TESIS
Oleh:
TESIS
Oleh:
TESIS
Oleh:
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh
Dosen Pembimbing
Mengetahui:
LEMBAR PENGUJIAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
penulisan Tesis yang berjudul “Cessie Dan Subrogasi Sebagai Cara Untuk
waktunya. Penulisan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Studi Magister Hukum minat studi Bisnis pada Program Pasca Sarjana
dan jauh dari kata sempurna, sehingga penulis tidak menutup diri jika ada kritik
maupun saran berkait penulisan Tesis ini. Penulis berharap Tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan masyarakat terutama bagi dunia hukum di
Indonesia.
dan Engkong, Papa tercinta Bambang Irianto, Mama tercinta Indah Kusumarini
dan adik saya Chandra Setiadi yang selalu mendoakan penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Penulis tidak akan dapat
memperoleh gelar Magister Hukum tanpa bantuan dari keluarga yang membiayai
penulis dari awal hingga akhir sehingga tidak lupa juga penulis sangat berterima
penulis di Program Studi Magister Hukum minat studi Bisnis pada Program
kepada tim konsultan hukum pada Kantor Hukum TRIAWAN KUSTIA &
2. Bapak Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., selaku Ketua
nasehat, saran dan waktu yang telah diberikan sehingga Tesis ini
6. Para Guru Besar, Staf Pengajar dan Staf Akademik Program Studi
Nabila, Uli, Fika, Ayu Wulandari, kak Icel, Bapak Heru, Amrulloh
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kesalahan baik yang sengaja maupun
yang tidak disengaja. Akhirnya penulis berdoa agar semua pihak yang telah
membantu penulis dalam proses belajar ini diberkati oleh Tuhan. Semoga Tesis
ini berguna bagi dunia hukum khususnya di Indonesia dan masyarakat. Terima
kasih.
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAKSI ………………………………………………………………….... iv
BAB I : PENDAHULUAN
BAB IV : PENUTUP
DAFTAR BACAAN
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
BW dikatakan bahwa ―
Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan,
dikatakan bahwa ―
tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu‖. Dari pagi hari hingga malam
hari setidaknya dalam satu hari beraktivitas itu setiap orang pasti pernah membuat
minimal 1 (satu) perikatan yang timbul karena adanya persetujuan atau perjanjian
misalnya saat membeli kue di toko disitu telah terbentuk perjanjian jual beli, saat
naik bis untuk ke kantor maka telah terbentuk perjanjian pengangkutan, saat
meminjam uang pada bank disitu telah terbentuk perjanjian kredit dan lain
sebagainya.
Pada perjanjian yang bersifat timbal balik akan menimbulkan hak bagi
dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun pada kondisi tertentu pertukaran
mediasi, konsoliasi dan arbitrase atau menggugat debitor secara perdata melalui
1
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm. 261.
utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dengan cara
sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
untuk menggunakan upaya hukum melalui jalur kepailitan sebagai upaya untuk
penyelesaian utang debitor pada kreditor maka kreditor harus yakin terlebih
Undang-Undang Kepailitan dapat dipenuhi atau tidak. Dalam Pasal 2 ayat (1)
―Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya‖
sederhana‖ adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah
jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga baik oleh karena permohonan Debitor
berikut:
2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
3. Fakta atau keadaan Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih dan
debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
Selain persyaratan kepailitan yang diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1)
maupun debitor) juga harus meneliti dahulu apakah pemohon yang akan
Kepailitan ada beberapa debitor yang kepailitannya hanya dapat dimohonkan oleh
demikian:
kejaksaan juga diberikan hak untuk mengajukan permohonan pailit debitor untuk
kepentingan umum.
kandas ketika kreditor kesulitan dan tidak dapat menemukan kreditor lain dari
debitor yang akan dipailitkan. Beberapa permasalahan dalam praktek yang penulis
ketahui berkait syarat debitor harus memiliki kreditor lain agar debitor dapat
adalah:
debitor.
3. Kreditor lain yang ditunjuk oleh kreditor pemohon pailit debitor tidak mau
minimal 2 (dua) kreditor yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
pernyataan pailit membuktikan bahwa debitor mempunyai kreditor lain selain dari
membuktikan bahwa selain kreditor pemohon masih ada kreditor lain, maka hal
Dalam praktek apabila kreditor yang akan memohonkan pailit adalah bank
dan debitor yang akan dimohonkan pailit adalah nasabah bank tersebut maka cara
pertama yang biasanya ditempuh oleh bank untuk mencari kreditor lain dari
nasabah yang akan dipailitkan tersebut adalah dengan bertukar informasi dengan
3
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009, hlm. 54.
bank lain berkait nasabah tersebut hal ini diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah dirubah dengan Undang-
Pasal 44
(1) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank
dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank
lain.
(2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
Tetapi dengan adanya aturan tentang tukar menukar informasi antar bank
berkait keadaan keuangan nasabah tidak berarti bank dapat dengan mudah
berdasar pengalaman penulis tidak jarang nasabah bank selaku debitor yang akan
dimohonkan pailit tidak memiliki utang pada bank lain atau dapat terjadi juga
bank lain (kreditor lain) tidak mau hadir dipersidangan sehingga permohonan
pailit yang diajukan kreditor ditolak dengan alasan syarat kepailitan Pasal 2 ayat
atau cara yang dapat ditempuh oleh Kreditor yang ingin memohonkan pailit
Debitor tetapi kreditor kesulitan untuk mendapatkan kreditor lain. Cara yang
dapat dilakukan oleh kreditor adalah melakukan pengalihan piutang yang dalam
bahasa hukum disebut dengan Cessie atau dengan cara melakukan subrogasi.
Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 – 1403 BW. Berdasar pada ketentuan
Pasal 1400 BW ―
subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang
pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi baik dengan
maka jelas dengan adanya pembayaran utang debitor pada kreditor secara penuh
maka pihak ketiga yang melakukan pembayaran secara penuh kepada kreditor
lama dari debitor akan menjadi kreditor baru dari debitor sehingga tentu seluruh
hak dan kewajiban yang timbul dari piutang akan beralih dari kreditor lama
orang lain sehingga dengan adanya penyerahan itu maka orang terakhir yang
menerima pengalihan piutang tersebut akan menjadi kreditor baru dari debitor
yang dibebani piutang tersebut, sehingga jelas jika kreditor memiliki lebih dari
dua piutang kepada debitor yang akan dipailitkan tetapi kreditor yang akan
debitor maka salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor adalah
melakukan pengalihan piutang kepada orang lain dengan cara cessie sehingga
akibat tidak atau sulitnya mencari kreditor lain dari debitor juga dialami oleh PT
Chandra Sakti Utama Leasing (PT. CSUL) dimana PT. CSUL ingin memohonkan
pailit Alex Korompis selaku penanggung dari PT Hutan Domas Raya tetapi PT.
CSUL kesulitan dalam menemukan kreditor lain dari Alex Korompis padahal
utang PT Hutan Domas Raya yang ditanggung oleh Alex Korompis telah jatuh
waktu dan dapat ditagih oleh PT. CSUL tetapi baik PT Hutan Domas Raya
maupun Alex Korompis tidak mau membayar utang tersebut kepada PT. CSUL.
Akhirnya upaya hukum yang dilakukan oleh PT. CSUL agar syarat debitor harus
memutuskan untuk menjual sebagian piutang dari PT. CSUL atas PT Hutan
Domas Raya yang ditanggung oleh Alex Korompis kepada PT Prima Solusi
Sistem dengan cara membuat Akta perjanjian Jual Beli Piutang Atas Nama PT
kedua akta tersebut tertanggal 6 Desember 2004 yang dibuat oleh dan di hadapan
dijualnya sebagian piutang PT. CSUL atas PT Hutan Domas Raya yang
ditanggung oleh Alex Korompis kepada PT Prima Solusi Sistem dengan cara
cessie maka dapat terbukti secara sederhana bahwa Alex Korompis selaku
penanggung dari PT Hutan Domas Raya telah terbukti memiliki sedikitnya 2 (dua)
kreditor dan ada sedikitnya 1 (satu) hutang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih yang belum dibayar lunas oleh Alex Korompis selaku debitor kepada PT.
dilakukan pada tanggal 6 Desember 2004 berdasar Akta perjanjian Jual Beli
Piutang Atas Nama PT Chandra Sakti Utama Leasing No 15 dan Akta Penyerahan
Hak (Cessie) No 16 dan tidak lama setelah pengalihan piutang tersebut PT. CSUL
telah diputus pada tanggal 14 Pebruari 2005 dimana pada intinya Pengadilan
dengan Nomor Perkara 06 K/N/2005 telah diputus oleh Mahkamah Agung pada
tanggal 25 Mei 2005 yang amarnya pada intinya Mahkamah Agung berpendapat
bahwa syarat 2 (dua) kreditor dalam kepailitan tidak terpenuhi karena pengalihan
piutang yang dilakukan oleh Pihak Pertama (Pemohon) kepada Pihak Kedua (PT
Prima Solusi Sistem) sebesar US$ 50.000,- (lima puluh ribu dollar Amerika
kepada Termohon yang didasarkan pada Surat Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha
dan Surat Perjanjian penanggungan (bukti P1 dan P2) yang disebut dengan
subrogasi seperti yang dimaksud oleh Pasal 1400 KUHPerdata, dan bukannya
sebagian, dan dalam hal ini Pemohon dapat melaksanakan hak-haknya mengenai
apa yang masih harus dibayar kepadanya, lebih dahulu dari pada orang dari siapa
(Cessie) yang dilakukan oleh PT CSUL kepada PT Prima Solusi Sistem dengan
menggunakan Akta perjanjian Jual Beli Piutang Atas Nama PT Chandra Sakti
kedudukan PT Prima Solusi Sistem sebagai pembeli sebagian hak tagih Pemohon
Pemohon sebagai kreditor dari Termohon sehingga tidak dapat dibuktikan secara
sederhana adanya dua kreditor dari Termohon sebagaimana yang disyaratkan oleh
2005 yang kemudian pada tanggal 4 April 2007 telah diputus dengan putusan
Nomor 013 PK/N/2005 dimana pada intinya Mahkamah Agung tetap menolak
menjadi dasar adanya kreditor lain dan besar hutang yang dapat ditagih, harus
apakah syarat adanya kreditor lain dari debitor yang akan dimohonkan pailit boleh
1) Apakah cessie dan subrogasi dapat digunakan sebagai upaya untuk memecah
2. Tujuan Penelitian
b. Untuk menganalisis cessie dan subrogasi sebagai salah satu upaya yang
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
pailit dan untuk memberikan suatu pendapat berkait apakah dalam hukum
b. Manfaat Praktis
4. Metode Penelitian
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang
4
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 93.
5
Ibid., hlm. 95.
6
Ibid,hlm 94.
adalah berbagai literatur hukum baik berupa buku, tulisan para ahli hukum, kamus
hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan masalah
diinventarisasi, bahan hukum itu akan diolah dan dianalisis secara mendalam
sehingga akan diperoleh ratio legis mengenai persoalan hukum yang diteliti.
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah ditata secara
sistematis akan dikaji lebih lanjut berdasar teori-teori hukum yang ada sehingga
diperoleh rumusan ilmiha untuk menjawab persoalan hukum yang dibahas dalam
5. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini dibagi menjadi empat bab dan tiap bab
belakang penulisan dan gambaran umum atas permasalahan yang dibahas dalam
penelitian hukum ini. Selain itu dalam bab ini juga akan dibahas mengenai tujuan
dan manfaat penulisan penelitian hukum ini. Selanjutnya, akan dibahas juga
dapat mencegah adanya perbedaan penafsiran. Tidak lupa juga dalam bab ini akan
Bab II, dalam bab II akan membahas mengenai rumusan masalah yang
pertama yakni apa pengertian dan syarat-syarat keabsahan dari cessie dan
subrogasi. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian cessie, syarat-
keabsahan subrogasi dan akibat hukum dari adanya cessie dan subrogasi terhadap
debitor.
Bab III, dalam bab III akan membahas mengenai isu hukum yang kedua
yakni mengenai apa syarat-syarat kepailitan dan apakah syarat minimal 2 (dua)
Dalam bab ini juga akan mengkaji kasus kepailitan Alex Korompis.
Bab IV, Penutup, bab ini adalah bab terakhir dalam penulisan tesis ini
yang terdiri dari kesimpulan dari segala jawaban atas permasalahan dan saran
BAB II
PIUTANG
1.1 Cessie
Dalam Pasal 613 BW diatur mengenai tata cara peralihan tagihan yang
7
Tan, Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris Buku I, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeven, 2000, hlm. 343.
―Cessie adalah suatu penyerahan sewaktu hidup dari suatu piutang atas
nama yang dilakukan oleh kreditor kepada orang lain; dengan penyerahan
itu, orang yang terakhir disebut ini menjadi kreditor seorang debitor yang
dibebani dengan piutang tersebut.‖8
1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah (yang untuk selanjutnya disebut UUHT), cessie adalah perbuatan
pihak lain.
kreditornya atau orang lain yang ditunjuk oleh kreditor tersebut, yang tanpa
bantuan atau kerja sama dari debitor dapat dialihkan kepada orang lain yang
tunjuk adalah tagihan-tagihan yang sama sekali tidak menunjuk nama kreditor dan
hak tagihan tersebut dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang menunjukkan surat
tagihan tersebut.9 Kreditor dalam piutang atas tunjuk adalah setiap orang yang
memegang piutang (kertas) itu dan menunjukkan piutang itu kepada debitor untuk
8
Ibid.
9
J.Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang, Bandung: Alumni,
1991, hlm. 3-4.
dibayar.10 Sedangkan kreditor dalam piutang atas bawa adalah orang yang
namanya ditulis di atas kertas itu, kepada siapa harus dibayar atau kepada siapa
karena tagihan atas nama pada asasnya tidak harus dituangkan dalam ujud suatu
surat (tulisan), maka pada tagihan atas nama yang dibuat secara lisan, sulit untuk
tagihan atas nama bukan merupakan tagihan atas order maupun atas tunjuk maka
tagihan atas nama hanya dapat ditagih oleh kreditor tertentu saja.
Cara penyerahan hak-hak tagihan diatur dalam Pasal 613 BW. Untuk
tagihan.
bawa (aan order) dilakukan dengan penyerahan surat tagihannya disertai dengan
endosement. Contoh dari tagihan-tagihan atas bawa adalah Cek, Bilyet Giro dan
Wesel. Sehingga ketika kreditor lama ingin mengalihkan surat tagihan atas bawa
kepada kreditor baru maka kreditor lama harus menyerahkan surat tagihan disertai
dengan tanda tangan kreditor lama dan keterangan dari kreditor lama yang
menyatakan hak tagih dialihkan kepada kreditor baru di balik surat tagihan.
membuat suatu akta (baik otentik atau dibawah tangan). Sedangkan untuk
penyerahan hak tagihan atas nama dilakukan dengan membuat akta cessie.
10
Tan, Thong Kie, Opcit hlm 345.
11
Ibid.
12
J Satrio, opcit, hlm 4.
Menurut Rachmad Setiawan dan J Satrio, meski penyerahan tagihan atas nama
dengan benda tak bertubuh lainnya sama-sama menggunakan akta tetapi hanya
penyerahan tagihan atas nama yang disebut sebagai cessie13. Menurut J. Satrio,
yang dimaksud dengan benda tak bertubuh lainnya adalah benda-benda tak
bertubuh diluar tagihan atas order, atas toonder dan atas nama.14 Contoh dari
1.2 Subrogasi
Subrogasi diatur dalam ketentuan Pasal 1400 – 1403 BW. Berdasar pada
seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi baik
BW menggunakan kata-kata ―
penggantian hak-hak si berpiutang‖. Penggantian
dalam hukum perikatan (buku ketiga BW) hampir sama dengan pergantian atau
plaatsvervulling dalam hukum waris (Buku Kedua BW), sebab dalam hal terakhir
ini ahli waris menggantikan kedudukan orangtua yang telah meninggal.16 Pada
13
Rachmad Setiawan dan J Satrio, ―Penjelasan Hukum Tentang Cessie‖, Nasional Legal Reform
Program, Jakarta, 2010, hlm 6.
14
J Satrio, Opcit. hlm 23.
15
Tan, Thong Kie, Opcit. hlm 337.
16
Ibid.
oleh kreditor berdasarkan hukum publik, tidak dapat dipunyai oleh seorang warga
biasa.17
2. Pembayaran.
pembayaran secara penuh dari pihak ketiga kepada kreditor lama maka pihak
ketiga itu akan menjadi kreditor baru dari debitor. Tapi jikalau pihak ketiga
hukum tidak hanya pembayaran sejumlah uang. Pembayaran dalam arti yuridis
adalah pemenuhan suatu kewajiban yang timbul dari suatu perikatan (de
ketentuan Pasal 1381 BW diatur bahwa salah satu sebab hapusnya perikatan
adalah akibat dari suatu pembayaran. Ada perbedaan pendapat mengenai apakah
perikatan menjadi hapus atas adanya pembayaran oleh pihak ketiga yang
pembayaran dari pihak ketiga, perikatan tidak hapus tetapi hanya beralih kepada
17
J.Satrio. Opcit, hlm 63.
18
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata Hukum Perutangan Bagian B, Yogyakarta:
Liberty, 1980, hlm 90.
19
Tan Thong Kie, opcit . hlm 338.
adanya pembayaran dari pihak ketiga yang mengakibatkan subrogasi (Pasal 1400
BW) adalah merupakan perkecualian atas Pasal 1381 BW yang diberikan oleh
dalam subrogasi, utang piutang yang lama hapus biarpun hanya satu detik, untuk
kemudian dihidupkan lagi bagi kepentingan kreditor baru.21 Dalam hal ini penulis
lebih setuju dengan pendapat J Satrio yang mengatakan bahwa dengan adanya
subrogasi maka perikatan tidak hapus dan hanya beralih kepada kreditor baru.
Ketentuan dalam subrogasi adalah perkecualian dari ketentuan Pasal 1381 BW.
subrogasi. Menurut J.Satrio pada prinsipnya pembayaran oleh pihak ketiga tidak
memberikan contoh dari pembayaran yang dilakukan pihak ketiga yang tidak
menimbulkan subrogasi:23
dan
20
J.Satrio, Opcit. hlm 55
21
Suharnoko dan Endah Hartati, Opcit, hlm 101.
22
J.Satrio, Opcit. hlm 51.
23
Pitlo, dalam buku J Satrio, Ibid.
BW.
1. Inisiatif datang dari kreditor, diatur dalam Pasal 1401 angka 1 BW, dan
2. Inisiatif datang dari debitor, diatur dalam Pasal 1401 angka 2 BW.
Telah dijelaskan diawal bahwa ketentuan Pasal 1401 ayat (1) BW adalah
merupakan subrogasi yang terjadi karena inisitaif dari kreditor sendiri. Di sini
Dalam ketentuan Pasal 1401 ayat (1) BW tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa untuk dapat dikatakan telah terjadi subrogasi berdasar ketentuan Pasal
menerima pembayaran dari pihak ketiga, 2) Ada pernyataan dari kreditor bahwa
pihak ketiga yang telah melakukan pembayaran pada kreditor akan menggantikan
kreditor terhadap debitor dan 3) Pernyataan ini harus dinyatakan secara tegas dan
dilakukan tepat ada saat pembayaran. Apabila salah satu unsur dalam ketentuan
Pasal 1401 ayat (1) BW tidak terpenuhi maka pihak ketiga yang telah melakukan
pembayaran kepada kreditor tidak akan menggantikan hak-hak dari kreditor (tidak
terjadi subrogasi).25
Pernyataan ―
dengan tegas‖ maksudnya adalah kreditor menyatakan dengan
perjanjian ikutan (accesoir) atas perjanjian pokok baik hak tanggungan, perjanjian
penanggungan, hipotik, fidusia, gadai dan perjanjian ikutan lainnya atas debitor
akan beralih kepada pihak ketiga yang telah melakukan pembayaran. Subrogasi
pembebasan utang26. Pernyataan dengan tegas ini juga tidak boleh didapat hanya
24
Hoffman, opcit, hal 355; v. Brakel, opcit, hlm 171; Pitlo, Verbintenissrecht, hal 266. Dalam
buku J.Satrio, Opcit, hlm 65.
25
Pembayaran hutang debitor kepada kreditor yang dilakukan oleh pihak ketiga pada prinsipnya
tidak menimbulkan subrogasi.
26
Suharnoko dan Endah Hartati, Opcit, hlm 9.
penulis lebih baik pernyataan tegas dari kreditor dituangkan dalam suatu akta agar
dalam tanda penerimaan uang (kuitansi) yang diberikan oleh kreditor sudah
cukup.27
Sedangkan unsur ―
tepat pada saat pembayaran‖ maksudnya adalah
pernyataan secara tegas atas adanya subrogasi berdasar ketentuan Pasal 1401 ayat
(1) BW harus dibuat tepat pada saat pihak ketiga melakukan pembayaran hutang
agar B membayar kembali kepada A ditolak oleh B, A tidak dapat datang lagi
permainan antara debitor dengan kreditor dan pihak ketiga, untuk menyelamatkan
Permainan antara debitor degan kreditor dan pihak ketiga untuk menyelamatkan
harta debitor dalam kaitannya dengan pengambil alihan piutang dan perjumpaan
utang dalam hal debitor pailit juga telah diantisipasi oleh pembuat Undang-
Pasal 52
(1) Setiap orang yang telah mengambil alih suatu utang atau piutang
dari pihak ketiga sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,
tidak dapat memohon diadakan perjumpaan utang, apabila
27
V. Brakel, opcit, hal 171 pada not 1. Dalam buku J Satrio, Opcti, hlm 66.
28
J.Satrio, Opcit, hlm 66.
maupun pihak ketiga yang tidak beritikad baik yakni kreditor-kreditor yang ingin
mengusahakan agar piutangnya terbayar secara penuh dan cepat dengan cara
prakteknya hasil penjualan aset debitor pailit tidak pernah dapat membayar lunas
tersebut tetapi menurut penulis untuk membuktikan adanya itidak tidak baik dari
pihak yang mengambil alih piutang yang diatur dalam ketentuan Pasal 52 ayat (1)
dalam ketentuan Pasal 1965 BW dikenal suatu perinsip yang mengatakan bahwa
―
itikad baik selamanya harus dianggap ada, sedangkan siapa yang menunjuk
debitor untuk dengan mendasarkan pada Pasal 1386 BW, membayar dengan itikad
debitor akan dapat mengatakan bahwa dia tidak tahu jika telah terjadi subrogasi
(apalagi jika kreditor lama tetap menerima pembayaran dari debitor), tetapi jika
telah ada pemberitahuan dari kreditor baru atas adanya subrogasi maka debitor
tidak dapat berdalih bahwa dia tidak tahu adanya subrogasi tersebut.
debitor yang diatur dalam ketentuan Pasal 1401 ayat (2) BW. Menurut ketentuan
Pasal 1401 ayat (2) BW syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan
telah tejadi subrogasi atas inisitaif debitor adalah: 1) Debitor meminjam uang
menetapkan bahwa pihak ketiga yang meminjami uang itu akan menggantikan
bahwa uang itu dipinjam oleh debitor untuk melunasi hutang debitor pada
dilakukan dengan uang yang untuk itu dipinjamkan oleh pihak ketiga atau kreditor
baru, dam 4) Perjanjian pinjam uang dan surat tanda pelunasan harus dibuat
dapat terjadinya subrogasi atas inisiatif debitor ini tidak diperlukan bantuan dari
kreditor, dengan kata lain untuk dapat terjadinya subrogasi ini tidak diperlukan
kreditor‖ bukan berarti kreditor benar-benar tidak memiliki peranan dalam proses
29
J. Satrio, Opcit, hlm 67.
terjadinya subrogasi ini karena menurut ketentuan Pasal 1401 ayat (2) BW
dikatakan bahwa salah satu syarat agar dapat terjadinya subrogasi adalah harus
ada surat tanda pelunasan yang dibuat secara otentik yang didalamnya juga
dipinjamkan oleh pihak ketiga atau kreditor baru. Dalam surat tanda pelunasan
tersebut tentu harus ada tanda tangan dari kreditor yang menerima pelunasan
tersebut.
Pasal 1401 ayat (2) BW yakni hubungan pinjam meminjam uang dan tindakan
pelunasan dapat dituangkan dalam dua akta yang berlainan, tetapi biasanya
dituangkan dalam satu akta saja.30 Subrogasi seperti itu mulai berlaku sejak uang
yang dipinjam oleh pihak ketiga dibayarkan kepada kreditor asal. 31 Perjanjian
pinjam meminjam uang dan surat tanda pelunasan harus dibuat dengan akta
yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau
akta dibuat‖. Salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik adalah Notaris. Kewajiban yang diatur dalam ketentuan Pasal 1401 ayat
(2) BW untuk membuat perjanjian pinjam meminjam uang dan surat tanda
pelunasan yang mendasari terjadinya subrogasi dalam bentuk akta otentik adalah
tidak lain dan tidak bukan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga yang
30
J Satrio, Opcit, hlm 69.
31
Ibid.
dengan maksud agar seluruh hak-hak kreditor beralih kepada pihak ketiga yang
meminjamkan uang. Dengan adanya akta otentik maka dapat diterangkan bahwa
debitor meminjam uang kepada pihak ketiga untuk melunasi hutangnya pada
kreditor dan dalam akta otentik tersebut ditegaskan pula bahwa seluruh hak
pembuktian:32
artian bahwa antara para pihak telah membuktikan apa yang ditulis
32
Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti;
Bandung, 2009, hlm 111-112
Akta otentik adalah alat bukti yang sempurna sehingga dengan adanya
akta otentik maka dapat dibuktikan secara tegas dan kuat bahwa tindakan pihak
ketiga yang memberikan pinjaman uang kepada debitor untuk melunasi hutangnya
Apabila dalam Pasal 1401 BW diatur tentang subrogasi yang terjadi akibat
dari perjanjian maka dalam ketentuan Pasal 1402 BW diatur tentang subrogasi
hak kreditor kepada pihak ketiga terjadi secara otomatis atau demi hukum ketika
pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga memenuhi unsur-unsur dari salah
satu peristiwa perdata yang diatur dalam ketentuan Pasal 1402 BW. Menurut J
Satrio ketentuan Pasal 1402 BW ini bersifat limitatif dalam arti bahwa dari pasal
berdasar ketentuan Pasal 1402 angka 1 BW, diberikan contoh peristiwa sebagai
berikut:34
―
A berhutang kepada B, C dan D yang dijamin dengan benda yang sama,
berturut-turut dengan hipotik yang pertama, kedua dan ketiga. Dalam hal
melalui jalan yang disebutkan dalam Pasal 1401 sub 2, tetapi untuk itu ia
terbatas pada lembagan jaminan kebendaan itu saja tetapi juga lembaga jaminan
kebendaan lainnya yakni hak tanggungan, gadai, fidusia dan resi gudang.
33
J Satrio, Opcit, hlm 73.
34
J Satrio, Opcit, hlm 74-75.
―
Kedudukan yang lebih tinggi‖ tidak harus didasarkan atas tagihan-tagihan yang
sama-sama preferent, tetapi termasuk juga dalam hal tagihan yang satu adalah
seorang pembeli benda tidak bergerak yang dibebani hipotik, menggunakan uang
harga benda tersebut untuk melunasi kreditor pemegang hipotik maka terjadi
lembaga jaminan untuk tanah telah diganti dari yang dulunya dengan hipotik
melindungi pembeli benda bergerak ketika harga beli barang bergerak tersebut
tidak cukup untuk melunasi seluruh tagihan kreditor yang memegang hak
tanggungan atas benda yang telah dijual secara lelang eksekusi dan pembeli lupa
untuk meminta agar benda yang dibeli dibersihkan dari segala beban hak
tanggungan atau ada klausula dalam akta pemberian hak tanggungan yang
menyatakan bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban hak
35
Hofmann, hal 356, dalam buku J Satrio, Opcit, hlm 75.
36
Pasal 11 ayat (2) huruf f UUHT, ―
janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama
bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan‖.
Pasal 19 UUHT
(1) Pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas
perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela,
dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang
dibelinya itu dibersihkan dari segala bebanHak Tanggungan yang
melebihi harga pembelian.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan
dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemegang Hak
Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan dari
beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak
Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan pembersih an itu dan
sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan
lelang di antara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
syarat yang harus dipenuhi agar benda tak bergerak yang dibeli oleh pembeli
dapat dibersihakan dari hak tanggungan, ketentuan ini diadakan untuk melindungi
kepentingan pembeli objek hak tanggungan, agar benda yang dibelinya terbebas
dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya, jika harga pembelian tidak
berhenti disitu saja dalam upaya untuk melindungi pembeli, pembuat undang-
undang juga mengantisipasi para pembeli yang lupa untuk meminta agar objek
angka 2 BW. Untuk lebih jelasnya J Satrio memberikan contoh sebagai berikut:37
―
A, seorang debitor, mempunyai hutang kepada B sebesar Rp
10.000.000,00, kepada C sebesar Rp 5.000.000,00 dan kepada D sebesar
Rp 3.000.000,00 berturut-turut dengan hypotik 1e, 2e dan 3e sebesar
tagihan masing-masing.
Disini nyata sekali kerugian yang diderita oleh P. Kalau pembeli harus
menanggung resiko kerugian seperti itu, besar kemungkinan lelang
eksekusi persil-persil yang dibebani hipotik tidak laku.‖
37
J Satrio, Opcit, hlm 88 – 89.
38
Dalam hal harga jual objek hak tanggungan dapat menututpi seluruh tagihan kreditor yang
dijamin dengan objek hak tanggungan tersebut maka ketentuan Pasal 1402 angka 2 BW tidak
berfungsi.
Dalam contoh kasus seperti itu ketentuan Pasal 1402 angka 2 BW sangat
berguna dan sangat melindungi kepentingan pembeli dimana ketika pembeli lupa
untuk meminta agar objek hak tanggungan dibersihkan dari seluruh hak
pemegang hak tanggungan pertama (kreditor lama/B) beralih kepada pembeli (P),
sehingga ketika C dan D tetap memaksa agar dilakukan lelang atas objek hak
tanggungan yang kini milik dari P maka P sebagai pembeli akan mendapatkan
pelunasan terlebih dahulu akibat dari peralihan hak-hak B sebagai pemegang hak
terjadi untuk seorang yang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk orang
utang, berkepentingan untuk melunasi utang itu. Menurut para sarjana --- pasal
orang lain, karena ia bersama-sama dengan atau untuk orang tersebut terikat untuk
utama dengan penanggung (borg) yang diatur dalam Pasal 1840 BW dan dalam
39
J Satrio, Opcit, hlm 82.
40
v. Brakel, hal 175, dalam buku J Satrio, Opcit, hlm 89-90.
Menurut ketentuan Pasal 1402 angka 4 BW, peristiwa perdata yang dapat
yang sedang ia menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan
warisan dengan uangnya sendiri. Seorang ahli waris yang mempunyai hak
istimewa untuk melakukan pencatatan atas keadaan harta warisan dan dia telah
2.1 Keabsaham penyerahan tagihan atas nama dengan cara cessie dan
subrogasi.
Sebelum menentukan cara peralihan hak tagih yang sah menurut hukum,
maka harus ditentukan terlebih dahulu hak tagih atas nama termasuk dalam benda
bergerak atau benda tidak bergerak. Hak Tagih adalah termasuk dalam kebendaan
bergerak karena ditentukan oleh undang-undang hal ini diatur dalam ketentuan
Berdasarkan Pasal 584 BW diatur tentang tata cara perolehan hak milik
―Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain,
melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan; karena daluwarsa,
karena perwarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat
wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu
peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang
yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.‖
41
Suharnoko dan Endah Hartati, Opcit, hlm 11-12.
Berdasarkan ketentuan Pasal 584 BW diatas maka hak milik atas suatu
milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu‖.
membuat perjanjian itu wajib untuk melakukan prestasi atau kewajiban tertentu.
Menurut J. Satrio, para pihak yang terlibat dalam cessie mendapat istilah
teknis tersendiri.
cessie harus sah agar penyerahan dengan cessie juga sah. Menurut Suharnoko dan
Endah Hartati, dalam ilmu hukum dikenal dua doktrin pengalihan hak milik, yaitu
Menurut J. Satrio, dalam hal terjadi cessie yang berulang ulang maka atas
pertimbangan praktis maka akan lebih tepat jika menggunakan teori abstraksi.
43
Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Nieuw Nederlands Burgerlijk Wetboek, Code Civil Perancis, dan
Common Law, Jakarta:Kencana, 2012, hlm 107-108.
44
J Satrio, opcit, hlm 26.
peristiwa perdata yang mendasari adanya cessie harus sah karena apabila
peristiwa perdatanya (misalnya jual beli piutang) tidak sah maka peralihan hak
milik atas piutang atas nama dengan cara cessie juga tidak sah dengan demikian
akibatnya hak milik atas piutang atas nama juga masih menjadi hak dari kreditor
ketentuan Pasal 584 BW maka penyerahan atau levering harus dilakukan oleh
atas nama, ketentuan ini (ketentuan Pasal 584 BW, Penulis) tidak dapat
disimpangi oleh Pasal 1977 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
Karena dalam jual beli dan pengalihan piutang atas nama pembeli harus
mengetahui siapa pemiliknya. Peristiwa perdata yang paling sering menjadi dasar
adanya cessie adalah perjanjian jual beli, agar cessie itu sah maka peristiwa
perdata yang mendasari (Perjanjian Jual Beli Piutang Atas Nama) juga harus sah.
Oleh karena itu perjanjian jual beli itu harus memenuhi syarat keabsahan
45
Ibid. hlm 29.
46
Ibid.
perjanjian tidak memenuhi syarat objektif yang diatur dalam Pasal 1320 ke 3 dan
4 BW maka perjanjian itu batal demi hukum. Selain itu dalam perjanjian tertentu
telah diatur mengenai bentuk perjanjiannya yang membawa konsekuensi jika tidak
dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum misalnya perjanjian hibah wajib
Dalam ketentuan Pasal 613 BW tegas diatur bahwa cessie harus dibuat
dalam suatu akta, akta ini dapat berupa akta otentik atau akta dibawah tangan.
Dalam akta tersbeut harus tegas dinyatakan bahwa kreditor lama (cedent) telah
mengalihkan kepemilikian atas tagihan atas nama atau kebendaan tak bertubuh
lainnya (benda-benda tak bertubuh diluar tagihan atas order, atas toonder dan atas
nama) kepada kreditor baru (cessionaris). Kesimpulannya cessie secara lisan tidak
sah, dan karenanya tidak mengoperkan hak tagihan tersebut kepada orang lain47.
Namun dari apa yang diuraikan di atas jangan diartikan bahwa cessie tanpa
penerimaan pihak lain (cessionaris, penulis) sudah ada, karena pernyataan sepihak
cessie48. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa cessie dapat terjadi
tanpa ada bantuan dari cessus dengan kata lain untuk dapat terjadinya cessie tidak
47
J. Satrio. Opcit. hlm 30.
48
Ibid.
perlu ada persetujuan dari cessus. J.Satrio menyatakan bahwa dengan penanda
tanganan akta cessie saja, cessie sudah selesai, sudah sah, artinya sudah sah
Menurut ketentuan Pasal 1400 BW, subrogasi terjadi baik karena undang-
diatur dalam Pasal 1402 BW. Maksud dari subrogasi terjadi demi undang-undang
adalah peralihan hak-hak kreditor kepada pihak ketiga terjadi secara otomatis
atau demi hukum ketika pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga memenuhi
unsur-unsur dari salah satu peristiwa perdata yang diatur dalam ketentuan Pasal
1402 BW. Menurut J Satrio ketentuan Pasal 1402 BW ini bersifat limitatif dalam
arti bahwa dari pasal tersebut tidak boleh ditafsirkan, meliputi peristiwa-peristiwa
melandasi subrogasi itu sah atau tidak maka harus diukur dengan ketentuan Pasal
1320 BW. Jika perjanjian yang mendasari subrogasi itu telah memenuhi syarat
keabsahan perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW maka harus dilihat lagi
apakah dalam perjanjian itu telah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam
ketentuan Pasal 1401 BW misalnya syarat yang diatur dalam Pasal 1401 ke 1 BW
yakni dalam perjanjian harus dibuat tepat pada waktu pembayaran dan dalam
49
Ibid.
50
J Satrio, Opcit, hlm 73.
pembayaran dari pihak ketiga dan pihak ketiga akan menggantikan seluruh hak-
hak, gugatan, hak istimewa dan hipotik yang dimiliki kreditor lama terhadap
debitor.
prinsipnya cessie adalah merupakan pengalihan piutang atas nama dari cedent
kepada cessieonari yang didasari atas peristiwa perdata (rechtstitel) yang sah baik
dengan jual beli, tukar menukar ataupun hibah. Dalam hal peristiwa perdata yang
mendasari adanya cessie adalah jual beli maka menurut J.Satrio cessionaris selalu
dapat menagih seluruh hutang debitor sekalipun ia hanya membayar kurang dari
nilai tagihan kepada cedent.51 Sehingga menurut penulis meskipun tidak ada
peraturan yang melarang adanya cessie sebagian piutang atas nama tetapi
debitor sekalipun ia hanya membayar kurang dari nilai tagihan kepada cedent
maka apabila peristiwa perdata yang mendasari adanya cessie adalah jual beli
maka tidak dimungkinkan adanya cessie hanya sebagian saja. Apalagi jika piutang
atas nama yang dialihkan sebagian itu memiliki jaminan kebendaan berupa hak
tanggungan, tentu akan memperumit keadaan, apakah jaminan itu akan beralih
kepada kreditor baru yang membayar sebagian atau tetap ada pada kreditor lama?.
Disamping itu apabila dilakukan cessie hanya sebagian piutang saja dengan
mendasarkan pada peristiwa perdata berupa jual beli (ada pembayaran yang
dilakukan oleh pihak ketiga) maka cessie ini akan sangat identik dengan subrogasi
51
J.Satrio. Opcit hlm 62
Leasing (PT CSUL) memiliki piutang kepada PT Hutan Domas Raya sebesar US$
Pebruari 1996 dimana untuk menjamin pelunasan hutang PT Hutan Domas Raya
Prima Solusi Sistem berdasar Akta Perjanjian Jual Beli Piutang Atas Nama PT
6 Desember 2004 yang dibuat oleh dan dihadapan Daniel P Marpaung SH. M.H
Notaris di Jakarta.
oleh karena PT CSUL hanya menjual sebagian hak tagih berdasar Surat Perjanjian
Induk Sewa Guna Usaha kepada PT Prima Solusi Sistem maka perbuatan hukum
tersebut merupakan subrogasi seperti yang diatur dalam Pasal 1400 BW bukan
pengalihan piutang (cessie) seperti yang diatur dalam Pasal 613 BW. Berdasarkan
berpendapat bahwa pengalihan piutang atas nama hanya sebagai saja (dalam arti
piutang atas namanya hanya satu kemudian dialihkan sebagian (dipecah)) dengan
menggunakan peristiwa perdata jual beli (ada pembayaran dari pihak ketiga)
bukan merupakan cessie tetapi lebih tepat jika disebut sebagai subrogasi. Penulis
sepakat dengan pendapat dari Mahkamah Agung ini dan menurut penulis
pendapat Mahkah Agung ini tidak hanya dapat digunakan untuk cessie yang
didasari atas peristiwa perdata jual beli saja tetapi juga dapat digunakan untuk
tukar menukar karena pembayaran pihak ketiga dalam tukar menukar adalah
dengan memberikan barang lain (pembayaran tidak mesti harus dalam bentuk
uang tetapi dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak
berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW)) tetapi memang akan menjadi perdebatan jika
saja jika peristiwa perdata yang mendasari cessie adalah berupa hibah.
Telah dijelaskan diawal bahwa subrogasi dapat terjadi dari perjanjian dan
sebagian saja dari hutang-hutang debitor terhadap kreditor, hal ini lah yang
disebut subrogasi sebagian. Subrogasi sebagian diatur dalam ketentuan Pasal 1403
BW yang berbunyi:
―
Subrogasi yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang lalu, terjadi baik
kepadanya, lebih dahulu dari pada orang dari siapa ia hanya menerima
Untuk lebih memahami maksud dari Pasal 1403 BW ini, diberikan contoh
sebagai berikut:
―
A mempunyai hutang kepada B dan C, dimana hutang tersebut dijamin
dengan hak tanggungan dimana tanah milik A yang sama menjadi objek
Dalam kasus diatas menurut ketentuan Pasal 1403 BW, jika tanah yang
dibebani hak tanggungan itu dieksekusi maka B dapat mengambil pelunasan lebih
dahulu mendahului P dan C. Menurut v Brakel 52 sebenarnya tidak ada dasar yang
dapat dipakai sebagai alasan untuk penyimpangan dari asas umum tersebut dan
oleh karenanya Pengadilan menafsirkannya secara sempit, yaitu hanya dalam hal
undang tak menunjukkan adanya kaitan yang erat antara hak-hak pada bagian
awal Pasal 1403 BW dengan kalimat belakangnya. Dengan kata lain dalam hal
tagihan yang dibayar oleh pihak ketiga adalah tagihan konkuren, maka antara
kreditor asal dan pihak ketiga terjadi pembagian secara pond’s – pond’s
dalam subrogasi berlaku perinsip: kreditor asal dalam subrogasi kedudukannya tak
boleh menjadi lebih jelek, bahkan harus didahulukan terhadap pihak ketiga.
52
v Brakel, hal 177, dalam buku J Satrio, Opcit, hlm 94.
53
J satrio Opcit, hlm 94.
Menurut ketentuan Pasal 1403 BW jika pihak ketiga hanya melunasi sebagain
piutang saja maka pihak ketiga tidak boleh menuntut agar barang jaminan
diserahkan padanya, ketika pihak ketiga telah melunasi semua hutang debitor baru
dia memiliki seluruh hak yang dimiliki kreditor lama termasuk barang jaminan.
Ketika pihak ketiga tidak kunjung melunasi sisa hutang debitor maka ketika
pelunasan lebih dahulu dari hasil penjualan benda jaminan dan baru pihak ketiga.
atau undang-undang dan pihak ketiga hanya melunasi sebagian piutang saja. Pihak
ketiga tersebut harus tetap disebut sebagai kreditor (sehingga ada 2 (dua) kreditor
yakni kreditor lama dan pihak ketiga) hanya saja menurut Pasal 1403 BW kreditor
lama akan didahulukan pembayarannya dari pihak ketiga ketika barang jaminan
dieksekusi (kedudukan kreditor lama tidak boleh lebih jelek dari pihak ketiga).
Dan ketika tagihan yang dibayar tidak ada barang jaminannya (tagihan kreditor
konkuren) maka pihak ketiga dan kreditor lama akan tetap dibayar sesuai dengan
Dengan adanya cessie, hutang piutang yang lama tidak hapus tetapi
tagihan tersebut hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru.
Konsekuensinya adalah bahwa semua accessoir dan execeptie yang melekat pada
perikatan tersebut tetap tidak berubah.54 Seluruh janji-janji yang ada dalam
54
Ibid. hlm 5.
perikatan lama adalah tetap ada meski telah berpindah dari cedent pada
cessionaris dan hal seluruh janji-janji tersebut juga tetap berlaku terhadap debitor
(cessus). Dengan telah beralihnya tagihan atas nama dari cedent kepada
cessionaris maka jaminan kebendaan baik berupa hak tanggungan, gadai, fidusia,
pelunasan atas tagihan atas nama yang telah dicessiekan juga ikut beralih kepada
cessionaris.
Dalam Pasal 16 ayat (1) UUHT diatur jika piutang yang dijamin dengan
lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang
baru. Lebih lanjut diatur dalam Pasal 16 ayat (2) UUHT, beralihnya Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh kreditor
yang baru kepada Kantor Pertanahan. Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku
bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada Pasal
16 ayat (4) UUHT demikian diatur dalam Pasal 16 ayat (5) UUHT. Menurut
Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UUHT, karena beralihnya Hak Tanggungan yang
diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak
piutang yang dijamin kepada kreditor yang baru. Ketentuan ini sangat logis karena
Hak Tanggungan adalah merupakan perjanjian ikutan atau accesoir yang lahir
karena adanya perjanjian pokok, oleh karena itu hapus atau lahirnya Hak
pokok yang melahirkan Hak Tanggungan itu hapus maka Hak Tanggungan juga
Hak Tanggungan ikut beralih bila piutangnya dijamin dengan Hak Tanggungan
itu beralih. Ketentuan Pasal 16 UUHT ini adalah sejalan dengan sifat Hak
piutangnya.55 Agar beralihnya hak tanggungan oleh karena cessie itu mengikat
pihak ketiga maka peralihan itu harus didaftarkan pada kantor pertanahan.
ketentuan Pasal 613 BW, maka cessie tersebut harus diberitahukan atau secara
tertulis telah disetujui atau diakui oleh debitor (cessus). Menurut J Satrio, dengan
pembuatan akta cessie sebenarnya cessie sudah selesai, hak tagih sudah beralih,
tetapi menurut Pasal 613 ayat 3 BW baru mengikat cessus, kalau kepadanya sudah
sebelumnya bahwa pengalihan tagihan atas nama karena cessie dapat terjadi
antara cedent dengan cessionaris tanpa bantuan dari cessus tetapi agar peralihan
piutang atas nama karena cessie tersebut berlaku terhadap cessus maka cessus
harus diberitahu secara tertulis atau cessus telah menyetujui atau mengakui cessie
tersebut.
kreditor lama kepada pihak ketiga yang melakukan pembayaran. Karena sebagai
55
ST. Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan, Asas-asa, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah
Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Bandung:Alumni, 1999, hlm131.
56
J Satrio, Opcit. hlm 31.
dikatakan didepan perikatan antara kreditor dengan debitor tidak hapus, maka
semua accesoir dan janji-janji yang melekat pada perikatan lama tetap utuh dan
berpindah kepada kreditor baru (pihak ketiga)57. Jika dalam cessie diatur perinsip
bahwa seluruh tagihan yang dimiliki kreditor lama akan beralih kepada pihak
ketiga, berapapun harga yang dibayar oleh pihak ketiga maka dalam subrogasi
juga terdapat perinsip bahwa pihak ketiga yang menerima peralihan hak dari
kreditor lama hanya berhak menagih sebesar yang telah ia bayarkan kepada
Telah dijelaskan diawal bahwa cara untuk mengalihkan piutang atas nama
dari kreditor lama kepada kreditor baru salah satunya adalah dengan cessie.
Scholten berpendapat bahwa cessie dapat ditinjaui dari 2 segi: sebagai lembaga
perikatan --- sebagai lembaga penggantian kualitas kreditor dan sebagai bagian
hukum benda – sebagai cara untuk peralihan hak milik.58 Untuk lebih
57
J Satrio, Opcit, hlm 56.
58
Scholten, De oorzaak der cessie, dalam V.O., hal 484, dalam buku J Satrio, Opcit, hlm 24.
pada tanggal 03 Mret 2009 dan untuk menjamin pelunasan hutang tersebut
merealisasikan jual beli piutang tersebut P dan B membuat Akta Jual Beli
ikutan dari Perjanjian Kredit Nomor 2 juga beralih demi hukum kepada P
peringkat kedua.‖
Jika B memiliki 2 (dua) atau lebih piutang atas nama dan ingin menjual
salah satu piutang untuk mendapat dana tunai maka tidak masalah jika
atas nama saja dan ingin mengalihkan sebagian piutangnya? apakah dapat
dalam cessie ‖berapapun yang dibayar oleh kreditor baru kepada kreditor lama
maka piutang tersebut akan beralih seluruhnya kepada kreditor baru.‖ Sehingga
dalam cessie tidak dimungkinkan adanya jual beli piutang hanya sebagian saja
(pihak ketiga hanya membayar sebagian saja). Tetapi sekali lagi sebagaimana
telah dikatakan diawal bahwa akan menjadi perdebatan jika peristiwa perdata
yang mendasari adanya cessie adalah berupa hibah. Apakah diperbolehkan adanya
hibah sebagian piutang saja. Tetapi untuk peristiwa perdata berupa jual beli dan
saja. Pembayaran sebagian piutang yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada
akibat dari pembayaran utang debitor yang dilakukan oleh pihak ketiga pada
subrogasi. Jika diperbandingkan antara subrogasi dan cessie maka akan ditemukan
persamaan antara keduanya yakni adanya pergantian dari subjek kreditor dan
perikatan lamanya tetap dan debitornya juga tidak berubah. Sedangkan perbedaan
a. Cara terjadinya:
debitor.
karena undang-undang)
b. Akibat-Akibatnya:
59
J Satrio, Opcit, hlm 61-62
kalau ternyata tidak ada --- sudah tidak ada lagi --- tagihan pada
BW.
kreditor.
itu piutang atas nama juga dapat dialihkan dari kreditor lama kepada kreditor baru
dengan subrogasi. Berbeda dengan cessie dimana piutang atas nama tidak dapat
kreditor lama tetap dapat melakukan subrogasi sebagaian piutang meski kreditor
lama hanya memiliki satu piutang atas nama saja (dalam hal ini berlaku ketentuan
Pasal 1403 BW). Berikut adalah contoh subrogasi sebagian piutang akibat
persetujuan:
karena itu seluruh hak yang dimiliki A sebagai kreditor B (termasuk hak
tanggungan) akan beralih kepada P (Pasal 1401 ayat (1) BW). Ketika P
kemudian P.‖
A, kedudukan P tetap dapat dikatakan sebagai kreditor baru dari B untuk nilai
tagihan sebesar Rp 5.000.000,- dan A juga tetap sebagai kreditor B dengan nilai
mendapat pelunasan lebih dahulu dari hasil penjualan barang jaminan baru
hak-hak istimewa atas debitor ketika P telah melunasi seluruh hutang B kepada A.
khusus untuk pengalihan sebagian piutang (perjanjiannya hanya satu) maka akan
BAB III
ada regulasi yang menjelaskan pengertian kepailitan dan utang. 60 Menurut Pasal 1
bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit
seorang debitor, di mana debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi
60
Syamsudin M. Sinaga. Opcit, hlm 3.
61
Jerry Hoff, Indonesia Bankruptcy Law, Tatanusa: Jakarta, hlm. 11.
62
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Jakarta:
Kencana, 2009, hlm.2.
yang belum mau menggunakan upaya kepailitan sebagai salah satu upaya hukum
orang yang menganggap bahwa kepailitan adalah upaya yang kejam karena
Kepailitan maka bisa jadi banyak orang yang akan lebih memilih menggunakan
Menurut Sutan Remy Sjahdeni, dari hal yang dikemukakan di atas dapat
63
Sutan Remy Sjahdeini, Op cit, hlm. 28.
utang:
waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya dari
Debitor.
lainnya.
64
Ibid
1. Asas Keseimbangan.
dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak,
pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.
3. Asas Keadilan.
4. Asas Integritas.
kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara
perdata nasional.
―Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya‖
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi‖. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat
atau keadaan yang terbukti secara sederhana‖ adalah adanya fakta dua atau lebih
Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan
perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan
diajukan oleh:
1) Debitor;
2) Kreditor;
Bank;
Niaga, hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Kepailitan yang
Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum ketentuan ini diatur dalam
Undang Kepailitan dapat disimpulkan supaya Debitor dapat dinyatakan pailit oleh
Pengadilan Niaga baik oleh karena permohonan Debitor sendiri atau permohonan
2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
3. Fakta atau keadaan Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih dan
debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
jaminan tambahan kepada debitor berupa seorang penanggung atau penjamin yang
wanprestasi dan tidak mau membayar utang kepada kreditor. Penanggung dapat
hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penanngung terutama hak istimewa yang
penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ke tiga, guna
berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Menurut Pasal 1824 BW
Ketentuan Pasal 1831 BW ini merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh
seorang penanggung tetapi hak istimewa ini dapat dilepaskan oleh si penanggung
melepaskan hak istimewa yang dimiliki olehnya berdasarkan Pasal 1831 BW,
dimiliki oleh Guarantor itu sebenarnya sama saja kedudukannya dengan seorang
Penjamin/Guarantor.65
65
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Sofmedia: Jakarta, hlm. 197.
Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan salah satu syarat agar
debitor dapat dinyatakan pailit adalah debitor harus mempunyai dua kreditor atau
lebih. Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai
consursus creditorium.66 Syarat bahwa debitor harus mempunyai dua kreditor atau
lebih tidak dipersyaratkan atau tidak ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1)
Kepailitan, Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
―Yang dimaksud dengan ―Kreditor‖ dalam ayat ini adalah baik kreditor
konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai
kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas
kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk
didahulukan.‖
66
Ibid. hlm 53.
67
Ibid
68
Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Teori dan Praktik‖ Alumni, Bandung, hlm 95.
Gudang.
Debitor baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi jaminan atas segala
perikatan yang telah dibuatnya. Menurut ketentuan Pasal 1132 BW diatur bahwa
kreditor dan pendapatan atas penjualan benda-benda itu akan dibagi untuk para
kreditor menurut keseimbangan kecuali apabila di antara para kreditor itu ada
mempunyai hak untuk didahulukan yang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan
dari hipotik. Hak untuk didahulukan juga dimiliki oleh kreditor pemegang
jaminan kebendaan lainnya termasuk hak tanggungan, jaminan fidusia dan resi
gudang. Hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan
kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi dari pada orang
69
Pasal 1134 BW
atas semua benda bergerak dan tak bergerak pada umumnya ialah yang disebutkan
di bawah ini, piutang –piutang mana dilunasi dari pendapatan penjualan benda-
(bevoorrechte schulden) biasa yang tidak dijamin dengan jaminan kebendaan baik
berupa gadai, jaminan fidusia, hipotik, hak tanggungan maupun resi gudang dan
konkuren adalah Kreditor yang mempunyai hak pari passu prorate parte, para
dapat dinyatakan pailit maka selain debitor harus memiliki minimal 2 (dua)
kreditor, debitor juga harus memiliki minimal 1 (satu) utang yang telah jatuh
Kepailitan, Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik
secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang
timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh
Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih‖ menurut ketentuan Penjelasan Pasal 2
yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu
oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau
majelis arbitrase.
70
Ibid. hlm 98
Dari pandangan para akademisi maupun praktisi hukum berkait arti dari
utang tersebut dapat terlihat perbedaan pandangan yang sangat jelas dimana satu
kelompok memandang bahwa utang hanya timbul dari perjanjian utang piutang
sejumlah uang saja (utang dalam arti sempit) dan ada kelompok yang memandang
bahwa utang tidak hanya timbul dari perjanjian utang piutang sejumlah uang saja
tetapi utang adalah prestasi yang harus dibayar akibat adanya perikatan.
tidak dikenal utang dalam arti sempit maupun utang dalam arti luas.72 Menurut
71
M Hadi Subhan, Op Cit, hlm 88-89.
72
Ibid. hlm 89.
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat
sesuatu‖. Menurut Fred B.G. Tumbuan, Pasal 1233 BW menetapkan bahwa suatu
perikatan, yang artinya sama dengan utang, lahir atau karena perjanjian atau
atau konsep utang dalam arti luas? Dari kedua pendapat tersebut mengenai utang,
maka yang tetap adalah kelompok pendapat yang menyatakan bahwa utang dalam
dari KUH Perdata (BW), maka utang dalam Undang-Undang Kepailitan adalah
prestasi sebagaimana diatur dalam KUH Perdata (BW).74 Sehingga jelas utang
yang dimaksud dalam Undang-Undang Kepailitan adalah utang yang dapat terjadi
Di samping prinsip utang menganut konsep utang dalam arti luas, utang
berikut:
73
Fred BG Tumbuan, ―Mencermati Makna Debitor, Kreditor Dan Utang Berkait Dengan
Kepailitan‖, Dalam :Emmy Yuhassarie (ed), Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya,
Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, hlm 19.
74
M.Hadi Shubhan, Opcit. hlm 89-90.
75
Ibid. hlm 91.
dimaksdu dengan ―
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih‖ adalah
kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah
karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun
karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Suatu utang dapat
ditagih jika utang tersebut bukan utang yang timbul dari perikatan alami
muka pengadilan dan yang lazim disebut perikatan alami (natuurlijke verbintenis)
tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk mengajukan permohonan pailit.77 Fred
B.G. Tumbuan menyatakan bahwa yang diartikan sebagai perikatan alami adalah
dapat dituntut pemenuhan baik (i) ab initio (dari semula( seisal dalam hal utang
yang terjadi karena perjudian atau pertaruhan (Pasal 1788 BW), maupun (ii)
kepailitan merupakan utang yang tidak dibayar lunas adalah untuk memastikan
bahwa utang yang telah dibayar akan tetapi, belum melunasi kewajiban maka
minimal utang debitor agar debitor dapat dinyatakan pailit. M. Hadi Shubhan,
76
Ibid.
77
Ibid.
78
Fred B.G Tumbuan. Opcit. hlm 20-21.
79
M.Hadi Shubhan. Opcit hlm 92.
menyatakan bahwa tidak adanya pengaturan mengenai batas minimal utang yang
kepailitan sebagai pranata likuidasi yang cepat terhadap kondisi keuangan debitor
kreditornya, menjadi kepailitan sebagai alat tagih semata (debt collection tool).80
Dengan tidak adanya pembatasan jumlah utang yang dapat dimohonkan pailit juga
dapat menjalankan usahanya dan memiliki aset yang lebih besar drai utangnya.
utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Untuk mewujudkan tujuan
permohonan kepailitan harus dibuat sederhana, hal ini agar majelis hakim niaga
80
Ibid. hlm 93.
81
Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan
dapat memberikan putusan atas permohonan pailit tidak lebih dari 60 (enam
puluh) hari. Syarat kepailitan yang diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1)
maupun adanya minimal 1 (satu) utang yang telah jatuh tempo dapat ditagih dan
belum dibayar lunas oleh debitor harus terbukti secara sederhana. Hal ini diatur
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi‖. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat
atau keadaan yang terbukti secara sederhana‖ adalah adanya fakta dua atau lebih
Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan
perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan
Alat bukti yang dapat digunakan oleh pemohon kepailitan maupun PKPU
syarat kepailitan yang diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Kepailitan adalah sama dengan alat-alat bukti yang diatur dalam hukum acara
perdata hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 299 Undang-Undang Kepailitan.
Adapun dalam ketentuan Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBG diatur mengenai alat-alat
1. Bukti surat,
2. bukti saksi,
3. sangka,
4. pengakuan,
5. sumpah
maka hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata. Oleh karena
dalam Undang-Undang Kepailitan tidak diatur mengenai alat bukti yang dapat
digunakan dalam hukum kepailitan maka alat bukti yang digunakan adalah sama
dengan alat bukti dalam hukum acara perdata. M.Hadi Shubhan mengatakan:
pemohon yang telah dilampirkan pada permohonannya 83. Untuk kemudian giliran
82
M.Hadi Shubhan, Opcit. hlm 125.
83
Elijana, Esensi Pembuktian Sederhana Dalam Kepailitan, Dalam :Emmy Yuhassarie (ed),
Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, hlm 50.
dengan tidak membuka acara replik dan duplik, sehingga menyisakan cukup
Telah dijelaskan diawal yakni dalam Bab II sub ke 3 tesis ini bahwa
piutang atas nama dapat dialihkan dengan menggunakan cessie maupun subrogasi
tetapi khusus untuk pengalihan sebagian piutang (perjanjiannya hanya satu) maka
akan lebih tepat jika digunakan lembaga subrogasi. Perlu diingat kembali bahwa
salah satu syarat untuk dapat mempailitkan debitor adalah debitor harus memiliki
antara cessie dan subrogasi sebagai sarana untuk mengalihkan piutang atas nama
maka perlu dipertimbangkan dulu konsekuensi hukum dan prinsip dasar dari
cessie dan subrogasi yang telah diuraikan dalam Bab II tesis ini dan kembali
CESSIE:
2) Cessie harus didasarkan atau diawali adanya peristiwa hukum yang sah,
3) Harus dalam bentuk akta (dapat akta otentik atau akta di bawah tangan).
84
Ibid.
6) Jual beli sebagian piutang atas nama dengan menggunakan cessie tidak
7) Kreditor lama yang mengalihkan piutang atas nama dengan cessie harus
memiliki minimal 2 (dua) piutang atas nama agar syarat kepailitan yakni
piutang akan beralih (ingat prinsip berapapun yang dibayar oleh pihak
SUBROGASI:
1) Prinsipnya, pihak ketiga yang menerima peralihan hak dari kreditor lama
lama.
3) Subrogasi adalah akibat dari pembayaran hutang debitor oleh pihak ketiga.
(betkening).
piutang saja dengan akibat hukum yang diatur dalam Pasal 1403 BW.
7) Kreditor yang hanya memiliki 1 (satu) piutang atas nama saja tetap dapat
milik debitor pada kreditor lama tetap berkedudukan sebagai kreditor dari
debitor tetapi seluruh hak dan perjanjian accesoir belum dapat berpindah
tetapi bingung mencari kreditor lain dari debitor, lalu ingin mengalihkan piutang
atas nama miliknya pada kreditor lain agar syarat minimal 2 (dua) kreditor
terpenuhi tetapi pada saat yang sama ternyata kreditor hanya memiliki satu
piutang atas nama saja maka akan lebih tepat jika menggunakan lembaga
piutang saja. Tetapi jika kreditor yang ingin mempailitkan debitor memiliki lebih
dari satu piutang atas nama debitor maka kreditor dapat memilih antara cessie dan
subrogasi sebagai upaya untuk mengalihkan piutang dengan maksud agar syarat
menerima penyerahan hutang debitor dari kreditor lama (cedent) dengan cara
cessie dapat disebut sebagai kreditor dari debitor (cessus) yang dimohonkan pailit
setelah penyerahan itu diberitahukan kepada debitor atau secara tertulis disetujui
dan diakuinya sesuai dengan ketentuan Pasal 613 ayat (2) BW, pendapat
Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar
poin 2 rapat kamar perdata khusus yang membahas kepailitan dan PKPU.
tetapi dalam praktik sering menghadapi penolakan oleh hakim Pengadilan Niaga.
Alasan yang digunakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga untuk menolak
permohonan pailit adalah syarat minimal 2 (dua) kreditor tidak terbukti secara
bahwa permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta dan keadaan
secara sederhana bahwa syarat permohonan pailit yang daitur dalam Pasal 2 ayat
(1) UU Kepailitan telah dipenuhi. Tidak ada tolok ukur yang jelas mengenai
ukuran pembuktian sederhana yang ada dalam Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan hal
ini mengakibatkan sering ada putusan yang berbeda satu sama lain meski kasus
tersebut relatif sama. Dalam praktiknya ada pembuktian yang cukup rumit akan
(PT PCW) yang berakhir dengan pailitnya PT PCW tersebut 85. Tetapi ada pula
yang mendalam dan dianggap sebagai pembuktian yang cukup rumit, seperti
85
M.Hadi Subhan, Opcit hlm 124.
dalam kasus permohonan pailit oleh Bernard Ibnu Hardjono terhadap Hasim
Djojohadikusumo.86
diajukan oleh para pihak dalam berperkara ke pengadilan, dan hanya mencari
apa yang dikemukakan atau didalilkan oleh para pihak di muka pengadilan,
Mengingat oleh karena hukum acara perdata yang juga berlaku di dalam
hukum acara kepailitan adalah menganut sistem pembuktian formal maka menurut
penulis ketika cedent memiliki 2 (dua) piutang atas nama kemudian salah satu
piutang tesebut dijual pada cessionaris dan adanya cessie tersebut telah
permohonan pailit atas debitor (cessus) dan kreditor lain adalah cessionaris dan
baik cedent dan cessionaris telah mengakui bahwa telah terjadi cessie dan adanya
cessie tersebut telah diberitahukan atau dimintakan persetujuan pada debitor maka
meski dalam jawaban debitor menyangkal adanya keabsahan cessie tersebut maka
majelis hakim tetap harus mengabulkan permohonan pailit tersebut karena pihak
hanyalah cedent dan cessionaris sendiri hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
86
Ibid, hlm 125.
87
Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik dalam Sitem Pembuktian Perdata, Alumni, Jakarta, 2011,
hlm 111.
88
Ibid.
1338 alinea 2 BW89 dan Pasal 1340 alinea 1 BW90. Dengan adanya pemberitahuan
dari cedent dan cessieonaris akan adanya cessie tersebut maka debitor terikat
dengan cessie tersebut dan wajib membayar utangnya pada cessionaris. Begitu
juga dengan pihak ketiga yang melakukan pembayaran pada kreditor lama
sehingga terjadi subrogasi ketika seluruh syarat yang diatur dalam ketentuan
subrogasi telah terpenuhi maka pihak ketiga tersebut menjadi kreditor dari debitor.
Telah dijelaskan diawal bahwa salah satu syarat dalam kepailitan adalah
debitor harus memiliki minimal 2 (dua) kreditor. Terkadang kreditor yang ingin
memohonkan pailit debitor kesulitan untuk menemukan kreditor lain dari debitor.
Oleh karena itu terkadang kreditor yang ingin memohonkan pailit debitor
melakukan pengalihan piutang atas nama kepada pihak ketiga baik dengan cara
cessie maupun subrogasi dengan harapan agar syarat minimal 2 (dua) kreditor
sebenarnya filosofi yang mendasari adanya syarat minimal 2 (dua) kreditor dalam
permasalahan apabila harta seluruh harta debitor tidak cukup untuk membayar
89
Pasal 1338 alinea 2 BW ―suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu‖
90
Pasal 1340 alinea 1 BW ―suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya‖
91
Sunarmi, Opcit, hlm 19.
pembagian harta debitor kepada para kreditornya dengan melakukan sita umum
terhadap seluruh harta debitor yang selanjutnya dibagikan kepada kreditor sesuai
hak proporsinya. Ketentuan kepailitan ini merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari
ketentuan Pasal 1131 juncto 1132 KUH Perdata. Ketentuan ini adalah merupakan
realisasi dari prinsip paritas creditorium dan perinsip pari passu prorata parte.92
mempunyai satu kreditor dan debitor tidak membayar utangnya secara sukarela,
maka kreditor akan menggugat debitor secara perdata ke pengadilan negeri yang
berwenang dan seluruh harta debitor menjadi sumber pelunasan utangnya kepada
kreditor tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitor dipakai untuk membayar
kreditor tersebut. Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta
kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para
kreditor akan berlomba dengan segala cara, baik yang halal maupun tidak halal,
belakangan sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis.
Hal ini sangat tidak adil dan merugikan. Berdasarkan alasan tersebut, timbullah
tagihan-tagihan para kreditor, dengan berpedoman pada KUH Perdata Pasal 1131
sampai dengan Pasal 1149 maupun pada ketentuan dalam UUK sendiri.93
untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari debitor dimana hal itu akan
92
M Hadi Subhan, Opcit, hlm 68.
93
Kartini Muljadi (2000), ―
Pengertian dan Prinsip-Prinsip Umum Hukum Kepailitan‖, Makalah,
Jakarta, hlm 1-2. Dalam buku M.Hadi Subhan, Opcit, hlm 67-68.
merugikan baik debitor sendiri maupun kreditor yang datang terakhir atau kerditor
yang ‖lemah‖.94 Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
syarat minimal 2 (dua) kreditor dalam hukum keapilitan adalah mutlak dan tidak
dapat ditawar-tawar lagi karena jika debitor hanya memiliki 1 (satu) kreditor saja
maka tidak akan terjadi perebutan harta debitor, ketidakadilan hanya akan
mungkin muncul ketika harta debitor tidak cukup untuk membayar seluruh
tagihan kreditor dan ternyata debitor memiliki lebih dari satu kreditor, dalam hal
ini kemungkinan kreditor akan berebut harta debitor dengan cara yang sah secara
hukum atau dengan cara yang melanggar hukum akan sangat mungkin terjadi.
pengalihan piutang atas nama dengan cessie maupun subrogasi) dengan maksud
agar debitor menjadi pailit? hal ini sangat mungkin terjadi mengingat hukum
kepailitan menawarkan suatu proses penyelesaian utang piutang secara adil, cepat,
terbuka dan efektif sehingga banyak kreditor yang menggunakan upaya kepailitan
untuk mengupayakan pelunasan dari debitor. Ambil contoh jika didalam hukum
acara perdata biasa upaya hukum yang dapat ditempuh adalah banding, kasasi dan
PK maka di dalam hukum kepailitan upaya hukumnya hanya ada kasasi dan PK.
yang jelas yakni Permohonan pailit harus diputusa paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal permohoan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5)
94
M.Hadi Shubhan, Opcit, Hlm 74.
atas perkara keapilitan harus diputus paling lama 60 (enam puluh) hari setelah
waktu bertahun-tahun.
sebagai upaya untuk memenuhi syarat minimal 2 (dua) kreditor dalam kepailitan.
Sejauh yang penulis tahu, masalah peralihan piutang hanya diatur dalam Pasal 52
Pasal 52
(1) Setiap orang yang telah mengambil alih suatu utang atau piutang
dari pihak ketiga sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,
tidak dapat memohon diadakan perjumpaan utang, apabila
sewaktu pengambilalihan utang atau piutang tersebut, yang
bersangkutan tidak beritikad baik.
(2) Semua utang piutang yang diambil alih setelah putusan
pernyataan pailit diucapkan, tidak dapat diperjumpakan.
maupun pihak ketiga yang tidak beritikad baik yakni kreditor-kreditor yang ingin
mengusahakan agar piutangnya terbayar secara penuh dan cepat dengan cara
prakteknya hasil penjualan aset debitor pailit tidak pernah dapat membayar lunas
seluruh tagihan dari kreditor, apalagi kreditor konkuren. Hanya Pasal 52 Undang-
Undang Kepailitan itu saja yang mengatur tentang pengalihan piutang, pengalihan
permohonan pailit harus dikabulkan oleh hakim apabila terdapat fakta atau
dinyatakan pailit yakni adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta adanya
utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar oleh debitor telah terbukti. Dengan
adanya ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan ini maka mau tidak
mau hakim harus mengabulkan permohonan pailit yang diajukan oleh kreditor
utang yang telah jatuh waktu, dapat ditagih dan tidak dibayar lunas oleh debitor
dan debitor juga memiliki lebih dari satu kreditor. Entah kreditor lain yang
dimaksud oleh kreditor pemohon adalah kreditor dari hasil pengalihan piutangnya
yakni dari upaya cessie maupun subrogasi, menurut ketentuan Pasal 8 ayat (4)
diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Keapilitan telah terpenuhi dan
Undang Kepailitan diatur tentang “ asas itikad baik dari kreditor” yang tergabung
yakni:
1. Asas Keseimbangan.
3. Asas Keadilan.
4. Asas Integritas.
tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga keapilitan oleh Kreditor yang tidak beritikad
pemohon ini adalah kreditor yang tidak beritikad baik. Hal ini tentu melanggar
yang dapat disalahgunakan oleh kreditor yang tidak beritikad baik sehingga
95
debitor hanya memiliki satu kreditor yakni kreditor pemohon tetapi dengan telah
dilakukan cessie atau subrogasi piutang atas nama oleh kreditor pada pihak ketiga
maka debitor menjadi memiliki kreditor lain.
Kreditor yang tidak beritikad baik dapat ‖mengada-adakan‖ kreditor lain dari
debitor sehingga semestinya debitor tersebut tidak dapat pailit menjadi dapat di
pailit.
melarang secara jelas dan tegas berkait adanya kreditor lain yang lahir karena
adanya cessie atau subrogasi maka ketika ada kreditor yang memohon kepailitan
debitor dan syarat minimal 2 (dua) kreditor dipenuhi dari hasil adanya cessie atau
pailit itu dapat dikabulkan atau tidak. Sepengetahuan penulis, permohonan pailit
yang diajukan oleh kreditor dimana pemenuhan syarat minimal 2 (dua) kreditor
didapat dari hasil cessie piutang atas nama pernah terjadi di indonesia yakni dalam
perkara Alex Korompis yang akan penulis analisa di dalam sub bab selanjutnya.
diajukan kreditor karena hakim berpendapat bahwa pemohon adalah kreditor yang
tidak beritikad baik dapat menggunakan dasar hukum ketentuan Pasal 8 ayat (6)
Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memuat pula, pasal
hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.‖ Sumber hukum tak
tertulis ini dapat diperoleh hakim dari doktrin dan termasuk asas-asas hukum.
Sehingga hakim dapat menolak permohonan pailit yang diajukan oleh kreditor
yang tidak beritikad baik meski syarat pailit yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1)
pada asas keseimbangan dan asas itikad baik yang menjadi dasar lahirnya
Undang-Undang Kepailitan.
baik tidaklah mudah apalagi menurut ketentuan Pasal 1965 BW dikenal suatu
prinsip yang mengatakan bahwa ―itikad baik selamanya harus dianggap ada,
membuktikan itikad buruk yang dimiliki kreditor selaku pemohon pailit. Itikad
baik maupun itikad baik seseorang dapat terlihat dari refleksi rangkaian tindakan
orang itu sendiri. Menurut penulis sebenarnya itikad buruk dari kreditor dapat
terlihat dari kondisi piutang yang dialihkan dan rentang waktu dari pengalihan
piutang dengan tanggal permohonan pailit. Dalam kasus ini kreditor pemohon
pailit dapat dikatakan telah beritikad buruk ketika ada fakta-fakta demikian:
baik sehingga tentu seharusnya permohonan pailit dari kreditor pemohon harus
ditolak. Penulis mengambil rentang waktu kurang dari 1 (satu) tahun sebagai salah
kreditor beritikad buruk atau beritikad baik dengan alasan bahwa dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun tersebut debitor telah cukup diberi kesempatan untuk
melunasi utangnya pada kreditor baru. Sehingga apabila hingga lebih dari 1 (satu)
tahun ternyata debitor tetap tidak membayar utangnya yang telah macet tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa debitor tersebut adalah debitor yang beritikad
buruk sehingga tidak layak untuk dilindungi oleh hukum. Piutang yang dialihkan
juga harus dalam kondisi sudah jatuh tempo, dapat ditagih dan macet, penulis
memberikan indikator ini karena jika piutang yang dialihkan oleh kreditor adalah
piutang yang masih belum jatuh tempo, belum dapat ditagih dan tidak macet
maka tentu tidak mungkin kreditor dapat mempailitkan debitor. Apabila tindakan
kreditor pemohon pailit tidak memenuhi 2 (dua) fakta hukum diatas maka kreditor
pemohon pailit dapat dikatakan sebagai kreditor yang beritikad baik sehingga
Sakti Utama Leasing (PT.CSUL) dan PT Hutan Domas Raya (PT HDR) telah
sepakat untuk membuat dan menandatangani Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha
HDR memilih fasilitas sewa atas barang modal yang merupakan penjualan dan
menjamin pelunasan hutang PT HDR pada PT CSUL dan untuk itu pada tanggal 2
Pebruari 1996 Alex Korompis dengan PT CSUL sepakat untuk membuat dan
mengadakan Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha dengan PT HDR dan tidak akan
juga menyatakan tetap terikat untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak ketiga
yang menerima peralihan hak dari PT CSUL (baik sebagian maupun seluruhnya)
ketika hak tagih dari PT CSUL kepada PT HDR yang ditanggung oleh Alex
tanggal 2 Pebruari 1996 yang dibuat oleh Alex Korompis, Alex Korompis
menjamin dan menanggung pembayaran yang layak dan tepat waktu atas seluruh
istimewanya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1430 ayat (1), Pasal 1831, Pasal
1837, Pasal 1847 ayat (1), Pasal 1848, Pasal 1849 dan Pasal 1850 BW.
Bahwa jumlah hutang PT HDR pada PT CSUL yang ditanggung oleh Alex
Korompis yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dan belum dibayar lunas
adalah sebesar USD 755.953,- (tujuh ratus lima puluh lima ribu sembilan ratus
lima puluh tiga dolar amerika). Bahwa PT CSUL juga telah menegur PT HDR dan
ditentukan ternyata PT HDR dan Alex Korompis tetap tidak melunasi hutangnya
pada PT CSUL.
maka PT CSUL menjual sebagian piutang atas nama miliknya yang didasarkan
atas Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha yakni sebesar USD 50.000,- (lima puluh
ribu dolar amerika) kepada PT Prima Solusi Sistem (PT PSS) berdasar akta
Perjanjian Jual Beli Piutang Atas Nama PT CSUL Nomor 15 dan Akta
Penyerahan Hak (Cessie) Nomor 16, keduanya tertanggal 6 Desember 2004 yang
dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang bernama Daniel P Marpaung, S.H.,. M,H.
Tidak lama setelah pengalihan piutang atas nama dari PT CSUL kepada
PT PSS berdasar akta Perjanjian Jual Beli Piutang Atas Nama PT CSUL Nomor
Desember 2004 tersebut. PT. CSUL mengajukan permohonan pailit atas Alex
permohonan pailit dari PT CSUL atas Alex Korompis berpendapat bahwa syarat-
syarat pailit yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan yakni adanya fakta
bahwa debitor memiliki minimal 2 (dua) kreditor dan debitor tidak membayar
lunas utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih oleh kreditor telah terbukti
dengan Nomor Perkara 06 K/N/2005 telah diputus oleh Mahkamah Agung pada
MENGADILI
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: ALEX
KOROMPIS tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat No 051/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 14
Pebruari 2005;
MENGADILI SENDIRI
Menolak permohonan Pemohon;
Menghukum Termohon Kasasi/Pemohon untuk membayar biaya
perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi
ditetapkan sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah);
bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena judex facti telah salah
Pemohon yakni sebesar US$ 50.000,- (lima puluh ribu Dollar Amerika
sebesar US$ 805.953,15 (delapan ratus lima ribu Sembilan ratus lima
puluh tiga dollar Amerika Serikat lima belas sen) berdasarkan Surat
Prima Solusi Sistem) sebesar US$ 50.000,- (lima puluh ribu dollar
yang didasarkan pada Surat Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha dan
pembayaran sebagian;
kreditor dari Termohon, oleh karena hak tagih yang dimiliki PT Prima
terpenuhi;
f. bahwa oleh karena tidak dapat dibuktikan secara sederhana adanya dua
2005 yang kemudian pada tanggal 4 April 2007 telah diputus dengan putusan
Nomor 013 PK/N/2005 dimana pada intinya Mahkamah Agung tetap menolak
menjadi dasar adanya kreditor lain dan besar hutang yang dapat ditagih, harus
hak istimewanya dan akibat hukum dari cessie maupun subrogasi terhadap
perjanjian accesoir.
istimewa yang ada dalam Pasal 1831 BW yang berbunyi ‖si penanggung tidaklah
sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk
tanpa harus dimintakan terlebih dahulu Kepailitan dari debitor utama. Sebab,
Bahwa perlu diingat cessie atas dasar jual beli tidak dapat dilakukan
sebagian saja, oleh karena dalam cessie berlaku prinsip berapapun yang dibayar
oleh kreditor baru pada kreditor lama maka seluruh tagihan itu akan beralih dari
96
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Sofmedia: Jakarta, hlm. 197.
kreditor lama pada kreditor baru dan seluruh perjanjian accesoir (baik hak
tanggungan, perjanjian penanggungan dan lain lain) juga ikut beralih dari kreditor
lama pada kreditor baru. Berbeda dengan cessie, dalam subrogasi dapat terjadi
subrogasi sebagian piutang saja, hal ini terjadi ketika pihak ketiga hanya
kasus ini pihak ketiga tetap berkedudukan sebagai kreditor dari debitor tetapi
seluruh hak dan perjanjian accesoir belum dapat berpindah dari kreditor lama pada
pihak ketiga (Pasal 1403 BW). Ketika pihak ketiga sudah melunasi seluruh utang
debitor pada kreditor lama baru pihak ketiga dapat menuntut penyerahan seluruh
hak-hak termasuk perjanjian accesoir yang dimiliki oleh kreditor lama atas debitor
Bahwa atas kasus posisi diatas dapat disimpulkan beberapa poin penting
sebagai berikut:
Perjanjian Penanggungan.
4. Dalam hal ini PT CSUL adalah sebagai kreditor dari PT HDR dan Alex
Korompis.
tepat dalam menilai bahwa pengalihan sebagian piutang atas nama dari PT CSUL
kepada PT PSS adalah subrogasi97 bukan cessie karena sekali lagi dalam cessie
tidak dimungkinkan adanya cessie sebagian atas dasar jual beli karena dalam
cessie berlaku prinsip berapapun yang dibayar oleh kreditor baru pada kreditor
lama maka seluruh tagihan akan beralih. Telah dijelaskan diawal juga bahwa
perjanjian penanggungan tidak beralih pada kreditor baru (Pasal 1403 BW). Pasal
1403 BW ini untuk melindungi kepentingan kreditor lama agar kreditor lama
KEPADA PT PSS. Tetapi meski PT PSS hanya membayar sebagian piutang saja,
PT PSS tetap berkedudukan sebagai kreditor dari PT HDR. 99 Dalam hal ini PT
CSUL karena hanya menerima pembayaran sebagian dari PT PSS atas utang PT
HDR yang ditanggung oleh Alex Korompis maka berdasarkan pada ketentuan
Pasal 1403 BW maka PT CSUL tetap sebagai kreditor dari PT HDR dan Alex
Korompis. Sehingga oleh karena PT PSS hanya merupakan kreditor dari PT HDR
dan bukan merupakan kreditor dari Alex Korompis maka sudah tepat putusan
97
Dalam hal ini tepat jika dikatakan subrogasi karena perjanjian atas inisitaif dari kreditor (Pasal
1401 ayat (1) BW)
98
Kedudukan kreditor lama tidak boleh lebih jelek dari kreditor baru.
99
PT PSS bukan sebagai kreditor dari Alex Korompis karena Perjanjian Penanggungan tanggal 2
Pebruari 1996 belum beralih dari PT CSUL pada PT PSS karena adanya ketentuan Pasal 1403
BW.
Mahkamah Agung menyatakan bahwa syarat minimal 2 (dua) kreditor dari Alex
tidak beritikad baik karena telah memenuhi fakta-fakta kreditor yang tidak
ditolak karena PT CSUL adalah kreditor yang tidak beritikad baik dan ingin
menyalahgunakan pranata hukum kepailitan apalagi tidak ada kreditor lain selain
yang diajukan PT CSUL tehadap Alex Korompis menjadi berubah dengan adanya
menyatakan bahwa syarat adanya kreditor lain dan utang yang didasari dari
adanya pertimbangan seperti itu maka akan timbul pertanyaan, apakah menurut
hakim pengalihan tagihan atas nama dengan cessie baru dapat ditagihkan oleh
kreditor baru pada debitor jika telah mendapat ‖pernyataan sah‖ dari Pengadilan
Negeri terlebih dahulu? Jika memang begitu maksud dari hakim maka tentu
pendapat hakim dalam putusan tersebut adalah tidak tepat. Karena menurut
Pengadilan.
dalam Pasal 613 BW, sehingga hakim pengadilan niaga hanya perlu melihat
apakah syarat-syarat keabsahan cessie yang diatur dalam Pasal 613 BW terpenuhi
atau tidak dan apakah debitor telah diberitahu atau dimintai persetujuan berkait
adanya cessie tersebut. Jika seluruh ketentuan Pasal 613 BW telah terpenuhi maka
cessie itu sudah sah dan akibatnya pihak ketiga (cessienaris) yang menerima
penyerahan dari kreditor lama (cedent) harus dinyatakan dan diakui sebagai
kreditor dari debitor (cessus) yang dimohonkan pailit. Pendapat ini juga dianut
oleh Mahkamah Agung yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar
poin 2 rapat kamar perdata khusus yang membahas kepailitan dan PKPU.
menyatakan bahwa cessie itu tidak sah dan pemohon dapat membuktikan seluruh
dalil permohonannya maka tentu hakim tidak boleh menolak permohonan pailit
dari pemohon (cedent maupun cessienaris) dengan alasan syarat kepailitan tidak
terbukti secara sederhana karena jelas syarat kepailitan berkait adanya utang dan
adanya kreditor lain dari termohon pailit telah terpenuhi secara sumir/sederhana.
hakim tidak bebas dalam menentukan kebenaran formal melainkan terikat pada
apa yang dikemukakan oleh para pihak. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 299
Undang-Undang Kepailitan dimana diatur bahwa hukum acara yang berlaku untuk
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
1) Piutang atas nama dapat beralih pada pihak lain baik dengan cara cessie
kreditor dengan cara menghadirkan kreditor lain yang berasal dari adanya
permohonan pailit yang daitur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah
dipenuhi. Tidak ada tolok ukur yang jelas mengenai ukuran pembuktian
sederhana yang ada dalam Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan hal ini
mengakibatkan sering ada putusan yang berbeda satu sama lain meski
kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur dan oleh kreditor yang tidak
beritikad baik. Permohonan pailit yang diajukan oleh kreditor yang tidak
2. Saran
Kepailitan tetapi sayangnya tindakan debitor yang tidak jujur dan kreditor
lembaga kepailitan belum diatur secara jelas dan rinci dalam pasal-pasal
Undang-Undang Kepailitan.
ada pengaturan yang lebih jelas dan tegas berkait apakah pemenuhan
dimana kadang hakim mengabulkan tetapi ada hakim yang menolak dan
DAFTAR BACAAN
Buku:
Kie, Tan Thong, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku I, Ichtiar
Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000.
Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi Dan Cessie, Kencana,
Jakarta, 2012.
Tumbuan, Fred BG, “Mencermati Makna Debitor, Kreditor Dan Utang Berkait
Dengan Kepailitan”, Dalam :Emmy Yuhassarie (ed), Undang-Undang
Kepailitan dan Perkembangannya, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan:
Putusan: