak memohonkan pailit terhadap bank yang tidak membayar
utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, maka terhadap bank tersebut tidak dapat
dipailitkan.

e. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)


Berkaitan dengan debitor yang merupakan perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh BAPEPAM sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU.
Kenapa harus Bapepam ? krn lembaga tersbt melakukan kegiatan yg berhubungan dgn dana masy yg
diinvestasikan dlm efek di bawah pengawasan Bapepam. OJK “Sejak tanggal 31 Desember 2012,
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK”.

f. Menteri Keuangan
Berkaitan dengan debitor yang merupakan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan sebagaimana yang dimaksud dalam
ketentuan Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU.

5. Prosedur Permohonan Pailit


Proses kepailitan yg dikenalkan oleh UU kepailitan yg paling me’nonjol adalah memberikan time frame utk
jgk wkt yg relatif singkat & terperinci utk setiap langkah dlm mata rantai proses permohonan kepailitan.
Tata cara permohonan keputusan pernyataan pailit sampai dgn pailitnya debitur ditempuh dgn suatu time
frame yg singkat. Akan ttp setelah putusan proses kepailitan dan pemberesannya tdk mempunyai batas
jangka waktu maksimum.
TATA CARA PERMOHONAN KEPUTUSAN PERNYATAAN PAILIT
a. Pemohon
b. Pengadilan niaga panitera (1x24 jam)
c. Ketua pengadilan mempelajari permohonan (2x24 jam)
d. Penetapan hari sidang (max. 20 hari), penundaan penyelenggaraan sidang (max. 25 hari)
e. Persidangan (keterangan pemohon,termohon,saksi- saksi, alat bukti). Penyegelan harta kekayaan
debitur, penunjuk kurator sementara yg mengawasi pengelolaan usaha & kkyn debitur
f. Putusan Pernyataan Pailit (Max. 60 hr). Pengangkatan Hakim Pengawas, Pengangkatan Kurator (Or
oleh BHP)
g. Debitur pailit

6. PENGADILAN NIAGA
Menurut UU Kepailitan, pengadilan yg berwenang utk mengadili perkara per- mohonan kepailitan a/:
pengadilan yg daerah hukum nya meliputi daerah tempat kedudukan hk DEBITUR. Yg di maksud
pengadilan ini adalah Pengadilan Niaga yg merupakan pengkhusus- an pengadilan di bidang perniagaan
yang di bentuk dalam lingkupan Peradilan Umum.
Tugas dan Wewenang Pengadilan Niaga
Mengenai tugas dan wewenang Pengadilan Niaga ini pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 diatur
dalam Pasal 280, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 diatur pada Pasal 300.
Pengadilan Niaga merupakan lembaga peradilan yang berada di bawah lingkungan Peradilan Umum yang
mempunyai tugas sebagai berikut (Rahayu Hartini, 2008 : 258 ) :
 Memeriksa dan memutusakan permohonan pernyataan pailit;
 Memeriksa dan memutus permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
 Memeriksa perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya ditetapkan dengan undang-
undang, misalnya sengketa di bidang HaKI.

Sampe’ saat ini PNiaga di Ind, baru ada di Jakarta , Surabaya, Medan, Makassar, Semarang Pembtukan PN
ini dilakukan secara berthap berdsrkan Keppres dgn memperhati kan kebutuhan d kesiapan Smber Daya yg
diperlukan.

Kompetensi Pengadilan Niaga

a. PENGADILAN NIAGA
Kata Pengadilan secara etimologi berasal dari kata “adil” yang menunjukkan kata sifat, namun apabila
mendapat imbuhan menjadi kata Pengadilan yang menunjukkan kata benda dan menurut salah satu
kamus berarti dewan atau majelis yang mengadili perkara, mahkamah, proses mengadili, keputusan
Hakim, sidang Hakim ketika mengadili perkara, rumah (bangunan) tempat mengadili perkara.
Sedangkan niaga adalah segala bentuk kegiatan jual beli dan sebagainya, untuk memperoleh untung
dagang.

b. PENGERTIAN PENGADILAN NIAGA


Menurut peraturan perundang-undangan tentang kepailitan, pihak yang berkepentingan dapat
mengajukan permohonan ke Pengadilan Niaga. Permohonan tersebut adalah dalam bentuk permohonan
pernyataan pailit yang diajukan oleh pihak Kreditor atau Debitor (Vide Pasal 2 ayat (1) UU.Kep).
Maupun permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Debitor
maupun oleh Kreditor (Vide Pasal 212 UU.Kep)
Dengan demikian permohonan pailit dan PKPU diajukan ke Pengadilan Niaga sesuai dengan
kompetensi absolut yang diatur dalam Pasal 300 UUK. Yang dimaksud dengan Pengadilan Niaga
adalah merupakan pengkhususan Pengadilan di bidang perniagaan yang terbentuk dalam lingkungan
Peradilan Umum.
Pasal 300 UUK
a) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, selain memeriksa dan memutus
Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula
memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan
undang-undang.

b) Pembentukan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap dengan
Keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang
diperlukan.

c. KEBERADAAN PENGADILAN NIAGA


Pengadilan Niaga ini telah ada sejak tahun ketika diundangkannya UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10 menentukan pembagian kekuasan badan peradilan kepada 4
lingkungan kekuasaan peradilan yang masing-masing memiliki lingkungan wewenang mengadili
tertentu dan meliputi badan-badan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Kekuasaan Badan
Peradilan tersebut meliputi :
 Lingkungan peradilan umum;
 Lingkungan peradilan agama;
 Lingkungan peradilan tata usaha negara;
 Lingkungan peradilan militer.

d. SKEMA KEBERADAAN PENGADILAN NIAGA

e. PENGORGANISASIAN PENGADILAN NIAGA


 Mengenai pengorganisasian, sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi peradilan
umum.
 Untuk pertama kalinya Pengadilan Niaga dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan
kemudian dilakukan secara bertahap dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
 Berdasarkan Keppres No. 97 tahun 1999, Pemerintah membentuk pengadilan niaga pada 5
pengadilan negeri, yaitu Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan,
Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Negeri Semarang.
 Hakim pada Pengadilan Niaga adalah Hakim yang secara khusus ditugasi untuk memeriksa
dan memutus permohonan kepailitan atau perkara komersil tertentu.
 Pada Pengadilan Niaga selain terdapat Hakim Niaga juga dimungkinkan adanya Hakim Ad
Hoc bila memang diperlukan, yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
Pengadilan Niaga administrasinya di bawah Ketua Pengadilan Negeri karena berada di
lingkungan Peradilan Umum.

PEMBAGIAN KEWENANGAN MENGADILI


KEWENANGAN ABSOLUT

 Menurut Pasal 300 ayat (1) UU No 37 Tahun 2004, pengadilan niaga memeriksa dan memutus permohonan
Pernyataan pailit dan PKPU dan berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang
perniagaanya yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang.
 Kewenangan yang dimiliki oleh Pengadilan Niaga merupakan kewenangan absolut untuk memeriksa dan
memutus permohonan pailit dan hal-hal yang berkaitan dengan perniagaan, dimana wilayahnya meliputi
tempat tinggal atau kedudukan Debitor. Sehingga ketentuan Undang Undang No. 37 Tahun 2004
merupakan ketentuan yang bersifat lex specialis di bidang kepailitan.
 Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengadilan niaga berwenang pula mengadili perkara perniagaan
lainnya. Seperti masalah yang berkaitan dengan HAKI yang mengalokasikan proses beracara kepada
pengadilan niaga.

A. PEMBAGIAN KEWENANGAN MENGADILI ABSOLUT


Perkara niaga yang dapat dimasukkan dalam kompetensi absolut Pengadilan Niaga antara lain adalah :
 Permohonan Pernyataan Pailit dalam kepailitan;
 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
 Sengketa yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas (PT) dan atau organnya;
 Hal-hal lain yang diatur dalam Buku Kesatu dan Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum
Dagang, seperti mengenai Firma, C.V., Komissioner, Expeditur, Pengangkut, Surat-surat Berharga
(wesel, Cek, Surat Hak Atas Kekayaan Intelektual, dan lain-lain.

Perkara Niaga yang tidak termasuk kompetensi absolut Pengadilan Niaga dapat juga diartikan
sebagai berikut :

 Sengketa yang tidak termasuk kompetensi absolut Pengadilan Negeri, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Anak-Anak, Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4D), Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP);
 Sengketa mengenai status perorangan (personen),termasuk warisan yang diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, dan;
 Sengketa yang berhubungan dengan perjanjian dimana para pihak telah membuat perjanjian
arbitrase tertulis, dimana para Pihak telah membuat kesepakatan tentang cara penyelesaian
sengketa perdata diluar Peradilan umum.

B. KEWENANGAN RELATIF

Mengenai kewenangan realtif pengadilan diatur dalam Pasal 118 HIR yang mengatur pembagian kekuasan
untuk mengadili antar pengadilan yang serupa, tergantung dari TEMPAT TINGGAL TERGUGAT atau
dikenal dengan asas Actor Secuitor Forum Rei. Berkaitan dengan kewenangan relatif sesuai dengan “asas
actor secuitor forum rei”, maka ketentuan Pasal 3 menentukan :

 Putusan pernyataan pailit diputus oleh pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah
tempat kedudukan debitor.
 Dalam hal debitor meninggalkan wilayah Indonesia, pengadilan yang berwenang adalah
pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan terakhir.
 Dalam hal debitor adalah pesero suatu firma, pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan firma berwenang memutuskan.
 Dalam hal debitor tidak berkedudukan di Indonesia, namun menjalankan profesinya atau usahanya
di wilayah negara RI, pengadilan niaga yang berwenang adalah pengadilan niaga yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesinya atau
usahanya di wilayah negara RI.
 Dalam hal debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya sebagaimana dimaksud
dalam Anggaran Dasar.
NOTE : KEWENANGAN RELATIF

Pada saat pengadilan niaga pertama kali terbentuk, otomatis asas di atas tidak dapat diterapkan karena
pada saat ini hanya ada 1 pengadian niaga, yaitu pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Sehingga kewenangan relatif tersebut ada pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk perkara
kepailitan dan PKPU seluruh Indonesia.

Namun sejak berlakunya Perpres No. 97 tahun 1999 dimana dibentuk pengadilan niaga lain selain
pengadilan niaga yang beroperasi di : Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yaitu Pengadilan Niaga Ujung
Pandang, Medan, Surabaya dan Semarang.

1) Kewenangan Pengadilan Niaga Terhadap Arbitrase Pasal 303 UUK Baru


“Pengadilan tetap berwenang memberikan dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari
para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi
dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
2 ayat 1 UU ini”

2) Prinsip-prinsip Hukum Pengadilan Niaga


Ketua MA punya kewajiban utk membimbing & mengawasi jalan- nya PN agar terpenuhi prinsip2
hkm dr PN.
 Keseimbangan: Ketua MA harus menjamin terselenggaranya per- sidangan secr
berkesinambungan
 Persidangan yang baik: Tersedianya prosedur PN yg cepat, efektif & terekam dgn baik.
 Putusan yang baik: Masyarakat pencari keadilan haruslah tersedia putusan yg tertulis & dgn
memuat pertim bangan2 yg cukup yg mendasari putusan ybs.
 Kearsipan yang baik : Setiap putusan haruslah diberi arsip yg baik dan diterbitkan secara
berkala.

3) Hakim yg bertugas di PN, terdiri dari 2 macam, yaitu :


 Hakim Tetap : pr hakim yg di angkat berdasarkan SK ketua MA utk menjd hakim PN;
 Hakim Ad Hoc : Merupakan hakim ahli yg di angkat khusus dgn suatu keppres utk PN di
Tingkat I.
4) Syarat2 yg harus dipenuhi utk menjadi hakim P N :
 Berpengalaman : Berpengalaman sbg hakim di lingkungan peradilan umum;
 M’punyai dedikasi & pengetahuan : Menguasai masalah2 yg menjd lingkup kewenang-
an PN;
 Sikap yang baik : Hakim harus wibawa, jujur, adil dan tidak tercela;
 Pelatihan khusus.

Hukum acara apa yg di pake’ di Pengadilan Niaga Dalam menyelesaikan perkara2 ?

Pada prinsipnya yang dipakai adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku secara umum, yaitu Hukum Acara
Perdata berdasarkan HIR dan RBg.

AKIBAT-AKIBAT KEPAILITAN
1. Akibat Kepailitan Terhdp Debitur Pailit Dan Hartanya
Kepailitan mliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit itu diputuskan berserta
semua kekayaan yg diperoleh slama kepailitan

Pengecualian : Benda, Termasuk hewan yg dibutuhkan o/ debitor sehubungan dgn job nya, alat
medis yg digunakan utk kesehatan, t4 tidur & perlengkapan yg digunakan, bahan makanan utk 30 hari
bg debitor & keluarganya. Segala sesuatu yg diperoleh debitor dr job nya sendiri sbg penggajian dr
suatu jabatan / jasa, sbg upah, pensiun, uang tunggu / tunjangan. Uang yg diberikan kepada debitor utk
memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut UU.

Yg dinyatakan pailit a/ seluruh harta kekayaan debitur, bukan pribadinya. Oleh krn itu dgn
dinyatakan- nya pailit, si pailit demi hk ke hilangan haknya utk berbuat bebas terhdp kekayaannya yg
termasuk dalam kepailitan.

2. Akibat Kepalitan Terhdp Eksekusi Atas Harta Kekayaan Debitur Pailit


Dlm UUK disbtkan bhw putusan pernyataan pailit berakibat bhw segala putusan hakim
menyangkut setiap bagian harta kekayaan de- bitur yg telah di mulai sebelum ke pailitan, harus segera
dihentikan & sejak itu tdk ada suatu putusan yg dpt dilaksanakan termasuk / juga dgn menyandera
debitor.

Tp ketentuan ini tdk berlaku bg kreditor sbgmn yg di -maksud dgn psl 55 UUK, bhw kreditor
pemegang gadai,HT, jaminan fidusia, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya dpt
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.

3. Akibat Kepailitan Terhadap Perjanjian Timbal Balik Yang Dilakukan Sebelum Kepailitan.
Kepailitan meliputi seluruh utang & piutang debitur pd saat pernyataan pailit di -lakukan. Dgn
adanya pernya taan pailit, maka selanjut- nya pengurusan harta pailit dilakukan oleh kurator.

Bagaimana halnya dgn hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur pailit sebelum
pernyataan pailit dilakukan ????
Menurut kettan UUK, apabila pd saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdpt perj. timbal
balik yg belum/baru sebagian di -penuhi, mk pihak yg mengadakan perj dg debitor dpt meminta kpd
kreditor utk memberi kepastian ttg kelanjutan pelaksanaan perj. tersbt dlm jgk wkt yg disepakati oleh
kurator & pihak tsb. Kalo’ kesepakatan mengenai jgk wkt tdk tercapai, mk Hakim Pengawas yg
menetapkan jgka wkt tersbt.

Apabila kurator tdk mem- beri jawaban/tdk bersedia melanjutkan pelaksanaan perj, mk perj
berakhir & pihak kre- ditor dpt menuntut ganti rugi & akan diperlakukan sbg kre-ditor konkuren.Tapi
kalo’ kura- tor menyatakan kesanggupan- nya, mk kurator wajib memberi jaminan atas kesanggupan
utk melaksanakan perj. tsb.

4. Akibat Kepailitan Terhdp Kewenangan Berbuat Debitur Pailit Dlm Bidang Hkm Harta Kekayaan.
Setelah ada putusan pernyataan pailit, debitur dlm batas2 tertentu masih dpt melakukan perbuatan
hk dlm bidg hk kekayaan sepanjang perbuatan tsb akan mendtg- kan untung bg harta pailit.

Sebaliknya apabila perbuatan hk tsb akan merugikan harta pailit, kurator dpt meminta pem batalan
atas perbuatan hk yg dilakukan oleh debitor Pailit. Pembatalan tersebut bersifat relatif, artinya hal itu
hanya dpt digunakan utk kepentingan harta pailit.

Org yg mengadakan tran -saksi dgn debitur tdk dapat mempergunakan alasan itu utk minta
pembatalan. Tindakan kurator tersebut disebut ACTIO PAULIANA (psl 1341 BW dan psl 41-55
UUK).

ACTIO PAULIANA (CLAW BACK) DALAM KEPAILITAN :


Actio Pauliana : suatu upaya hk utk membatalkan transaksi yg dilakukan o/debitur utk
kepentingan debitur tsb yg dpt merugikan kepentingan para krediturnya. Misalnya :Menjual brg milik
debitur, shg barang tsb tdk dpt lagi disita & dijaminkan.

Syarat2 Actio Pauliana :


 Dilakukan actio pauliana tsb utk kepentingan harta pailit;
 Adanya perbuatan hk dr debitur;
 Debitur tsb telah dinyatakan pailit;
 Perbuatan hk tsb merugikan kepentingan kreditur;
 Perbuatan hk tsb dilaku- kan sebelum pernyataan pailit ditetapkan;
 Perbuatan hk tsb bukan perbuatan hk yg diwajib -kan o/ UU, misalnya : membayar pajak

5. Akibat Kepailitan Terhadap Barang Jaminan.


Menurut kettan psl 55, 56 UUK disebutkan : Setiap kreditur pemegang gadai,HT, jmnan fidusia,
hipotek / hak agunan atas kebendaan lain- nya, dpt mengeksekusi hak nya seolah2 tdk terjd pailit.
Hak kreditur utk mengeksekusi barang agunan & hak pihak ketiga utk menuntut hartanya yg
berada dlm penguasaan debitur yg pailit/kurator, dpt ditangguhkan utk jgk wkt paling lama 90 hari
terhitung sejak tgl putusan pailit diucapkan.
Selama berlgsgnya jangka wkt penangguhan, sgala tuntut an hk utk memperoleh pelunasan atas
suatu piutang tdk dpt diajukan dlm sidang badan peradilan,& baik kreditur mau pun pihak ketiga
dilarang mengeksekusi atau memohon sita atas barang yg menjd agunan.

NOTE* : Putusan kepailitan bersifat SERTA MERTA & KONSTITUTIF yaitu meniadakan keadaan &
menciptakan ke -adaan hukum baru.
Dalam putusan hakim tentang kepailitan ada 3 hal yg esensial, yaitu :

1. Pernyataan bahwa si debitur pailit;


2. Pengangkatan seorg Hakim Pengawas yg di tunjuk dari Hakim Pengadilan;
3. Kurator.

STAY ’ dlm hk kepailitan a/ : Dlm masa2 tertentu, sungguh pun HAK utk mengeksekusi jaminan hutang ada
ditangan kreditr separitis (kreditur dgn hak jaminan), ttp kreditur separitis tsb tdk dpt mengeksekusinya.

Kreditur Separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan utang kebendaan (hak jaminan), seperti pemegang hak
tanggungan, hipotik, gadai, fidusia. Jadi, Kreditur Separatis berada dlm ’masa tunggu’ utk masa tertentu, dimana
stelah masa tunggu lewat, dia baru dibenarkan utk mengeksekusi jaminan hutangnya.

Mengapa STAY diperlukan ??

UU No. 37 / 2004 Pasal 55 dan Pasal 56

Penangguhan bertujuan, antara lain:

 Memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian;


 Memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit;
 Memungkinkan kurator melaksanakan tugas secaranya optimal.

Akibat stay :

 Selama stay berlangsung debitur tidak dapat dituntut ke pengadilan untuk melunasi utangnya.
 Pihak kreditur separatis maupun pihak ketiga yang berkepentingan dengan harta debitur tidak dibenarkan
mengeksekusi atau memohon sita atas barang jaminan tersebut
 Kurator dapat menggunakan atau menjual boedel pailit yang termasuk sebagai barang persediaan
(inventory) atau barang-barang bergerak (current asset) meskipun harta tersebut dibebani dengan hak
tanggungan.
Pihak2 Tertangguh Eksekusi “STAY”

 Pemegang Hak Tanggungan


 Pemegang Hak Gadai
 Pemegang Agunan atas kebendaan lainnya, Misalnya : Pemegang Fidusia, Pemilik barang leasing, pemberi
sewa beli, pemegang hak reklame.

Bagaimana kedudukan kreditur separitis dalam kepailitan ??

Kedudukan kreditur separatis dipisahkan dari kreditur lainnya dlm arti dia dpt menjual sendiri & mengambil sendiri
dari hasil penjualan yg terpisah dgn harta pailit umumnya. Dlm masa kepailitan, mk yg berwng menjual harta
jaminan hutang a/sbb :

1. Kurator, yakni : Dlm masa stay, dgn alasan utk kelangsungan usaha debitur; Stelah lewat 2 bln sejak
insolvensi.

2. Kreditur Separatis, yakni : Dlm masa sebelum jatuhnya putus an pailit; Dlm masa stelah berakhirnya stay;
Dlm masa 2 bln sejak insolvensi.

Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hutang

Cara penjualan aset di lakukan dgn mengajukan lelang di Kantor Pelelangan. Tata cara pelelangan dilakukan sesuai
dgn aturan yg berlaku utk lelang tsb. Tetapi, penjualan harta pailit dpt juga dilakukan o/ kurator secara di bawah
tangan, asal telah mendpt izin dari Hakim Pengawas. Ini dilakukan kurator utk menghemat biaya lelang dan
penjualan langsung akan menghasilkan yang lebih.

Anda mungkin juga menyukai