Oleh:
JAMASLIN JAMES PURBA, S.H., M.H.
(Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS-JPP
(KETUA DEWAN PENASEHAT AKPI)
(Partner Law Firm MP&P)
BAB I
PENDAHULUAN
Sementara itu sebagaimana kita ketahui latar belakang lahirnya perubahan besar
Undang-Undang Kepailitan adalah karena terjadinya gejolak moneter sejak tahun 1997, yang
mana sangat berpengaruh kepada dunia usaha dalam memenuhi kewajiban kepada kreditor
sehingga pada tanggal 22 April 1998 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 1998. Perpu ini kemudian melalui Undang-Undang No.
4 Tahun 1998 ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya, pada tanggal 19 Oktober
2004 ditandatangani dan diundangkanlah Revisi atas Undang-Undang No. 4 Tahun 1998
yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”), yang mencabut UU No. 4 Tahun 1998, yang dimana
salah satu tujuannya adalah memberi kesempatan kepada kreditor dan debitur untuk
mengupayakan penyelesaian yang adil, sehingga diperlukan sarana hukum yang dapat
digunakan secara cepat, terbuka, dan efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas
(Pasal 1 ayat (1) UUK-PKPU). Sedangkan pengertian PKPU tidak diatur secara jelas
didalam UUK-PKPU.
Tujuan Kepailitan:
• Melindungi para kreditor untuk memperoleh hak mereka;
• Menjamin agar pembagian harta kekayaan Debitor sesuai dengan asas pari
pasu & pro rata parte;
• Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan para Kreditor. perbuatan yang merugikan
kepentingan para Kreditor.
Persyaratan:
Adapun syarat untuk dapat mengajukan Permohonan Pailit adalah
sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU dan Pasal 8 ayat 4:
”Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU tersebut diatas, maka dapat
ditentukan unsur-unsur utama yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan
pailit, yaitu:
1. Adanya Debitor;
2. Terdapat minimal 2 (dua) orang Kreditor;
3. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang; dan
4. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
1) Pengertian Debitor:
Pengertian Debitor dapat kita lihat pada Pasal 1 ayat (4) dan (5) UUK-PKPU:
“(4). Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
(5). Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan.”
Kreditor Lain : Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat yang harus
dipenuhi adalah debitor harus memiliki dua kreditor atau lebih.
Sehingga harus ada kreditor lainnya selain daripada kreditor
yang mengajukan permohonan pailit/PKPU. Dengan demikian,
Undang-Undang ini hanya memungkinkan seorang debitor
dinyatakan pailit apabila debitor memiliki paling sedikit 2 (dua)
kreditor.
3) Pengertian Utang, Utang Yang Telah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih:
Pengertian terkait dengan Utang dapat kita temukan pada Pasal 1 ayat (6) dan
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Paragraf 3 UUK-PKPU:
Secara sederhana artinya apabila telah terbukti secara sederhana bahwa debitor
mempunyai lebih dari satu kreditor dan bahwa salah satu utangnya telah jatuh waktu dan
dapat ditagih tetapi debitor tidak / belum membayar utangnya tersebut.
Pada tanggal 22 April 1998 : Diberlakukan PERPU Nomor 1 tahun 1998 dan
selanjutnya di sahkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 melahirkan
PENGADILAN NIAGA di Indonesia.
Adapun sampai dengan saat ini baru terdapat 5 (lima) Pengadilan Niaga di
Indonesia, yaitu:
1. Memeriksa dan dan memutus sengketa Kepailitan dan PKPU, (lihat UU No. 4 tahun
1998 Jo. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang);
2. Memeriksa dan dan memutus sengketa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI):
1. Desain Industri, (lihat UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri);
2. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, (lihat UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu);
3. Paten, (lihat UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten);
4. Merek (lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis)
5. Hak Cipta (lihat UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta).
3. Memeriksa dan dan memutus sengketa proses likuidasi bank yang dilakukan
Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”) (lihat No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan)
Kompetensi Relatif
Sedangkan terkait dengan Kompetensi Relatif maka terkait dengan domisili hukum,
hal ini dapat kita ketahui dari ketentuan Pasal 3 UUK-PKPU, yang menyatakan:
(1) Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan
dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor.
(2) Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia,
Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan
pernyataan pailit adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan hukum terakhir Debitor.
(3) Dalam hal Debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga
berwenang memutuskan.
(4) Dalam hal debitor tidak berkedudukan di wilayah negara Republik
Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara
Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor
pusat Debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya
adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.
II. Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit dan PKPU
Ketentuan terkait dengan Pihak yang dapat mengajukan Permohonan Pailit atas
Debitor adalah Pasal 2 ayat (2) s/d (5) UUK-PKPU, sebagaimana diuraikan berikut ini:
• Dalam hal demi kepentingan umum, maka yang berhak mengajukan adalah
Kejaksaan (Pasal 2 ayat (2) UUK-PKPU);
• Dalam hal debitor adalah bank, maka yang berhak mengajukan permohonan
pailit adalah Otoritas Jasa Keuangan , dulunya kewenangan Bank Indonesia
(Pasal 2 ayat (3) UUK-PKPU);
• Dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan
penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian maka yang berhak
mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) yang sekarang dialihkan menjadi kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) (Pasal 2 ayat (4) UUK-PKPU Jo. Pasal 55 ayat (1) UU-OJK);
• Likuidator, dalam hal Debitor adalah suatu Perseroan Terbatas dan sedang
dalam proses pembubaran (Pasal 149 UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas).
Atas putusan pailit oleh Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan upaya hukum
banding.
Akan tetapi langsung dilakukan upaya kasasi. Permohonan kasasi selain dapat
diajukan oleh Debitor dan Kreditor yang merupakan pihak pada persidangan
tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh Kreditor lain yang bukan merupakan
pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas putusan atas
permohonan pernyataan pailit (Pasal 11 UU K-PKPU).
10. Paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan dijatuhkan, pengajuan dan
pendaftaran permohonan kasasi diajukan kepada Panitera Pengadilan Niaga
(Pasal 11 ayat (2) UUK-PKPU) dan juga wajib menyerahkan memori kasasi
pada hari yang sama pada saat permohonan kasasi didaftarkan (Pasal 12 ayat
(1) UUK-PKPU);
11. Panitera Pengadilan Niaga mengirim permohonan kasasi kepada pihak
terkasasi 2 (dua) hari sejak pendaftaran permohonan kasasi (Pasal 12 ayat (2)
UUK-PKPU);
12. Pihak Termohon Kasasi dapat menyampaikan kontra memori kasasi kepada
pihak Panitera Pengadilan Niaga selama 7 (tujuh) hari sejak pihak Termohon
Kasasi menerima dokumen kasasi (Pasal 12 ayat (3) UUK-PKPU);
13. Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pendaftaran permohonan kasasi,
Panitera Pengadilan Niaga menyampaikan berkas kasasi (Permohonan,
Memori Kasasi, Kontra Memori Kasasi (jika ada), beserta berkas perkara yang
bersangkutan kepada Makhamah Agung (Pasal 12 ayat (4) UUK-PKPU);
14. Makhamah mempelajari dan menetapkan sidang selama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 13 ayat (1) UUK-PKPU);
15. Sidang pemeriksaan permohonan kasasi dilaksanakan 20 hari sejak tanggal
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 13 ayat (2)
UUK-PKPU);
16. Putusan kasasi sudah harus jatuh paling lama 60 (enam puluh) hari setelah
tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 13 ayat (3)
UUK-PKPU);
17. Panitera pada Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi
kepada Kepaniteraan Pengadilan Niaga, paling lambat 3 (tiga) hari sejak
tanggal putusan atas permohonan kasasi di ucapkan (Pasal 13 ayat (6)
UUK-PKPU);
18. Jurusita Pengadilan Niaga wajib menyampaikan putusan kepada pihak diterima
Pengadilan Niaga (Pasal 13 ayat (7) UUK-PKPU);
Atas putusan Kasasi juga masih dapat dilakukan upaya hukum luar biasa yaitu
Peninjauan Kembali (“PK”)
2. Terhadap Harta pailit: demi hukum berada seluruh harta berada dalam sita
umum (Pasal 1 UU 37 tahun 2004) , baik itu yang telah ada pada saat putusan
pernyataan pailit diucapkan maupun yang akan diperoleh selama kepailitan
berlangsung;
Terkecuali
Didalam Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa kepailitan
tidak berlaku terhadap:
1. Benda yang dibutuhkan debitor sehubungan dengan pekerjaanya:
- Hewan
- Perlengkapan debitor dan keluarganya
- Alat medis untuk kesehatan
- Makanan untuk debitor dan keluarganya (30 hari)
2. Segala sesuatu yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai penggajian,
upah, pension tunjangan.
3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban
memberi nafkah menurut undang-undang.
3. Terhadap Kreditor
- Semua perikatan debitor yang terbit sesudah pernyataan pailit tidak dapat
dibayarkan dari harta pailit. Jika tetap dilakukan, tidak mengikat, kecuali
menguntungkan harta pailit. (Pasal 25 UU 37 tahun 2004)
- Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus
diajukan kepada Kurator. (Pasal 26 UU 37 tahun 2004)
5. Terhadap Eksekusi
Jika eksekusi sudah sedemikian jauh, hari penjualan benda sudah ditetapkan,
dengan ijin hakim pengawas, Kuraot dapat meneruskan penjualan itu atas
tanggungan harta pailit. (Pasal 33 UU 37 tahun 2004)
Penjualan benda milik debitor tersebut masuk kedalam hata pailit dan tidak
diberikan kepada kreditor.
.
- Setelah lewat jangka waktu tersebut, Kreditur separatis tidak melaksanakan
sendiri eksekusi nya Kurator menuntut agar benda yang menjadijaminan
diserahkan untuk dijual di depan umum.
Syarat seorang Kurator dapat diangkat menjadi Kurator dalam perkara Kepailitan
adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UUK-PKPU:
- Harus independen.
- Tidak mempunyai benturan kepentingan.
- Tidak sedang menangani perkara kepailitan dan PKPU lebih dari 3.
Bahwa dalam hal terjadi Kepailitan, maka sesuai dengan yang diamanatkan dalam
Pasal 69 ayat (1) UUK-PKPU maka tugas seorang Kurator adalah melakukan
pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.
1. Pengurusan:
Dalam tahap Pengurusan, Kurator bertugas melaksanakan apa yang diatur
dalam Pasal 15, Pasal 98 s/d Pasal 100 dan 102 UUK-PKPU yaitu
mengumumkan adanya kepailitan, mengamankan harta pailit, mencatat semua
harta pailit, menerima tagihan-tagihan dari para Kreditor serta
mengadministrasikannya, melakukan verifikasi bersama Debitor, melalui
Kurator Debitor Pailit juga dapat mengajukan atau menawarkan perdamai an
kepada semua Kreditor (apabila kepalitan tersebut tersebut tidak diawali dalam
Keadaan PKPU). Pasal 115 sampai 120 UUK.
Perdamaian
Perdamaian dalam Kepalitan diatur dalam Pasal 144 UUK-PKPU. Perdamaian
harus diajukan 8 hari sebelum rapat verifikasi. Jika para kreditur setuju, maka
dibuat Perjanjian Perdamaian antara Debitur dan Para Krediturnya. Syarat
Perjanjian Perdamaian bisa disetujui dan sah mengikat jika memenuhi pasal 151
UUK-PKPU. Selanjutnya Perdamaian tersebut harus disahkan oleh Pengadilan
(Homologasi) sesuai Pasal 156 UUK-PKPU. Namun tidak semua Perdamaian
dapat disahkan, adapun alasan-alasan ditolaknya pengesahan perdamaian
tersebut dapat dilihat di pada Pasal 159 ayat (2) UUK-PKPU.
Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat Kreditor (Pasal 151
dan Pasal 152 UUK-PKPU) oleh:
• Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau
sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari
seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor
konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
• Lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam
rapat dan yang haknya diakui, atau yang untuk sementara diakui, yang
mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui, atau yang untuk sementara diakui dari kreditor
konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Apabila lebih
dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan
mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutang Kreditor yang
mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian
maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari setelah
pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan
suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan.
4. Sebelum dilakkan pelelangan atas harta pailit oleh Kurator , tentu wajib terlebih
dahulu di appraisal . Penunjukan Apraisal dilakukan oleh Hakim Pengawas
melalui Penetapannya.
13. Daftar pembagian ini mengacu kepada urutan prioritas para kreditur,
yaitu mulai dari kreditur istimewa atau kreditur preferen, kemudian
kreditur separatis dan paling akhir adalah kreditur konkuren.
14. Kemudian setelah Kurator selesai melakukan eksekusi budel pailit, Kurator wajib
membuat daftar pembagian yang diletakkan di kepaniteraan Pengadilan Niaga
serta mengumumkan hal tersebut di Koran, sesuai dengan yang diamanatkan
dalam Pasal 189 Jo. Pasal 192 UUK. Pihak-pihak yang berkeberatan atas
terhadap daftar pembagian tersebut dapat mengajukan upaya Kasasi sesuai
(Pasal 196 UUK).
15. Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk mengajukan keberatan atas daftar
pembagian tersebut atau setelah keberatan tersebut sudah dibacakan
putusannya, maka sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 201 UUK, maka
Kurator wajib segera membayar pembagian yang sudah ditetapkan, yang dimana
apabila hal tersebut sudah dilakukan atau segera setelah daftar pembagian
penutup menjadi mengikat maka berakhirlah Kepailitan sebagaimana diatur
dalam Pasal 202 UUK.
KURATOR KEPAILITAN
Tidak semua orang dapat menjadi Kurator. Menurut Undang-Undang Kepailitan yang
lama, kewajiban ini secara khusus dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, ya ng disingkat
BHP. Balai Harta Peninggalan ini adalah suatu badan khusus dari Departemen Kehakiman
(yang dinamakan demikian karena ia bertanggung jawab untuk masalah mengenai
pengawasan pengampuan). Balai Harta Peninggalan bertindak melalui kantor
perwakilannya yang terletak dalam yurisdiksi pengadilan yang telah menyatakan debitur
paillit. Pada saat ini terdapat Balai Harta Peninggalan di lima lokasi yaitu Jakarta, Me dan,
Semarang, Surabaya, dan Makassar.
Banyak orang tidak tahu apa itu Kurator. Pada ensiklopedia bebas, Kurator diartikan
sebagai ketua akuisisi dan penjaga barang-barang koleksi sebuah museum, perpustakaan
atau lembaga serupa. Arti dari kurator itu berbeda jika diterjemahkan dalam perspektif
hukum. Menurut UUK-PKPU, Kurator adalah profesional yang diangkat oleh Pengadilan
Niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan. Maksud pengurusan disini yaitu
mencatat, menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta
dengan cara dijual melalui lelang.
Meski ditunjuk oleh pengadilan, Kurator tetap diusulkan oleh pemohon pailit. Namun,
dalam bertugas Kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon melainkan untuk
kepentingan boedel pailit. Intinya, Kurator tidak melulu lebih mendahulukan kepentingan
kreditur, tapi harus fair juga terhadap debitur.
Menghitung aset perusahaan pailit adalah salah satu tugas Kurator, untuk itu Kurator
harus memahami betul cara membaca laporan keuangan perusahaan agar bisa
mendapatkan inf ormasi tentang harta yang menjadi kewenangannya tersebut. Kurator
juga membutuhkan auditor dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Ricardo Simanjuntak,
jasa independen auditor sangat diperlukan jika kurator tidak mampu membaca laporan
keuangan perusahaan. Kurator juga bisa saja mengundang appraisal atau konsultan pajak
bila memang dibutuhkan, namun itu semua akan menambah biaya. Padahal, kurator harus
berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menambah beban ke budel pailit agar nilai
harta untuk kreditur tidak berkurang.
Syarat untuk menjadi Kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (2) UUK PKPU
ialah sebagai berikut:
1) orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian
khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan
harta pailit;
2) terdaftar pada pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengenai
tata cara pendaf taran kurator diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan
Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus (“Permenkumham
18/2013”).
Pada penjelasan pasal 70 ayat (2) huruf (a) UUK PKPU disebutkan, yang dimaksud
dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan Kura tor dan
pengurus, sedangkan penjelasan pasal 70 ayat (2) huruf (b) UUK PKPU yang dimaksud
dengan terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan anggota aktif organisasi profesi Kurator dan pengurus. Oleh karena itu, untuk
menjadi Kurator harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada Departemen Kehakiman.
Menurut Pasal 3 ayat (1) Permenkumham 18/2013, untuk terdaftar sebagai Kurator
dan Pengurus, orang perseorangan harus mengajukan pendaf taran kepada Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Orang
perseorangan yang mengajukan pendaftaran sebagai kurator harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Berkewarganegaraan Indonesia dan berdomisili di wilayah Indonesia;
c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia;
d. Sehat jasmani dan rohani;
e. Advokat, akuntan publik, sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan
akuntansi;
f. Telah mengikuti pelatihan Kurator dan Pengurus dan dinyatakan lulus dalam
ujian yang penilaiannya dilakukan oleh Komite Bersama;
g. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
h. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga; dan
i. Membayar biaya penerimaan Negara Bukan Pajak yang besarannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari Pasal 15 ayat (1) UUK-PKPU, dapat diketahui bahwa pengangkatan Kurator
adalah wewenang Hakim Pengadilan Niaga. Pihak debitur, kreditur, atau pihak yang
berwenang mengajukan kepailitan seperti OJK hanya mempunyai hak untuk mengajukan
usul pengangkatan kurator kepada Pengadilan Niaga. Usulan tersebut apakah diterima
atau tidak adalah diskresi Hakim. Balai Harta Peninggalan (BHP) secara otomatis diangkat
sebagai Kurator apabila pihak debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang tersebut tidak
mengajukan usulan mengenai pengangkatan Kurator. Pengangkatan Kurator didasarkan
pada putusan pernyataan pailit, dalam arti bahwa dalam putusan pernyataan pailit harus
dinyatakan adanya pengangkatan Kurator (Pasal 15 ayat (1) UUK-PKPU).
Pasal 71 ayat (1) UUK-PKPU mengatakan bahwa pengadilan setiap waktu dapat
mengabulkan usul penggantian kurator, setelah memanggil dan mendengar kurator, dan
mengangkat kurator lain dan/atau mengangkat kurator tambahan atas:
a. permohonan kurator sendiri;
b. permohonan kurator lainnya, jika ada;
c. usul hakim pengawas; atau;
d. permintaan debitur pailit.
Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam keadaan tidak
mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Kurator memutuskan cara pemberesan
harta pailit dengan selalu memperhatikan nilai terbaik pada waktu pemberesan.
Pemberesan dapat dilakukan sebagai satu atau lebih kesatuan usaha (going concern) atau
atas masing-masing harta pailit.Kurator melakukan pemberesan dengan penjualan di
muka umum atau, apabila di bawah tangan, dengan persetujuan hakim pengawas. Kurator
harus memperhatikan beberapa hal dalam melaksanakan penjualan harta debitur pailit,
antara lain:
1. harus menjual untuk harga yang paling tinggi;
2. harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta yang lain
harus disimpan terlebih dahulu karena nilainya akan meningkat di kemudian hari;
3. harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta debitur pailit.
Kurator dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1) harus memulai
pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau
bantuan debitur apabila:
1) Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak; atau
2) Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan.
Kurator harus terlebih dahulu meminta izin dari Hakim Pengawas, dalam
melaksanakan penjualan harta pailit. Izin dari Hakim Pengawas ini dituangkan dalam suatu
penetapan. Izin penetapan ini diperoleh setelah kurator terlebih dahulu mengajukan
permohonan untuk melakukan penjualan harta pailit dan dapat dilakukan secara lelang di
depan umum maupun secara di bawah tangan.
Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar pembagian atau setelah
putusan akibat diajukan perlawanan diucapkan, kurator wajib segera membayar
pembagian yang telah ditetapkan. Setelah Kurator selesai melaksanakan pembayaran
kepada masing-masing kreditur berdasarkan daftar pembagian, maka berakhirlah
kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan dalam
Berita Negara Republik Indonesia dan surat kabar.
Selain itu, jika debitor dinilai tidak kooperatif , yaitu apabila mereka menolak, baik
jika diminta oleh kurator atau tidak, untuk bekerja sama dalam menjalankan proses
kepailitan, Kurator harus tetap berusaha untuk memperoleh harta debitur pailit dengan
cara-cara yang ditentukan dalam aturan kepailitan.
Kurator yang cerdas dan berpengalaman sekalipun tidak akan berhasil melakukan
pengurusan dan pemberesan harta pailit jika kurator tersebut tidak dapat menjalin kerja
sama dengan debitor pailit atau debitor pailit yang tidak mau bekerja sama dengan
kurator. Hubungan kurator dan debitor berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah
selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan mutlak,
maka di hadapan hakim pengawas, Kurator wajib melakukan perhitungan tanggung jawab
kepada debitur.
Pada suatu proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit hanya
satu atau dua kreditor, namun pada saat debitor dinyatakan pailit, maka yang berhak
mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan permohonan pailit
tetapi semua kreditor dari debitor pailit. Sulit bagi Kurator jika harus berhubungan dengan
orang perorangan dari para kreditur dalam menjalin kerja sama dengan para kreditor. Oleh
karena itu, dibentuklah panitia kreditor yang selanjutnya menjadi lembaga bagi para
kreditur debitor pailit. Hal ini mempermudah kerja Kurator karena ia tidak harus berurusan
dengan semua kreditur tapi cukup dengan panitia kreditor.
Panitia kreditor setiap waktu berhak meminta diperlihatkan segala buku dan
surat-surat yang mengenai kepailitan, dan terhadap hal tersebut, Kurator diwajibkan
untuk memberikan kepada panitia kreditor segala keterangan yang dimintanya. Selain itu,
panitia juga berhak meminta diadakannya rapat-rapat kreditor, serta dapat memberikan
dan bahkan wajib memberikan saran tertulis kepada rapat verif ikasi mengenai perdamaian
yang ditawarkan.
Hubungan kerja dan komunikasi yang baik antara Kurator dan panitai kreditor akan
menguntungkan semua pihak. Minimal hal ini akan mempercepat proses penyelesaian
tugas seorang Kurator. Selain itu, para kreditor akan lebih cepat pula memperoleh haknya
atas harta debitur pailit. Kurator oleh UUK-PKPU dibolehkan setiap saat mengadakan
rapat dengan panitia kredit or untuk mem inta nasihat panitia kreditur bila
dianggap per lu, nam un Kurator tidak waj ib mengikuti nasihat dar i panitia kreditor.
Akibatnya,jika terhadap nasihat tersebut tidak diterima atau ditolak oleh Kurator, Kurator
harus segera menyampaikan hal tersebut kepada panitia kreditor. Selanjutnya, jika panitia
kreditor kemudian merasa keberatan atau tidak menerima penolakan Kurator, panitia
kreditor dapat meminta keputusan atas hal tersebut kepada hakim pengawas.
Dikecualikan oleh Pasal 83 UUK-PKPU, jika hal Kurator akan mengajukan atau
melanjutkan atau mengadakan pembelaan terhadap gugatan, Kurator wajib meminta
nasihat panitia kreditor. Selanjutnya, hal yang tidak kalah penting yang harus dilakukan
oleh para kreditor dalam rangka menyukseskan tugas Kurator adalah membantu Kurator
secara terbuka untuk menunjukkan keberadaan harta dari debitor pailit yang
diketahuinya. Kemudian, kreditor juga harus senantiasa mengikuti aturan yang telah
ditentukan oleh UUK-PKPU atau keputusan rapat panitia kreditor. Hal ini bertujuan agar
penyelesaian kepailitan bisa terlaksana sesuai jadwal yang telah direncanakan. Hal ini
juga untuk menghindari terjadinya sengketa antara kreditur dengan kurator, misalnya
seorang kreditur harus memenuhi batas waktu penyerahan tagihan ke kurator sesuai
jadwal.
Mengingat beratnya tugas yang diemban oleh seorang kurator dalam melakukan
pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka seorang kurator harus selalu berhubungan
dengan Hakim Pengawas untuk melakukan konsultasi atau sekadar mendapat masukan.
Hal ini untuk mencapai tujuan keberhasilan dari suatu pernyataan pailit, karenanya Hakim
Pengawas dan kurator harus saling berhubungan sebagai mitra kerja. Hakim Pengawas
maupun Kurator harus sama-sama saling mengetahui tugas keduanya, sehingga keduanya
saling memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat
diperlukan, terlebih-lebih apabila menemui debitur atau kreditur yang kurang mendukung
kelancaran penyelesaian perkara. Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi hakim
pengawas dan kurator lancar, tetapi hakim pengawas sering kali ragu untuk secara tegas
dan langsung membantu tugas kurator, misalnya menindak debitur yang tidak kooperatif.
Hubungan kurator dan hakim pengawas layaknya bersifat kolegial. Keduanya harus
bekerja sama dalam penanganan perkara. Memang kurator harus meminta persetujuan
hakim pengawas dalam beberapa hal, dan hal ini kadang disalahartikan sebagai hubungan
subordinasi. Bentuk bantuan yang bisa diberikan dan harus senantiasa dilakukan oleh
seorang hakim pengawas adalah memberi masukan kepada kurator tentang bagaimana
baiknya melakukan pengurusan dan pemberasan atas harta pailitdemi menjaga agar nilai
harta pailit tetap atau bahkan meningkat.
Hakim pengawas berharap seorang Kurator bekerja sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam ketentuan UUK-PKPU. Seorang Kurator juga harus benar-benar terampil
menguasai tugas dan kewenangannya.
Khusus untuk menjual aset di bawah tangan, kurator terkadang mendapat hambatan
dari hakim pengawas yang tidak mau atau memperlambat mengeluarkan penetapan bagi
kurator untuk melakukan penjualan di bawah tangan tersebut, padahal jika hal itu bisa
berjalan cepat, nilai harta pailit bisa meningkat karena harga penjualan di bawah tangan
yang akan dilakukan oleh kurator jauh di atas harga pasar maupun harga yang telah
ditetapkan apraisal (juru taksir) untuk penjualan di muka umum.
Pada kondisi di atas, seorang hakim pengawas harus dengan segera mengeluarkan
penetapan yang mengizinkan kurator untuk melakukan penjualan di bawah tangant karena
kurator tentunya telah memberi gambaran tentang harga harta pailit tersebut jika dijual di
muka umum dan jika dijual di bawah tangan.
Apa pun tindakan yang dilakukan oleh Kurator dan hakim pengawas sebagaimana
yang diatur dalam UUK PKPU atau tindakan yang tidak dilarang oleh UUK PKPU, keduanya
harus senantiasa berada dalam posisi bahwa mereka bertindak untuk kepentingan
kreditur dan debitur. Oleh karena itu, upaya meningkatkan nilai harta pailit juga untuk
kepentingan kreditur dan debitur.
Hakim pengawas haruslah percaya akan kemampuan kerja seorang kurator. Untuk
itu, terhadap keinginan atau ide-ide kurator untuk meningkatkan nilai harta pailit, selama
tidak bertentangan dengan peraturan kepailitan, hendaknya mendapat dukungan dari
hakim pengawas. Kenyataan menunjukkan bahwa terhadap kerja pengurusan dan
pemberesan harta pailit, seorang kurator tentulah jauh lebih paham dan lebih mengerti
medannya, dibanding hakim pengawas. Hal itu karena kuratorlah yang terjun langsung di
lapangan. Oleh karena itu, saling percaya dan bertanggung jawab antara kurator dan
hakim pengawas sangat diharapkan. Kepailitan dapat dicabut oleh pengadilan atas usul
hakim pengawas pada tingkat awal, berhubung diterimanya laporan dari kurator yang
telah mengadakan pencatatan harta benda si pailit, dan didapati bahwa kenyataan si pailit
sangat sedikit, sehingga tidak cukup untuk menutupi biaya kepailitan.
Apabila berbicara mengenai hubungan Kurator dan Hakim Pengawas maka rujukannya
pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) Jo. Pasal 74 UU Kepailitan, sebagaimana dikutipkan berikut
ini:
Dari ketentuan pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan dapat dipahami bahwa dalam hal terjadi
Kepailitan maka hubungan antara Kurator dan Hakim Pengawas tidak dapat
dipisahkan, yang kemudian hal tersebut dipertegas melalui Pasal 74 UU Kepailitan
yang mengharuskan Kurator menyampaikan Laporan kepada Hakim Pangawas
mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan.
Selain itu, apabila dalam pengurusan dan atau pemberesan harta pailit diperlukan
putusan Pengadilan maka sebelum putusan tersebut dijatuhkan Pengadilan wajib
mendengar pendapat Hakim Pengawas. Apabila dalam pengurusan harta pailit
diperlukan seorang atau lebih saksi dan atau ahli, panggilan harus dilakukan atas
nama Hakim Pengawas. Yang berwenang untuk mendengar saksi dan ahli serta
yang berwenang memerintahkan penyelidikan oleh ahli untuk memperoleh
kejelasan tentang segala hal mengenai kepailitan adalah Hakim Pengawas (pasal
67 ayat 1 dan 2 UU Kepailitan).
Apakah kurator dapat bertindak tanpa ada izin hakim Pengawas? Jawaban
atas hal ini kita temukan dalam Pasal 78 UU Kepailitan, dimana disebutkan
bahwa tanpa adanya izin hakim Pengawas dalam hal izin tersebut di perlukan,
maka hal itu tidak mempengaruhi sah tidaknya perbuatan yang dilakukan oleh
kurator asalkan Kurator sendiri bertanggungjawab atas Perbuatan yang
dilakukannya.
DASAR HUKUM
PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) diatur dalam Pasal 222
sampai Pasal 294 UU No. 37 tahun 2004.
Persyaratan PKPU :
Harus ada minimal 2 kreditur dan salah satunya jatuh tempo
Terhadap Debitor:
1) Untuk mengurus kekayaannya, harus bersama-sama dengan Pengurus; (Pasal
240 ayat 1 UUK).
2) Perbuatan Debitur yang dilakukan tanpa persetujuan Pengurus PKP U, tidak
megikat harta Debitur kecuali perbuatannya menguntungkan harta Debitur
PKPU (Pasal 240 ayat 3 UUK)
3) Tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya dan semua tindakan eksekusi
yang telah dimulai gunda mendapatkan pelunasan utang harus ditangguhkan.
(Pasal 242 UUK)
4) Dalam perkara PKPU, dapat di mungkinkan terjadinya perjumpaan hutang
(Pasal 247 UUK).
Terhadap Kreditor :
Kreditor berhak mendapatkan pembayaran bersama-sama menurut imbalan
masing-masing; (Pasal 245 UUK)
Terhadap Kreditor Separatis PKPU tidak berlaku, tetapi harus tetap memperhatikan
Pasal 55, Pasal 57 dan Pasal 58 (Pasal 244 UUK), termasuk ketentuan mengenai
masa stay (penangguhan ) eksekusi selama PKPU berlangsung.
• Harus independen.
• Tidak mempunyai benturan kepentingan.
• Tidak sedang menangani perkara kepailitan dan PKPU lebih dari 3 (tiga).
Bahwa dalam hal terjadi PKPU, maka sesuai dengan yang diamanatkan dalam
Pasal 225 ayat (3) UU Kepailitan maka tugas utama seorang Pengurus adalah
bersama-sama dengan Debitor PKPU melakukan pengurusan harta PKPU.
Setelah putusan atas Permohonan PKPU dikabulkan, maka Debitor PKPU dikatakan
dalam keadaan PKPU Sementara dan dalam putusan yang sama ditunjuk seorang
Hakim Pengawas dan diangkat seorang atau beberapa Pengurus (Pasal 225 ayat (2)
UU Kepailitan). Adapun langkah selanjutnya yang dilakukan pengurus adalah:
1. Pengurus wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat
tercatat untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama 45
hari sejak putusan PKPU Sementara diucapkan (Pasal 225 ayat (4) UU
Kepailitan) dan juga wajib segera mengumumkan putusan PKPU Sementara
(Pasal 226 ayat (1) UU Kepailitan.
2. Adapun jangka waktu berlakunya PKPU sementara adalah sejak tanggal putusan
PKPU Sementara diucapkan dan berlangsung sampi dengan sidang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 226 ayat (1) terselanggara (Pasal 227 UU
Kepailitan), atau untuk lebih sederhananya jangka waktu PKPU Sementara
adalah paling lama 45 Hari sejak putusan PKPU Sementara diucapkan.
3. Dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang PKPU Sementara sebagaimana
tersebut pada poin 8 diatas, maka Pengadilan Wajib menyatakan Debitor Pailit
dalam sidang yang sama (Pasal 225 ayat (5) UU Kepailitan);
4. Selanjutnya pada sidang sebagaimana dimaksud diatas, atas permintaan Debitor,
Kreditor harus menentukan pemberian atau penolakan PKPU Tetap, adapun
maksud dan tujuan PKPU Tetap adalah untuk mempertimbangkan dan
menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang berikutnya (Pasal 228
ayat (4) UU Kepailitan);
5. Dalam hal ini Kreditor yang dimaksud pada poin 4 diatas adalah hanya Kreditor
Konkuren sebagaimana disebutkan pada penjelasan pasal 228 ayat (6) UU
Kepailitan;
6. Apabila PKPU tetap disetujui maka PKPU tetap tersebut, berikut
perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari sejak
putusan PKPU Sementara di ucapkan (Pasal 228 ayat (6) UU Kepailitan);
• Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau
sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari
seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren
atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut: dan
• Disetujui lebih dari 1/2 jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan
gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari
seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
“Lebih dari ½ jumlah Kreditor yang hadir dan mewakili paling sedikit ½ jumlah
piutang Kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk merima rencana
perdamaian, maka paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara
pertama diadakan dapat dilakukan pemungutan suara kedua tanpa panggilan”
Bedanya perdamaian didalam PKPU dan Pailit adalah para pihak yang ikut
serta melakukan Voting, jika di dalam Pailit maka yang punya yang suara
adalah hanya Kreditor Konkuren sedangkan didalam PKPU adalah Kreditor
Konkuren dan Kreditor Separatis.
Apabila rencana perdamaian ditolak oleh para Kreditor, maka Hakim Pengawas
wajib memberitahukan hal tersebut ke Hakim Pemutus beserta lampiran berita
acara rapat pemungutan suara yang telah dilakukan, dan untuk selanjutnya
Hakim Pemutus harus menyatakan Debitor dalam keadaan Pailit (Pasal 289
UU Kepailitan).
Perdamaian yang telah di sahkan mengikat bagi semua kreditur (Pasal 286 UU).
Dalam hal di kemudian hari ternyata Debitur lalai melaksanakan isi Perjanjian
Perdamaian, maka kreditur berhak mengajukan Permohonan Pembatalan
Perdamaian ke Pengadilan Niaga menurut ketentuan Pasal 291 UUK dan
kepada Debitur diberikan masa 30 hari untuk memenuhi kewajibannya. Jika
Permohonan Pembatalan Perdamaian di kabulkan, maka Debitur dinyatakan
pailit dan Debitur berhak mengajukan Kasasi. Berdasarkan Ketentuan Pasal
175 UUK, maka disini Debitur tidak dapat menawarkan lagi Perdamaian dan
Kurator wajib melakukan pemberesan harta pailit.
CURRICULUM VITAE
JAMASLIN JAMES PURBA, S.H., M.H.
Alamat
Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS
Wisma Nugra Santana, 8 th Floor, Suite 807
Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8
Jakarta 10220 INDONESIA
Telephone : (62-21) 570 3844
Facsimile : (62-21) 570 3846
Mobile : +6281218706955
Email : jpplawfirm@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1992 Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dengan
predikat Cum Laude.
2013 Lulus Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
RIWAYAT PEKERJAAN
• Tahun 1993:
Junior lawyer pada Law Firm GEORGE WIDJOJO & PARTNERS, Jakarta
• Tahun 1994-1996:
Associate lawyer at LAW FRIM AMROOS & PARTNERS, JAKARTA
• Tahun 1996 - 1999:
Senior associate lawyer pada Law Firm MAKARIM & TAIRA S., Jakarta
• Tahun 1999 -2002 :
Senior Litigation Lawyer pada Law Firm HOTMAN PARIS & PARTNERS Jakarta
• December 2002: Mendirikan Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS
SERTIFIKASI:
Kegiatan AKADEMIS :
1. Pengajar Seminar Hukum Bisnis (Kepailitan dan PKPU) di Pasca Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, Kampus Jakarta
3. Pengajar pada Pendidikan Kurator dan Pengurus di Asosiasi Kurator dan Pengurus
Indonesia (AKPI) sejak 2014
Pengalaman Organisasi:
- Tahun 2010 - 2013: Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Pusat.
- Tahun 2010 - 2015: Pengurus Dewan Pimpinan Pusat AAI.
- Tahun 2013 -2018: Ketua DPC PERADI JAKARTA PUSAT.
- Tahun 2010 - 2015: Pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI
- Tahun 2015-2020 : Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI
- Tahun 2013 -2019 : Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI)
Tahun Tahun 2018 -2023: Sekretaris Umum Keluarga Alumni FH UGM
(KAHGAMA)
- Tahun 2019-2022: Ketua Dewan Penasehat AKPI
- Tahun 2016 - sekarang Ketua Umum PERADI Football Club (PERADI FC).
=============================