Anda di halaman 1dari 8

1

TUGAS PAPER HUKUM KOMERSIAL


HUKUM KEPAILITAN

KELOMPOK 1 :
Alexander Roy Joshua Rampen (01012170045)
Evan Daniel Tirtawinata (01012170073)
Jose Febrian (01012170125)
Timothy Christanto (01012170102)

Kelas :
Kelas Accounting (2017)
ISI
1. Asas-Asas Kepailitan
2

a) Asas Keseimbangan: terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya


penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak
jujur.di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak
beritikad baik.
b) Asas Kelangsungan Usaha: terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
c) Asas Keadilan: ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa
keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk
mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang
mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap
Debitor, dengan tidak memperdulikan kreditur lainnya.
d) Asas Integritas: sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan
satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara
perdata nasional.
2. Syarat dan prosedur seseorang dinyatakan pailit
Syarat : syarat untuk dinyatakan pailit diatur dalam Pasal 2 ayat (1)
UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitian dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UU Kepailitan) sebagai berikut : “Debitor yang mempunyai
dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu
atau lebih kreditornya”. Maka dapat disimpulkan pasal diatas yaitu; Harus
mempunyai minimal 2 Kreditor atau lebih, Tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang, utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih, permohonan pailit bisa
atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Prosedur : Prosedur pengajuan permohonan pailit diatur dalam Pasal
6 sampai dengan Pasal 10 UU K-PKPU, kemudian mengenai prosedur Upaya
Hukum setelah putusan dijatuhkan, diatur dalam Pasal 11 sampai dengan pasal
14 UU K-PKPU.
1) Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan
2) Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal
permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan
tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
3) Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi
institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) UU K-PKPU jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-
ayat tersebut;
4) Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua
Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan

2
3

didaftarkan. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah


tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan;
5) Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang;
6) Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan
dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan;
7) Atas permohonan Debitor dan berdasarkan alasan yang cukup,
Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima)
hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Permohonan pengajuan permohonan pailit tersebut harus diajukan oleh seorang
advokat kecuali dalam hal permohonan diajukan oleh Kejaksaan, Bank Indonesia,
Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan.
3. Pihak-pihak dalam perkara kepailitan
3.1 Debitur: pihak yang berhutang karena adanya perjanjian atau undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
3.2 Kreditur: pihak yang mempunyai piutang dari debitur karena adanya perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan
3.3 Kurator: pihak yang bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta
pailit.
Tugas kurator adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta
pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat
berharga lain. Untuk itu, kurator berwenang meminta dilakukan penyegelan kepada
hakim pengawas, yang dilaksanakan oleh juru sita dan disaksikan dua orang saksi.
Tugas lainnya juga mencatat semua harta kekayaan pailit secara lengkap dan
diletakkan di kepaniteraan pengadilan untuk dapat dilihat oleh setiap orang dengan
cuma-cuma. Pencatatan ini dimulai paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima surat
putusan pengangkatannya sebagai Kurator (Pasal 100 dan Pasal 103 UU Kepailitan).
Kewenangan Kurator adalah berwenang membuka surat dan telegram yang
dialamatkan kepada debitur pailit dan berwenang untuk memberikan suatu jumlah uang
yang ditetapkan oleh hakim pengawas untuk biaya debitur pailit. Kurator juga dapat
mengalihkan harta pailit, sejauh diperlukan untuk biaya kepailitan (Pasal 107 UU
Kepailitan).
Kewajiban Kurator adalah menyimpan semua harta pailit (berupa uang,
perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya). Uang tunai yang tidak diperlukan untuk
pengurusan harta pailit wajib disimpan oleh kurator di Bank untuk kepentingan harta
pailit setelah mendapat izin hakim pengawas.

Dalam Pasal 116 UU Kepailitan dinyatakan bahwa:


1. Kurator wajib:

3
4

● mencocokkan perhitungan piutang yang diserahkan oleh Kreditor dengan


catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan Debitor Pailit; atau
● berunding dengan Kreditor jika terdapat keberatan terhadap penagihan
yang diterima.
2. Kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak meminta kepada Kreditor
agar memasukkan surat yang belum diserahkan, termasuk memperlihatkan
catatan dan surat bukti asli.

Peran yang menjadi kurator menurut pasal 70 ayat (1) UU K-PKPU adalah Balai
Harta Peninggalan (BHP). BHP adalah instansi pemerintah yang ada dibawah
Kementerian Hukum dan HAM yang mengurus mengenai kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). BHP yang menangani perkara kepailitan
disebut Kurator, sedangkan apabila mengurusi harta Debitor bersama-sama dengan
Debitur PKPU disebut Pengurus.
Kurator lainnya selain BHP memiliki kriteria: perseorangan yang berdomisili di
Indonesia, memiliki keahlian khusus dalam membereskan harta pailit, dan terdaftar
pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan
peraturan perundang-undangan (Departemen Hukum dan HAM).
Seorang kurator harus adalah seorang pribadi yang independen yang tidak
memiliki kepentingan antara debitur dan kreditur. Kurator juga tidak boleh menangani
kasus kepailitan atau PKPU lebih dari 3 kasus.
3.4 Hakim Pengawas: menurut Pasal 65 UU K-PKPU, tugas hakim pengawas adalah
mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Perkara kepailitan diadili oleh
Majelis Hakim. Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum
mengambil suatu keputusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit.
3.5 Pengacara: berwenang bertindak sebagai penasehat atau pembela perkara dalam
pengadilan
3.6 Panitera: pejabat pengadilan yang bertugas membantu hakim dalam persidangan
dan membuat berita acara sidang. Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi
perkara; membantu Hakim Pengawas dengan mengikuti dan mencatat jalannya
persidangan; membuat daftar perkara perkara kepailitan yang diterima di kepaniteraan;
dan membuat salinan putusan menurut ketentuan undang-undang yang berlaku.

4. Keadaan direksi setelah dinyatakan pailit dan pemberesan harta pailit


4.1 Tanggung Jawab Direksigoo
Direksi memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan perusahaan
sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan didirikan. Kewenangan lain yang
diberikan, secara hukum antara lain direksi diberikan kewenangan untuk mewakili
perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh karena itu kewenangan
yang diberikan kepada direksi cukuplah besar, maka jika terjadi pailit terhadap
perusahaan maka akan dilihat sejauh mana peran direksi, apakah direksi sudah

4
5

melaksanakan kebijakan yang sudah tepat atau tidak. Pada Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (‘UU No. 40/2007”) pasal 92 ayat 2
mensyaratkan kepada direksi:

“Direksi diberikan kewenangan untuk menjalankan perusahaan yang dipandang tepat,


dalam batas yang ditentukan oleh undang-undang dan atau anggaran dasar”
Setiap anggota direksi bertanggung jawab atas kewajiban perseroan, jika kepailitan
terjadi akibat kesalahan dari direksi atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Dalam
situasi ini, tanggung jawab direksi berarti harta pribadi direksi akan ikut disita untuk
pemberesan yang berguna untuk pembayaran bagi pihak kreditur. Pembuktian
mengenai pernyataan ini ada tertulis pada ketentuan Pasal 104 UU No. 40/2007 yang
tertulis :
“Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan
atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban
Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit
tersebut.”
Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan yang terjadi pada perusahaan
perseroan pada ayat (2) jika dapat membuktikan bahwa :
1) Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan;
3) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
4) Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

5. Dampak Kepailitan terhadap Board of Director dan Board of Commissioner


5.1 Board of Director
Board of Director adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan
maksud tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (Pasal 1 angka 5 UUPT)

UU Pasal 104 UUPT

5
6

1. Ayat (1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan
sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS,
dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. Ayat (2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk
membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap
anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
3. Ayat (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga
bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai
anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan.
4. Ayat(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
5. Ayat (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan
gugatan pihak ketiga.

Bentuk pertanggung jawaban Direksi baik terhadap perseroan, pemegang saham dan
pihak ketiga (kreditor) dapat dilihat dalam berbagai ketentuan UUPT, beberapa
diantaranya adalah:

1. Pasal 37 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa direksi secara tanggung
renteng bertanggung. jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang

6
7

beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali saham oleh perseroan yang
batal karena hukum.
2. Pasal 69 ayat (3) UUPT menyatakan dalam hal laporan keuangan yang
disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota direksi (dan
anggota dewan komisaris) secara tanggung renteng bertanggung jawab
terhadap pihak yang dirugikan.
3. Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung
jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

5.2 Board Of Commissioner

Dewan Komisaris merupakan organ Perseroan yang bertanggung jawab untuk


melakukan pengawasan sesuai dengan Anggaran Dasar dan memberikan
nasehat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perseroan melaksanakan
GCG (Good Corporate Governance) pada seluruh tingkatan organisasi
Perseroan.

Pasal 115 UUPT

1. Ayat (1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan
Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang
dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan
Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan
anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
2. Ayat (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

7
8

3. Ayat (3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban


atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat
membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan
kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya
kepailitan.

DAFTAR PUSTAKA
https://bplawyers.co.id/2017/05/10/inilah-tugas-dan-kewenangan-kurator-yang-penting-
dipahami/
https://bplawyers.co.id/2017/03/21/bagaimana-tanggung-jawab-direksi-dalam-hal-
terjadinya-kepailitan/
https://bplawyers.co.id/2017/04/11/hal-ini-yang-dapat-membuat-direksi-wajib-
bertanggungjawab-untuk-perusahaan/
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4898/tanggung-jawab-direksi-dan-
dewan-komisaris-jika-perusahaan-pailit
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17807/uupt-2007-pertegas-tanggung-
jawab-direksi-dan-komisaris/
UU Kepailitan

Anda mungkin juga menyukai