KEPAILITAN
A. Pengertian Kepailitan
Dalam Bahasa Perancis, istilah “fillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam
melakukan pembayaran. Sedangkan dalam istiralah Bahasa Inggris dikenal istilah “to fail”
dalam Bahasa Latin dipergunakan istilah “fallire”. Dalam Bahasa Belanda diguanakan
istilah “failliet”. Sedangkan dalam hukum Anglo Amerika, Undang-undangnya dikenal
dengan Bankcrupty Act.
Secara tata Bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit.
Berhubung pernyataan pailit terhadap debitur itu harus melalui prosespengadilan melui
fase-fase pemeriksaan, maka segala sesuatu yang menyangkut tentang peristiwa pailit
itu disebut kepailitan.
Menurut M. Hadi Shubhan, pailit merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak
mampu melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang pihak kreditor. Keadaan
tidak mampu membayar ini disebabkan karena kondisi keuangan debitur (financial
distress) dan usaha debitur yang mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan menurut
M Hadi Subhan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum seluruh
kekayaan debitur pailit baik yang udah ada maupun yang aka nada di kemudian hari.
Pengurusan dan pemberesan harta pailit dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan
hakim pengawas dengan tujuan utama hasil penjualan tersebut untuk membayar semua
utang-utang debitur secara proporsional dan sesuai struktur kreditor.
Menurut Henry Campell Black’s Law Dictionary yang dikutip dari Munir Fuady, arti
yang orisinil dari bangkrut atau pailit adalah seseorang pedagang yang bersembunyi atau
melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabui pihak kreditornya.
Black’s Law Dictionary memberikan perngertian pailit yaitu dibubungkan dengan
ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang (debitur) atas utang-utangnya yang
telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata
untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun
atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu permohonan pernyataan pailit ke
pengadilan.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 menyatakan
bahwa Kepailitan adalah sitaan umum atas semua harta kekayaan debitur pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim
pengawasan sebagaimana diatur Undang-undang ini.
Sehubungan dengan pengertian kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, Imran Nating menjelaskan kepailitan merupakan suatu
proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar
utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarekan
debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.
Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan perwujudan adanya jaminan kepastian
pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah diadakan oleh debitur terhadap kreditor-
kreditornya dengan kedudukan yang proporsional. Dari penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa intinya hukum keailitan diperlukan untuk mewujudkan ketentuan
Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Oleh karena itu, untuk mengeksekusi dan
berbagi harta debitur atas pelunasanya utang-utangnya kepada kreditor-kreditornya
secara adail dan seimbang berdasarkan ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132
KUHPerdata, diperlukan pranata hukum tersendiri. Yaitu hukum Kepailiyan.
Untuk dapat dinyatajan pailit, seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Keadaan berhenti membayar, yakni apabilah seorang dibitur sudah tidak mampu
atau tidak mau membayar utang-utangnya (Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 4
Tahun 1998 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Kepailitan).
b) Harus ada lebih dari seorang kreditor, dimana salah seorang dari meraka itu
piutangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih (Pasala 6 ayat 5 Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1998)
c) Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih
kreditornya.
Tentang syarat untuk pailit dalam Undang-undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998
diatur dalam Pasal 1 dan dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 diatur dalam
Pasal 2 ayat 1, pada prinsipnya keduanya mengatur hal yang sama, hanya berbeda
penempatan pasal saja. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun
2004, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat
dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
a) Adanya utang.
b) Minimal suatu dari utang sudah jatuh tempo.
c) Minimal satu dari utang dapat ditagih.
d) Adanya debitur.
e) Adanya kreditur.
f) Kreditor lebih dari satu.
g) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan
“Pengadilan Niaga”.
Sesuai dengan ketentuan Passal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004,
menyatakan bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah sebagai
berikut:
Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan Pengadilan, bai katas permohonan satu atau lebih kreditornya. Syarat-
syarat permohonan pailit sebagaimana ditentukan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang
Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
c) Syarat cukup satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Syarat bahwa utang harus telah jatuh tempi dan dapat ditagih menunjukkan
bahwa kreditor sudah mempunyai hak menuntut debitur untuk memenuhi
prestasinya. Dengan demikian, jelas bahwa utang yang lahir dari perikatan
alamiah tidak dapat dimajukan untuk permohonan pernyataan pailit, misalnya
utang yang lahir dari perjudian telah jatuh waktu, hal ini tidak melahirkan hak
para kreditor untuk menagih utang tersebut, karena meskipun debitur
mempunyai kewajiban untuk melunasi utang itu, kreditor tidak mempunyai alas
hak untuk menuntut pemenuhan utang tersebut. Dengan demikian, kreditor
tidak berhak mengajukan permohonan pailit atas utang yang lahit dari
perjanjian.
1) Debitur sendiri.
2) Seorang kreditor atau lebih
3) Jaksa Penuntut Umum (ketentuan Pasal 1 ayat 2 Peraturan Kepailitan atau
Faillisement Verordening).
1) Debitur sendiri.
2) Seorang atau lebih kreditornya.
3) Kejaksaan untuk kepentingan umum.
4) Bank Indonesia (BI).
5) Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
6) Menteri Keuangan.