KUASA DALAM
PERALIHAN HAK ATAS TANAH
Dr. UDIN NARSUDIN, SH., M.Hum., SpN.
• UDIN NARSUDIN
• S‐1 UNPAS BANDUNG
• Spesialis Notariat dan Pertanahan UI
• S‐2 Hukum Bisnis UGM
• S‐3 Ilmu Hukum UNPAD
• ‐Notaris dan PPAT Kota Tangsel
• ‐Dosen MKn UNPAS, Dosen MKn UNS SOLO, Dosen PDIH UKI
• ‐Ketua MKP IPPAT
PPAT harus
berwenang sepanjang
mengenai orang‐orang
untuk kepentingan
siapa akta tersebut
dibuat.
PPAT harus
PPAT harus
berwenang sepanjang
mengenai tempat,
dimana akta itu
dibuat;
PPAT berwenang sepanjang
yang menyangkut akta
yang dibuatnya;
PPAT harus
berwenang sepanjang
mengenai waktu
pembuat akta itu.
Kewenangan PPAT
AKTA SURAT
KUASA
MEMBEBANKAN
HAK
TANGGUNGAN
AKTA
AKTA TUKAR PEMBAGIAN
MENUKAR HAK
AKTA
BERSAMA AKTA
PEMBERIAN
PEMBERIAN AKTA JUAL HGB/HAK
HAK
TANGGUNGAN
BELI PAKAI DIATAS
HAK MILIK
AKTA
PEMASUKAN
AKTA HIBAH KE DALAM
PERUSAHAAN
(INBRENG)
• Dalam Praktik Notaris dan PPAT Kita Mengenal Lembaga Kuasa Menurut Hukum. Apa
Maksudnya Dan Jenis‐jenis Kuasa Menurut Hukum Tersebut?
• Kuasa menurut hukum atau biasa juga dikenal legal mandatory adalah bahwa dalam
undang‐undang menetapkan seseorang atau badan hukum dengan sendirinya menurut
hukum berhak bertindak mewakili orang atau badan hukum tersebut tanpa
memerlukan surat kuasa.
• Untuk orang yang berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum
kehadirannya sebagai wakil atau kuasa tidak memerlukan lagi surat kuasa, cukup bukti
bahwa yang bersangkutan terkait dengan badan hukum tersebut.
• Terdapat beberapa bentuk kuasa menurut hukum atau legal mandatory
yaitu :
• 1. BHP sebagai Kurator Kepailitan.
• Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa
kurator atas asset perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan
berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum tanpa perlu
surat kuasa dari debitor.
• 2. Direksi atau Pengurus Badan Hukum.
• UU PT menentukan bahwa yang berhak bertindak sendiri menurut hukum
mewakili kepentingan perseroan didalam dan diluar pengadilan adalah
direksi tanpa memerlukan surat kuasa dari perseroan.
• Jika berbentuk Yayasan perlu memperhatikan Pasal 37 ayat (1) UU Yayasan,
yaitu bahwa yang harus berkedudukan sebagai legal mandatorynya adalah
organ pengurus yayasan yang bersangkutan, sedangkan Pembina atau
pengawas tidak boleh bertindak sebagai legal mandatory.
• Jika berbentuk Koperasi maka yang dapat bertindak sebagai legal
mandatory adalah pengurus koperasinya.
• 3. Pimpinan Cabang Perusahaan Domestik.
• Apabila kita perhatikan Putusan MARI Nomor 779 K/Pdt/1992, bahwa
pimpinan cabang suatu bank berwenang bertindak untuk dan atas nama
pimpinan pusat tanpa memerlukan kuasa khusus untuk itu.
• Dalam praktik peradilan juga mengakui bahwa pimpinan cabang
perusahaan domestik, berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa
menurut hukum sesuai dengan batas kualitas pelimpahan wewenang yang
diberikan perusahaan pusat kepada cabang tersebut.
• 4. Pimpinan Perwakilan Perusahaan Asing.
• Pimpinan perwakilan perusahaan asing yang ada di Indonesia dinyatakan
sebagai legal mandatory yang disejajarkan dengan wettelijke
vertegenwordig, berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut
hukum untuk mewakili kepentingan kantor perwakilan perusahaan
tersebut didalam dan diluar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa
khusus dari kantor pusat yang ada diluar negeri.
• 5. Direksi Perusahaan Perseroan.
• Menurut Pasal 1 angka (2) PP Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan, bahwa Persero adalah BUMN yang dibentuk berdasarkan UU
No. 9/1969 tentang Penetapan Perppu No. 1/1969 tentang Bentuk Bentuk
Usaha Negara yaitu berbentuk PT sebagaimana yang dimaksud dalam UU
PT yang seluruh atau sedikitnya 51 % saham yang dikeluarkan, dimiliki oleh
Negara melalui penyertaan modal langsung.
• Oleh karena itu prinsip‐prinsip PT berlaku terhadap BUMN sebagai Persero.
Sehingga direksi berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum untuk
mewakili perseroan didalam dan diluar pengadilan tanpa memerlukan
surat kuasa dari pihak manapun. Ketentuan kuasa menurut hukum ini juga
berlaku tidak terbatas pada BUMN, tetapi juga meliputi Perusahaan
Daerah.
• 6. Kurator atas Orang Gila.
• Berdasarkan Pasal 299 HIR, seseorang yang sudah dewasa tetapi tidak bisa
memelihara dirinya dan mengurus barangnya karena gila, dapat diminta
untuk diangkat sebagai kurator. Dengan demikian, kurator sah dan
berwenang bertindak mewakili kepentingan orang yang berada di bawah
pengawasan tersebut sebagai kuasa menurut hukum.
• 7. Orangtua Terhadap Anak yang Belum Dewasa.
• Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UUP, orangtua dengan sendirinya menurut
hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak‐anak sampai
mereka dewasa. Oleh karena itu, orang tua adalah kuasa yang mewakili
kepentingan anak‐anak yang belum dewasa kepada pihak ketiga maupun
didepan pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa dari anak tersebut.
• 8. Kejaksaan.
• Jaksa sebagai pengacara Negara berwenang mewakili BUMN atau BUMD,
hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 123 ayat (1) HIR dan Stbl.
1922 Nomor 522, serta SEMA RI No. 4 tahun 2014 tentang Pemberlakuan
Hasil Rapat Pleno MARI Tahun 2013.
• 9. Wali Terhadap Anak di Bawah Perwalian.
• Berdasarkan Pasal 51 UUP, wali dengan sendirinya menurut hukum
menjadi kuasa untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada
dibawah perwalian.
• Dalam sejarah hukum yang merupakan bagian dari peradaban manusia,
hukum Romawi kuno berlaku suatu asas, bahwa akibat dari suatu
perbuatan hukum hanya berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan
hukum itu sendiri.
• Hal ini berarti bahwa seseorang yang melakukan perbuatan hukum hanya
dapat mengikat dirinya sendiri dengan segala akibat hukum dari
perbuatannya itu.
• Dengan demikian apabila seseorang menginginkan untuk memperoleh
sesuatu hak, maka ia sendiri yang harus melakukan perbuatan guna
memperoleh hak itu dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
• Sejalan dengan perkembangan tarap kehidupan dan meningkatnya
kebutuhan masyarakat, lambat laun Hukum Romawi melepaskan prinsip
dasar tersebut dan bersamaan dengan itu didalam masyarakat mulai
dikenal lembaga perwakilan, sehingga apabila seseorang karena sesuatu
hal tidak dapat melakukan sendiri perbuatan hukum guna memperoleh
sesuatu hak, maka ia dapat mengangkat orang lain utuk mewakilinya dalam
melakukan perbuatan hukum itu.
• Disebutkan sebelumnya di dalam masyarakat mulai dikenal lembaga
perwakilan, namun dalam kenyataannya pada waktu itu yang berkembang
dalam lalu lintas hukum adalah lembaga perwakilan tidak langsung
(middelijke vertegenwoordiging).
• Pada perwakilan tidak langsung yang bertindak sebagai subjek hukum
dalam melakukan perbuatan hukum yang berasangkutan adalah yang
mewakili sendiri dan dengan demikian akibat hukum dari perbuatannya itu
hanya mengikat dirinya sendiri, oleh karena ia dalam melakukan perbuatan
hukum itu tidak bertindak untuk dan atas nama pihak lain.
• Baru sesudah itu dilakukannya perbuatan hukum berikutnya, dimana ia
memindahkan hak‐hak yang diperolehnya dari perbuatan hukum yang
dilakukannya itu kepada orang yang sesungguhnya berkepentingan pada
perbuatan hukum itu.
• Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas, bahwa pada perwakilan tidak
langsung unsur perwakilan hanya menyangkut hubungan intern antara
yang diwakili dan yang mewakili.
• Dalam hukum Perancis pada mulanya hanya dikenal lembaga perwakilan
tidak langsung (middellijke vertegenwoordiging), namun dengan terjadinya
perkembangan yang sangat pesat dalam dunia perdagangan dan karena
tuntutan lalu lintas hukum dalam berbagai bidang, maka prinsip dasar yang
dianut sebelumnya lambat laun semakin ditinggalkan, untuk kemudian
didalam masyarakat dan lalu lintas hukum berkembang lembaga‐lembaga
perwakilan, baik berupa pemberian tugas disertai pemberian wewenang
(lastgeving), pernyataan pemberian kuasa (machtiging) maupun volmacht,
yang semuanya itu diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan satu
perkataan yaitu Kuasa.
• PERWAKILAN (VERTEGENWOORDIGING)
• Apabila seseorang didalam melakukan suatu perbuatan hukum
menyatakan bahwa ia bertindak bukan untuk dirinya (kepentingannya)
sendiri, akan tetapi untuk dan atas nama serta bagi kepentingan orang lain,
maka kita dapat segera mengetahui bahwa yang bersangkutan didalam
melakukan perbuatan hukum itu mempergunakan suatu lembaga hukum
yang dikenal dan disebut perwakilan (vertegenwoordiging), yaitu suatu
lembaga hukum dimana akibat hukum dari perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pelakunya bukan menjadi tanggung jawabnya, akan tetapi
sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari pihak (orang) lain yang tidak
secara nyata melakukan perbuatan hukum itu.
• Gambaran diatas merupakan pengertian dari lembaga hukum yang
dinamakan perwakilan, yang dulu tidak diakui berdasarkan prinsip dasar di
dalam hukum, yang mengatakan bahwa suatu perbuatan hukum yang
dilakukan seseorang adalah tanggung jawab dari orang yang
melakukannya, akan tetapi dalam sistem hukum modern sekarang ini
diakui kehadirannya, sehingga dimungkinkan bahwa tanggung jawab atas
suatu perbuatan hukum dapat dibebankan kepada pihak (orang) lain yang
tidak secara nyata melakukan perbuatan hukum itu, akan tetapi dengan
perantaraan orang lain.
• Lembaga perwakilan itu, apabila dilihat dari segi sifatnya, dapat dibedakan
dalam dua golongan, yaitu:
• 1. Perwakilan Tidak Langsung (Middellijke vertegen‐woordiging)
• Pada perwakilan tidak langsung, yang menerima tugas (lasthebber)
bertindak atas namanya sendiri, bukan atas nama dari yang memberi tugas
(lastgever), sehingga pada hakekatnya dalam hal ini tidak terdapat
perwakilan (vertegenwoordiging). Hubungan hukum yang ada antara
lasthebber dan pihak ketiga dan dengan demikian pihak ketiga tidak dapat
langsung menghubungi lastgever dan demikian sebaliknya. Pihak ketiga
tidak mempunyai sangkut paut dengan hubungan intern antara lastgever
dan lasthebber. Apabila hubungan hukum yang terjadi antara lastgever dan
lasthebber dapat dilakukan dengan cessie dari hak atas penyerahan (cessie
van het recht op levering) kepada lastgever.
• 2. Perwakilan Langsung (Onmiddellijke Vertegenwoordiging)
• Dalam hal perwakilan langsung (lasthebber) dalam hubungannya dengan
pihak ketiga menyebutkan nama lastgever, hal mana berarti bahwa
lasthebber bertindak untuk dan atas nama lastgever dan dengan demikian
dalam hal ini terdapat perwakilan (vertegenwoordiging).
• Perwakilan langsung dapat timbul berdasarkan :
• A. Perjanjian (overeenkomst), dan
• B. Undang‐undang (wettelijke Vertegenwoordiging).
• Perwakilan yang timbul berdasarkan perjanjian disebut volmacht (kuasa)
lastgeving (pemberian tugas). Pasal 1792 KUHPerdata merupakan salah
satu sumber timbulnya volmacht (kuasa).
• Selain penggolongan yang didasarkan pada segi sifatnya, lembaga
perwakilan ini didasarkan kepada sumbernya, dalam arti sebab atau dasar
yang menimbulkan perwakilan dapat diperinci dalam berbagai bentuk
perwakilan yaitu:
• 1. Perwakilan berdasarkan undang‐undang (wettelijke vertegenwoordiging)
• 2. Perwakilan berdasarkan kuasa atau pengangkatan
• 3. Perwakilan pada badan hukum
• 4. Perwakilan berdasarkan pengurusan (bewindvoering)
• 5. Perwakilan berdasarkan syarat trustee (trustbeding)
• 6. Perwakilan pada perkumpulan‐perkumpulan (verenigingen)
• 7. Perwakilan langsung (onmiddellijke vertegenwoordging)
• 8. Zaakwaarneming.
• PERWAKILAN BERDASARKAN UNDANG‐UNDANG (WETTELLJKE
VERTEGENWOORDIGING).