Anda di halaman 1dari 8

HUKUM BISNIS

(kepailitan)

ANGGOTA:

ABIDIN HIDAYATULLAH (119020514)

FATUH ROHMAN ALFAJAR (119020506)

FARHAN RIZKY RAMDHANY (119020517)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
A. Pengertian Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu sitaan umum, atas seluruh harta kekayaan dari orang yang berutang, untuk
dijual di muka umum, guna pembayaran hutang-hutangnya kepada semua kreditor, dan dibayar
menurut perbandingan jumlah piutang masing-masing. Dalam perbendaharaan bahasa Belanda,
Perancis, Latin dan Inggris istilah pailit dapat ditemukan. Dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya
pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau
berhenti membayar utangnya disebut dengan Le Faille. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah
faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa
Inggris digunakan istilah to fail dan kata di dalam bahasa Latin digunakan istilah failire

Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Kepailitan / Faillisement Verordening stb 1905 – 217 jo 1906 – 348
menyebutkan : “Setiap berutang (debitur) yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas
laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berpiutang (kreditur) dengan putusan
Hakim dinyatakan dalam keadaan pailit.” Sedangkan dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 4/199/ menyebutkan
: “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang
sebagai dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang
atau lebih krediturnya.

Menurut Rachmadi Usman kepailitan adalah Keadaan dimana seorang debitor tidak mampu melunasi
hutang-hutangnya pada saat hutang tersebut jatuh tempo. Pernyataan pailit tidak boleh diputuskan
begitu saja, melainkan harus dinyatakan oleh pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun atas
permintaan seseorang atau pihak ketiga.

Sedangkan menurut Retno Wulan, kepailitan adalah eksekusi masal yang ditetapkan dengan keputusan
Hakim yang berlaku serta merta dengan melakukan penyitaan umum atas semua atau orang yang
dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan
berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang
berwajib.

Dari pengertian kepailitan tersebut dapat disampaikan bahwa :

Kepailitan dimaksudkan untuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara
perorangan Kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan pribadinya, sehingga debitur masih
bisa untuk melakukan perbuatan hukum diluar hukum kekayaan.Dan pengertian terakhir mengenai
kepailitan yaitu dalam pasal 1 ayat (1) UU. No. 37 Tahun 2004 (tentang Kepailitan dan PKPU)
menyebutkan bahwa kepailitan merupakan sitaan umum atas semua kekayaan debitur pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim pengawas. Dalam
Undang- Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa :
(1) untuk kepentingan harta pailit dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitor
yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum pernyataan
pailit ditetapkan.

(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan
bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan siapa perbuatan
hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perbuatan hukum
debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau karena undang-undang.

Dalam Undang-Undang Kepailitan tidak ada batasan waktu saat dilakukan perbuatan hukum oleh
debitor sehingga dapat dibatalkan melalui upaya actio pauliana tersebut. Karena itu hukum yang
mengaturnya hanyalah hukum yang umum mengenai daluarsa suatu gugatan. Dalam hal ini, gugatan
terhadap actio pauliana dapat dilakukan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh debitor yang belum
melebihi jangka waktu 1 tahun.

B. Asas Hukum Kepailitan

Lembaga kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi penting, sebagai realisasi dari 2
pasal KUHPer Pasal 1131 KUHPer dan Pasal 1132 KUHPer, mengenai tanggung jawab debitur terhadap
hutang-hutangnya. Menurut Pasal 1131 KUHPer segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi
tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.

Pasal 1132 KUHPer menyebutkan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi
semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu
ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Kedua pasal tersebut memberikan jaminan kepastian kreditur bahwa kewajiban debitur akan tetap
dipenuhi / lunas dengan jaminan dari kekayaan debitur baik yang sudah ada maupun yang masih akan
ada dikemudian hari. Jadi pada dasarnya asas yang terkandung dalam pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPer
ini adalah bahwa undang-undang mengatur tentang hak menagih bagi kreditur atau kreditur-krediturnya
terhadap transaksinya dengan debitur.

Menurut Sri Redjeki Hartono, Lembaga Kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi :

Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada krediturnya, bahwa debitur tidak akan berbuat
curang dan tetap bertangung jawab atas semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur-krediturnya.
Juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi masal oleh kreditur-
krediturnya.

C. Syarat-Syarat Untuk Dinyatakan Pailit

Agar seorang debitor dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, maka
berbagai persyaratan juridis harus dipenuhi ketentuan dalam Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 20 UU
No. 37 Tahun 2004 yaitu:

1. Permohonan dari debitor (perorangan) :

1. Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
setempat.

2. Izin/kartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat.

Surat kuasa khusus.

3. Surat tanda bukti diri (KTP) suami/isteri yang masih berlaku.

4 Persetujuan suami/isteri yang dilegalisir.

5. Daftar asset dan tanggung jawab.

6. Neraca pembukuan terakhir (dalam hal perorangan memiliki perusahaan).

2. Permohonan dari debitor (Perseroan Terbatas).

1. Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
setempat.

2. Izin/kartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat.

3. Surat kuasa khusus.

4. Akta pendaftaran perusahaan (tanda daftar perusahaan) yang dilegalisir (dicap) oleh Kantor
Perdagangan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum permohonan didaftarkan.

5. Putusan sah rapat umum pemegang saham (RUPS) terakhir.

6. Neraca keuangan terakhir.

7. Nama serta alamat semua kreditor dan debitor.

8. Anggaran Dasar/Anggaran rumah tangga.


3. Permohonan dari debitor (Yayasan/Asosiasi).

1. Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
setempat.

2. Izin/kartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat.

3. Surat kuasa khusus.

4. Akta pendaftaran yayasan/asosiasi yang dilegalisir (dicap) oleh Kantor Perdagangan paling lambat 1
(satu) minggu sebelum permohonan didaftarkan.

5. Putusan Dewan Pengurus yang memutuskan untuk mengajukan pernyataan pailit.

6. Neraca keuangan terakhir.

7. Nama serta alamat semua kreditor dan debitor.

4. Permohonan dari debitor (Kejaksaan/Bank Indonesia/Bapepam).

1. Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
setempat.

2. Surat tugas/surat kuasa.

3. Izin/kartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat.

4. Surat kuasa khusus.

5. Akta pendaftaran perusahaan/bank/perusahaan efek yang dilegalisir (dicap) oleh Kantor Perdagangan
paling lambat 1 (satu) minggu sebelum permohonan didaftarkan.

6. Surat perjanjian utang.

7. Perincian utang yang telah jatuh tempo/tidak dibayar.

8. Neraca keuangan terakhir.

9. Daftar asset dan tanggung jawab.

10. Nama serta alamat semua kreditor dan debitor.

4. Permohonan dari kreditor (Kejaksaan/Bank Indonesia/Bapepam).

Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat.
Izin/kartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat.

Surat kuasa khusus.

Akta pendaftaran perusahaan/yayasan/asosiasi yang dilegalisir (dicap) oleh Kantor Perdagangan paling
lambat 1 (satu) minggu sebelum permohonan didaftarkan.

Surat perjanjian utang.

Perincian utang yang tidak dibayar.

Nama serta alamat masing-masing debitor

Tanda kenal diri debitor.

Nama serta alamat mitra usaha.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris oleh penterjemah resmi (jika menyangkut unsur
asing)

D. Pihak-Pihak Yang Dapat Dinyatakan Pailit

Objek undang-undang kepailitan adalah Debitor, yaitu Debitor yang tidak membayar utang-utangnya
kepada para Kreditornya. Undang-undang berbagai negara membedakan antara aturan kepailitan bagi
Debitor orang perorangan (individu) dan Debitor bukan perorangan atau badan hukum. Kepailitan
bukan saja dapat diajukan terhadap Badan Usaha Milik Swasta atau badan-badan hukum swasta tetapi
dapat juga diajukan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

1. Kepailitan Holding Company, Dapatkah permohonan pernyataan pailit diajukan terhadap suatu
Holding Company.

2. Kepailitan Bank dan Perusahaan Efek, Undang-undang Kepailitan membedakan antara Debitor bank
dan bukan bank, antara Debitor perusahaan efek dan bukan perusahaan efek.

3. Kepailitan Penjamin, Berkaitan dengan pemberian guarantee yang biasanya diminta oleh perbankan
dalam pemberian kredit bank, dengan undang-undang ini seorang penjamin atau penanggung yang
memberikan personal guarantee atau suatu perusahaan yang memberikan corporate guarantee dapat
dimohonkan untuk dinyatakan pailit.
Contoh Kasus

Dalam beberapa perkara permohonan kepailitan, ada utang yang menurut hakim tidak dapat dibuktikan
secara sederhana. Sebagai contoh, dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 515K/Pdt.Sus.Pailit/2013,
pemohon pailit adalah debitor yang mendalilkan bahwa ia mempunyai beberapa kreditor, salah satunya
adalah karyawan-karyawannya. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
berpendapat bahwa adanya fakta hak-hak buruh yang belum terpenuhi atau belum dibayar masih
menimbulkan sengketa mengenai macam dan besarnya hak buruh sehingga pelaksanaanya masih
menimbulkan sengketa. Maka menurut penilaian Majelis Hakim, pembuktian terhadap perkara ini tidak
bersifat sederhana. Putusan Pengadilan Niaga tersebut dikuatkan oleh Mahkamah Agung yang
berpendapat bahwa (terkait utang gaji karyawan) besarnya jumlah pembayaran pada para buruh
membutuhkan perhitungan yang tidak sederhana, oleh karena itu hal tersebut diatas tidak memenuhi
alasan “sederhana dalam permohonan Pailit”.

Contoh lain adalah dalam kasus kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (“TPI”). Sebagaimana
diberitakan dalam artikel Televisi Pendidikan Indonesia Tak Jadi Pailit, perkara ini bermula dari Crown
Capital Global Limited selaku kreditor TPI memiliki obligasi senilai AS$53 juta. Obligasi itu diterbitkan
pada 24 Desember 1996 dan jatuh tempo pada 24 Desember 2006. Namun ketika obligasi ini jatuh
tempo, TPI tak jua melunasinya. Di Pengadilan Niaga, majelis hakim menilai permohonan pailit Crown
Capital memenuhi syarat pembuktian sederhana. Akan tetapi, pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung
mengabulkan permohonan kasasi TPI. Majelis Kasasi berpendapat perkara TPI melawan Crown Capital
Global Limited tidak sederhana sehingga tidak tepat diajukan ke Pengadilan Niaga sebagai perkara
kepailitan.

Dalam putusannya yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 834K/PDTSUS/2009 Tahun 2009,
Mahkamah Agung berpendapat bahwa eksistensi adanya utang tersebut ternyata masih dalam konflik
sebab masih diperdebatkan dan dipermasalahkan, bahkan tentang sejauh mana keberadaan utang
tersebut kini masih diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Fakta-fakta menunjukkan bahwa
keberadaan utang dalam perkara ini sifatnya kompleks dan tidak sederhana, cukup rumit dan sulit
pembuktiannya yang memerlukan ketelitian dan pembuktian yang tidak sederhana pula, sehingga tidak
layak dibahas atau diperiksa di Pengadilan Niaga tetapi seharusnya diperiksa melalui proses perkara
perdata biasa di Pengadilan Negeri.
Kesimpulan

Melihat pada penjelasan serta contoh-contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pembuktian
secara sederhana dalam permohonan pailit adalah pembuktian mengenai fakta adanya dua atau lebih
kreditor serta ada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor.

Pembuktian keberadaan utang, salah satunya, adalah dengan cara kreditor membuktikan telah
memberikan teguran kepada debitor untuk membayar kewajibannya, tetapi debitor tidak juga
membayarnya. Atau kreditor membuktikan bahwa hingga lewat jangka waktu pembayaran kewajiban
(utang) yang telah disepakati sebelumnya, debitor tidak juga membayar utangnya. Jika pembuktian
keberadaan utang tersebut cukup rumit dan sulit atau masih menimbulkan sengketa, maka tidak
memenuhi syarat pembuktian yang sederhana.

Anda mungkin juga menyukai