KELOMPOK 1 :
Alexander Roy Joshua Rampen (01012170045)
Evan Daniel Tirtawinata (01012170073)
Jose Febrian (01012170125)
Timothy Christanto (01012170102)
Kelas :
Kelas Accounting (2017)
ISI
1. Asas-Asas Kepailitan
2
2
3
3
4
Peran yang menjadi kurator menurut pasal 70 ayat (1) UU K-PKPU adalah Balai
Harta Peninggalan (BHP). BHP adalah instansi pemerintah yang ada dibawah
Kementerian Hukum dan HAM yang mengurus mengenai kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). BHP yang menangani perkara kepailitan
disebut Kurator, sedangkan apabila mengurusi harta Debitor bersama-sama dengan
Debitur PKPU disebut Pengurus.
Kurator lainnya selain BHP memiliki kriteria: perseorangan yang berdomisili di
Indonesia, memiliki keahlian khusus dalam membereskan harta pailit, dan terdaftar
pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan
peraturan perundang-undangan (Departemen Hukum dan HAM).
Seorang kurator harus adalah seorang pribadi yang independen yang tidak
memiliki kepentingan antara debitur dan kreditur. Kurator juga tidak boleh menangani
kasus kepailitan atau PKPU lebih dari 3 kasus.
3.4 Hakim Pengawas: menurut Pasal 65 UU K-PKPU, tugas hakim pengawas adalah
mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Perkara kepailitan diadili oleh
Majelis Hakim. Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum
mengambil suatu keputusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit.
3.5 Pengacara: berwenang bertindak sebagai penasehat atau pembela perkara dalam
pengadilan
3.6 Panitera: pejabat pengadilan yang bertugas membantu hakim dalam persidangan
dan membuat berita acara sidang. Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi
perkara; membantu Hakim Pengawas dengan mengikuti dan mencatat jalannya
persidangan; membuat daftar perkara perkara kepailitan yang diterima di kepaniteraan;
dan membuat salinan putusan menurut ketentuan undang-undang yang berlaku.
4
5
melaksanakan kebijakan yang sudah tepat atau tidak. Pada Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (‘UU No. 40/2007”) pasal 92 ayat 2
mensyaratkan kepada direksi:
5
6
1. Ayat (1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan
sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS,
dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. Ayat (2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk
membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap
anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
3. Ayat (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga
bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai
anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan.
4. Ayat(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
5. Ayat (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan
gugatan pihak ketiga.
Bentuk pertanggung jawaban Direksi baik terhadap perseroan, pemegang saham dan
pihak ketiga (kreditor) dapat dilihat dalam berbagai ketentuan UUPT, beberapa
diantaranya adalah:
1. Pasal 37 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa direksi secara tanggung
renteng bertanggung. jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang
6
7
beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali saham oleh perseroan yang
batal karena hukum.
2. Pasal 69 ayat (3) UUPT menyatakan dalam hal laporan keuangan yang
disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota direksi (dan
anggota dewan komisaris) secara tanggung renteng bertanggung jawab
terhadap pihak yang dirugikan.
3. Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung
jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
1. Ayat (1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan
Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang
dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan
Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan
anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
2. Ayat (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
7
8
DAFTAR PUSTAKA
https://bplawyers.co.id/2017/05/10/inilah-tugas-dan-kewenangan-kurator-yang-penting-
dipahami/
https://bplawyers.co.id/2017/03/21/bagaimana-tanggung-jawab-direksi-dalam-hal-
terjadinya-kepailitan/
https://bplawyers.co.id/2017/04/11/hal-ini-yang-dapat-membuat-direksi-wajib-
bertanggungjawab-untuk-perusahaan/
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4898/tanggung-jawab-direksi-dan-
dewan-komisaris-jika-perusahaan-pailit
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17807/uupt-2007-pertegas-tanggung-
jawab-direksi-dan-komisaris/
UU Kepailitan