Anda di halaman 1dari 2

Muhammad Nizar Zulmi

16/395681/HK/20848

Skenario Profesi Kurator

Langkah 1

1. Kurator = Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat


oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas (UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)
2. Pailit = jatuh (tentang perusahaan dan sebagainya); bangkrut; jatuh
miskin (KBBI)
3. Kreditur preferen = kreditur yang mempunyai hak pengambilan pelunasan terlebih
dahulu daripada kreditur lain dan kreditur preferen itu tagihannya didahulukan atau
diistimewakan daripada tagihan-tagihan kreditu lain
4. Pinjaman lunak = fasilitas pinjaman dengan syarat-syarat pelunasan ringan,
tingkat suku bunga rendah dan berjangka waktu panjang
5. Nilai aset = sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di
kemudian hari.
6. Direksi = Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan serta mwakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Langkah 2

1. Apa tugas kurator ?


2. Bagaimana kriteria perusahaan apabila dikatakan pailit ?
3. Apakah etis apabila Rendi menerima pinjaman lunak dari PT. DEF untuk
menyehatkan PT. XYZ ?
4. Apakah kurator ketika mengambil keputusan harus izin dengan debitur ?

Langkah 3

1. Tugas seorang kurator menurut UU Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 69 ayat 1 yaitu,
seorang ”kurator melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit”.
2. Kepailitan, menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan),
kepailitan adalah:
“...sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini“
Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga, yang persyaratannya
menurut pasal 2 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) UU Kepailitanadalah:
1. ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan "Kreditor" di sini
mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen;
2. ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah kewajiban untuk
membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena
percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase; dan
3. kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara sederhana.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan Pengadilan Niaga apabila ketiga
persyaratan tersebut di atas terpenuhi. Namun, apabila salah satu persyaratan di atas tidak
terpenuhi maka permohonan pernyataan pailit akan ditolak. Selain itu, UU Kepailitan
juga mengatur syarat pengajuan pailit terhadap debitor-debitor tertentu sebagaimana
diatur dalam pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), sebagai berikut:
- Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Bank Indonesia.
- Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
- Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana
Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Dasar hukum:
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
3. Etis, selama Rendi tidak mencampuradukkan urusan kedua perusahaan tersebut. Serta
adanya kesepakatan antarpihak.
4. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang kurator tidak diharuskan memperoleh izin
atau persetujuan dari seorang debitor. Yang sesuai dengan UU Nomor 37 Tahun 2004
Pasal 69 Aayat 2 yang berbunyi seorang kurator “tidak diharuskan memperoleh
persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor
atau salah satu organ debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan
atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan”. Dengan demikian, seorang kurator bisa
langsung melaksanakan tugasnya secara langsung tanpa meminta ACC dari debitor.

Anda mungkin juga menyukai