Anda di halaman 1dari 19

HUKUM ASURANSI

Makalah disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum
Dagang

Dosen Pengampu: Dr. Bq Ratna Mulhimah, MH

Disusun Oleh:

Nama : Rismayanti

Nim : 180201112

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan anugerah
dari-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum
Asuransi” ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada
kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan
menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Saya sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang


menjadi tugas Mata Kuliah Hukum Dagang ini. Disamping itu, saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen Pengampu Dr. Bq Ratna
Mulhimah, MH serta pihak-pihak yang telah membantu saya selama
pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat selesai dengan tepat
waktu.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan


baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu, besar
harapan saya jika ada kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
melakukan perbaikan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembacanya. Atas

perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk membuat makalah ini saya

ucapkan terimakasih.

Mataram, 19 September 2020

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................

KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Istilah Dan Pengertian Asuransi...................................................................


B. Resiko Asuransi..............................................................................................
C. Sifat Perjanjian Dan Prinsip Asuransi Pada Umumnya.............................
D. Hukum Asuransi Sebagai Dasar Perasuransian..........................................
E. Asurani Syariah Sebagai Perkembangan Hukum Asuransi......................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................

B. Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan asuransi tentu sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang,
mengingat jumlah pengguna asuransi semakin hari semakin tinggi di Indonesia.
Tingginya pengguna asuransi ini didominasi oleh berbagi macam produk
asuransi seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan, serta asuransi perlindungan
harta.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi telah semakin tinggi.
Namun hal tersebut tidak serta merta membuat semua pengguna asuransi
mengerti mengenai apa sebenarnya manfaat dan keuntungan yang didapatkan
dalam asuransi yang digunakan oleh mereka, hal ini bisa terjadi akibat
kurangnya pemahaman mengenai ketentuan serta kebijakan yang ditetapkan di
dalam asuransi itu sendiri.
Dalam beberapa kasus, kita seringkali menemukan nasabah yang kecewa
dan merasa dirugikan akibat penggunaan asuransi yang dirasa tidak maksimal
dan tidak sesuai dengan harapan mereka, dimana pada dasarnya hal seperti ini
bisa saja terjadi akibat kurangnya pemahaman kita pada semua pasal serta
peraturan yang sebenarnya wajib kita pahami sebelum memutuskan untuk
menggunakan asuransi.
Oleh karena itu, disini penulis mencoba membahas mengenai hukum
asuransi agar dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat dalam memilih
asuransi yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa istilah dan pengertian dari hukum asuransi?
2. Apa saja resiko yang ada dalam asuransi?
3. Bagaimana sifat perjanjian dan prinsip asuransi pada umumnya?
4. Bagaimana hukum asuransi sebagai dasar perasuransian?

4
5

5. Bagaimana pengaruh asuransi syariah sebagai perkembangan hukum


asuransi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Istilah Dan Pengertian Asuransi
Kata asuransi berasal dari Bahasa Inggris insurance, yang dalam Bahasa
Indonesia telah diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan
padanan kata “pertanggungan”.1 Wirjono prodjodikoro dalam bukunya
“Hukum Asuransi di Indonesia” memaknai asuransi sebagai suatu persetujuan
di mana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin
akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum
jelas.2
Pengertian asuransi apabila ditinjau dari segi hukum merupakan
perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dimana pihak tertanggung mengikat
diri kepada penanggung, dengan menerima premi-premi asuransi untuk
memberi penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, karena suatu peristiwa
yang tidak pasti atau untuk memberi pembayaran atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.3
Di Indonesia saat ini ketentuan tentang asuransi tercantum didalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang dan diatur secara khusus dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Asuransi merupakan
perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang, bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
1
Tuti Rastuti, Op.Cit, hlm. 1
2
Wirjono Prodjodikoro. Hukum Asuransi di Indonesia. Intermasa: Jakarta. 1987. hlm. 1
3
Adil Samadi, Op.Cit., hlm. 117

5
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu.4
Ruang lingkup pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
tersebut terlihat sangat sempit sekali, hanya terbatas pada perlindungan
terhadap risiko kerugian, kerusakan, dan kehilangan keuntungan saja, padahal
seiring perkembangan jaman kita sadari bahwa masih banyak risiko lain yang
perlu untuk dilindungi. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
memperluas ruang lingkup perlindungan meliputi pula risiko dari tanggung
jawab hukum terhadap pihak ketiga, asuransi jiwa, dan bunga cagak hidup,
kemudian Undang-Undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014. Dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang perasuransian menyatakan bahwa5:
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi
dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 3
(tiga) unsur utama dalam asuransi:6

4
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Cetakan IV. Citra Umbara, Bandung. 2010.
Pasal 246
5
Kitab Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.Pasal 1 Ayat (1)
6
Djoko Prakoso, Hukum Asuransi di Indonesia. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta, 2000,
hlm. 316

6
7

a. Unsur ke 1, pihak tertanggung atau terjamin berjanji membayar uang premi


kepada pihak tertanggung atau penjamin, baik sekaligus maupun berangsur-
angsur.
b. Unsur ke 2, pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang kepada
pihak terjamin, sekaligus maupun berangsur-angsur apabila unsur ke 3
terlaksana.
c. Unsur ke 3, suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi.
C. Resiko Asuransi
Dalam dunia asuransi, resiko diartikan sebagai ketidakpastian dari
kerugian finansial atau kemungkinan terjadi kerugian. Ketidakpastian dan
peluang kerugian dapat dibedakan menjadi:
1. Ketidakpastian ekonomis yaitu ketidakpastian dari kebijakan ekonomi yang
pada gilirannya mempengaruhi konsumsi, harga, atau perkembangan
teknologi.
2. Ketidakpastian yang berkaitan dengan alam, yaitu ketidakpastian yang akan
terjadinya badai, banjir, kebakaran, atau bencana alam lainnya.
3. Ketidakpastian manusiawi, yaitu ketidakpastian terhadap terjadinya perang,
pembunuhan, pencurian, dan sebagainya.
Adapun jenis-jenis resiko dalam asuransi adalah sebagai berikut:
a) Risiko Murni
Risiko murni atau pure risk adalah suatu risiko yang apabila terjadi
akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi tidak menimbulkan
kerugian akan tetapi juga tidak memberikan keuntungan. Dalam risiko
murni kerugian terjadi atau tidak sama sekali.
b) Risiko Spekulatif
Risiko spekulatif atau speculative risk adalah risiko yang berkaitan
dengan terjadinya dua kemungkinan yaitu peluang mengalami kerugian
finansial atau peluang memperoleh keuntungan. Dalam risiko spekulatif
kemungkinan terjadinya kerugian atau keuntungan.
c) Risiko Individu
1) Risiko Pribadi

7
Risiko pribadi atau personal risk adalah risiko yang mempengaruhi
kapasitas atau kemampuan seseorang dalam memperoleh keuntungan.
2) Risiko Harta
Risiko harta atau property risk adalah risiko terjadinya kerugian
keuangan apabila memiliki suatu benda atau harta, yaitu adanya peluang
harta tersebut hilang, dicuri, atau rusak.
Kehilangan suatu harta dapat dibedakan menjadi dua jenis:
a. Kerugian langsung, terjadi apabila harta hilang atau rusak. Kerugian
finansial terjadi karena kehilangan nilai harta tersebut, uang yang
diinvestasikan didalamnya, dan biaya yang digunakan untuk
menggantikannya.
b. Kerugian tidak langsung, setiap kerugian akibat terjadinya kerugian
asal (original loss).
3) Risiko Tanggung Gugat
Risiko tanggung gugat adalah risiko yang dialami atau diderita
sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain.7
D. Sifat Perjanjian Dan Prinsip Asuransi Pada Umumnya
Perjanjian asuransi meletakkkan hak dan kewajiban pada tertanggung
dan penanggung. Perjanjian asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut:8
1. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian
Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena
pihak tertanggung menderita kerugian yang diganti itu adalah seimbang
dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita. Sifat perjanjian asuransi
ini berkaitan dengan penerapan prinsip idemnitas, sebagaimana dapat
disimpulkan dari Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Namun,
yang perlu diperhatikan adalah mengenai berlakunya asas idemnitas ini
hanya dalam asuransi kerugian saja dan tidak berlaku dalam asuransi

7
Sri Susilo et.al, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, 2000,
hlm.206
8
Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika,
1992, hlm. 92-94

8
9

sejumlah uang. Hal ini karena dalam asuransi sejumlah uang , ganti rugi
tidak diseimbangkan dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita, akan
tetapi ganti kerugian sudah ditetapkan sebelumnya pada waktu ditutupnya
perjanjian asuransi. Hal ini didasarkan bahwa pada asuransi sejumlah uang
kepentinganntya tidak dapat dinilai dengan uang.
2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat
Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat aletair (aleatory),
merupakan perjanjian yang prestasi penanggung masih harus digantungkan
pada peristiwa yang belum pasti, sedangkan prestasi tertanggung sudah pasti
meskipun tertanggung sudah memenuhi prestasinya dengan sempurna,
pihak penanggung belum pasti berprestasi dengan nyata.
Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional),
merupakan suatu perjanjian yang prestasipenanggung hanya akan terlaksana
apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Proteksi
yang dijanjikan kepada tertanggung akan dipenuhi oleh penanggung. syarat-
syarat agar penanggung bersedia memenuhi tangggungjawabnya dengan
melaksanakan prestasinya yang meliputi:
a. Adanya peristiwa yang tidak tentu
b. Hubungan sebab akibat antara risiko dan peristiwa yang menyebabkan
timbulnya kerugian
c. Ada tidaknya hal-hal yang memberatkan risiko
d. Apakah ada cacat atau kebusukan atau sifat kodrat fari barang, kesalahan
tertanggung, dan nilai yang diasuransikan.
3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian kewajiban bertimbal balik
Perjanjian asuransi dilihat dari batasan sebagaimana diatur dalam
Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, meletakkan hak dan
kewajiban kepada pihak tertanggung dan penanggung. Penanggung
berkewajiban memberikan ganti kerugian apabila peristiwa yang menjadi
penyebab timbulnya risiko terjadi, dan penanggung berhak menerima premi
dari tertanggung, karena telah mengambil alih risiko yang dapat
menimbulkan kerugian kepada tertanggung. Sebaliknya, tertanggung

9
berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung. sebab,
tertanggung sudah dilindungi secara finansial apabila terjadi peristiwa yang
dapat menimbulkan risiko terjadi. Secara finansial tertanggung akan
dilindungi untuk dikembalikan pada posisi semula sebelum terjadinya
risiko, dengan cara penanggung memberikan ganti kerugian kepada
tertanggung.
4. Perjanjian asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan proteksi
Dapat dilihat dari Batasan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, lebiih lanjut ditelaah unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pihak pertama ialah penanggung, yang dengan sadar menyediakan diri
untuk menerima dan mengambil alih risiko.
b. Pihak kedua ialah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut
dalam perorangan, kelompok orang atau Lembaga, badan hukum
termasuk perusahaan atau siapa pun yang dapat menderita kerugian.
5. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang bersifat formal
Hal ini tercermin dalam ketentuan Pasal 255 Kitab Undang- Undang
Hukum Dagang yang menyatakan bahwa perjanjian asuransi yang telah
terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis.
Polis ini merupakan salah satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan
bahwa asuransi telah terjadi.
6. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensuil
Pada Pasal 257 Kitab Undang-undang Hukum Dagang memberikan
ketegasan, walaupun belum dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi sejak
tercapai kesepakatan antara tertanggung dengan penanggung, sehingga hak
dan kewajiban tertanggung pada penanggung timbul sejak terjadi
kesepakatan berdasarkan nota persetujuan.
7. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus
Perjanjian asuransi pada dasarnya merupakan suatu perjanjian yang
mempunyai karakteristik yang dengan jelas akan memberikan suatu ciri
khusus, apabila dibandingkan dengan jenjis perjanjian yang lain.

10
11

Dalam buku-buku Anglo Saxon disebutkan bahwa perjanjian asuransi


adalah perjanjian yang bersifat sepihak (unilateral), hanya satu pihak saja
yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. penanggung memberikan
janji akan mengganti suatu kerugian, apabila pihak tertanggung sudah
membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak
menjanjikan apapun.
8. Perjanjian asuransi merupakan kontrak baku
Polis sebagai suatu akta yang formalitasnya diatur dalam undang-
undang, memiliki arti yang sangat penting pada perjanjian asuransi, baik
tahap awal maupun selama perjanjian berlaku dalam masa pelaksanaan
perjanjian. Syarat-syarat biasa dibuat secara sepihak oleh penanggung dan
sudah dibakukan dan berstandar sama, baik dari bentuk maupun isi
pasalnya. Secara yuridis kontrak baku diperbolehkan dan sah perjanjian
tersebut. Sebab, telah terjadi kesepakatan dengan ditandai polis tersebut
ditandatangani oleh tertanggung. Dalam hal ini berlaku prinsip take it or
leave it, jika tertanggung setuju dengan syarat (klausul baku) yang tertuang
dalam polis, tertanggung tinggal menandatangani polis tersebut sebagai
tanda telah disepakatinya isi perjanjian tersebut. Jika tidak menyetujui, dan
tidak terjadi kesepakatan, tertanggung dapat menolak dengan tidak
menandatangani polis tersebut.9
Dan adapun prinsip-prinsip asuransi pada umumnya adalah sebagai
berikut:
a. Prinsip Insurable Interest
Prinsip ini bisa diartikan bahwa seseorang hanya diperbolehkan
mengasuransikan sesuatu, yang memiliki hubungan antara tertanggung
dengan objek yang diasuransikan serta diakui secara hukum.
Unsur-unsur pokok insurable interest:
1) Harus ada benda, hak, kepentingan, jiwa, tanggungjawab yang
diasuransikan
2) Benda, hak, kepentingan, dan sebagainya harus merupakan

9
Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm.59

11
3) Tertanggung harus mempunyai hubungan dengan objek yang
dipertanggungkan
4) Hubungan antara tertanggung harus diakui/sah secara hukum
Contohnya, seseorang hanya boleh mengambil atau membelikan
asuransi jiwa atau asuransi kesehatan untuk anggota keluarganya.
b. Prinsip Utmost Good Faith
Arti dari prinsip ini ialah, baik pemegang polis maupun perusahaan
asuransi harus beritikad baik dalam melakukan perikatan. Itikad baik di sini
diartikan sebagai mengungkapkan informasi secara detil dan akurat.
Pemegang polis harus transparan tentang obyek yang akan diasuransikan.
Sementara penyedia asuransi harus merinci persyaratan pertanggungan.
Contoh. Penanggung tidak membuat pernyataan yang tidak benar selama
negosiasi, tidak menutupi segala hal berkaitan dengan produk asuransi dan
pada Tertanggung, jujur atas penyakit yang pernah diderita, pengguna
kendaraan selain tertanggung
c. Prinsip Proximate Cause
Prinsip ini akan menjadi rujukan perusahaan asuransi dalam
menentukan kondisi yang menjadi penyebab utama terjadinya risiko serta
syarat pencairan manfaat.
Prinsip ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya perselisihan akibat
salah tafsir mengenai risiko. Atas dasar prinsip ini, polis asuransi pada
umumnya memuat risiko yang dijamin dan yang dikecualikan secara
mendetail.
Penyebab kerugian:
1) Single cause (penyebab tunggal)
2) Chain of event (Penyebabnya lebih dari satu)
a) Unbroken sequence
b) Broken sequence
3) Concurrent causes (dua kejadian yang timbul bersamaan tetapi berdiri
sendiri)
d. Prinsip Indemnity

12
13

Prinsip ini menegaskan manfaat asuransi bagi pemegang polis atau


bisa diartikan sebagai suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan
kompensasi keuangan dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam
posisi keuangan yang ia miliki sebelumnya terjadinya kerugian. Jadi,
asuransi berfungsi mengembalikan posisi keuangan nasabah jika terjadi
suatu risiko, ke posisi sebelum terjadi risiko. Contoh, fungsi asuransi
kesehatan ialah mengembalikan posisi keuangan si tertanggung sebelum
sakit.
e. Prinsip Suborgation
Prinsip ini merupakan pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada
penanggung setelah klaim dibayar. Artinya perusahaan asuransi sebagai
penanggung risiko, mengambil posisi tertanggung dalam menuntut ganti
rugi jika terjadi risiko. Prinsip ini contohnya berlaku pada asuransi umum.
Misalkan ada si A sebagai seorang pemegang polis asuransi kendaraan,
terlibat kecelakaan dengan mobil B. Maka, ketika A mengajukan klaim
penggantian kerugian atas kecelakaan itu ke perusahaan asuransi yang
menanggungnya, maka ia tidak lagi memiiki hak untuk menagih ganti rugi
dari B. Dalam hal ini, perusahaan asuransilah yang bertugas menanggung
kerugian si A, kemudian menagih ganti rugi tersebut ke B.
f. Prinsip Contribution
Prinsip ini berlaku untuk satu obyek yang diasuransikan ke lebih dari
satu perusahaan asuransi. Praktik ini biasanya terjadi di asuransi umum dan
nilai pertanggungan yang diasuransikan sangat besar. Patut dicatat, kendati
ada dua penanggung yang terlibat, prinsip indemnity yang menyatakan
bahwa total ganti rugi tidak boleh lebih dari nilai kerugian, tetap berlaku.
Pembayaran ganti rugi dari tiap penanggung bisa dibagi berdasarkan:
1. Proporsional (prorate), yang berarti setiap penanggung akan bertanggung
jawab secara prorata sesuai dengan bagian masing-masing.
2. Non-proporsional (excess), yang berarti masing-masing penanggung
memiliki kewajiban masing-masing.
E. Hukum Asuransi Sebagai Dasar Perasuransian

13
Hukum asuransi adalah aturan tertulis yang mengikat peserta dan setiap
perusahaan asuransi untuk menaati perjanjian yang sudah disepakati. Biasanya
terdiri dari hak peserta mendapatkan perlindungan dan sebagai gantinya peserta
membayar premi kepada perusahaan asuransi.
Dengan kata lain, hukum asuransi mengatur apa saja hak dan kewajiban
peserta asuransi maupun perusahaan asuransi, baik itu asuransi jiwa atau
asuransi umum.
Jadi dengan adanya dasar hukum asuransi inilah yang akan memberikan
payung hukum bagi kedua belah pihak jika sewaktu-waktu terjadi sengketa.
Dengan begitu, semua persoalan yang ditimbulkan bisa diselesaikan secara
hukum berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Adapun dasar hukum asuransi di Indonesia di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Dilihat dari kedudukannya, undang-undang ini sering kali dijadikan
sebagai dasar dari beberapa penetapan peraturan mengenai asuransi yang
berlaku di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 merupakan dasar hukum utama yang mengatur dan menentukan
segala kegiatan asuransi.
Melihat isi dari UU No.2 Tahun 1992, di dalamnya memuat peraturan
tentang usaha perasuransian. Dasar-dasar dibentuknya undang-undang ini
adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan
amanat Pancasila dan UUD 1945, meninjau bahwa asuransi adalah salah
satu upaya dalam menanggulangi resiko tertentu yang dihadapi oleh
masyarakat sekaligus berperan dalam menghimpun dana dari masyarakat.
2. Kitab Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
3. KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774
Undang-Undang KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774 menyatakan
bahwa asuransi mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak di
dalamnya. Karena mengandung unsur perjanjian maka akan termasuk dalam
ruang lingkup hukum pidana, sebagaimana dalam KUHP bagian dua
menjelaskan bab tentang syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah.

14
15

Di mana hal tersebut dirinci dan dijelaskan dalam salah satu pasal,
yaitu Pasal 1320 yang menyebutkan bahwa “Untuk sahnya perjanjian
diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan
dirinya, kecakapan dalam membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan
tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang.”
4. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD Bab 9 Pasal 246
Penjelasan secara umum dalam pasal 246 akan sangat terlihat
kemiripannya dengan UU No. 2 Tahun 1992. Disebutkan pada Bab 9
KUHD secara menyeluruh menjelaskan tentang ketentuan tentang jenis
pertanggungan dari asuransi, batas maksimal pertanggungan yang diberikan
asuransi, prosedural proses pertanggungan yang berlaku, penyebab batalnya
proses pertanggungan, dan pertanggungan disusun secara tertulis dalam
suatu akta atau polis asuransi.
5. Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 73 Tahun 1992
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 membahas ketentuan
yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Peraturan
pemerintah terbentuk atas dasar tujuan asuransi yang secara prinsip mampu
mendorong tumbuhnya pembangunan nasional Indonesia.
Kegiatan usaha perasuransian berjalan sesuai dengan yang tercantum
pada hukum yang berlaku dan mengatur perusahaan perasuransian yang ada
di Indonesia agar berkembang dengan baik. Selain itu, sesuai dengan
landasan maupun prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999
Peraturan Pemerintah ini merupakan perubahan pertama dari
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Tujuan yang dimuat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 pada dasarnya memiliki
kesamaan dengan peraturan sebelumnya yaitu tentang penyelenggaraan
usaha perasuransian.
Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari akan adanya
perkembangan kegiatan usaha perasuransian yang terus mengalami
perubahan, serta perubahan situasi perekonomian nasional. Hal ini

15
menyebabkan diperlukannya penyesuaian terhadap peraturan pelaksanaan
usaha asuransi yang telah berlaku.
F. Asurani Syariah Sebagai Perkembangan Hukum Asuransi
Bisnis asuransi mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun walaupun
terkadang terjadi perlambatan. Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut
menunjukkan tumbuhnya kesadaran banyak orang akan pentingnya
perlindungan dari asuransi. Pilihan-pilihan asuransi yang tersedia kini juga
sudah menyesuaikan dengan kebutuhan tiap-tiap orang.
Bukan hanya itu, beberapa tahun belakangan, untuk pertama kalinya
muncul asuransi syariah yang menunjukkan perkembangan yang positif
terhadap hukum asuransi.
Sejak kelahirannya tahun 1994, asuransi syariah terus tumbuh dan
berkembang. Dengan menekankan bahwa asuransi syariah memiliki sistem
yang lebih manusiawi, meringankan, adil, dan menenteramkan, perusahaan
penyedia asuransi syariah berusaha menarik orang sebanyak mungkin.
Hasilnya, ada peningkatan dalam bisnis asuransi syariah dari tahun ke
tahun. Peningkatan tersebut dirangkum dalam data yang dipaparkan Asosiasi
Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Dari data tersebut, peningkatan bisnis
asuransi syariah terlihat dari bertambahnya jumlah perusahaan asuransi
syariah, peningkatan aset, investasi, dan kontribusi bruto.

16
17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asuransi merupakan
suatu perjanjian antara penanggung, dengan imbalan pembayaran suatu premi
yang telah disepakati, berjanji untuk memberikan suatu penggantian atau
manfaat kepada tertanggung pada satu pihak dan tertanggung atau pihak yang
ditunjuk sebagai pihak lainnya.
Jadi dengan adanya hukum asuransi inilah yang akan memberikan
payung hukum bagi kedua belah pihak jika sewaktu-waktu terjadi sengketa.
Dengan begitu, semua persoalan yang ditimbulkan bisa diselesaikan secara
hukum berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Dalam dunia asuransi sendiri, terdapat resiko yang diartikan sebagai
ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadi kerugian.
Ketidakpastian dan peluang kerugian dapat dibedakan menjadi ketidakpastian
ekonomis, ketidakpastian yang berkaitan dengan alam dan ketidakpastian yang
manusiawi.
Adapun jenis-jenis resiko dalam asuransi yaitu resiko murni, resiko
spekulatif dan risiko individu juga risiko tanggung gugat.
Perjanjian asuransi atau pertanggungan itu juga mempunyai sifat-sifat
yaitu:
1. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian
2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat
3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian kewajiban bertimbal balik
4. Perjanjian asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan proteksi
5. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang bersifat formal
6. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensuil
7. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus
8. Perjanjian asuransi merupakan kontrak baku
Asuransi juga memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

17
a. Prinsip Insurable interest
b. Prinsip Utmost good faith
c. Prinsip Proximate cause
d. Prinsip Indemnity
e. Prinsip Suborgation
f. Prinsip Contribution
Selain itu perasuransian mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun
ditambah dengan munculnya asuransi syariah sebagai bukti perkembangannya.
Sejak kelahirannya tahun 1994, asuransi syariah terus tumbuh dan
berkembang. Dengan menekankan bahwa asuransi syariah memiliki sistem
yang lebih manusiawi, meringankan, adil, dan menenteramkan, perusahaan
penyedia asuransi syariah berusaha menarik orang sebanyak mungkin.
B. Saran
Sebaiknya masyarakat mengikuti program asuransi, karena program ini
memiliki banyak manfaat bagi pihak tertanggung, seperti yang telah saya
uraikan dalam materi makalah ini. Namun sebelum mengikutinya, alangkah
baiknya untuk mempelajari dan memahami konsep dalam hukum perasuransian
tersebut.

18
19

DAFTAR PUSTAKA
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Cetakan IV. Citra Umbara, Bandung.
2010
Kitab Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Sri Redjeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Sinar Grafika:
Jakarta. 1992
Susilo, Sri. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Salemba
Empat.
Wirjono Prodjodikoro. Hukum Asuransi di Indonesia. Intermasa: Jakarta. 1987

19

Anda mungkin juga menyukai