Pada prinsipnya sebenarnya kuasa untuk menjual diberikan oleh karena pihak penjual
(pemilik tanah) tidak dapat hadir sendiri pada saat pembuatan akta jual beli karena alasan-
alasan tertentu, misalnya:
Pasal 1796 KUHPerdata menentukan ” Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-
kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Untuk memindahtangankan
benda-benda … hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik diperlukan suatu pemberian
kuasa dengan kata-kata yang tegas.”
Berdasarkan ketentuan pasal 1796 KUHPerdata tersebut, Kuasa untuk menjual haruslah
diberikan dalam bentuk kuasa khusus dan menggunakan kata-kata yang bersifat tegas.
Kuasa untuk menjual tidak boleh menggunakan kuasa umum.
Disamping itu kuasa untuk menjual haruslah notariil atau sekurang-kurangnya
diberikan dalam bentuk akta kuasa yang dilegalisasi dihadapan notaris.
Tidak ada ketentuan yang mengaturnya secara tegas, tapi dalam praktek kuasa untuk
menjual dalam bentuk surat kuasa yang dibuat di bawah tangan sulit untuk
diterima (bahkan tidak dapat dipergunakan karena menanggung risiko atas
kebenarannya).
Menurut Pasal 1867 KUHPerdata menentukan bahwa “Pembuktian dengan tulisan dapat
dilakukan dengan tulisan (akta) otentik maupun tulisan (akta) dibawah tangan”. Dari ketentuan
pasal ini pada dasarnya akta dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu akta otentik dan akta dibawah
tangan, sebagai berikut :
Pengertian akta otentik diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menentukan “suatu
akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat”.
Menurut G.H.S. Lumban Tobing, apabila akta hendak memperoleh stempel otentisitas,
hal mana terdapat pada akta Notaris, maka menurut ketentuan dalam Pasal 1868
KUHPerdata, akta yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:
1. Akta itu dibuat oleh (door) atau dihadapan (tenoverstaan) seorang pejabat umum.
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
3. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta.
Akta dibawah tangan pengaturannya dapat dijumpai dalam Pasal 1874 sampai
dengan Pasal 1880 KUHPerdata. Pasal 286 RBG dan Stb. 1867 Nomor. 29 Pasal 1874
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menentukan “Sebagai tulisan-tulisan dibawah
tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, registerregister, surat-
surat urusan rumah tangga dan lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan pejabat
umum”. Menurut pasal tersebut maka akta dibawah tangan dapat dirumuskan unsur-
unsurnya adalah :