Anda di halaman 1dari 6

Nama : DANIEL ALUSINSING

NPM : 1706085553
Dosen : Parulian Aritonang, SH., LL.M., M.PP.
Dr. Teddy A., SH., MH.
Dr. Freddy Harris, SH., LLM.

UJIAN TENGAH SEMESTER


HUKUM KEPAILITAN

1. Berikanlah penjelasan yang cukup mengenai Asas Paritas Creditorium, Concursus


Creditorium, Pari Passu Prorata Parte? (minimal dasar hukum BW dan UU No.
37/2004).

Jawaban:
a. Asas Paritas Creditorium atau yang dikenal sebagai asas kesetaraan kedudukan
para kreditor dalam hukum kepailitan di Indonesia adalah semua kekayaan debitor
yang berupa:
 benda bergerak;
 barang tidak bergerak;
 harta yang sekarang telah dimiliki debitor; dan
 barang-barang yang ada di kemudian hari yang akan dimiliki debitor;
terikat pada penyelesaian kewajiban utang milik debitor. Apabila debitor tidak
dapat membayar utangnya, maka harta kekayaan debitor menjadi sasaran kreditor.

Asas ini juga mengandung makna bahwa dalam hal debitor hanya mempunyai
satu kreditor dan tidak dapat membayar utang secara sukarela, maka kreditor akan
menggugat debitor secara perdata ke pengadilan negeri yang berwenang dan
seluruh harta debitor menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditor
tersebut.

Filosofi dari asas ini adalah suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda
sementara utang debitor terhadap para kreditornya tidak terbayarkan.

Asas tersebut juga dikenal dalam beberapa peraturan yaitu:


 Pasal 1131 dan 1132 BW yang menyatakan bahwa:
a. Kepailitan hanya meliputi harta pailit dan bukan debitornya;
b. Debitor tetap pemilik kekayaannya dan merupakan pihak yang berhak
atasnya, tetapi tidak lagi berhak menguasainya atau menggunakannya atau
memindahkan haknya atau mengagunkannya; dan

Halaman 1
c. Sitaan konservator secara umum meliputi seluruh harta pailit.
 Pasal 1 angka 1, pasal 2 ayat (1) dan pasal 21 UU No. 37/2004 yang
menyatakan bahwa:
a) Definisi kepailitan yang diberikan oleh UU No. 37/20014 menegaskan
bahwa adanya sita umum atas semua debitor pailit – Pasal 1 angka 1;
b) Syarat yang harus dipenuhi untuk dijatuhinya putusan pailit adalah debitor
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih – Pasal 2 ayat (1);
dan
c) Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pailit
diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan – Pasal
21.

b. Asas Concursus Creditorum adalah suatu syarat mengenai keharusan adanya 2


(dua) atau lebih kreditor agar seorang debitor dinyatakan pailit.

Syarat bahwa debitor harus mempunyai minimal dua kreditur sangat terkait
dengan filosofis lahirnya hukum kepailitan. Dengan adanya peran hukum
kepailitan, diharapkan pelunasan utang-utang debitur kepada kreditor-
kreditornya dapat dilakukan secara seimbang dan adil. Setiap kreditor (konkuren)
mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari harta kekayaan
debitor.

Asas tersebut juga dikenal dalam beberapa peraturan yaitu:


 Pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 ayat (4) UU No. 37/2004 yang menyatakan bahwa:
a. Syarat yang harus dipenuhi untuk dijatuhinya putusan pailit adalah debitor
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih – Pasal 2 ayat (1); dan
b. Permohonan pailit harus dikabulkan apabila dalam keadaan atau fakta
pembuktian secara sederhana dipenuhinya Pasal 2 ayat (1) UU No.
37/2004.

 Asas concursus creditorum bermula dari Pasal 1132 jo. 1331 BW yang
menyatakan bahwa kebendaan milik debitor menjadi jaminan bersama-sama
bagi kreditor yang harus dibagi secara proporsional sesuai dengan besaran
utang masing-masing kreditor kecuali apabila terdapat alasan dimana kreditor
tertentu harus didahulukan, dengan demikian suatu syarat kepailitan dapat
terpenuhi apabila terdapat debitor yang berutang kepada kreditor.

 Pasal 1133 BW juga memberikan hak istimewa diantara orang-orang yang


berpiutang.

Halaman 2
c. Asas Pari Passu Prorata Parte adalah asas yang menyatakan bahwa harta
kekayaan debitor merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya
harus dibagikan secara proposional diantara mereka, kecuali jika antara para
kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima
pembayaran tagihannya.

Pembagian hasil penjualan harta pailit, dilakukan berdasarkan urutan prioritas di


mana kreditor yang kedudukannya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih
dahulu dari kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah, dan antara kreditor
yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran dengan asas prorata
tersebut.

Berkaitan dengan hak preferen ini, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Hak preferen harus dilihat dalam kaitannya dengan kreditor lainnya;
 Hak preferen menggambarkan adanya kaitan antara hak dengan benda
yang dijaminkan; dan
 Pelaksanaan hak adalah untuk mengambil pelunasan piutang, bukan
memiliki benda jaminan.

Asas tersebut juga dikenal dalam beberapa peraturan yaitu:


 Pasal 55 UU No. 37/2004 yang menyatakan bahwa setiap kreditor pemegang
gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas
kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan serta dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud
Pasal 136 dan 137 UU No. 37/2004, kreditor hanya dapat berbuat demikian
setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari
jumlah yang diakui dari penagihan tersebut.

 Pasal 1134 dan 1135 BW yang menyatakan bahwa:


a. BW memberikan hak istimewa berupa hak yang diberikan oleh UU kepada
kreditor sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada kreditor lainnya; dan
b. Tingkatan tersebut diatur menurut berbagai sifat hak-hak istimewanya.

2. Apakah yang dimaksud dengan Lelang? Coba anda jelaskan Proses Lelang menurut
UU No. 37/2004!

Jawab:
Pengertian lelang yang diberikan dalam berbagai aturan yaitu:
a. Pasal 1 Vendu Reglement yang mengartikan penjualan di muka umum adalah
penjualan barang yang dilakukan di muka umum, dengan penawaran harga yang

Halaman 3
makin meningkat (bij opbod), dengan persetujuan harga yang semakin menurun
(bij aflag) atau dengan pendaftaran harga (bij inschriving) atau dimana orang-
orang yg diundang atau sebelumnya sudah diberitahu tentang pelelangan atau
penjualan atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang
atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan
harga;
b. Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang memberikan definisi
bahwa lelang merupakan penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman
Lelang; dan
c. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lelang adalah penjualan di hadapan
orang banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi) dipimpin oleh pejabat lelang.

Proses lelang menurut UU No. 37/2004 adalah:


Berdasarkan Pasal 185 UU No. 37/2004, mewajibkanpenjualan harta pailit
menggunakan mekanisme penjualan di muka umum (lelang). Penggunaan mekanisme
lelang sebagai mekanisme penjualan harta pailit dilakukan untuk menjamin hasil
penjualan yang optimal terhadap harta pailit, sehingga utang yang dapat dilunasi oleh
harta pailit juga optimal.

Adapun proses pembayaran kepada Kreditor dalam pemberesan adalah sebagai


berikut:

Halaman 4
A-------B-------C--------D--------E-------F--------G--------H--------I--------J-------K-----L

Keterangan:

A Kurator membuat daftar pembagian (Pasal 189 ayat(1)).


B Hakim pengawas mengesahkan daftar pembagian tersebut (Pasal 183 ayat (1)).
C Daftar pembagian diumumkan di kepaniteraan pengadilan niaga, dan salinan dari
daftar pembagian tersebut diumumkan di kantor kurator (Pasal 192 ayat (2)).

D Kreditor mengajukan perlawanan terhadap daftar pembagian kepada panitera


pengadilan niaga (Pasal 193).
E Pengadilan niaga memberikan keputusannya dengan disertai alasan-alasannya
(Pasal 194 ayat (6)).
F Kasasi terhadap keputusan pengadilan niaga oleh kurator atau setiap kreditor
tanpa adanya peninjauan kembali (Pasal 196 ayat (1) dan (2)).
G Keputusan Mahkamah Agung terhadap perlawanan atas ketetapan pengadilan
niaga (Pasal 196 ayat (4)).
H Penjualan di muka umum atas harta milik debitor dimulai (Pasal 185).
I Segera dilakukan pembayaran oleh kurator (Pasal 201).
J Setelah daftar pembagian penutup memperoleh kekuatan pasti, kepailitan
berakhir (Pasal 202 ayat (1)).
K Pertanggungjawaban kurator kepada hakim pengawas (satu bulan setelah
kepailitan berakhir) vide Pasal 202 ayat (3)).
L Atas perintah pengadilan niaga, maka kurator membereskan dan mengadakan
pembagian lagi atas daftar pembagian yang dahulu (jika ternyata masih terdapat
harta pailit yang pada waktu pemberesan masih belum diketahui) vide Pasal 203.

3. Ketika ada debitor pailit meninggal dunia, apakah kreditor pailit bisa mengajukan
boedel pailit ke ahli waris? Coba jelaskan dengan yang sesuai peraturan perundang-
undangan!

Kreditor pailit dapat mengajukan gugatan kepailitan dalam hal debitor pailit telah
meninggal dunia, di mana hal tersebut sejalan dengan Pasal 210 UU No. 37/2004
yang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan kepada
pengadilan niaga paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitor meninggal
dunia.

Adapun contoh kasus yang dapat mendukung pernyataan tersebut di atas adalah kasus
yang menimpa William Bong Kon Ho (debitor) melawan Michael Kong Kenneth
Kitson (kreditor) di bawah register perkara pengadilan niaga nomor
18/Pailit/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 8 April 2008. Meski debitor telah meninggal
pada Maret 2006, kreditor tetap mengajukan gugatan kepailitan kepada pengadilan

Halaman 5
niaga walaupun jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 210 UU No.
37/2004 telah terlampaui. Namun kreditor mengungkapkan alasan bahwa 90
(sembilan puluh) hari dihitung setelah kreditor mengetahui bahwa debitor telah
meninggal dunia.

Menurut pendapat saya atas kasus tersebut, kreditor seharusnya mengajukan guguatan
perdata kepada ahli waris dari debitor di pengadilan negeri dikarenakan jangka waktu
90 hari tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh UU No. 37/2004 yaitu terdapat
frasa “setelah debitor meninggal dunia”. Adapun pembuktian debitor meninggal
dunia tidak hanya dari Kutipan Akta Kematian saja, tetapi juga surat keterangan dari
dokter/rumah sakit yang menyatakan debitor telah meninggal dunia, sehingga kreditor
patut berhati-hati dalam mengajukan gugatan kepailitan dalam hal debitor telah
meninggal dunia.

****

Halaman 6

Anda mungkin juga menyukai